AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH KETERBUKAAN LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI ARTROPODA TANAH. (Effect of Opening Area on Diversity of Soil Arthopods)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid Telur Leptocorisa Acuta pada Berbagai Pola Tanam Padi

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODOLOGI PENELITAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. segala cara untuk menetapkan lebih teliti atau seksama dalam suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1

ANALISIS BIODIVERSITAS SERANGGA DI HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI URBAN ECOSYSTEM SERVICES KOTA MALANG PADA MUSIM PANCAROBA

Keragaman predator dan parasitoid pada pertanaman bawang merah: Studi kasus di Daerah Alahan Panjang, Sumatera Barat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System)

BAB III METODE PENELITIAN

J. Agroland 22 (2) : , Agustus 2015 ISSN : X E-ISSN :

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

KEANEKARAGAMAN JENIS. Konsep keanekaragaman jenis (species diversity) berawal dari apa yang di

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

LAMPIRAN 2. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

BAB IV. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rimbo Panjang Kecamatan. Desa Rimbo Panjang merupakan salah satu Desa di Kecamatan

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

KAJIAN KOMUNITAS EKOR PEGAS (COLLEMBOLA) PADA PERKEBUNAN APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL.) DI DESA TULUNGREJO BUMIAJI KOTA BATU

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERTANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KECAMATAN PALOLO KABUPATEN SIGI

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN

Analisa sederhana dalam ekologi hidupanliar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

Bio Lectura Volume 02, Nomor 01, Oktober 2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ekosistem Mangrove

Struktur Komunitas Hymenoptera Parasitoid Pada Berbagai Lanskap Pertanian Di Sumatra Barat

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

III. METODE PENELITIAN

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID PADA PERTANAMAN PADI KONVENSIONAL DAN SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI SEKITAR PERKEBUNAN DESA COT KAREUNG KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

137 ANALISIS KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA HABITAT HUTAN LINDUNG NANGA-NANGA KOTA KENDARI Oleh: Nuriadi 1) dan Gusnawaty HS 1) ABSTRACT This study to determine the diversity of insects in the context of conservation and development of Nanga - Nanga as Region Agroforestry in Kendari. In the study conducted from June to July 2011 in the area of Nanga-Nanga Forest Preserve Kendari. Determine differences in diversity and abundance between morphospecies diversity plot analysis used one-way classification (one-way ANOVA) and if there is a difference between a plot carried out Duncan multiple range test (DNMRT) real level 5% using CoStat program for Windows version 6.311 (Cohort 2005). As for determining differences in diversity and abundance morphospecies across habitats used student t-test with the real level 5% (Steel & Torrie 1989). The results indicate open and close Habitats showed no effect on diversity (H ), evenness (E), and abundance (D) morphospecies in the protected forest area Nanga-Nanga. Open and close habitats dominated by the Hymenoptera morphospecies sp.01. Key words: analysis diversity, insects, habitat forest PENDAHULUAN Serangga merupakan kelas terbesar dari filum Arthropoda. Jumlah serangga diperkirakan mencapai lebih dari 11 kali jumlah spesies Arthropoda yang ada. Sekitar 950.000 spesies telah teridentifikasi sebagai serangga dari 1.956.000 total spesies Arthropoda yang ada atau sekitar 59,5% dari 67,4% total spesies Arthropoda dunia (Borror et al. 1981). Speight et al. (1999) menyebutkan 77% dari kelompok binatang Metazoa adalah insekta dan dapat dijumpai hampir di seluruh permukaan bumi yang meliputi daratan, perairan, dan udara. Keanekaragaman serangga merupakan bagian yang sangat penting dalam keharmonisan ekosistem melalui berbagai peran ekologi yang dimainkan seperti dekomposisi, polinasi, herbivory, parasitasi dan predasi. Berbagai aktivitas manusia saat ini telah sedikit banyak mengubah dan bahkan dapat mengganggu keharmonisan ekosistem melalui berbagai cara misalnya konversi lahan, penebangan hutan dan pemanfaatan teknologi intensif dalam pengelolaan pertanian. Konflik antara manusia dan keanekaragaman hayati telah memicu banyak peneliti untuk melihat berbagai dampak kegiatan manusia, misalnya pertanian terhadap keanekaragaman serangga. Selain itu banyak yang kemudian mempelajari apakah terdapat perbedaan keanekaragaman serangga pada ekosistem yang relatif tidak terganggu yang biasanya diwakili oleh hutan dengan ekosistem terganggu seperti lahan pertanian. Beberapa teknik koleksi serangga dapat digunakan untuk mendapatkan spesimen serangga contoh dari lapangan, diantaranya dengan metode pitfall trap untuk serangga yang bergerak dipermukaan tanah, seperti semut belalang dsb (Maguran, 1988). Beberapa aspek-aspek kuantitatif yang dapat digunakan dalam rangka mengukur keanekaragaman hayati antara komunitas yang berbeda-beda. Nilai kuantitatif tersebut biasanya dinyatakan dalam indeks matematis yaitu indeks kekayaan spesies, kelimpahan relatif, distribusi dan variasi spesies dalam suatu habitat dan ekosistem (Magurran 1988; Spellberg 1991; Krebs 1999). Indeks matematis tentang keanekaragaman hayati sudah dikembangkan untuk menjelaskan keanekaragaman spesies pada skala geografik yang berbeda-beda yaitu keanekaragaman alfa, keanekaragaman beta, dan 1 )Staf Pengajar Pada Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo,Kendari. 137

