BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA ANALISA KINERJA SISTEM POLDER PLUIT TERHADAP KOMPARTEMEN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN PROGRAM MIKE URBAN SWMM

BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dilakukan pemeriksaan (validasi) data profil sungai yang tersedia. Untuk mengetahui

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

Drainase P e r kotaa n

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan penelitian akan dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut: Identifikasi permasalahan

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

Pengendalian Banjir Sungai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro. Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

Bab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui :

Surface Runoff Flow Kuliah -3

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Semester Genap Tahun 2006/2007

BAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

PERANCANGAN BANGUNAN PELENGKAP DRAINASE GORONG-GORONG. Disusun untuk Memenuhi. Tugas Mata Kuliah Drainase. Disusun Oleh:

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

BAB III LANDASAN TEORI

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

TUGAS AKHIR DAMPAK SISTEM DRAINASE PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA NATURA TERHADAP SALURAN LONTAR, KECAMATAN SAMBIKEREP, SURABAYA

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODE PENELITIAN

PENGEMBANGAN DRAINASE SISTEM POLDER SUNGAI SRINGIN KOTA SEMARANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer maupun data sekunder Pengumpulan Data Primer

Nizar Achmad, S.T. M.Eng

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

Bab V Analisa dan Diskusi

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3.1 Daerah Rendaman Kel. Andir Kec. Baleendah

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

KAJIAN PENGARUH PENGALIHAN ALIRAN DARI STADION UTAMA TERHADAP GENANGAN TERMINAL BANDAR RAYA PAYUNG SEKAKI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER ASRI KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN NGANJUK) TUGAS AKHIR

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos, sambungan kata

EVALUASI SISTEM DRAINASE JALAN LINGKAR BOTER KABUPATEN ROKAN HULU

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Polder 2.1.1 Definisi Sistem Polder Sistem polder adalah suatu teknologi penanganan banjir dan air laut pasang dengan kelengkapan sarana fisik, seperti sistem drainase, kolam retensi, pintu dan pompa air, yang harus dikelola sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air yang tidak terpisahkan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali. Daerah yang berpotensi sebagai polder adalah daerah dataran rendah seperti rawa musiman, dataran banjir dan zona pasang surut (daerah pantai). Sistem polder ini sangat berguna untuk mengamankan daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan dari banjir, yang drainasenya tidak dapat mengalir secara gravitasi. Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan. Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan selanjutnya dipompa ke sungai (outlet).

9 2.1.2 Karakteristik Sistem Polder Polder adalah suatu area atau kawasan yang cukup luas di tepi pantai dengan elevasi muka tanah di bawah muka air pasang (MAT) air laut, danau atau sungai, yang dikelilingi oleh tanggul atau tanah tinggi, agar area atau kawasan tersebut dapat dicegah banjir. Area atau kawasan di dalam polder tersebut ditata sedemikian rupa sehingga air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk, dimana air yang dikelola hanya berasal dari air hujan dan kadang-kadang air rembesan pada kawasan itu sendiri yang dikumpulkan. Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya dengan penguras atau pompa untuk mengendalikan air keluar. Muka air di dalam polder air permukaan maupun air bawah permukaan tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat tanah, iklim dan tanaman. (Sumber: Laporan Akhir Pengendalian Polder Pantai Indah Kapuk, Puslitbang SDA 2005) Gambar 2.1 Sketsa Tipikal Sistem Polder

10 2.1.3 Fungsi Polder Pada awalnya polder dibuat untuk kepentingan pertanian. Tetapi beberapa dekade belakangan ini sistem polder juga diterapkan untuk kepentingan pengembangan industri, permukiman, fasilitas umum serta untuk kepentingan lainnya dengan alasan keamanan. Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam sistem polder tersebut. Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam sistem dikendalikan supaya tidak terjadi banjir atau genangan. Air di dalam sistem dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika ada kelebihan air yang berpotensi dapat menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar dari sistem. 2.1.4 Elemen-elemen Sistem Polder Sistem polder terdiri dari jaringan drainase, tanggul, kolam retensi dan badan pompa. Keempat elemen sistem polder harus direncanakan secara integral, sehingga dapat bekerja secara optimal. 1. Jaringan Drainase Drainase adalah istilah yang digunakan untuk sistem penanganan kelebihan air. Khusus istilah drainase perkotaan, kelebihan air yang dimaksud adalah air yang berasal dari air hujan. Kelebihan air hujan pada suatu daerah, tentunya dapat menimbulkan masalah, sehingga harus dibangun saluran drainase yang cukup besar sesuai dengan debit banjir yang ada sehingga tidak menimbulkan genangan. Dalam artian daerah dengan sistem polder, dengan adanya sistem drainase perkotaan sangat dibutuhkan untuk mengeringkan suatu area tersebut.

