BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi, seperti halnya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam Sebagai mata pelajaran yang dipelajari pada setiap jenjang pendidikan sekolah, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional sehingga siap menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang mengungkapkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik Sekolah Menengah Pertama memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematik; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

2 masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sumarmo (2002) mengklasifikasikan kemampuan dasar matematika dalam 5 (lima) standar kemampuan sebagai berikut : 1. Pemahaman matematis (mathematical understanding) 2. Pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving) 3. Penalaran matematis (mathematical reasoning) 4. Koneksi matematis (mathematical connection) 5. Komunikasi matematis (mathematical communication) Kualitas pembelajaran matematika perlu ditingkatkan kemampuankemampuan matematis siswa, seperti yang telah tercantum dalam Permen No. 22 tahun 2006 di atas, secara umum yaitu setelah pembelajaran matematika siswa diharapkan memiliki kemampuan pemahaman, komunikasi, koneksi, penalaran, pemecahan masalah matematis, serta meningkatkan kualitas disposisi matematis siswa. Dari semua kemampuan matematis tersebut, penelitian ini akan difokuskan pada peningkatan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa, namun bukan berarti kemampuan-kemampuan matematis lain tidak perlu ditingkatkan. Kemampuan pemahaman matematis telah banyak mendapat perhatian baik para peneliti maupun pendidik. Dalam proses pembelajaran matematika siswa yang memiliki kemampuan pemahaman matematis yang baik, berarti materimateri yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, melainkan lebih dari itu, siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudoyo (1985) yang menyatakan tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Bloom mengklasifikasikan pemahaman ke dalam jenjang kognitif kedua yang menggambarkan suatu pengertian, sehingga siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematis bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan. Pada tingkatan ini siswa diharapkan mengetahui bagaimana berkomunikasi dan menggunakan idenya untuk berkomunikasi. Pemahaman tidak

3 hanya sekedar memahami sebuah informasi tetapi termasuk juga keobjektifan, sikap, dan makna yang terkandung dari sebuah informasi. Kemampuan pemahaman matematis merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika seperti dikemukakan Appiati (2012, 4) yang menyatakan bahwa kemampuan pemahaman matematis mempengaruhi kemampuan siswa dalam matematika itu. Hal ini juga pernah dikemukakan oleh Wahyudin (Appiati, 2012) bahwa salah satu penyebab siswa lemah dalam matematika adalah kurang memiliki kemampuan untuk memahami (pemahaman) dan mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksiomatik, definisi, kaidah, dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan Meskipun kemampuan pemahaman matematis sangat penting dan sudah secara jelas tercantum dalam tujuan pendidikan matematika, namun pada kenyataannya kemampuan pemahaman matematis siswa masih jauh dari harapan (Sumaryati, 2012). Hasil penelitian Sumarmo (Yenni, 2012) menemukan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman relasional. Dengan kata lain bahwa keadaan skor kemampuan pemahaman matematis siswa masih rendah. Lebih lanjut Wahyudin (Yenni, 2012) menemukan bahwa salah satu hal yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa cenderung kurang memahami dan manggunakan nalar yang baik dalam menyelesaikan tes atau persoalan yang diberikan. Selain kemampuan pemahaman, kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu factor yang sangat penting. Dengan melakukan koneksi, konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan begitu saja sebagai bagian yang terpisah, tetapi digunakan sebagai pengetahuan dasar untuk memahami konsep yang baru (Wahyuni, 2010), dan melalui koneksi matematis maka konsep pemikiran dan wawasan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, tidak hanya terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari, sehingga akan menimbulkan sikap positif terhadap matematika itu sendiri (Setiawan, 2011). Koneksi dapat diartikan sebagai hubungan dan standar hubungan ini termasuk dalam salah satu standar proses yang ditetapkan oleh NCTM (Walle,

