BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prihantini, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi. Oleh : MEGA ANDRIATI A

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN BERBASIS POTENSI LOKAL MELALUI KEBIJAKAN LEADER CLASS DI DAERAH CILACAP. Oleh : Ma rifani Fitri Arisa

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan negara. Di negara-negara maju, pendidikan sangat

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pendidikan merupakan salah satu cara mencerdaskan, membudayakan, dan

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. guru-guru pada semua jenjang pendidikan, yang setiap harinya bersama-sama

Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SEMINAR NASIONAL SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental baik

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 2013 MUATAN LOKAL BAHASA JAWA

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan berbagai macam

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TESIS

I PENDAHULUAN. dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar bisa hidup lebih

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

MENGINTEGRASIKAN MUATAN LOKAL DALAM KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Ar-Ruzz Media, 2010) hlm Marno dan M. Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi ditandai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 10

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

BAB I PENDAHULUAN. berkembang melalui penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (BNSP, 2006: 5).

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad 21 ini dunia pendidikan kita menjadi geger, geger dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

I. PENDAHULUAN. Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena kurangnya minat dan motivasi belajar bahasa Jawa. lingkungan sekolah maupun luar sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bermacam-macam kebudayaan, diantaranya bahasa daerah,

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2

Disusun oleh: Selviarius Indria Agustina S PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Bangsa yang kaya dengan budaya dan bahasa, lebih dari

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Latar belakang pengelolaan pendidikan multikultural terdiri dari (1) latar

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi peranan sumber daya manusia adalah. sumber penentu atau merupakan faktor dominan dalam pembangunan suatu

PENERAPAN KTSP (KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN) DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT DARUL FALAH LANGENHARJO SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

IV. GAMBARAN UMUM. A. Sejarah Umum Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Metro

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fifi Nurshifa Budiarti, 2016 Studi Implementasi Kurikulum 2013 PAUD di TK Negeri Pembina Se Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. baik pula kualitas pendidikannya. Contohnya adalah Finlandia, negara dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keberagaman potensi daerah. Potensi setiap daerah memiliki karakteristik keunggulan masing-masing, baik potensi budaya berupa adat istiadat, kesenian, tata krama pergaulan, bahasa, potensi sumber daya alam dan lingkungan maupun potensi historis. Setiap daerah yang memiliki karakteristik unggul merupakan potensi keunggulan lokal. Potensi keunggulan lokal tersebut perlu digali, dikembangkan, dan dipromosikan sehingga menjadi modal pembangunan daerah. Salah satu upaya untuk menggali, mengembangkan, dan mempromosikan keunggulan lokal tersebut adalah melalui proses pendidikan di sekolah. Namun demikian potensi-potensi keunggulan lokal belum banyak mendapat perhatian dari sekolah untuk dikembangkan sehingga peserta didik kurang memahami dan peduli terhadap keunggulan yang ada. Hal ini disebabkan oleh potensi-potensi keunggulan lokal belum diintegrasikan pada proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, sedangkan keunggulan lokal dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran (Irianto, 2011:175). Salah satu bukti yang dapat diamati adalah sumber daya alam yang tersedia di beberapa daerah diolah dan dikelola oleh bangsa lain, hal ini membuktikan bahwa sumber daya manusia di daerah masih lemah dalam pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian menggali serta mengoptimalkan potensi yang ada di daerah sendiri. Berkenaan dengan hal tersebut, sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara formal berperan sebagai pusat belajar mengajar memiliki fungsi strategis untuk menjadi agen perubahan (agent of change) dalam meningkatkan pemahaman peserta didik tentang keunggulan lokal. Keanekaragaman potensi keunggulan daerah harus dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap 1

