BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. akan membawa dampak terhadap pajak sehingga pajak memiliki sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

PENDAHULUAN. sampai saat ini masih memberikan dampak bagi perekonomian dunia. Indonesia pun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola sistem perpajakan di Indonesia berusaha meningkatkan

Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan warganya, pembangunan menentukan negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok warganya, dengan mengandalkan penerimaan dalam negeri

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. sektor perpajakan. Tiap tahunnya, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak bisa dirasakan secara

BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara terutama di Indonesia. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

2015 PENGARUH MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAN KINERJA ACCOUNT REPRESENTATIVE (AR) TERHADAP EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. bernegara demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera, baik dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Monica (2013), menyatakan bahwa dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. hasil reformasi ini bersifat lebih sederhana (simplicity), netral (neutral), adil (equity),

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. innovator dan stabilisator pembangunan. Dalam pelaksanaan tugas tugas

Abstrak. Kata kunci: PP no. 46 tahun 2013, pertumbuhan wajib pajak, pertumbuhan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pemerintah, pembangunan maupun

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula

BAB I PENDAHULUAN. serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang lebih adil. pembiayaan kegiatan pembangunan karena pemasukan yang berasal dari pajak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan kehidupan warga negara yang adil dan sejahtera. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban negara. Upaya untuk memenuhi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang terus mengupayakan

BAB I PENDAHULUAN. setiap proyek pembangunan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70% dari

B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berbeda dengan pajak, sumber penerimaan ini mempuyai umur tidak

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. terus meningkat. Konstribusi pajak yang terus mengalami peningkatan pada

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan pendapatan negara yang diperoleh dari iuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya. Terdapat berbagai

BAB I PENDAHULUAN. negara mengandalkan dua sumber pokok dari dalam negeri dan luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga tujuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BABl PENDAHULUAN. Kelangsungan suatu negara dalam menjalankan sistem pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Besar kecilnya pajak akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada 2013 pemerintah mengeluarkan PP No 46 Tahun 2013 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. non migas. Siti Kurnia Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang mandiri, pemerintah harus mengoptimalkan sumber dana dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa Pemerintah akan menarik pajak bagi sektor UKM beromzet Rp

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan potensi penerimaan pemerintah dari sektor pajak meskipun

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Telah diketahui pada umumnya negara yang memiliki administrasi. saat ini bertumpu pada pajak dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali, mendorong, dan mengembangkan sumbersumber penerimaan dari dalam negeri agar jumlahnya meningkat sesuai dengan kebutuhan pembangunan (Wijaya, 2011:75). Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Berikut data penerimaan negara periode 2010-2013 dan data penerimaan APBN 2014 : Tabel 1.1 Data Penerimaan Negara Periode 2010-2013 Dan Data APBN 2014 (Dalam Miliar Rupiah) APBN Jenis Penerimaan 2010 2011 2012 2013 2014 Penerimaan Pajak 723.307 873.874 980.500 1. 193.000 1.310.200 Penerimaan SDA 168.825 213.823 225.800 203.700 198.000 Bagian Laba BUMN 30.097 28.184 30.800 30.500 37.000 Penerimaan Non Pajak Lain 59.429 69.361 73.500 75.500 91.100 Pendapatan Badan layanan Umum 10.591 20.104 21.700 22.500 24.800 (sumber: BPS,2013 dengan pengolahan data) 1

2 Data menunjukkan bahwa dari tahun-ketahun pajak merupakan sumber pendapatan negara terbesar ( lebih dari 80%). Pertumbuhan populasi dunia usaha di Indonesia yang pesat merupakan indikator peningkatan potensi penerimaan pemerintah dari sektor pajak meskipun belum mencerminkan kondisi yang diinginkan, karena itu kebijaksanaan sektor perpajakan diarahkan untuk mendorong perekonomian. Penerimaan pajak pada tahun 2013 mencapai Rp 1.193,0 triliun, jumlah ini kurang Rp 44,6 triliun dari target pemerintah. Padahal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2013 mematok target penerimaan negara sebesar Rp 1.148,4 triliun. Dengan realisasi sementara tersebut, penerimaan pajak sepanjang 2013 hanya mencapai 93,4% dari target. Dengan penerimaan tersebut Pemerintah tercatat hanya bisa memenuhi tax ratio sebesar 11,47% atau lebih rendah dari target 12,21%. Penerimaan pajak didominasi oleh Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas yang mencapai Rp 413,9 triliun. Sumber pemasukan terbesar lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai yang mencapai Rp 383,4 triliun. Meski meraup penerimaan terbanyak, kedua sektor pajak tersebut masih lebih rendah dari target yang dipasang pemerintah. Tercatat penerimaan PPh Non Migas hanya mencapai 89,1% dari target. Sementara PPN hanya tercapai 90,5%. Pemerintah sendiri juga terus melakukan upaya peningkatan penerimaan dari sektor perpajakan. Namun hal tersebut masih menemui banyak kendala baik dari pihak internal maupun eksternal. Pajak sendiri bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial sehingga menuntut adanya

