3 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Moch Chidin, dkk Pengertian Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata. Bandung: Mandar Maju.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

DAFTAR PUSTAKA. Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LANDASAN TEORI

Lex Administratum, Vol. V/No. 4/Jun/2017

BAB III PENUTUP. Jayapura, apabila perjanjian kredit macet dan debitur wanprestasi yaitu: (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Analisis yuridis..., Liana Maria Fatikhatun, FH UI., 2009.

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM JAMINAN STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT4017 PRASYARAT :

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan fidusia yang merupakan salah satu bentuk lembaga jaminan

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan modal sebagai salah satu sarana dalam pengembangan unit usaha oleh para

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. MENGGADAIKAN HAK ATAS TANAH MENURUT SISTEM HUKUM ADAT DI INDONESIA 1 Oleh: Balgis Lapadengan 2

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

MANFAAT JAMINAN FIDUSIA DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT BANK 1 Oleh : Riedel Wawointana 2

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

BAB I PENDAHULUAN. kreditnya, sebab kredit adalah salah satu portofolio alokasi dana bank yang terbesar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Memberikan Kredit Dengan Jaminan Fidusia. tahun 1999 tentang jaminan fidusia.

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

Transkripsi:

TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN 1 Oleh: Ilham S. Kasim 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Jaminan Fidusia di Indonesia dan bagaimana Hubungan Hukum Perusahaan Pembiayaan dalam Jaminan Fidusia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative disimpulkan: 1. Jaminan fidusia dengan objek utamanya ialah benda-benda bergerak tumbuh dan berkembang dalam sistem hukum di Indonesia bertolak dari ketentuan Gadai dalam KUH. Perdata, yang menentukan objek gadai harus berpindah dalam penguasaan kreditur. Konsekuensi hukum ketentuan ini menyebabkan pelaku usaha (pengusaha) di sektor rumah makan, atau perusahaan angkutan seperti mobil barang atau penumpang, akan kesulitan oleh karena objeknya harus berpindah ke tangan kreditur. Melalui yurisprudensi tanggal 18 Agustus 1932, putusan hakim membolehkan objek gadai tetap berada pada tangan debitur, dan dalam perkembangannya yurisprudensi tersebut menjadi Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2. Perusahaan pembiayaan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya hanya meliputi: Sewa Guna Usaha (Leasing), Anjak Piutang (Factoring), Usaha Kartu Kredit (Credit Card), dan Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance), yang merupakan perusahaan yang menerapkan sistem Jaminan Fidusia dalam hubungan hukumnya dengan nasabah atau debiturnya, dan yang terjalin dalam bentuk perjanjian pembiayaan (kontrak pembiayaan). Sebagai hubungan hukum perjanjian, maka hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian tersebut penting sekali untuk diwujudkan dalam rangka mencapai kepentingan hukum bersama, perlindungan hukum, serta pada giliran akhirnya dalam mewujudkan kesadaran hukum dalam masyarakat. Kata kunci: Jaminan, fidusia, pembiayaan 1 Artikel Skripsi. 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 090711400 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaminan Fidusia telah berkembang demikian cepat dan pesatnya dalam praktik kegiatan bisnis di Indonesia yang pertama kali tumbuh melalui yurisprudensi dalam sistem hukum, oleh karena ketika itu belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Djaja S. Meliala, menjelaskan perkembangan Jaminan Fidusia berdasarkan yurisprudensi, sebagai berikut: Fidusia atau Fiduciaire Eigendom Overdracht (FEO) ialah jaminan hak milik berdasarkan kepercayaan, yang merupakan suatu bentuk jaminan atas benda bergerak di samping gadai, yang lahir dari yurisprudensi. Di Indonesia yang menjadi dasar hukumnya adalah Bataafsche Petroleum Maatschapij Arrest tanggal 25 Januari 1929, dan sekarang telah diatur di dalam Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 3 Fidusia yang lahir dari yurisprudensi tersebut pada mulanya adalah reaksi terhadap kelemahan Gadai yang diatur dalam Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH. Perdata). Subekti berpendapat bahwa Fiduciaire Eigendom Overdracht yang sudah diakui berdasarkan Arrest Hoge Raad 1929 itu merupakan perjanjian yang lain dari perjanjian gadai. 4 Sumber hukum melalui yurisprudensi tersebut kemudian menjadi suatu peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, menyebabkan sumber-sumber hukum yurisprudensi dan peraturan perundangundangan menjadi bagian penting yang patut dipahami sebagai latar belakang dalam penelitian ini.yurisprudensi maupun peraturan perundang-undangan adalah sumber-sumber hukum yang berlaku. Riduan Syahrani menjelaskan bahwa yurisprudensi adalah putusan hakim (pengadilan) yang memuat peraturan sendiri, kemudian diikuti dan dijadikan dasar putusan oleh hakim yang lain dalam perkara yang sama. 5 3 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2008, hal. 59 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal. 78 5 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 118 92

Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, praktikpraktik tentang Fidusia yang ketika itu dinamakan dengan Fiduciaire Eigendom Overdracht (FEO) menggunakan dasar hukum yurisprudensi, tetapi dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 1999, dasar hukumnya ialah peraturan perundang-undangan.subjek hukumjaminan fidusia ialah para pihak baik berupa orang perseorangan maupun badan hukum dengan pihak lainnya yakni Perusahaan Pembiayaan dalam suatu hubungan hukum perjanjian atau kontrak. Khotibul Umam menjelaskan bahwa: Perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan usaha dalam bentuk Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit, dan/atau Pembiayaan Konsumen. Dengan kata lain, perusahaan pembiayaan hanya dapat melakukan empat kegiatan, baik salah satu atau dapat memilih dua, bahkan lebih yang lazim disebut sebagai perusahaan Multifinance. 6 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pengaturan Jaminan Fidusia di Indonesia? 2. Bagaimana Hubungan Hukum Perusahaan Pembiayaan dalam Jaminan Fidusia? C. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. PEMBAHASAN A. Pengaturan Jaminan Fidusia di Indonesia Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada di dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.lembaga pembiayaan tidak mengambil risiko terhadap objek perjanjian, dan lewat Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia kemudian memberikan kekuatan hukum kepada lembaga pembiayaan untuk selalu menjaga objek lewat jaminan fidusia meskipun objek tersebut berada pada penguasaan kreditor. Jaminan Fidusia tumbuh dan berkembang terlebih dahulu dari yurisprudensi, yang bertitik tolak dari ketentuan Gadai menurut Pasal 1152 ayat (2) KUH. Perdata, yang menyatakan bahwa kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada pihak debitur. Konsekuensi dari ketentuan ini, debitur tidak dapat memanfaatkan benda atau barang yang digadaikan. Pengaturan tentang Jaminan Fidusia dengan demikian berkaitan erat dengan beberapa pengaturan perundang-undangan, yakni Pertama, sebagai reaksi atas hambatan dari ketentuan Pasal 1152 ayat (2) KUH. Perdata. Kedua, sebagai penemuan hukum melalui yurisprudensi, serta ketiga, dengan lahirnya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 4 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa: Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu Prestasi. Ketentuan ini diberikan penjelasannya bahwa, yang dimaksud dengan prestasi dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Ketentuan Pasal 4 ini memiliki beberapa unsur penting yakni Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan, serta Jaminan Fidusia menimbulkan kewajiban bagi para pihak. Konsep perjanjian penting sekali dibahas terlebih dahulu sebelum membahas tentang perjanjian ikutan. Perjanjian atau kontrak menurut Ahmadi Miru diartikannya sebagai suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 7 Djaja S. Meliala merumuskan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan hukum kekayaan. 8 Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang berarti apabila perjanjian pokok telah lunas, dengan 6 Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan, Hak dan Kewajiban Nasabah Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hal. 4 7 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 2 8 Djaja S. Meliala, Op Cit, hal. 81 93

