BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang berperan dalam perekonomian. Sebagai suatu lembaga yang berperan dalam perekonomian, prinsip kepercayaan merupakan modal dasar dalam menjalankan kegiatan usahanya. Fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kembali kepada masyarakat. Apabila kita menelusuri sejarah dari terminologi bank maka kita ketemukan bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan, pihak bankir Italy yang memberikan pinjam-pinjaman melakukan usaha-usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar (Abdurrachman, A, 1991 : 80). 1 Pada prinsipnya bank merupakan suatu lembaga intermediary, yang mempunyai kegiatan berupa penarikan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kembali kepada masyarakat. Kegiatam penyaluran dana oleh suatu bank dilakukan dalam beberapa bentuk sebagai berikut 2 : 1. Pemberian kredit; 2. Penanaman modal ke dalam surat-surat berharga; 3. Penyertaan equity ke dalam perusahaan-perusahaan tertentu; 4. Penanaman modal ke dalam Real Estate dalam hal-hal tertentu; 1 Munir Fuady, S.H.,M.H.,LL.M, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan UU.Th.1998) Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm.13 2 ibid, hlm. 9
Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka (11) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan memberikan bunga. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang memberikan berbagai macam layanan perbankan yang dipercaya oleh masyarakat pada dewasa ini. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perbankan: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Dapat dilihat fungsi utama bank yang kemudian ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-undang Perbankan, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Sebagaimana fungsi perbankan pada umumnya, selain menghimpun dana (menerima simpanan), bank juga menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pemberian pinjaman uang atau kredit. Bank adalah lembaga perbankan yang memberikan produk kredit bagi masyarakat yang membutuhkan. Akan tetapi pemberian kredit oleh bank didahului dengan adanya pengajuan kredit dari masyarakat. Setelah adanya pengajuan kredit oleh masyarakat, maka pengajuan tersebut ditindaklanjuti oleh pihak bank dengan melakukan analisis yang mendalam sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perbankan.
Pengajuan kredit menjadi terkendala apabila debitor tidak memiliki jaminan yang bisa meyakinkan pihak kreditor. Karena jaminan merupakan salah satu syarat dalam pengajuan kredit, di samping itu ada beberapa syarat lain yang harus dimiliki oleh debitor. Setelah terpenuhinya syarat-syarat pengajuan kredit maka kreditor dalam hal ini bank akan menyodorkan surat atau akta perjanjian. Surat perjanjian kredit tersebut yang harus disetujui atau ditandatangani oleh pihak debitor. Didalam akta perjanjian kredit tersebut ada beberapa pasal yang harus ditaati oleh debitor. Perjanjian kredit tersebut dibuat secara sepihak oleh pihak kreditor dalam hal ini bank. Pihak debitor sebagai pihak yang mengajukan kredit tidak memiliki kewenangan untuk turut campur dalam membuat rumusan isi perjanjian tersebut. Dalam posisi yang seperti ini pihak debitor merupakan pihak yang kedudukannya berada di bawah kreditor, sehingga debitor tidak memiliki posisi tawar yang kuat terhadap isi perjanjian. Bentuk perjanjian yang digunakan dalam perjanjian kredit tersebut adalah merupakan bentuk perjanjian baku atau kontrak standar. Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah: Suatu perbuatan yang mengikatkan diri antara satu orang atau lebih terhadap suatu subyek tertentu. Hal ini berarti bahwa kontrak menimbulkan adanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban di antara para pihak yang membuatnya. Pada dasarnya perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan antara dua pihak yang cakap untuk bertindak demi hukum untuk melaksanakan suatu prestasi yang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, kesusilaan, dan ketertiban umum. Selain melihat unsur unsur sahnya, perjanjian yang dibuat harus