4 2008). Artinya, dalam mempelajari matematika siswa perlu mengetahui bahwa matematika memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, seni, sains, dan ilmu sosial (Walle, 2008). Dengan mengetahui hubungan-hubungan tersebut, siswa akan mempelajari materi matematika dengan lebih bermakna. Oleh karena itu, kemampuan koneksi matematis siswa sangat penting dimiliki siswa dalam mempelajari matematika. Namun kenyataan di lapangan, khususnya di Indonesia banyak siswa yang masih kesulitan mengoneksikan antara konsep yang sedang dipelajari dengan konsep yang telah dimiliki oleh siswa (Setiawan, 2011). Selama ini hasil belajar matematik siswa belum mengembirakan khususnya aspek koneksi matematis (Setiawan, 2011). Dalam penelitian yang dilakukan Kusumah (2003) menyatakan tingkat kemampuan koneksi siswa kelas III SLTP dalam melakukan koneksi masih rendah. Lebih lanjut Tusaddiah (2012) menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah. Padahal menurut Ausubel (Munthe, 2009) jika siswa mampu mengoneksikan konsep yang sedang dipelajari dengan konsep telah dimiliki oleh siswa maka pembelajaran bermakna akan dicapai. Selain itu, siswa pun masih kesulitan mengaitkan materi matematika yang sedang mereka pelajari dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, serta tidak mengetahui hubungan antar konsep. Kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa akan mempengaruhi satu sama lain. Karena indikator kemampuan koneksi matematis menurut Sumarmo (2012), yaitu memahami dan menggunakan hubungan antara topik matematika dan dengan topik bidang studi lain, dan menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kemampuan pemahaman matematis siswa yang rendah akan mengakibatkan ketika akan mengkoneksikan antara topik matematika, siswa akan mengalami kesulitan. Dengan demikian, Kemampuan pemahaman dan koneksi matematis sangat penting ditingkatkan dan dijadikan tujuan utama dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa.

5 Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah sikap positif siswa terhadap matematika, hal ini penting karena sikap positif terhadap matematika berkolerasi positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 1991), dan merupakan salah satu tujuan pendidikan matematika yang dirumuskan dalam kurikulum 2004 maupun tujuan yang dirumuskan NCTM (2000). Namun dalam kenyataannya sikap positif siswa terhadap matematika masih sangat rendah. Hal tersebut diungkapkan oleh Syaban (2009) Pada saat ini, daya dan sikap positif siswa belum memuaskan. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan matematis serta sikap positif siswa tersebut antara lain karena pembelajaran dikelas yang selama ini dilakukan oleh guru yang tidak lain merupakan penyempaian informasi dengan lebih mengaktifkan guru sementara siswa pasif mendengarkan dan menyalin, sesekali guru bertanya dan sesekali guru menjawab, guru member contoh soal dilanjutkan dengan member soal latihan yang sifatnya rutin, kemudian guru memberikan penilaian. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Marpaung (2001); Zulkardi (2001), Appiati (2012); dan Saragih (2012). Pembelajaran seperti ini tidak mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa dalam pemahaman, koneksi dan sikap positif siswa. Padahal untuk meningkatkan kemampuan pemahaman, koneksi dan sikap positif siswa, guru harus memberikan pengalaman belajar matematika yang baik dan menarik. Sejak diberlakukan kurikulum CBSA tahun 1975, khususnya untuk mata pelajaran matematika, guru seharusnya tidak lagi mendominasi kelas. Proses pembelajaran diupayakan berpusat pada siswa, sehingga siswa menjadi aktif, gembira dan menyenangkan. Guru matematika harus memperhatikan apakah metode yang digunakan sudah sesuai atau tidak dengan materi dan kesiapan mental siswanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode mengajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar dan sikap siswa dalam matematika. Lebih lanjut Rif at (Appiati, 2012) mengungkapkan bahwa kegiatan belajar yang berorientasi pada guru membuat siswa cenderung belajar menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan gurunya. Kondisi