138 keanekaragaman gamma (Spellberg 1991, Primack et al. 1998). Keberadaan serangga masih dianggap oleh sebagaian besar petani kita sebagai komponen kehidupan yang selalu menimbulkan kerugian sehingga harus dimusnahkan (Untung, 1992; Oka, 1995). Padahal hanya sekitar 10% saja serangga yang berperan sebagai hama tanaman dan selebihnya adalah serangga yang berperan nyata terhadap kemaslahatan manusia (Borror et al., 1981; Ross et al., 1982). Perubahan ekosistem dan habitat akibat perlakuan yang tidak tepat dapat mengakibatkan perubahan komposisi ekologis dan berpengaruh terhadap kekayaan jenis spesies serangga (Fermon et al., 2001). Keanekaragaman spesies serangga dalam satu habitat dapat diukur dengan indeks Shanon- Wienner dan indeks Simpson. Indeks Shanon- Wienner menekankan kepada kekayaan spesies, yang nilainya berkisar antara 1,5 hingga 3,5. Sedangkan indeks Simpson lebih menekankan pada kelimpahan spesies. yang dominan dari kekayaan spesies. Asumsi yang digunakan untuk mengukur indeks Shanon-Wienner ialah bahwa individu terambil secara acak dari suatu populasi besar dan semua spesies terwakili dalam contoh. Semakin tinggi indeks keragaman berarti semakin tinggi pula keanekaragaman (Magguran, 2004). Keanekaragaman serangga perlu diketahui untuk tujuan evaluasi pengendalian dan pemanfaatannya sebagai bagian dari ekosistem yang pada tahap selanjutnya dapat mencegah besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada tingkat pengendalian yang tidak tepat (Tarumingkeng, 1992; Sosromarsono dan untung, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman serangga dalam rangka Konservasi dan pengembangan Nanga Nanga sebagai Kawasan Agrowisata Kota Kendari. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan dari Bulan Juni- Juli 2011 di area Hutan Lindung Nanga-Nanga Kota Kendari. Pelaksanaan Penelitian 1. Lokasi sampling yang dipilih pada Penelitian ini adalah area Hutan Lindung Nanga-Nanga Kota Kendari. 2. Ada beberapa tipe patch habitat, setiap patch habitat minimal terdiri dari tiga plot dengan ukuran 5 m x 5 m. Jarak antar plot dalam patch habitat minimal 50 m. Jumlah plot yang digunakan adalah 13 dan matriks jarak antar plot dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Matriks jarak antar plot (m). Plot P01 P02 P03 P04 P05 P06 P07 P08 P09 P10 P11 P12 P13 P01 0 P02 24 0 P03 81 62 0 P04 194 178 116 0 P05 201 188 130 37 0 P06 285 280 235 160 123 0 P07 301 297 254 184 147 24 0 P08 268 266 225 167 130 34 35 0 P09 124 112 60 77 77 175 195 167 0 P10 146 127 66 52 75 194 216 194 47 0 P11 87 73 26 108 115 212 231 201 39 63 0 P12 67 59 38 131 134 222 239 207 57 87 24 0 P13 99 91 53 107 105 189 207 176 30 72 27 33 0