sendirinya perjanjian ikutan juga menjadi lunas, dan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa perjanjian pembebanan Jaminan Fidusia tidak selamanya dibuat dengan akta notaris, yang berarti dapat pula dilakukan dengan akta di bawah tangan seperti pada perjanjian pembiayaan dengan dibebani Surat Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Jaminan Fidusia ditentukan untuk dilakukan pendaftarannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11 ayat-ayatnya dari Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, sebagai berikut: (1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. (2) Dalam hal benda yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku. Ketentuan Pasal 11 tersebut diberikan penjelasannya bahwa, pendaftaran Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia. Proses pendaftarannya tentu saja terkait dengan tempat pendaftaran, yang ditentukan pada Pasal 12 ayat-ayatnya dari Undang- Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa: (1) Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. (2) Untuk pertama kali, kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. (3) Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman. (4) Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden. Berkaitan erat dengan pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang No.l 42 Tahun 1999, ditentukan pada Pasal 13 ayat-ayatnya, sebagai berikut: (1) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. (2) Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat: a. Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; b. Tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia. c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia. d. Uraian mengenai Benda yang menjadi objek jaminan fidusia. e. Nilai jaminan f. Nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. (3) Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud tersebut ialah Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, yang pada Penjelasan Umumnya menjelaskan antara lain, berdasarkan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, perlu diatur tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Proses pendaftaran Jaminan Fidusia dimulai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh Notaris yang kemudian dilakukan pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia adalah Kantor yang menerima permohonan pendaftaran jaminan Fidusia, menerbitkan, dan menyerahkan Sertifikat Jaminan Fidusia. 9 Pengaturan tentang Jaminan Fidusia dan implementasinya pada perusahaan pembiayaan merupakan bagian penting dari 9 Lihat Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (Penjelasan Umum) 94