11 Pada suatu sistem drainase perkotaan terdapat jaringan saluran drainase yang merupakan sarana drainase lateral berupa pipa, saluran tertutup dan saluran terbuka. Berdasarkan cara kerjanya saluran drainase terbagi dalam beberapa jenis, yaitu saluran pemotong, saluran pengumpul dan saluran pembawa. b. Saluran Pemotong (interceptor) adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan bangunan kontur. c. Saluran Pengumpul (collector) adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran pembawa. Letak saluran pembawa ini di bagian terendah lembah ini suatu daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada. d. Saluran Pembawa (conveyor). adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa membahayakan daerah yang dilalui. Sebagai contoh adalah saluran banjir kanal atau sudetan-sudetan atau saluran by pass yang bekerja khusus hanya mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan. Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik, diperlukan bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap itu adalah : b. Bangunan Silang; misalnya gorong-gorong atau siphon. c. Bangunan Pintu Air ; misalnya pintu geser atau pintu otomatis. d. Bangunan Peresap (infiltrasi), misalnya sumur resapan.

12 Semua bangunan yang disebutkan di atas tidak selalu harus ada pada setiap jaringan drainase. Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi saluran, tuntutan akan kesempurnaan jaringannya, dan kondisi lingkungan. Gambar ilustrasi mengenai jaringan drainase dalam sistem polder dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini. (Sumber : Basic concepts of polders, Prof.dr.E.Schultz) Gambar 2.2 Skema Jaringan Drainase pada Sistem Polder 2. Tanggul Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau daerah atau wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi, agar dapat terlindungi dari pengaruh luar atau sesuatu yang dapat membahayakan daerah yang berada diluarnya, apabila melimpas keluar dari tempatnya. Dalam bidang perairan, laut dan badan air merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai pelindung di sekitarnya. Jenisjenis tanggul, antara lain : tanggul alamiah, tanggul timbunan, tanggul beton dan tanggul infrastruktur. Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah dari bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai di pinggiran sungai

13 secara memanjang. Tanggul timbunan adalah tanggul yang sengaja dibuat dengan menimbun tanah atau material lainnya, di pinggiran wilayah. Contohnya tanggul timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut. Tanggul beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan kuat. Contohnya tanggul bendung, dinding penahan tanah (DPT). Tanggul infrastruktur adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun secara kuat dalam periode waktu yang lama dengan perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, sehingga seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya. 3. Kolam Retensi Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat menampung atau meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan pelapis dinding dan dasar kolam. Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam alami dan kolam non alami. Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan yang sudah terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga dapat meresapkan pada lahan atau kolam pervious, misalnya lapangan sepak bola (yang tertutup oleh rumput), danau alami, yang terdapat di taman rekreasi dan kolam rawa. Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan bahan material yang kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang masuk

14 ke dalam inlet harus dapat menampung air sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam berfungsi sebagai tempat mengurangi debit banjir dikarenakan adanya penambahan waktu konsentrasi air untuk mengalir dipermukaan. Kapasitas kolam retensi yang dapat menampung volume air pada saat debit banjir puncak, dihitung dengan persamaan umum seperti di bawah ini : t V = 0 (Q in Q out) dt (2.1) Dengan : V = Volume kolam t = Waktu awal air masuk ke dalam inlet t 0 = Waktu air keluar dari outflow Q in = Q out = Debit inflow Debit outflow 4. Stasiun Pompa Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk mengeluarkan air yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah memindahkan air dari kolam tampungan dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik atau diesel atau solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai atau banjir kanal yang bagian hilirnya akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu daerah dengan dataran rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup datar, sehingga saluran-saluran yang ada tidak mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa harus disesuaikan dengan volume layanan air yang harus dikeluarkan. Pompa yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa

15 jenis sentrifugal, sedangkan pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar solar adalah pompa submersible. 2.2 Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi. Secara umum dapat dikatakan bahwa Hidrologi adalah ilmu yang menyangkut masalah kuantitas dan kualitas air di bumi. Unsur-unsur hidrologi yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 2.2.1 Evaporasi Evaporasi adalah proses pertukaran molekul air di permukaan menjadi molekulmolekul uap air (penguapan) di atmosfer melalui kekuatan panas. Cara menentukan besarnya evaporasi dapat dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pengukuran evaporasi permukaan air bebas secara langsung (Water Budget Study of Field Plots and for a Large Watershed). E L = P + I surf + I gw O surf O gw - S (2.2) Keterangan : E L = Evaporasi muka air bebas per hari P = Presipitasi I surf = Aliran permukaan harian yang masuk I gw = Aliran air tanah yang masuk O surf = O gw = Aliran permukaan harian yang keluar Aliran air tanah yang keluar S = Perubahan jumlah simpanan air selama periode pengamatan

16 Untuk perhitungan pada permasalahan banjir dan drainase, pada umumnya besaran evaporasi tidaklah terlalu berperan. Meskipun demikian untuk mendapatkan ketelitian neraca air yang lebih baik dan memenuhi masukan program MIKE URBAN SWMM, maka perlu dikumpulkan data mengenai evaporasi. 2.2.2 Infiltrasi Infiltrasi adalah masuknya air dari air hujan maupun aliran permukaan ke dalam tanah dalam kurun waktu tertentu. Proses infiltrasi ini tergantung dari jenis dan kondisi tanahnya. Ketika hujan berhenti (di bawah kapasitas infiltrasi) maka sejumlah air yang tertampung di permukaan diizinkan untuk meresap dan menambah volume komulatif infiltrasi. Dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Green-Ampt. Adapun parameter infiltrasi Green-Ampt ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Parameter Infiltrasi Green-Ampt Jenis tanah Nilai IMD Tanah Nilai Suct (cm) Konduktivitas Hidraulik K (cm/jam) Pasir 0.34 10.16 11.78 LanauPasiran 0.33 20.32 2.99 Pasiran lanau 0.32 30.48 1.09 Lanau 0.31 20.32 0.34 Lempunglanau pasiran 0.26-0.15 Lempung lanauan 0.24 25.4 0.10 Lempung 0.21 17.78 0.03 (Sumber : EPA, SWMM Windows Interface User s Manual 1998) 2.3 Hidraulik Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran pada saluran terbuka (open channel flow) maupun pada saluran tertutup (pipe channel flow). 2.3.1 Aliran Air pada Saluran Terbuka (Open Channel Flow)

17 1. Aliran Steady (Steady Flow) Aliran permanen atau tetap adalah aliran yang mempunyai kedalaman tetap untuk waktu tertentu. Aliran ini di klasifikasikan menjadi dua jenis aliran sebagai berikut : a. Aliran Seragam, yaitu aliran dengan tinggi muka air sama pada setiap penampang. b. Aliran berubah, yaitu aliran dengan tinggi muka air berubah-ubah di sepanjang saluran. 2. Aliran Unsteady (Unsteady Flow) Aliran tidak permanen atau tidak tetap adalah aliran yang mempunyai kedalaman aliran yang berubah tidak sesuai dengan waktu, contohnya adalah seperti banjir. 2.3.2 Aliran Air pada Saluran Tertutup (Pipe Channel Flow) Aliran air pada saluran tertutup ini tidak terdapat muka air bebas, pipa penuh terisi air. Tekanan air dalam pipa ditentukan oleh muka air di kedua ujung pipa. 2.3.3 Sifat-Sifat Aliran Pada saluran terbuka (open channel flow), aliran yang terjadi pada saluran adalah sebagai berikut : 1. Aliran Laminer Aliran laminer adalah aliran dengan gaya kekentalan atau viskositasnya relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya inersianya, sehingga kekentalan