3 perbaikan baik secara sistemik maupun operasional. Perbaikan sistem perpajakan berupa penyempurnaan kebijakan dan sistem administrasi perpajakan diharapkan dapat mengoptimalkan potensi perpajakan yang tersedia dengan menjunjung asas keadilan sosial. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mendukung partisipasi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakanya, antara lain (Pris, 2010:9) dengan merubah sistem pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assesssment system yang mulai diterapkan sejak reformasi sistem perpajakan tahun 1983 yang sangat berpengaruh bagi wajib pajak dengan memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang. Selanjutnya, penyempurnaan reformasi perpajakan juga telah dilakukan dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang merupakan awal reformasi perpajakan. Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009. Terdapat lima perubahan penting dalam peraturan pajak penghasilan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang diantaranya (1) perubahan penghasilan tidak kena pajak; (2) insentif bagi sumbangan wajib keagamaan; (3) insentif bagi perusahaan terbuka di bursa efek; (4) insentif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah berupa potongan tarif hingga 50%; serta (5) beberapa poin penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dapat menjadi objek pajak. Perubahan sistem perpajakan tersebut dimaksudkan untuk menjadikan wajib pajak sebagai subjek mandiri dalam pemenuhan hak untuk turut serta berpartisipasi

4 dalam pembiayaan pembangunan dan penyederhanaan serta peningkatan efisiensi administrasi di bidang perpajakan. Program dan kegiatan penyederhanaan serta peningkatan efisiensi administrasi perpajakan salah satunya (Rahayu, 2010:121) diwujudkan dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan pelayanan bagi setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative dan complaint center untuk menampung keberatan wajib pajak. Selain itu, sistem administrasi perpajakan modern juga merangkul kemajuan teknologi terbaru diantaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) yang semula berdasarkan pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh case management system dalam workflow system dengan berbagai modul otomatisasi kantor serta berbagai pelayanan berbasis e- system seperti e-spt, e-filing, e-payment, Taxpayer s Account, e-registration, dan e-counceling. Melalui reformasi ini diharapkan mekanisme kontrol menjadi lebih efektif ditunjang oleh adanya penerapan kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Penilaian keberhasilan penerimaan pajak (Nasucha, 2004:267) perlu diperhatikan pencapaian sasaran administrasi perpajakan, antara lain: (1) peningkatan kepatuhan para pembayar pajak, dan (2) pelaksanaan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001 telah menggulirkan Reformasi Administrasi Perpajakan Jangka

5 Menengah (3-5 tahun) sebagai prioritas reformasi perpajakan dengan tujuan tercapainya: (1) tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, (2) tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan (3) produktivitas pegawai perpajakan yang tinggi. Salah satu tolak ukur Pencapaian sasaran reformasi administrasi perpajakan perpajakan tersebut adalah peningkatan kepatuhan sukarela yang tinggi, namun hal tersebut tampaknya belum terpenuhi. Seperti yang diketahui meskipun tingkat penerimaan pajak meningkat dari tahun sebelumnya, namun peningkatan tersebut belum memenuhi target yang ada, hal ini juga membuktikan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak juga belum maksimal. tingkat kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya masih rendah. Ditjen Pajak mencatat, Wajib Pajak Orang Pribadi, baru sekitar 25 juta saja yang telah membayar pajak dari sekitar 60 juta masyarakat yang seharusnya membayar. Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan, Dirjen Pajak mencatat baru sekitar 520 Wajib Pajak yang membayar pajak dari sekitar 5 juta badan usaha yang memiliki laba. Penyebab utama perilaku ketidakpatuhan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan ini disebabkan masyarakat atau WP mengalami kesulitan dalam memahami administrasi perpajakan. Supaya masyarakat dan WP mudah melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka diciptakanlah penyederhanaan aturan perpajakan dalam bentuk Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Penghasilan dari Usaha dengan Peredaran Bruto (omset) tertentu sebagaimana diatur dalam PP 46 Tahun 2013. Dengan PP 46 Tahun 2013 ini, selain masyarakat diberikan