aspek-aspek hukum yang lebih lanjut dibahas pada bagian berikut ini. B. Hubungan Hukum Perusahaan Pembiayaan dalam Jaminan Fidusia Hubungan hukum antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen sebagai nasabahnya adalah hubungan hukum perjanjian atau hukum kontrak, yang mempunyai kesamaan prinsip-prinsipnya dengan perjanjian kredit bank, yaitu mencakup jaminan utama, jaminan pokok, jaminan tambahan. 10 Perihal jaminan utama, sebagai pembiayaan dalam bentuk kredit, jaminan utamanya adalah kepercayaan dari perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur) kepada konsumen (debitur), bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar secara berkala atau angsuran sampai lunas atas pembiayaan yang telah diterimanya. Di sini, perusahaan pembiayaan konsumen yang menerapkan prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam perkreditan, yakni 5C of Credit, yaitu Collateral, Capacity, Character, Capital, Condition of economy. Berikutnya ialah jaminan pokok, untuk lebih mengamankan dana yang telah diberikan kepada konsumen, perusahaan pembiayaan konsumen biasanya meminta jaminan pokok, yaitu berupa barang yang dibeli dengan dana dari perusahaan pembiayaan konsumen. Jika dana dari perusahaan pembiayaan konsumen oleh konsumen digunakan untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Selain jaminan utama berupa kepercayaan dan jaminan pokok, masih ada lagi jaminan tambahan, yang dalam praktik, perusahaan pembiayaan konsumen meminta jaminan tambahan atas transaksi pembiayaan konsumen. Biasanya jaminan tambahan terhadap transaksi pembiayaan konsumen seperti ini berupa pengakuan utang (promissory notes), atau kuasa menjual barang, dan assignment of proceed (cessie) dari asuransi. Hubungan hukum tersebut terjalin antara perusahaan pembiayaan konsumen dengan konsumen, yang menempatkannya masingmasing sebagai kreditur dan debitur, berkenaan dengan pemenuhan perjanjian atau kontrak. Pelaksanaan perjanjian atau kontrak 10 Sunaryo, Ibid, hal. 105 merupakan prestasi, yaitu suatu hal yang harus ditunaikan sesuai dengan isi yang telah disepakati bersama dalam perjanjian. Ahmadi Miru menjelaskan, kewajiban memenuhi apa yang dijanjikan itulah yang disebut dengan prestasi, sedangkan apabila salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya, itulah yang disebut dengan wanprestasi. 11 Hubungan hukum antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen selaku nasabahnya sebagai hukum perjanjian, menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu apabila salah satu pihak tidak melaksanakan atau tidak memenuhi apa yang telah disepakati bersama dalam suatu perjanjian. Akibat hukum atau konsekuensi hukum tersebut adalah wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Wanprestasi menyebabkan salah satu pihak menderita kerugian, dan kerugian seperti itu dalam dunia bisnis, hanyalah ditekan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kerugian bagi pengembangan bisnis, yang didalam hal ini perusahaan pembiayaan menderita kerugian oleh karena nasabahnya melakukan wanprestasi. Pada dasarnya, wanprestasi itu dapat berupa sama sekali tidak memenuhi prestasi, atau prestasi yang dilakukan tidak sempurna, atau karena terlambat memenuhi prestasi, atau karena melakukan apa yang dilarang oleh perjanjian untuk dilakukan. Nasabah sebagai debitur yang telah memperoleh kredit kendaraan bermotor seperti mobil dari perusahaan pembiayaan, berdasarkan perjanjian yang telah disepakati bersama mempunyai kewajiban membayar sejumlah dana secara angsuran sebagaimana yang telah ditentukan. Kewajiban ini menjadi beban nasabah, oleh karena setiap waktu yang ditentukan harus memenuhi prestasinya, yaitu membayar angsuran. Kadangkala dapat terjadi, nasabah terlambat membayar angsuran sesuai jadwal atau jangka waktu yang telah ditentukan, atau nasabah membayar pada waktu tertentu tetapi jumlahnya tidak cukup, bahkan nasabah itu sendiri menunggak 11 Ahmadi Miru, Op Cit, hal. 67 95