2 mempertahankan nilai-nilai luhur didalamnya melalui pendidikan. Melalui keunggulan lokal realisasi peningkatan nilai dari potensi daerah diharapkan menjadi produk atau jasa atau karya yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif (Asmani, 2012:54). Disadari ataupun tidak, ketika proses pendidikan di sekolah mengkonsentrasikan mengejar ketertinggalan aspek pengetahuan dan teknologi maka akan berdampak pada kurang tergarap dan terabaikannya potensi keunggulan lokal dan berdampak pula terhadap lemahnya pemahaman dan kepedulian peserta didik terhadap nilai-nilai keunggulan lokal. Pada sisi lain arus globalisasi makin menguat dan meluas. Globalisasi sebagai suatu proses pengintegrasian sistem atau bidang kehidupan bangsa-bangsa kedalam suatu sistem global (Santoso, 2010:4), tidak tampak lagi batas-batas geografis, sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol perkembangannya. Ciri lain pada era globalisasi adalah perkembangan teknologi yang pesat dibidang informasi dan komunikasi. Dengan derasnya berbagai informasi yang didukung kemajuan teknologi informasi dan komunikasi terdapat beberapa hal yang menguntungkan yaitu adanya kemajuan serta peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja. Akan tetapi, selain memiliki dampak positif bagi kemajuan, peningkatan efektifitas dan efesiensi kerja, kemajuan tersebut juga memiliki dampak yang kurang menguntungkan bagi kehidupan bermasyarakat, karena interaksi antar anggota masyarakat juga lebih terbuka, cepat, dan tidak mengenal batas geografis serta kelompok. Tanpa batas geografis tersebut dikenal dengan istilah kegiatan dari jauh (action at distance) yang menjadikan transformasi tanpa terhalang oleh waktu dan ruang (Fattah, 2012:139). Termasuk di dalamnya adalah arus budaya asing yang masuk di suatu masyarakat dan generasi muda lebih bangga meniru budaya asing tersebut tanpa mempertimbangkan apakah budaya yang ditiru lebih bermanfaat dalam kehidupan atau tidak. Dampak negatif tersebut menjadi kekhawatiran sebagian besar masyarakat karena berpotensi mempengaruhi sendisendi kepribadian, khususnya pada generasi penerus bangsa.

Menghadapi arus globalisasi bukan berarti harus bersikap over protected, tetapi perlu kesiapan untuk menghadapinya. Kesiapan yang dibutuhkan adalah penguatan konsep diri (self concept) untuk beradaptasi terhadap arus globalisasi. Pembinaannya dapat melalui penyelengaraan program pendidikan berkarakter dan berbudaya bangsa yang berbasis pada keunggulan lokal. Konsep diri (self concept) tersebut meliputi prinsip-prinsip yang diakui secara global atau bersifat universal, yaitu nilai-nilai religious, jujur, tanggung jawab, peduli sesama, menghargai waktu, kompetitif, kerja keras, tanggap terhadap masalah sosial yang terjadi di sekelilingnya, berpola hidup bersih dan sehat, bangga terhadap jati diri bangsa dan negara. Fenomena yang teramati di sekolah berbeda dengan harapan sebagaimana dipaparkan di atas. Sekolah pada umumnya lebih banyak memfokuskan pengembangan hard skill terutama domain kognitif daripada soft skill. Kondisi tersebut mengakibatkan lemahnya self concept yang dibutuhkan peserta didik dalam menghadapi arus globalisasi. Peserta didik cenderung lebih mudah stres, tidak percaya diri, tidak mandiri, temperamental, dan mudah terpengaruh oleh perilaku negatif. Pengembangan kompetensi hard skill yang tidak dibarengi dengan peningkatan soft skill juga telah menciptakan generasi yang tidak mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di pasar bebas. Mereka kalah bersaing karena ketunaan dalam etos kerja dan kurangnya ketekunan dalam berusaha. Apalagi jika program pendidikan yang ditempuh oleh peserta didik tidak membina keterampilan yang bersifat spesifik (specific skill), mereka hampir-hampir tidak berdaya. Data yang dikeluarkan oleh UNESCO tahun 2011 indeks pembangunan pendidikan atau Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Artinya kualitas peserta didik Indonesia masih jauh untuk mampu bersaing dengan peserta didik negara lain. Specific Skill yang berbasis keunggulan lokal seharusnya telah dibekalkan kepada peserta didik selama proses pendidikan agar dapat dimanfaatkan untuk survive dalam kehidupan di masyarakat. Keterampilan ini dibutuhkan karena tidak 3