6 kemudahan dan kesederhanaan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, diharapkan pengetahuan perpajakan masyarakat meningkat sehingga kepatuhan sukarela akan tercipta. Namun Implementasi pemberlakuan Pajak Penghasilan (PPh) UKM yakni, final sebesar 1 persen bagi Wajib Pajak (WP) yang mempunyai omset maksimal Rp 4,8 miliar juga masih rendah. Hal ini karena pengenaan 1 persen itu sendiri dirasa sangat memberatkan bagi pelaku usaha karena dasar pengenaannya dari omset. Beberapa kendala yang menyebabkan kurangnya kepatuhan wajib pajak terutama wajib pajak badan antara lain adalah keterbatasan SDM dan infrastruktur. Jumlah Account Representative (AR) yang menangani wajib pajak masih kurang, padahal Sebagai ujung tombak pelayanan, tugas AR adalah mengawasai WP dan membimbing WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itu masih dianggap rumitnya administrasi pajak membuat wajib pajak enggan memenuhi kewajiban pajaknya. Rumitnya administrasi pajak di Indonesia menjadi salah satu unsur ketidakpatuhan wajib pajak di Indonesia, hal tersebut dikarenakan proses pelaksanaan administrasi pajak yang mudah pasti akan mempengaruhi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Modernisasi administrasi pajak yang terus dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, namun perubahan administrasi yang terlau sering akan menimbulkan proses penyesuaian yang lama, sehingga kecenderungan wajib pajak untuk patuh juga belum bisa maksimal.

7 Administrasi pajak sendiri berkaitan dengan pelaksanaan perpajakanya, seperti yang diketahui setelah reformasi perpajakan sistem perpajakan di Indonesia menjadi self assesment system dimana wajib pajak harus menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajaknya. Proses perhitungan pajak merupakan proses yang penting dan rumit dalam pelaksanaanya, meskipun tata cara perhitunganya telah diatur dalam UU perpajakan. Perhitungan pajak yang rumit tersebut terutama berlaku pada wajib pajak badan, karena untuk wajib pajak badan harus membuat dua laporan keuangan, yaitu laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Hal ini membuat faktor pemahaman akuntansi menjadi faktor penting dalam kepatuhan pajak. Pemahaman akuntansi pajak bukanlah satu-satunya hal penting yang perlu diketahui wajib pajak untuk lebih meningkatkan kepatuhan, wajib pajak juga harus paham mengenai hak dan kewajiban wajib pajak (taxpayer s rights). Hal ini merupakan hal terpenting karena setiap wajib pajak harus sadar mengenai hak dan kewajiban perpajakan yang perlu dipenuhinya. Pengetahuan terhadap hak dan kewajiban perpajakan (taxpayer s rights) tersebut dapat menjadi dasar untuk mendapatkan keadilan pajak. pembayar pajak cenderung untuk menghindari membayar pajak jika mereka menganggap sistem pajak tidak adil, namun pembayar pajak harus mengerti kewajiban dan hak perpajakan untuk memutuskan bahwa sistem pajak tersebut tidak adil. Keadilan sistem perpajakan mempengaruhi persepsi masyarakat, terutama bagi wajib pajak muslim. Pada dasarnya para wajib pajak muslim masih banyak yang menganggap bahwa membayar pajak tidak diwajibkan, karena bukan