pembayarannya sebagai kewajiban yang harus ditunaikannya. Objek perjanjian pembiayaan konsumen seperti pengadaan mobil atau sepeda motor dalam hubungan hukum pembiayaan, menjadi jaminan yang dapat sewaktu-waktu ditarik kembali oleh perusahaan pembiayaan manakala debitur melalaikan tunggakan pembayarannya. Semakin lama dan besarnya tunggakan, semakin besar pula peluang ditarik secara paksa oleh perusahaan pembiayaan sebagaimana sering terungkap perampasan mobil atau sepeda motor oleh sekelompok orang tertentu selaku penagih (debt collector) di jalanan atau di tempat parkir tertentu. Kendaraan bermotor sebagai jaminan tersebut menggunakan modal atau konsep jaminan fidusia, yakni barang atau benda jaminannya telah dalam penguasaan debitur meskipun belum lunas sampai jangka waktu tertentu. Namun, apabila timbul wanprestasi, seperti menunggak pembayaran angsuran bulanan, sampai beberapa bulannya, maka objek jaminan tersebut masih rentan terhadap pengambilan kembali oleh perusahaan pembiayaan yang bersangkutan. Aspek hukum jaminan fidusia dalam hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan oleh nasabah debitur baru sebatas sementara, serta campur tangan secara hukum oleh perusahaan pembiayaan masih besar. Dalam praktiknya, perusahaan pembiayaan belum menerbitkan dan/atau mengurus proses pembuatan surat Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), ketika sedang dalam jangka waktu pembayaran angsurannya. Lain halnya jika pada waktunya, angsuran tersebut belum dilunasi, maka penguasaan atas objek jaminan fidusia sudah benar-benar beralih kepada nasabah atau debitur yang bersangkutan. Perusahaan pembiayaan yang merupakan bagian dari Lembaga Pembiayaan dalam menjalankan kegiatan usahanya pun ditentukan dan diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011. Pengaturan dan pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan, ditentukan pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 pada Pasal 55 ayat (1), bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Otoritas Jasa Keuangan. 12 Pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang mengatur dan mengawasi tersebut, menyebabkan hubungan hukum antara perusahaan pembiayaan dengan nasabahnya menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatur dan mengawasinya untuk mewujudkan perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam hubungan hukum perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. PENUTUP A. Kesimplan 1. Jaminan fidusia dengan objek utamanya ialah benda-benda bergerak tumbuh dan berkembang dalam sistem hukum di Indonesia bertolak dari ketentuan Gadai dalam KUH. Perdata, yang menentukan objek gadai harus berpindah dalam penguasaan kreditur. Konsekuensi hukum ketentuan ini menyebabkan pelaku usaha (pengusaha) di sektor rumah makan, atau perusahaan angkutan seperti mobil barang atau penumpang, akan kesulitan oleh karena objeknya harus berpindah ke tangan kreditur. Melalui yurisprudensi tanggal 18 Agustus 1932, putusan hakim membolehkan objek gadai tetap berada pada tangan debitur, dan dalam perkembangannya yurisprudensi tersebut menjadi Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2. Perusahaan pembiayaan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya hanya meliputi: Sewa Guna Usaha (Leasing), Anjak Piutang (Factoring), Usaha Kartu Kredit (Credit Card), dan Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance), yang merupakan perusahaan yang menerapkan sistem Jaminan Fidusia dalam hubungan hukumnya dengan nasabah atau debiturnya, dan yang terjalin dalam bentuk perjanjian pembiayaan (kontrak pembiayaan). Sebagai hubungan hukum perjanjian, 12 Lihat UU. No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Pasal 55 ayat (1). 96

maka hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian tersebut penting sekali untuk diwujudkan dalam rangka mencapai kepentingan hukum bersama, perlindungan hukum, serta pada giliran akhirnya dalam mewujudkan kesadaran hukum dalam masyarakat. B. Saran Hukum Jaminan Fidusia yang diatur dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 dalam implementasinya dengan perusahaan pembiayaan, perlu untuk meninjau kembali dasar hukum perusahaan pembiayaan yang hanya diatur dengan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009, untuk dapat ditingkatkan menjadi Undang-Undang. Perlu mewujudkan hubungan hukum yang seimbang antara perusahaan pembiayaan dengan debitur atau nasabahnya, sehingga tidak memuat klausul yang memberatkan nasabahnya. DAFTAR PUSTAKA Anwari Achmad, Leasing di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987. Asnawi M. Natsir, Hermeneutika Putusan Hakim, UII Press, Yogyakarta, 2014. Astawa I. Gde Pantja dan Na a Suprin, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia, Alumni, Bandung, 2008. Asyhadie Zeni, Hukum Bisnis. Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006. Djumhana Muhammad, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Gazali Djoni S.dan Usman Rachmadi, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Gifis Steven H., Law Dictionary, Barron s Educational Series, New York, 1984. HS Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007. Marwan M, dan Jimmy P, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009. Meliala Djaja S., Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2008. Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum. Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005. Miru Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. Muhammad Abdul Kadir dan Murniati Rilda, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Muljadi, Kartini, dan Widjaja, Gunawan,Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek, Kencana, Jakarta, 2007. Rumokoy, Donal Albert, dan Maramis, Frans, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. Satrio J., Hukum Jaminan. Hak-Hak Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Sembiring, Sentosa,Hukum Dagang, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata: Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981., Hukum Perdata : Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta, 1981. Soekanto, Soerjono, dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013. Subekti R. dan Tjitrosudibio, R.,Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002. Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Umam, Khotibul, Hukum Lembaga Pembiayaan. Hak dan Kewajiban Nasabah Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 201. Sumber-sumber Lainnya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan 97