hanya berfungsi pada saat lulus tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tetapi juga bermanfaat untuk menanamkan sikap menghargai waktu kepada peserta didik sehingga terbiasa mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat. Oleh karena itu sekolah perlu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik yang bersifat specific skill dalam mengelola dan memanfaatkan potensi keunggulan yang ada di daerah. Melalui pengalaman belajar yang bersumber dari potensi keunggulan lokal akan melatih kemampuan peserta didik mampu mengidentifikasi masalah dan memecahkan masalah yang terkait dengan potensi keunggulan lokal. Pendidikan berbasis keunggulan lokal membutuhkan adanya relevansi antara dunia pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik perlu diarahkan untuk menghubungkan ilmu pengetahuan yang didapat di sekolah dengan realitas yang ada di masyarakat. Hal ini belum banyak dipraktikkan di sekolah sehingga merupakan faktor yang menyebabkan peserta didik tidak mengenal apa yang terjadi dan keunggulan apa yang ada di lingkungan masyarakatnya. Relevansi antara keduanya dapat menambah semangat peserta didik dalam menimba ilmu dan mengembangkan kegiatan yang melahirkan temuan genuine dalam rangka social engineering sesuai potensi lokal (Asmani, 2012:960). Makna dari relevansi tersebut berkaitan dengan kurikulum sebagai the adaptive curriculum (Sanjaya, 2008:14). Artinya, bahwa kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Pengalaman belajar yang menerapkan the adaptive curriculum akan memberikan dukungan terhadap peningkatan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah kontekstual yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Johnson dalam Komalasari (2013:6) menyatakan bahwa contextual teaching and learning enables students to connect the content of academic subjects with the immediate context of their daily lives to discover meaning. Pembelajaran seperti ini belum banyak dipraktikkan di sekolah sehingga peserta didik hanya memiliki pengetahuan sebatas apa yang dipelajari melalui informasi 4

5 dari guru dan buku sumber. Peserta didik tidak akan survive menghadapi masalahmasalah kehidupan di masyarakat tanpa dilatih untuk mengenal problema kehidupan dan menemukan solusi terhadap problema tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut sekolah perlu menjaga keseimbangan dalam proses pembelajaran, selain menyiapkan peserta didik unggul dibidang akademik dan unggul dalam aspek pengetahuan dan teknologi, tetapi juga diimbangi menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menghayati terhadap keunggulan lokal daerah. Dengan keseimbangan proses tersebut diharapkan di masa akan datang lahir para lulusan yang unggul dalam pengetahuan dan teknologi tetapi tetap memiliki jati diri sebagai bangsa Indonesia dan dapat memanfaatkan pengetahuan dan teknologi yang dikuasai untuk meningkatkan kualitas potensi keunggulan lokal daerah yang mampu bersaing secara global. Untuk itu maka reproduksi nilai-nilai keunggulan lokal menjadi bagian dari tugas dan kewenangan sekolah. Dengan demikian muatan keunggulan lokal menjadi penting untuk diangkat dalam proses pendidikan di sekolah. Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah menduduki peran strategis dalam membekali peserta didik memiliki kepedulian terhadap potensi daerah yang ada di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan sekitar sekolah. Sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan tentu saja dituntut aktif dalam upaya pelestarian dan pengembangan potensi daerah. Adanya kontinuitas pemupukan dan pengenalan kepada peserta didik tentang potensi keunggulan lokal, diharapkan peserta didik tidak asing dengan daerahnya sendiri dan paham terhadap potensi dan nilai-nilai serta budaya daerahnya sendiri. Diharapkan pula sekolah dapat mengembangkan dan memberdayakan potensi daerahnya sesuai dengan tuntutan ekonomi global. Sekolah harus mampu menginventarisasi keunggulan lokal sebagai sumber belajar yang dapat memperkaya konten kurikulum meliputi: Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan karakteristik kedaerahan (Muhsyanur, 2011:1). Melalui konten keunggulan lokal diharapkan sekolah dapat

mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki keahlian, pengetahuan, dan sikap dalam berpartisipasi membangun bangsa dan negara. Pentingnya keunggulan lokal dikembangkan melalui program pendidikan telah diakomodasi oleh Pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 pasal 50 ayat (4), yang menyatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengelola satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Kebijakan tersebut ditegaskan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 14 ayat (1) yang menyatakan bahwa untuk SMA/MA/SMLB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal atau dikenal dengan istilah Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL). Sejumlah hasil penelitian terdahulu terkait dengan pengembangan kurikulum tingkat sekolah, implementasi PBKL, dan pengembangan nilai keunggulan lokal dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, penelitian berkaitan dengan pengembangan kurikulum dilaksanakan oleh Brady (1985) disimpulkan bahwa efektifitas pengembangan kurikulum ditentukan oleh dukungan kepala sekolah. Hasil penelitian Kopong (1995) disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum lokal terlaksana efektif bila melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan dan menentukan materi sesuai dengan kebutuhan mereka. Kedua, penelitian tentang implementasi PBKL ditemukan bahwa penyebab tidak berjalannya program PBKL seperti yang diharapkan karena banyaknya guru dan kepala sekolah yang belum mampu mengoperasionalkan pendidikan berbasis keunggulan lokal kedalam kurikulum sekolah dalam bentuk sebagai mata pelajaran keterampilan, muatan lokal maupun yang terintegrasi kedalam mata pelajaran yang sudah ada (Hadi, 2012:2). Hambatan berkaitan dengan implementasi PBKL sebagaimana ditemukan dalam penelitian Yuliantina (2013:4) yaitu adanya guru yang tidak mau belajar, kebutuhan ruang dan peralatan penunjang yang masih kurang memadai. Hasil penelitian (Ahsin, 2012:11) 6

kendala yang dihadapi dalam upaya mempersiapkan pelaksanaan program PBKL yaitu sistem pengelolaan yang belum transparan, sarana prasarana yang masih terbatas dan kualitas SDM yang masih kurang. Penelitian yang dilaksanakan Santoso (2010) ditemukan bahwa PBKL berkarakter dan berbudaya bangsa relevan untuk membentuk konsep diri peserta didik sehingga mampu berkompetisi dengan dilandasi kearifan lokal. Ketiga, penelitian yang berhubungan dengan pengembangan nilai keunggulan lokal dilaksanakan oleh Victor (2000), Mirza (2008), Herial (2009), Sudira (2011), Sopantini (2012), disimpulkan bahwa untuk mengembangkan nilainilai keunggulan lokal dapat dilaksanakan pengembangan kurikulum berbasis pelestarian budaya, berbasis pengembangan potensi wilayah, berbasis ideologi, berbasis potensi lokal dan masyarakat. Selain dari sejumlah temuan penelitian terdahulu, hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti di beberapa SMA penyelenggara PBKL yang ada di wilayah Kabupaten/Kota Sukabumi dan Bogor diperoleh data baik melalui wawancara maupun pengamatan sebagai berikut. 1. Strategi implementasi PBKL yang ditempuh masing-masing sekolah berbeda. Ada sekolah yang menetapkan melalui dua strategi implementasi yaitu PBKL terintegrasi mata pelajaran dan MULOK PBKL; dan ada yang melalui tiga strategi implementasi yaitu PBKL terintegrasi mata pelajaran, MULOK PBKL, dan mata pelajaran Keterampilan. Ada pula sekolah yang menetapkan strategi pembelajaran melalui pola pembiasaan dan MULOK PBKL. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masing-masing sekolah dalam menerapkan strategi implementasi bervariasi sesuai dengan kesiapan masingmasing sekolah. Namun demikian apakah variasi strategi implementasi dari masing-masing sekolah sesuai hasil identifikasi keunggulan lokal yang ada di lingkungan sekolah atau di daerah tempat sekolah berada merupakan masalah yang perlu diteliti. 2. Belum semua guru yang ada di sekolah penyelenggara PBKL menyadari bahwa sekolahnya adalah rintisan sekolah penyelenggara PBKL dan belum 7