memperhatikan asas kebebasan berkontrak. Para pihak bebas menentukan isi kontrak dan objek perjanjian. Namun dalam perkembangannya asas kebebasan berkontrak mempunyai keterbatasan. Untuk itu perlindungan bagi debitor selaku konsumen dalam perbankan perlu diperhatikan lebih lanjut. Klausul baku seharusnya tidak lagi bisa diterapkan dalam perjanjian kredit karena Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah melarang adanya kalusulaklausula yang berpotensi bisa merugikan pihak debitor. Hal ini sudah harus sejak dini diterapkan, masyarakat membutuhkan sebuah perlindungan yang benar-benar melindungi sehingga apapun bentuk pelanggaran terhadap konsumen bisa dihilangkan. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka hak-hak konsumen yang diatur di dalam Pasal 18 melarang adanya klausula eksonerasi ( pengecualian ) dalam perjanjian kredit bank. Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah melarang bank untuk menyatakan tunduknya debitor pada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan, atau perubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh bank dalam masa perjanjian kredit. Nasabah peminjam kredit juga merupakan konsumen yang hak-hak dasarnya harus dilindungi. Perjanjian baku yang dibuat bank dalam perjanjian kredit terkadang masih mengabaikan hak-hak dasar konsumen. Pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan perjanjian yang dibuat menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. Perjanjian yang dibuat oleh subjek hukum yang cakap hukum tidak boleh merugikan ataupun menguntungkan salah
satu pihak tertentu saja. Jika dalam suatu perjanjian baku menguntungkan pihak kreditor saja maka perjanjian ini menjadi tidak seimbang dan bisa batal demi hukum. Pihak bank dalam membuat perjanjian kredit hanya melihat dan berpikir pada pertimbangannya sendiri. Perjanjian yang dibuat oleh pihak bank sebagai kreditor hanya memikirkan bagaimana ia dapat mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dan meminimalisir terjadinya kerugian. Undang-undang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa setiap konsumen harus dilindungi hak-haknya. Hak-hak tersebut antara lain adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, hak untuk tidak didiskriminasi, dan kaitannya dalam perjanjian standart adalah hak untuk tidak melakukan perubahanperubahan terhadap isi perjanjian secara sepihak oleh pihak bank. Masyarakat dalam hal pengajuan kredit biasanya tidak menyadari bahwa sebenarnya ada payung hukum yang melindungi masyarakat dari tindakan pelanggaran hak-hak konsumen di dalam perjanjian kredit tersebut. Untuk lebih mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah dalam perjanjian kredit dan mengetahui bagaimana upaya hukum bank dalam menyelesaikan kredit yang bermasalah, maka penulis mencoba untuk mengangkat permasalahan tersebut ke dalam skripsi yang berjudul PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN KLAUSUL BAKU PADA PT. BANK PAN INDONESIA (PANIN) YOGYAKARTA.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan dikemukakan adalah : 1. Bagaimanakah perlindungan hukum nasabah dalam perjanjian kredit dengan klausul baku pada PT. Bank Pan Indonesia (Panin) yogyakarta? 2. Bagaimana upaya hukum bank dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT. Bank Pan Indonesia (Panin) yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis perlindungan hukum nasabah dalam perjanjian kredit dengan klausul baku pada PT. Bank Pan Indonesia (Panin) Yogyakarta. b. Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis mengenai upaya hukum bank dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT. Bank Pan Indonesia (Panin) yogyakarta. D. Tinjauan Pustaka Menurut buku ke-iii KUH Perdata Bab II pasal 1313, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian perjanjian menurut KUH Perdata tersebut masih terlalu luas, untuk itu kita akan melihat pendapat dari beberapa ahli hukum perdata mengenai pegertian perjanjian itu sendiri. Menurut R.Setiawan, perjanjian
adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 3 Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, di mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 4 Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 5 Perjanjian merupakan sebuah landasan hukum bagi seseorang untuk melakukan hubungan hukum dengan orang lain. Suatu perbuatan hukum yang terlebih dahulu dilandasi dengan perjanjian akan memberikan perlindungan bagi para pihak yang membuat perjanjian dari adanya pengingkaran terhadap prestasi yang diperjanjikan. Setiap perjanjian yang dibuat menjadi keharusan bagi para pihak untuk mematuhinya. Berdasarkan beberapa pengertian perjanjian di atas, maka ada persamaan pendapat di antara para sarjana atas unsur-unsur yang ada dalam perjanjian yaitu : 1. Adanya dua pihak atau lebih 2. Adanya kata sepakat di antara para pihak 3. Adanya akibat hukum yang timbul dari perjanjian yang berupa hak dan kewajiban. 3 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1997, hlm. 98 4 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, PT. Bale Bandung, 1989,hlm. 9 5 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1986, hlm. 98
Hukum perjanjian atau hukum perikatan dalam KUH Perdata menganut sistem terbuka (asas kebebasan berkontrak). Yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih atau melakukan perjanjian menurut pilihannya asalkan memenuhi syarat sahnya perjanjian. Syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: 1. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat perjanjian 3. Terdapat sesuatu hal tertentu 4. Terdapat sesuatu sebab yang halal Para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perjanjian terlebih dahulu harus mencapai kata sepakat atau kesepakatan. Kata sepakat menjadi syarat awal dalam perjanjian. Setelah ada kata sepakat maka selanjutnya para pihak yang membuat perjanjian tersebut harus memilki kecakapan hukum. Subjek hukum yang belum memilki kecakapan hukum maka dirinya terhalang untuk membuat suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak merupakan suatu perjanjian yang memilki objek. Objek perjanjian tersebut merupakan suatu yang ada dan memiliki nilai, sehingga objek dalam perjanjian harus jelas dan tertentu. Selain harus jelas dan tertentu, objek perjanjian juga harus sesuatu yang halal, dalam artian objek tersebut tidak bertentangan atau yang dilarang oleh undang-undang maupun norma-norma kesusilaan.
Hukum perjanjian memiliki asas-asas umum yang merupakan principle yang harus diindahkan oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu 6 : 1. Asas Sistem Terbuka Hukum perjanjian menganut asas sistem terbuka, hukum perjanjian memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada subyek hukum untuk melakukan perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan norma kesusilaan dan ketertiban umum. 2. Asas Konsensualitas Asas konsensualitas ini berarti bahwa pada dasarnya suatu perjanjian, juga perikatan, timbul sejak detik tercapainya konsensus atau kesepakatan dari kedua pihak yang melakukan perjanjian. 3. Asas Kepribadian Asas kepribadian ini berarti bahwa pada umumnya tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. 4. Asas Itikad Baik (In Good Faith) Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, yang dimaksudkan adalah bahwa pelaksanan perjanjian haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. 5. Asas Force Majeur Asas force majeur dikenal juga sebagai asas overmacht atau keadaan memaksa. Dengan asas ini debitor dibebaskan membayar ganti kerugian akibat tidak terlaksananya perjanjian, karena sesuatu sebab yang memaksa. 6 Acmad Ali S.H dan Djohari Santoso S.H, beberapa asas-asas hukum pembuktian dan asas-asas hukum perjanjian di dalam huku perdata di Indonesia,Bagian Penerbitan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1982, hlm 10.