139 3. Pifall trap dipasang pada setiap plot sebanyak empat buah dengan jarak antar sampai pada tingkat ordo dan pemilahan dilakukan sampai morfospesies. pifall trap 5 m. Setiap pifall trap 6. Data morfospesies yang terkumpul dimasukkan larutan air sabun sebagai dianalisis untuk mendapatkan kurva perangkap untuk serangga yang terjatuh. akumulasi spesies, keanekaragaman alfa, 4. Pifall trap tersebut dipasang selama tiga hari dan setiap 24 jam serangga yang dan perbandingan kekayaaan spesies antar patch habitat dengan analisis ragam. terjatuh di dalam pifall trap dikoleksi serta air sabun diganti dengan yang baru. 7. Analisis indeks keanekaragaman spesies pada area sampling yang disarikan dari 5. Semua spesimen di bawa ke laboratorium dan disimpan dalam botol film yang telah diisi dengan alkohol 70% yang telah Magurran (1988), Spellberg (1991), dan Krebs (1999). diberikan lebel. Identifikasi dilakukan Indeks Persamaan Keterangan s H = indeks Shannon Wiener H = p i ln p i p i = proporsi spesies ke i dalam i=1 komunitas Shannon-Wiener E = nilai sebaran indeks E = H H = indeks Shannon Wiener ln S S = jumlah morfospesies s D = indeks Simpson`s Simpson`s D = 2 p i p i = proporsi spesies ke i dalam i=1 komunitas JN = jumlah dari individu yang Sorensen 2JN lebih rendah dari kedua CN = lokasi (an + bn) an = jumlah individu di lokasi A bn = jumlah individu di lokasi B Untuk menentukan perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan (abundance) morfospesies antar plot digunakan analisis ragam klasifikasi satu arah (one way ANOVA) dan jika terdapat perbedaan antar plot dilakukan uji jarak berganda Duncan (DNMRT) taraf nyata 5% dengan menggunakan program CoStat for Windows versi 6.311 (CoHort 2005). Sedangkan untuk menentukan perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan (abundance) morfospesies antar habitat digunakan uji t-student dengan taraf nyata 5% (Steel & Torrie 1989). HASIL DAN PEMBAHASAN Estimasi Morfospesies Serangga Pada kurva terlihat adanya peningkatan spesies dari semua titik sampel yang dikumpulkan (Gambar 1). Menurut Krebs (1999) jumlah spesies tertinggi yang diestimasi oleh Jacknife Estimator adalah dua kali jumlah spesies yang diperoleh. Estimasi Jacknife Estimator dipengaruhi oleh total jumlah spesies, ukuran sampel, dan jumlah spesies unik. Ketidakoptimalan jumlah morfospesies serangga yang dikumpulkan disebabkan oleh perbedaan jarak matriks antar plot yang saling berdekatan dan jumlah sampel yang belum optimal.

Jumlah Spesies 140 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sobs Mean (runs) 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 Titik Sampel Gambar 1. Kurva akumulasi morfospesies serangga pada area hutan lindung nanga-nanga berdasarkan data hasil pengacakan dengan program EstimateS versi 7.5.0. Keanekaragaman, Kemerataan, Kelimpahan, dan Kemiripan Morfospesies Hasil penelitian diperoleh jumlah spesies individu yang dikumpulkan dari dari area hutan lindung nanga-nanga sebanyak 1308 individu yang terdiri dari 16 ordo dan 64 morfospesies. Nilai indeks keanekaragaman Shannon (H ) paling tinggi dijumpai pada plot 7 yaitu 2,54108 dengan 162 individu dan 32 morfospesies, sedangkan nilai indeks keanekaragaman Shannon paling rendah dijumpai pada plot 6 yaitu 0,31196 dengan 44 individu dan 7 morfospesies. Tingginya keanekaragaman serangga pada plot 7 juga ditunjukkan dengan nilai sebaran keanekaragaman Shannon (E) yang tinggi yaitu 0,61094, nilai sebaran keanekaragaman tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan plot lainnya. Namun pada plot 7 memiliki kelimpahan spesies (abundance) (D) yang lebih rendah yaitu 0,08120 dibandingkan dengan plot lainnya. Tingginya nilai sebaran keanekaragaman Shannon (E) pada plot 7 karena distribusi jumlah pacth tiap-tiap kelas elemen relatif merata jika dibandingkan dengan plot 8. Nilai sebaran keanekaragaman Shannon berkisar dari nol sampai satu, jika sebaran keanekaragaman Shannon mendekati nol, maka distribusi pacth dalam plot tidak merata, tetapi jika mendekati satu, maka distribusi pacth lebih merata (Elkie et al. 1999). Nilai sebaran keanekaragaman Shannon akan mempengaruhi keanekaragaman spesies komunitas (Ludwig & Reynodls 1988). Di Areal Hutan Lindung Nanga-Nanga kemiripan morfospesies serangga berdasarkan indeks Sorensen tercantum pada Tabel 2. Besarnya kemiripan morfospesies antar plot beragam, misalnya kemiripan morfospesies plot 1 dengan plot 2 sebesar 53%, plot 3 sebesar 40%, plot 4 sebesar 29%, plot 5 sebesar 35%, plot 6 sebesar 27%, plot 7 sebesar 20%, plot 8 sebesar 26%, plot 9 sebesar 12%, plot 10 sebesar 12%, plot 11 sebesar 13%, plot 12 sebesar 22%, dan plot 13 sebesar 27%. Kemiripan morfospesies plot 1 dengan 9, 10, 11, 12, dan 13 lebih rendah, perbedaan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh perbedaan habitat. Pada plot 1 merupakan habitat yang tertutup dan plot 9, 10, 11, 12, dan 13. Perbedaan habitat menunjukkan perbedaan vegetasi yang tumbuh pada habitat tersebut, sehingga menyebabkan perbedaan morfospesies serangga.