8 semua guru mengimplementasikan proses pembelajaran PBKL. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa belum semua guru yang mengajar di sekolah penyelenggara PBKL memahami konsep dan tujuan PBKL walaupun sekolahnya telah ditunjuk sebagai sekolah penyelenggara PBKL. Terjadinya permasalahan ini kemungkinan disebabkan sosialisasi program PBKL belum meluas kepada semua guru yang ada di sekolah. 3. Bukti fisik yang ditemukan teridentifikasi bahwa tidak semua sekolah penyelenggara PBKL memiliki dokumen kurikulum yang lengkap. Dokumen kurikulum merupakan pedoman yang akan digunakan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran, dengan tidak dimiliki dokumen dapat diasumsikan bahwa pelaksanaan PBKL belum terencanakan dengan baik. 4. Lemahnya pengendalian kepala sekolah terhadap implementasi kurikulum PBKL dalam proses pembelajaran. Pengendalian terhadap implementasi kurikulum PBKL dalam pembelajaran merupakan fungsi yang perlu dilaksanakan oleh kepala sekolah yang salah satunya melalui supervisi pembelajaran, namun demikian kurang disadari oleh kepala sekolah bahwa dengan adanya pengendalian ini dapat menjaga berlangsungnya program PBKL secara berkesinambungan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menginspirasi peneliti untuk melakukan kajian tentang pengembangan kurikulum PBKL yang dilaksanakan oleh sekolah penyelenggara PBKL. Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 57 bahwa evaluasi kurikulum perlu dilaksanakan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan dan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum merupakan faktor kunci dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pelaksanaan studi evaluasi menjadi penting mengingat karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini dirancang dengan prinsip desentralisasi sehingga setiap satuan pendidikan diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai karakteristik daerah (Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013).

9 Dengan berlakunya kewenangan tersebut peluang sekolah untuk menterjemahkan pengembangan kurikulum PBKL menjadi beragam di setiap sekolah. Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan studi tentang pengembangan kurikulum PBKL yang dilaksanakan oleh sekolah penyelenggara. B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang dan temuan penelitian adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan PBKL dan peningkatan pemahaman peserta didik tentang keunggulan lokal. Secara rinci identifikasi dikemukakan sebagai berikut. 1. Guru dan kepala sekolah belum memahami konsep dan tujuan PBKL sehingga tidak mampu mengoperasionalkan pendidikan berbasis keunggulan lokal kedalam kurikulum sekolah. 2. Sekolah penyelenggara PBKL belum mampu mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan keunggulan lokal, baik dalam perencanaan, implementasi, maupun evaluasi kurikulum dan pembelajaran. 3. Adanya hambatan dalam implementasi PBKL terkait dengan kesiapan sumberdaya manusia, sistem pengelolaan, dan sarana prasarana pendukung. 4. Strategi implementasi PBKL yang ditempuh masing-masing sekolah berbeda. 5. Belum semua guru yang ada di sekolah penyelenggara PBKL menyadari bahwa sekolahnya adalah rintisan sekolah penyelenggara PBKL dan belum semua guru mengimplementasikan proses pembelajaran PBKL. 6. Tidak semua sekolah penyelenggara PBKL memiliki dokumen kurikulum yang lengkap. 7. Lemahnya pengendalian kepala sekolah terhadap implementasi kurikulum PBKL dalam proses pembelajaran.

10 Dari identifikasi permasalahan di atas peneliti akan memfokuskan kajian penelitian terkait dengan orientasi pendidik dan tenaga kependidikan tentang PBKL, pengembangan kurikulum PBKL yang meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi, serta hasil implementasi pembelajaran PBKL yang ditunjukkan oleh hasil belajar peserta didik. C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pengembangan kurikulum PBKL di sekolah penyelenggara? Rumusan ini dirinci menjadi dua permasalahan yaitu: a. Bagaimanakah orientasi kepala sekolah dan guru tentang PBKL? b. Bagaimanakah perencanaan, implementasi, dan evaluasi kurikulum PBKL yang dilaksanakan sekolah penyelenggara? 2. Apakah terdapat hubungan antara orientasi tentang PBKL dengan perencanaan, implementasi, dan evaluasi kurikulum PBKL? 3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik di sekolah penyelenggara PBKL? D. Tujuan Penelitian Tujuan melaksanakan penelitian tentang pengembangan kurikulum PBKL di dua SMA penyelenggara PBKL adalah sebagai berikut. 1. Memperoleh gambaran tentang pengembangan kurikulum PBKL yang dirinci menjadi dua yaitu: a. Memperoleh gambaran tentang orientasi kepala sekolah dan guru tentang PBKL. b. Memverifikasi perencanaan, implementasi pembelajaran, dan evaluasi kurikulum PBKL yang dilakukan oleh sekolah penyelenggara PBKL. 2. Mengeksplorasi hubungan antara orientasi dengan perencanaan, implementasi, dan evaluasi kurikulum di sekolah penyelenggara PBKL.