8 kewajiban dalam agama. Kewajiban terhadap harta para muslim adalah zakat, karena hanya zakat yang banyak dijelaskan pada Al Quran dan Hadist. Penting untuk masyarakat muslim mengetahui bahwa ada kewajiban lain selain zakat, karena pada saat sekarang kebutuhan suatu negara tidak akan mungkin tercukupi oleh zakat. Pengetahuan mengenai kewajiban selain zakat pada masyarakat muslim memang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak, namun tingkat kepatuhan wajib muslim pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya juga dipengaruhi oleh banyaknya stigma negatif yang datang dari pajak, misalnya korupsi dan penggunaan dana pajak yang tidak semestinya. Tingkat penerimaan pajak yang dari tahun-ketahun semakin meningkat seharusnya juga mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Namun menurut data Badan Pusat Statistik Jumlah penduduk miskin sebesar 28,55 juta orang atau 11,47 persen, dibandingkan Maret 2013 dan meningkat 480 ribu orang, hal ini belum bisa memenuhi ekspektasi masyarakat muslim terhadap penggunaan dana pajak dan pastinya bisa menimbulkan masalah terhadap kepatuhan wajib pajak mengingat subjek pajak terbesar merupakan masyarakat muslim. Subjek pajak yang mayoritas merupakan masyarakat muslim tersebut di Indonesia sendiri dibagi menjadi beberapa yaitu subjek pajak orang pribadi dan badan, selain itu ada wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha. Ketiga jenis wajib pajak ini memiliki masalah yang hampir sama mengenai kerumitan administrasi perpajakan, keadilan pajak dan juga mempunyai pandangan tersendiri terhadap pajak, terutama bagi wajib pajak badan, yang dalam hal ini

9 berupa UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang mempunyai masalah yang sangat kompleks terhadap pajak. UMKM merupakan suatu salah satu bentuk kepemilikan usaha baik berupa badan maupun orang pribadi yang memiliki usaha, dengan omset minimum per tahun sekitar Rp.600 juta. Para pelaku UMKM biasanya masih takut atau ragu-ragu apabila berhadapan dengan pajak. Oleh karena itu dari berbagai permasalahan diatas penulis ingin meneliti mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi terutama muslim yang memiliki usaha Penelitian dan analisa ini dikembangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Studi Kasus Pada UMKM di Kota Malang) Sesuai dengan judulnya penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak terutama berkaitan dengan keadilan terhadap wajib pajak, pemahaman akuntansi pajak, modernisasi sitem administrasi perpajakan, taxpayer s rights dan juga perilaku (sosiologis) masyarakat muslim terhadap pajak, terutama terhadap aspek kepercayaan terhadap pajak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, pokok permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Apakah Modernisasi Sistem administrasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan? 2. Apakah pemahaman akuntansi pajak mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan?

10 3. Apakah Taxpayers rights berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan? 4. Apakah keadilan perpajakan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan? 5. Apakah tingkat kepercayaan publik muslim terhadap lembaga pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah Modernisasi Sistem administrasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan. 2. Untuk mengetahui apakah pemahaman akuntansi pajak mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan. 3. Untuk mengetahui apakah Taxpayer s rights berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan. 4. Untuk mengetahui apakah keadilan perpajakan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan. 5. Untuk mengetahui apakah tingkat kepercayaan publik muslim terhadap lembaga pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

11 1.3.2 Kegunaan Penelitian 1.3.2.1 Kegunaan teoritis Adapun kegunaan terotis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran guna mendukung pengembangan teori yang sudah ada dan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan di bidang perpajakan, khususnya mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. 2. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan agar terdapat kesesuaian antara teori dan praktik. 1.3.2.2 Kegunaan praktis Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak,antara lain: a) Bagi Penulis 1. Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dengan pendekatan sosiologis keislaman. 2. Untuk memperluas cakrawala berfikir terutama yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dengan pendekatan sosiologis keislaman dan mencoba mempraktekkan teori yang diperoleh selama pendidikan. 3. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang perpajakan.

12 b) Bagi pihak lain Memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan kepada masyarakat umum untuk lebih memahami perpajakan, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dengan pendekatan sosiologis keislaman, serta mendorong wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakanya. c) Bagi Instansi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan perpajakan dan sebagai bahan acuan untuk mengetahui sejauh tingkat kepatuhan wajib pajak, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.4 Batasan Penelitian Batasan penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk membatasi cakupan penelitian. Penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak antara lain adalah sistem administrasi perpajakan, pemahaman akuntansi pajak, Taxpayer s rights, keadilan pajak dan kepercayaan masyarakat Muslim terhadap pajak. Penelitian ini dilakukan pada Usaha Mikro Kecil Menengah(UMKM) yang ada di kota Malang.