141 Tabel 2. Indeks kemiripan Sorensen untuk morfospesies serangga di area hutan lindung nanga-nanga. Sørensen P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P1 1.00 0.53 0.40 0.29 0.35 0.27 0.20 0.26 0.12 0.12 0.13 0.22 0.27 P2 1.00 0.33 0.22 0.36 0.29 0.26 0.27 0.19 0.19 0.13 0.35 0.29 P3 1.00 0.49 0.38 0.17 0.41 0.44 0.48 0.29 0.24 0.22 0.32 P4 1.00 0.57 0.15 0.54 0.57 0.44 0.53 0.21 0.40 0.47 P5 1.00 0.18 0.51 0.60 0.40 0.55 0.26 0.40 0.41 P6 1.00 0.21 0.18 0.13 0.19 0.27 0.24 0.19 P7 1.00 0.55 0.49 0.70 0.20 0.48 0.39 P8 1.00 0.45 0.40 0.26 0.40 0.48 P9 1.00 0.44 0.30 0.29 0.36 P10 1.00 0.18 0.51 0.46 P11 1.00 0.33 0.45 P12 1.00 0.42 P13 1.00 Tabel 3. Rata-rata keanekaragaman, kemerataan, dan kelimpahan morfospesies serangga di area hutan lindung nanga-nanga. Plot Keanekaragaman (H ) Kemerataan (E) Kelimpahan (D) P1 0,76172 ef 0,25870 cd 0,48627 b P2 1,34493 cd 0,42894 abc 0,22879 cd P3 1,82877 bc 0,51860 ab 0,06389 d P4 1,68021 bc 0,44672 abc 0,23443 cd P5 1,10161 de 0,32715 bcd 0,45495 bc P6 0,31196 f 0,16032 d 0,82336 a P7 2,54103 a 0,55421 a 0,08120 d P8 1,47383 bcd 0,36948 abc 0,30063 bcd P9 1,93358 b 0,50503 ab 0,14615 d P10 1,89062 b 0,45291 abc 0,19665 d P11 1,65462 bc 0,46921 ab 0,15108 d P12 1,33139 cd 0,38771 abc 0,28086 bcd P13 1,87846 b 0,47776 ab 0,14708 d Perbedaan antar plot pengamatan akan mempengaruhi keanekaragaman (H ), kemerataan (E), dan kelimpahan (D) morfospesies serangga diarea hutan lindung nanga-nanga. Keanekaragaman dan kemerataan morfospesies lebih tinggi dijumpai pada plot 7 dibandingkan plot lainnya, namun nilai kelimpahannya lebih rendah dibandingkan plot lainnya (Tabel 3). Perbedaan keanekaragaman morfospesies antar plot dapat terjadi disebabkan perbedaan struktur lanskap. Bell et al. (1991) mengatakan bahwa populasi dari komunitas organisme dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan struktur lanskap. Keanekaragaman (H ) morfospesies pada habitat terbuka lebih tinggi yaitu rata-rata 1,73773 dibandingkan pada habitat tertutup yaitu rata-rata 1,38051. Tingginya nilai keanekaragaman menyebabkan tingginya nilai kemerataan pada habitat terbuka. Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa nilai keanekaragaman spesies merupakan resultante dari nilai kekayaan dan kemerataan spesies. Kemerataan morfospesies pada habitat terbuka