3. Memperoleh gambaran perbedaan hasil belajar peserta didik berdasarkan implementasi proses pembelajaran PBKL di sekolah penyelenggara. 11 E. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diharapkan penelitian memiliki manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian tentang pengembangan kurikulum PBKL di SMA diharapkan dapat diperoleh prinsip berkenaan dengan pengembangan kurikulum PBKL. Munculnya prinsip tersebut dapat dilihat dari perspektif pengembangan kurikulum, baik dari perencanaannya, implementasinya, evaluasinya, dan hasil belajar peserta didik dalam penguasaan PBKL. Selain itu diharapkan prinsip pengembangan kurikulum yang dihasilkan dari penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu dasar atau sebagai masukan berkaitan dengan upaya menghasilkan prinsip-prinsip baru pengembangan kurikulum sesuai dengan konteks keunggulan lokal. Manfaat teoritis lain adalah bahwa dengan prinsip pengembangan kurikulum PBKL yang dihasilkan dari penelitian dapat menguji teori pengembangan kurikulum dan memberi sumbangan referensi di bidang pengembangan kurikulum. Prinsip pengembangan kurikulum yang dihasilkan dapat juga difungsikan sebagai dasar untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena pengembangan kurikulum level sekolah berbasis keunggulan lokal yang mungkin semakin berkembang di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Menyajikan hasil penelitian yang dapat dijadikan bahan kajian dalam mengembangkan kurikulum berbasis keunggulan lokal jenjang SMA di Indonesia.

12 b. Menyumbangkan pemikiran untuk peningkatan kualitas pengembangan kurikulum, baik dalam aspek orientasi, perencanaan, implementasi, maupun evaluasi kurikulum. c. Menyumbangkan solusi terpilih untuk melakukan pengintegrasian keunggulan lokal kedalam kurikulum, baik dalam rencana tertulis maupun dalam proses pembelajaran dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. d. Bagi peneliti diharapkan dapat membuka wawasan berpikir yang lebih analitis komprehensif tentang pengembangan kurikulum. F. Struktur Organisasi Disertasi Struktur organisasi disertasi yang disusun secara garis besar mencakup lima bab yang terdiri dari : Bab I Pendahuluan; berisi latar belakang penelitian yang memaparkan tentang rasional melakukan penelitian, temuan penelitian dan fakta hasil studi awal sekolah, identifikasi masalah penelitian untuk merumuskan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Untuk memberikan gambaran isi secara menyeluruh dideskripsikan struktur organisasi disertasi. Bab II Pengembangan kurikulum PBKL yang merupakan kajian teori dan dirinci dalam sub-sub bab yaitu hakekat kurikulum dan pengembangan kurikulum, Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL), pengembangan kurikulum PBKL. Berdasarkan kajian teori agar dapat menunjang kerangka pemikiran, dipaparkan penelitian yang relevan yang mendukung perumusan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. Bab III berisi tentang metode penelitian yang meliputi pembahasan tentang lokasi, populasi dan sampel penelitian, metode penelitian, desain, variabel penelitian dan definisi operasional, instrumen penelitian, teknik dan langkah pengumpulan data, analisis data dan pengujian hipotesis, dan prosedur penelitian. Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan; berisi deskripsi hasil penelitian yang terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif meliputi pengembangan

13 kurikulum dan hasil belajar. Data pengembangan kurikulum terdiri dari orientasi, perencanaan, implementasi, serta evaluasi kurikulum. Data hasil belajar peserta didik meliputi hasil belajar pada domain kognitif, psikomotor. Analisis data meliputi orientasi, perencanaan, implementasi, dan evaluasi kurikulum PBKL serta hasil belajar peserta didik. Sedangkan pengujian hipotesis meliputi uji hubungan antara orientasi dengan perencanaan, implementasi, evaluasi kurikulum PBKL, dan uji perbedaan hasil belajar peserta didik kelas X di dua sekolah penyelenggara PBKL`. Bab V Simpulan dan rekomendasi. Bab ini memaparkan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian dan rekomendasi yang ditujukan kepada pengambil kebijakan maupun pengguna hasil penelitian serta peneliti selanjutnya.