6. Asas Exceptio Non Adimpleti Contractus Asas ini merupakan suatu pembelaan bagi debitor untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian dengan alasan bahwa kreditor pun lalai. Asas ini terutama berlaku di dalam suatu perjanjian timbal balik. Perjanjian kredit adalah hubungan hukum kontraktual antara bank dan pihak lain berdasarkan atas sepakat, dimana bank meyerahkan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu dan mewajibkan pihak lain mengembalikannya dengan jangka waktu tertentu disertai pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitor. Perjanjian yang seperti ini bisa berpotensi menimbulkan permasalahan, karena dalam membuat perjanjian tersebut debitur tidak dilibatkan Undang-undang Perlindungan konsumen memberikan perlindungan kepada konsumen, termasuk nasabah. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa, yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Di dalam pustaka hukum ada beberapa istilah bahasa Inggris yang dipakai untuk perjanjian baku tersebut yaitu standardized agreement, standardized contract. Bayles dalam bukunya Principles of Law menggunakan istilah adhesion contract 7. Dalam buku 6 (Algemen gedeelte van het Verbintenissenrecht) dari Nieuw Nederlands Burgelijk Wetboek yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 1992, istilah yang digunakan ialah standaardregeling (Pasal 214.(6.5.1.2)) dan algemene voorwaden (Pasal 231.(6.5.2A.1)). 8 Beberapa pendapat sarjana hukum Belanda, Sluitjer mengatakan perjanjian baku bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha itu (yang berhadapan dengan konsumen, penulis) adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere wetger). Sedangkan Pitlo menyatakan bahwa perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwangcontract). 9 Mengenai permasalahan perjanjian baku yang perlu diperhatikan adalah perjanjian tersebut jangan sampai merugikan pihak debitor yang ingin melakukan perjanjian kredit dengan bank. Perjanjian tersebut juga harus tetap seimbang dan tidak berat sebelah serta tidak memberatkan pihak lainnya yang tidak adil. Di antara klausul-klausul yang dinilai sebagai klausul yang memberatkan dan yang 7 Michael D. Bayles. Principles of law : A Normative Analysis. Dordrecht/Boston/Lancaster/Tokyo : D. Reidil Publishing Company, 1987, hlm.176 8 P.P.C. Haanappel & Ejan Mackay. Niuew Nederlands Burgelijk Wetboek. Deventer Boston: Kluwer Law and Taxation Publishers, 1990., hlm. 325 dan 332. 9 DR. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesi. Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993, hlm.69.
banyak muncul dalam perjanjian-perjanjian baku adalah yang disebut klausul eksemsi. Untuk istilah klausul eksemsi ini, Mariam Darus Badrulzaman menggunakan istilah klausula eksonerasi, yang digunakannya sebagai terjemahan dari istilah exoneratie clausule yang dipakai dalam bahasa Belanda. Klausul-klausul dalam perjanjian baku di dalam perjanjian kredit bank, ada ketentuan yang memberikan hak kepada bank untuk tanpa ada alasan apa pun juga menghentikan, baik untuk sementara maupun untuk selanjutnya, izin tarik kredit oleh nasabah debitor, adalah tentu saja merupakan ketentuan yang sangat memberatkan bagi nasabah debitor, sekalipun ketentuan itu tidak merupakan ketentuan yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab bank terhadap gugatan nasabah debitor. E. Metode Penelitian 1. Fokus Penelitian Fokus penelitian ialah bagaimana perlindungan hukum nasabah dalam perjanjian kredit dengan klausul baku pada PT. Bank Pan Indonesia (Panin) yogyakarta dan bagaimana upaya hukum bank dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT. Bank Pan Indonesia (Panin) Yogyakarta. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah perlindungan hukum nasabah dalam perjanjian kredit dengan klausul baku pada PT. Bank Pan Indonesia (Panin) Yogyakarta.
3. Subjek Penelitian A. Kepala Bagian Legal Bank Panin Yogyakarta B. Kepala Bagian Kredit Bank Panin Yogyakarta 4. Sumber Data A. Data primer yaitu berupa keterangan/informasi yang diperoleh melalui penelitian lapangan (field research) secara langsung dari subjek penelitian. B. Data sekunder, yaitu berupa data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research). A.1. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan dengan objek penelitian. A.2. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku, literature, hasil penelitian, pendapat para ahli hukum. 5. Teknik Pengumpulan Data A. Data Primer Dilakukan dengan cara wawancara melalui tanya jawab secara lisan yaitu berhadapan langsung dengan subyek penelitian dan kuisioner yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan atau daftar pertanyaan secara tertulis pada subjek penelitian. B. Data Sekunder Dilakukan dengan cara : B.1. Studi kepustakan, yakni dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan atau literature yang relevan dengan permasalahan penelitian.