18 berpengaruh besar terhadap perilaku aliran. Butiran air pada aliran ini bergerak lebih teratur atau lurus. 2. Aliran Turbulen Aliran turbulen adalah aliran dengan gaya kekentalan atau viskositasnya relatif lemah dibandingkan dengan gaya inersianya, sehingga butiran air pada aliran ini bergerak tidak beraturan atau tidak tetap. 2.4 Gambaran Umum Program MIKE URBAN SWMM MIKE URBAN SWMM merupakan suatu program model simulasi dan desain distribusi jaringan air yang fleksibel, baik untuk pengendalian air limbah maupun air hujan. Program ini mampu mengkombinasikan Arcview GIS dengan Storm Water Management Model (SWMM). Program ini juga dapat mensimulasikan kualitas dan kuantitas air, aliran permukaan air, aliran bawah permukaan dan penelusuran aliran di saluran serta analisis masalah-masalah yang berhubungan dengan hidrologi dan hidrolika sekaligus. Arcview GIS (Geography Information System) digunakan untuk mempermudah proses pemasukan data dengan digitasi peta berikut informasinya. Program ini sudah mengalami perkembangan dan modifikasi, sampai memiliki beberapa versi dan program MIKE URBAN SWMM memiliki peran yang besar untuk menjadi sebuah paket program analisis hidrologi dan hidrolika sekaligus yang paling relevan dalam aplikasi praktek dalam dunia hidroteknik sekarang ini. Program MIKE URBAN SWMM ini mempunyai kapasitas dengan tujuan untuk analisis debit banjir, mendesain saluran, perencanaan saluran dan penggambaran masalah drainase dan masalah-masalah yang berhubungan dengan perairan lainnya.

19 Program MIKE URBAN SWMM digunakan untuk memodelkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Ciliwung Kota, Kali Besar dan Kali Krukut sebagai saluran drainase utama pada sistem polder Pluit, sekaligus input model hidrologi, hidrolika maupun model hujan-limpasan yang dibutuhkan. Di dalam program ini terdiri dari beberapa metode perhitungan yang digunakan pada penelitian ini yang akan dibahas di bawah ini. 2.4.1 Metode Perhitungan pada Program MIKE URBAN SWMM Metode perhitungan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari : 1. Aliran Permukaan (Overland Flow) Untuk lebih memahami proses konversi kejadian hujan menjadi limpasan permukaan pada metode ini, rumus limpasan permukaan yang digunakan dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut : Rainfall ( Infiltrationi + Evaporation ) = Overland Flow (2.3) Besarnya debit aliran permukaan pada pemodelan SWMM dihitung dengan konsep nonlinear reservoir. Gambaran mengenai konsep nonlinear reservoir ini dapat dilihat pada gambar 2.3.

20 (Sumber : DHI Software User Guide, 2005) Gambar 2.3 Konsep Nonlinear Konversi Hujan Limpasan pada SWMM 2. Penelusuran Aliran Penelusuran aliran adalah sebuah prosedur analisis untuk mengetahui jejak aliran air pada suatu sistem hidrologi, dengan beberapa kejadian hujan sebagai input. Debit aliran permukaan per meter lebar sub daerah layanan diperhitungkan berdasarkan persamaan Manning sebagai berikut : 1 n 5 3 1 2 q= y s (2.4) Keterangan : q = Debit aliran permukaan per meter lebar, m 3 /detik/m n = Koefisien kekasaran manning y = d - dp = Kedalaman aliran, m s = Kemiringan lahan, mm/mm Debit aliran permukaan ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

21 Q = w q P W Q Gambar 2.4 Sketsa Konversi Aliran Permukaan maka debit aliran dirumuskan sebagai berikut : Q 1 W ( ) (d n dp) = 5/3 S 1/2 (2.5) Keterangan : Q = Debit aliran permukaan, m 3 /detik q = Debit aliran permukaan per meter lebar, m 3 /detik/m W = Lebar daerah layanan,m d p = Tinggi depression storage, m s = Kemiringan daerah tangkapan, m/m 3. Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari titik terjauh pada daerah aliran ke titik yang ditentukan di hilir. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut : Keterangan : t c = Waktu konsentrasi, jam 0,385 T c = 0.87 x L 2 (2.6) 1000 x S L = Panjang saluran utama dari hulu sampai hilir, km S = Kemiringan rata-rata saluran