6 seperti ini sering tidak disadari oleh guru matematika dalam proses pembelajaran yang lebih dikenal dengan sebutan rote learning. Berdasarkan hal tersebut, Kramarski dan Slettenhaat (Appiati,2012) menyatakan bahwa model pembelajaran seperti di atas, umumnya aktivitas siswa mendengar dan menonton guru melakukan kegiatan matematik, kemudian guru menyelesaikan soal sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan siswanya. Selain rendahnya kemampuan dan sikap positif siswa yang dikemukakan di atas, beberapa penelitian telah berhasil meningkatkan kemampuan pemahaman, koneksi dan sikap positif siswa dengan menerapkan pembelajaran yang inovatif diantaranya: penelitian yang dilakukan Appiati (2012) mengungkapkan peningkatan pemahaman matematis pada siswa dengan menggunakan pembelajaran metode inkuiri model Alberta lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, Kusuma (2003) mengungkapkan peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa SLTP dengan menggunakan metode inkuiri lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, serta sikap siswa terhadap pembelajaran inkuiri model Alberta dan metode inkuiri adalah positif. Ini menandakan bahwa kemampuan matematika dan sikap positif siswa bisa ditingkatkan dengan cara penerapan pembelajaran yang inovatif. Salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis bagi siswa adalah melalui pembelajaran matematika yang inovatif dan menuntun siswa untuk berpartisipasi aktif. Bahkan dengan jelas dikemukakan dalam kurikulum matematika bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika yang hendak dicapai adalah untuk menjadikan siswa mempunyai pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, obyektif, terbuka inovatif dan kreatif. Guru yang mengajarkan matematika diharapkan berperan untuk mengembangkan pikiran inovatif dan kreatif, membantu siswa dalam mengembangkan daya nalar, berpikir logis, sistematis logis, kreatif, cerdas, rasa keindahan, sikap terbuka dan rasa ingin tahu (Sumarmo: 2000).

7 Tujuan tersebut berimplikasi pada upaya untuk menjadikan pembelajaran matematika menarik bagi siswa sehingga mereka menjadi aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran. Dengan aktif dan kreatifnya siswa mengikuti pembelajaran matematika, maka diharapkan hal ini akan memberikan efek positif terhadap hasil yang diperolehnya. Hasil belajar yang dimaksud tercermin pada kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa yang dapat diaplikasikannya pada masalah matematika dan pada masalah yang dihadapinya sehari-hari. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang berbasis pada kreativitas siswa. Model belajar seperti ini diharapkan mampu menumbuhkan kemampuan pemahaman dan kemampuan koneksi matematis melalui kebiasaan dan beriskap kreatif dalam memahami dan memecahkan masalah matematika. Pada akhirnya kebiasaan berpikir dan bersikap kreatif tersebut akan memberikan efek positif terhadap perilaku siswa dalam koneksi terhadap kehidupan sehari-hari. Untuk mewujudkan harapan agar siswa memiliki kemampuan pemahaman dan kemampuan koneksi matematis yang baik, tentu dibutuhkan pula model pembelajaran yanag berbasis pada pembelajaran secara kreatif. Penulis mencoba memberikan suatu alternatif model pembelajaran untuk mengatasi permasalahan di atas, yaitu dengan menghadirkan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa dan membina seluruh potensi siswa. Salah satu model pembelajaran yang dimaksud adalah model Trefinger. Trefinger (1980), berdasarkan kajiannya mengenai sejumlah pustaka yang membahas pengembangan kreativitas, mencoba mengajukan suatu model untuk membangkitkan belajar kreatif. Ciri model pembelajaran Treffinger ini adalah: 1) melibatkan siswa dalam suatu permasalahan dan menjadikan siswa sebagai partisifan aktif dalam pemecahan masalah, 2) menintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuh untuk memecahkan permasalahan, 3) siswa melakukan penyelidikan untuk memperkuat gagasannya/hipotesisnya, 4) siswa menggunakan pemahaman yang diperoleh