B.2. Studi Dokumentasi, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen resmi, kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia yang relevan dengan permasalahan penelitian. 6. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yakni menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan hukum perundang-undangan, baik itu mengenai aspek-aspek hukum, asasasas hukum, ataupun teori-teori hukum yang berlaku. 7. Pengolahan dan Analisis Data Dilakukan dengan analisis kualitatif. Kemudian disajikan secara deskriftif yaitu merupakan gambaran suatu permasalahan yang disajikan secara utuh, lengkap dan dengan menggunakan teori yang ada serta melalui penalaran yuridis kemudian disimpulkan menjadi satu kesatuan yang bisa dipahami dengan mudah. F. Kerangka Skripsi Penulisan skripsi ini berjudul perlindungan hukum nasabah dalam perjanjian kredit dengan klausul baku pada Bank Panin Yogyakarta. Bagian awal dari skripsi ini adalah pendahuluan, yang terbagi antara lain latar belakang masalah menjelaskan latar belakang ataupun alasan-alasan mengenai masalah yang akan diteliti. Bagian berikutnya adalah rumusan masalah yang merupakan pertanyaan hukum yang akan di teliti oleh penulis dalam skripsi ini. Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari 2 pertanyaan. Setelah rumusan masalah bagian berikutnya
adalah tujuan penelitian yang menjadi tujuan dilakukannya penulisan skripsi ini, terdiri dari tujuan objektif. Bagian selanjutnya yang dibahas adalah tinjauan pustaka, pada bagian ini menguraikan berbagai ilmu-ilmu ataupun juga asas-asas hukum umum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Setelah tinjauan pustaka bagian selanjutnya adalah metode penelitian. Metode penelitian adalah alat atau cara yang digunakan oleh penulis untuk mencari dan mengumpulkan data sebanyakbanyaknya yang memiliki hubungan untuk bisa menjawab permasalahan yang dibahas. Metode penelitian terdiri dari fokus penelitian, objek penelitian, subjek penelitian, sumber data yang terbagi data primer dan data sekunder. Kemudian cara pengumpulan data yang rinciannya terdiri dari wawancara, studi pustaka dan studi dokumentasi. Bagian selanjutnya dari metode penelitian adalah metode pendekatan yang digunakan yakni pendekatan empiris yang dikaji melalui pendekatan yuridis normatif. Bagian yang terakhir adalah pengolahan dan analisis bahan-bahan hukum. Setelah metode penelitian adalah kerangka skripsi yng mendeskriftifkan isi dari garis besar skripsi dan terakhir adalah daftar pustaka yang merupakan refrensi penulis untuk membahas permasalahan dalam skripsi. Bab II merupakan Bab yang menjelaskan mengenai tinjauan umum mengenai perjanjian kredit bank dan hukum perlindungan konsumen. Bab ini memiliki sub-bab antara lain pengertian kredit, tujuan, fungsi dan jenis kredit, asas-asas dalam perjanjian kredit, tujuan, fungsi dan jenis-jenis kredit, fungsi perjanjian kredit, subjek dan objek perjanjian kredit dan tentang wanprestasi, kemudian dibagian selanjutnya
membahas mengenai pengertian konsumen kaitannya dengan perjanjian kredit, pengertian perlindungan konsumen, landasan hukum perlindungan konsumen, dan yang terakhir hak dan kewajiban konsumen (khususnya konsumen perbankan). Bab yang selanjutnya adalah Bab III yang menganalisis mengenai perlindungan hukum nasabah dalam perjanjian kredit dengan klausul baku. Pada Bab ini terdiri dari beberapa sub-bab antara lain gambaran umum Bank Panin, perjanjian kredit pada Bank Panin yang didalamnya menjelaskan prosedur pelaksanaan perjanjian kredit di Bank Panin, kemudian tentang perlindungan hukum nasabah terhadap klausul baku pada perjanjian kredit pada Bank Panin, dan yang terakhir adalah upaya hukum bank dalam menyelesaikan kredit bermasalah. Bab yang terakhir dalam penulisan skripsi ini adalah Bab IV merupakan bagian yang menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran yang dibuat oleh penulis terkait dengan permasalahan yang diangkat.