142 lebih tinggi yaitu rata-rata 0,74607 dibandingkan habitat tertutup yaitu 0,38301. Hasil ini menunjukkan bahwa kelimpahan morfospesies pada habitat terbuka lebih rendah yaitu rata-rata 0,18436 dibandingkan habitat tertutup yaitu ratarata 0,33419. Kelimpahan morfospesies pada habitat terbuka tidak merata, dengan kata lain ada satu atau dua morfospesies yang sangat dominan pada habitat tersebut. Magurran (1988) menyatakan bahwa indeks kemerataan spesies (E) sangat sensitif terhadap kelimpahan spesies di dalam sampel. Nilai kemerataan spesies akan cenderung menuju nol apabila komunitas tersebut didominasi oleh satu spesies (Heong et al. 1991). Berdasarkan hasil analisis uji t menunjukkan perbedaan habitat tidak mempengaruhi keanekaragaman (H ), kemerataan (E), dan kelimpahan (D) morfospesies serangga di area hutan lindung nanga-nanga. Nilai t hitung untuk keanekaragaman (H ), kemerataan (E), dan kelimpahan (D) morfospesies serangga adalah berturut-turut 1,11030; 1,58877; dan -1,32617. Nilai-nilai tersebut lebih kecil dibandingkan nilai t tabel = 2,201 (derajat bebas = n1 + n2-2 = 11, pada taraf 5%). Pada ekosistem lanskap terbuka dan tertutup didominasi oleh satu morfospesies yaitu morfospesies Hymenoptera sp.01 yang merupakan serangga dari famili Formicidae dan mengakibatkan distribusi individu dalam komunitas tidak merata. Teknik pengumpulan serangga juga dapat mempengaruhi dominasi individu dalam komunitas, pada penelitian yang dilakukan teknik pengumpulan serangga yang digunakan adalah perangkap jebak (pitfall trap). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa famili Formicidae merupakan salah satu kelompok serangga yang dominan di ekosistem terestrial. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: (1) keanekaragaman morfospesies antar plot terjadi disebabkan perbedaan struktur lanskap pada masing-masing plot dengan adanya perbedaan antar plot terdapat keanekaragaman, kemerataan dan kelimpahan morfospesies di Hutan lindung nanga-nanga, (2) habitat terbuka dan tertutup tidak menunjukkan pengaruhnya terhadap keanekaragaman (H ), kemerataan (E), dan kelimpahan (D) morfospesies di area hutan lindung nanga-nanga, dan (3) habitat terbuka dan tertutup didominasi oleh ordo Hymenoptera yaitu morfospesies Hymenoptera sp.01. DAFTAR PUSTAKA Altieri MA, Nicholls CI. 2004. Biodiversity and Pest Management in agroecosystem. Second Edition. New York: Food Product Press. Bell SS, McCoy ED, Mushinsky HR. 1991. Habitat Structure: The Physical Arrangement of Objects in Space. New York: Chapman and Hall. Borror DJ, Delong D, Triplehorn CA. 1981. An Introduction to the Study of Insects. 5 th. Ohio: Saunder College Publ. Elkie PC, Rempel RS, Carr AP. 1999. Pacth Analyst User s Manual: A Tool for Quantifiying Landscape Structure. Ontario: Queen s Printer for Ontario. Fermon, H., C.H. Schulze, M. Waltert, and Muhlenberg. 2001. The butterfly fauna of the noyau central, lama forest (Republic of Benin), With notes on its ecological composition and gegraphic distribution. African Entomol, 9(2)00-00. Heong KL, Aquino GB, Barrion AT. 1991. Arthropod community structure of rice ecosystem in the Philippinies. Bull of Entomol Research *!: 407-416. Krebs CJ. 1999. Ecological Metodology. Second Edition. New York: An Imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. New York: Jhon Wiley & Sons.

143 Magurran AE. 1998. Ecologycal Diversity and Its Measurement. London: Chapman and Hall. Meffe GK, Carroll CR. 1997. Princples of Conservation Biology. Second Edition. Mssachusets: Sinauer associates, Inc. Publisher. Primack RS. 1998. Biologi Konservasi. Alihbahasa: Supriatna J. Indrawan M, Kramadibrata P. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insect Concepts and Application. London: Blackwell Science. Spellerberg IF. 1995. Monitoring Ecological Change. Melbourne: Cambridge University Press. Steel RGD & Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Alihbahasa: B. Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Untung, K. 1992. Konsep dan strategi PHT. Simposium penerapan PHT. PEI Cabang Bandung, Sukamandi, 3-4 September 1992.