8 untuk memecahkan permasalahan lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap awal pembelajaran guru memberikan suatu fakta atau demonstrasi yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari sehingga akan menarik perhatian siswa dan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Kemudian dari fakta atau demonstrasi tersebut siswa menyadari adanya masalah dan diharapkan dari permasalahan ini banyak siswa yang tertarik untuk mengemukakan berbagai pendapatnya. Selanjutnya berdasarkan pendapat siswa tadi, guru mengajak siswa untuk merancang dan melakukan penyelidikan guna memperkuat gagasan yang telah dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan penyelidikan tersebut siswa dapat mempertimbangkan jawaban mana yang paling tepat dari berbagai kemungkinan jawaban, lalu ditariklah suatu kesimpulan. Selanjutnya guru mengembangkan konsep yang telah dimiliki oleh siswa untuk memecahkan suatu masalah baru yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari tetapi masih dalam satu konsep namun lebih kompleks sehingga pengetahuan siswa lebih dalam lagi. Pembelajaran matematika dengan perbaikan kinerja kreatif melalui pemecahan masalah seperti diuraikan di atas sangat menguntungkan siswa dan mempermudah guru dalam mengajarkan matematika. Siswa diuntungkan karena mereka akan memperoleh kesempatan untuk mewujudkan potensi-potensi kreatif yang dimilikinya dan sekaligus memperoleh kesempatan untuk menguasai secara kreatif konsep-konsep matematika yang diajarkan guru. Bagi guru langkahlangkah Treffinger akan memberikan peluang kepada guru untuk berkreasi dengan teknik-teknik pengajaran yang dibutuhkan siswa tanpa terlalu terikat pada langkah-langkah kaku yang sering merugikan siswa maupun guru. Dilihat dari sintaksnya, nampaknya model pembelajaran Treffinger ini dengan meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa karena melatihkan siswa untuk bisa memahami masalah dan menghubungkan dengan konsep yang sudah dikuasai oleh siswa. maka secara umum dapat dikatakan bahwa penerapan model Treffinger dalam pembelajaran matematika baik untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis di bandingkan dengan pembelajaran konvensional. Pernyataan ini sejalan dengan

9 penelitian yang dilakukan Pomalato (2005) bahwa penerapan model Treffinger dalam pembelajaran matematika memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan atau peningkatan kemampuan kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Langkah-langkah pembelajaran model Treffinger yang mendasarkan pada pengembangan pola kreativitas serta teori belajar yang melibatkan proses-proses kognitif dan afektif sangat bermanfaat bagi siswa untuk menumbuhkan kegairahan dan potensi-potensi kreatifnya. Pendapat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pomalato (2005) bahwa model Treffinger sangat baik diberikan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah. Uraian di atas mendorong penulis untuk melakukan suatu penelitian yang memfokuskan pada penerapan model Treffinger dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan koneksi matematis siswa SMP. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas apakah pembelajaran matematika model Treffinger meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa? Selanjutnya rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika model Treffinger lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika model Treffinger lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional? 3. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika model Treffinger lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional?

10 4. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika model Treffinger lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional? 5. Bagaimana sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran model Treffinger? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika model Treffinger dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional. 2. Mengkaji peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika model Treffinger dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional. 3. Mengkaji kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika model Treffinger dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional 4. Mengkaji peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika model Treffinger dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional. 5. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika model Treffinger. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi kemajuan prestasi belajar siswa secara umum, maupun bagi pengembangan strategi mengajar guru dalam pembelajaran matematika agar pembelajaran matematika lebih menyenangkan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi hasil penelitian mengenai gambaran pola peningkatan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran model Treffinger.

11 2. Memberikan pengalaman yang baru bagi siswa dalam kegiatan belajar dengan pembelajaran model Treffinger. 3. Memberikan informasi dan masukkan bagi guru tentang penerapan pembelajaran dengan model Treffinger serta memberikan variasi pembelajaran. 4. Sebagai bahan pertimbangan bagi para peneliti untuk dijadikan bahan referensi untuk penelitian lain dan memberikan gambaran mengenai penerapan pembelajaran dengan model Treffinger. 5. Sebagai bahan informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman, kemampuan koneksi dan sikap siswa. E. DEFINISI OPERASIONAL 1. Pembelajaran model Treffinger adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam mengkontruksi pengetahuan yang diimplementasikan dalam enam tahapan yaitu tahap menentukan tujuan, mengeksplorasi data, membuat kerangka masalah, membangkitkan gagasan, mengembangkan solusi dan tahap membangun penerimaan. 2. Kemampuan pemahaman adalah kemampuan yang mencakup memperkirakan suatu kebenaran tanpa ragu, membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema, serta mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya. 3. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, memahami dan menggunakan hubungan antartopik matematika dan dengan topik bidang studi lain, mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, dan menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan seharihari.