BAB IV ENDAPAN BATUBARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

BAB III ENDAPAN BATUBARA

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

Petrologi Batuan Sedimen

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI GEOLOGI DAN ENDAPAN BATUBARA DAERAH PASUANG-LUNAI DAN SEKITARNYA KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGANTAR GENESA BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

Oleh: Sigit Arso W., David P. Simatupang dan Robert L. Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444, Bandung

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 1. PENDAHULUAN...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB II TINJAUAN UMUM

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN USGS CIRCULAR No.891 TAHUN 1983 PADA CV. AMINDO PRATAMA. Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA

TUGAS KULIAH GEOLOGI BATUBARA

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

Ciri Litologi

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

GEOLOGI DAN ENDAPAN BATUBARA DAERAH MANDIANGIN, KABUPATEN SAROLANGUN, PROVINSI JAMBI TUGAS AKHIR A. Disusun oleh: MUHAMMAD ARDHAN RAFSANJANI

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

GEOLOGI DAN EKSPLORASI BATUBARA DAERAH ASAM-ASAM, KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH UMUK DAN SEKITARNYA KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

By : Kohyar de Sonearth 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 yang memiliki tujuan utama

Studi Kualitas Batubara Secara Umum

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

1. MOISTURE BATUBARA

SIMULASI BLENDING BATUBARA DI BAWAH STANDAR KONTRAK DALAM BLENDING DUA JENIS GRADE BEDA KUALITAS PADA PT AMANAH ANUGERAH ADI MULIA SITE KINTAP

PEMODELAN SEAM BATUBARA BLOK 13 BERDASARKAN DATA BAWAH PERMUKAAN PT. RIMAU ENERGY MINING PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

Gambar Batubara Jenis Bituminous

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

Transkripsi:

36 BAB IV ENDAPAN BATUBARA IV.1 Pembahasan Umum Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengayaan pada kandungan karbon (Wolf, 1984 op. cit. Anggayana, 2002). Singkatnya, endapan batubara adalah endapan hasil akumulasi material organik yang berasal dari sisa tumbuhan, melalui proses litifikasi untuk membentuk lapisan batubara yang kaya akan karbon. Pembentukan batubara sendiri dimulai sejak Periode Karbon (periode pembentukan endapan karbon atau batubara) yang dikenal sebagai zaman batubara pertama dan berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam), hal ini akan berkorelasi dengan tumbuhan purba sebagai bahan baku dengan jenisnya yang berbeda-beda, sesuai dengan zaman geologi dan lokasi tempat tumbuh berkembangnya. IV.2 Proses Pembentukan Batubara Pembentukan batubara diawali dengan proses peatification (penggambutan) dari sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi pada lingkungan reduksi (pelepasan oksigen), yang berlanjut pada proses coalification (pembatubaraan) secara biologi, fisika, maupun kimia yang terjadi karena pengaruh temperatur akibat gradien geotermal, tekanan lapisan sedimen diatasnya, dan waktu lama terjadinya proses pembatubaraan (gambar 4.1),.

37 Gambar 4-1 Proses Pembentukan Batubara (Anggayana, 2002) IV.2.1 Penggambutan (Peatification) Gambut adalah sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam kondisi tertutup udara (anaerob), tidak padat, memiliki kandungan air lebih dari 75% dari (berat) total dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering (Wolf, 1984 op. cit. Anggayana, 2002). Proses penggambutan ini adalah tahap paling awal dari pembentukan batubara. Dalam proses awal ini, yang berperan sangat penting adalah faktor mikro-organisme (bakteri). Tumbuhan sendiri tersusun dari beberapa unsur, yaitu C, H, O, dan N. Setelah tumbuhan mati, terjadi degradasi biokimia dan pembusukan, lalu bakteri akan mengurai unsur-unsur tersebut. Dalam kondisi melimpah oksigen (kontak dengan atmosfer/aerob), unsur yang dilepas adalah H 2 O dan NH 3, sebagian C menjadi CO 2, CO, dan CH 4. Bila dalam kondisi tertutup air, maka perubahan unsur pada tumbuhan tidak akan sempurna. Dan sisa tumbuhan akan bertumpuk menghasilkan gambut. Anggayana (2002), menggunakan istilah Moor sebagai lapisan gambut dengan ketebalan minimum 30 cm yang dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan

38 morfologinya. Berdasarkan morfologi permukaannya, moor dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Lowmoor, jenis moor ini terbentuk pada lingkungan yang kaya akan bahan makanan. Morfologi permukannya datar dan atau cekung. Pasokan air untuk gambut ini berasal dari lingkungan sekitarnya (sungai dan air tanah), tidak tergantung pada air hujan. Biasanya tumbuh rumput-rumputan dengan daun lebar dan tumbuhan perdu dengan ph berkisar antara 4,8 sampai 6,5 2. Highmoor, lapisan gambut ini dapat mencapai ketinggian beberapa meter dari permukaan tanah dengan bentuk cembung. Jenis moor iini tidak tergantung pada air tanah atau sungai, karena mempunyai sistem air tersendiri yang tergantung pada air hujan. Jumlah penguapan yang lebih kecil dari curah hujan menyebabkan air hujan tersimpan dalam gambut. Bahan makanan untuk tumbuhan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lowmoor, sehingga jenis tanaman terbatas pada lumut, rumput dengan daun yang kecil. Untuk daerah beriklim sedang, highmoor ditumbuhi Sphagnum dan di daerah tropis ditumbuhi hutan lokal dengan bermacam jenis tumbuhan ph pada highmoor berkisar antara 3,3 sampai 4,6. Pada tahap selanjutnya, proses penggambutan akan dilanjutkan oleh proses pembatubaraan. Meliputi proses geologi dan perubahan kimia dari gambut. Pada tahap ini peran bakteri jauh berkurang. IV.2.2. Pembatubaraan (Coalification) Proses pembatubaraan adalah perkembangan gambut menjadi batubara yang dikontrol oleh temperatur, tekanan, dan waktu (gambar 4.2).

39 Endapann Batubara Gambar 4-2 Faktor temperatur, tekanan dan waktu terhadap pembentukan lapisan batubara (KGS) Selama proses perubahan gambut menjadi batubara, terjadi kenaikan temperatur dan penurunan porositas. Kenaikan temperatur dan penurunan porositas ini disebabkan oleh kompaksi yang memberi gambut tekanan dan panas, yang bila terjadi secaraa berkelanjutan maka akan terjadi peningkatan persentase unsur C (Carbon Enrichment), karena unsur H, N, dan O sudah dilepas. Semakin tinggi kadar C dalam batubara maka kualitasnya akan semakin bagus (gambar 4-3) dan pelepasn unsur-unsur tersebut akan membuat pemadatan pada batubara. 5(C 6 H 10 O 5 ) C 20 H 22 O 4 + 3CH 4 + 8H 2 O +6CO 2 + CO cellulose lignit gas metan Gambar 4-3 Persamaan kimia pelepasan unsur H, N, dan O dalam proses pembentukan batubara IV.3. Lingkungan Pengendapan Batubara Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa batubara hanya akan terbentuk dalam kondisi tidak berkontakk dengan atmosfer dan banyak mengandung tumbuhan, sehingga lingkungan yang sangat mendukung adalah daerah yang digenangi air, dengan kandungan tumbuhan banyak dan banyak mikroorganisme, daerah ini umum disebut rawa (swamp).

40 Endapann Batubara Rawa sendiri secara geografis bisa dipisah menjadi 2 jenis, yaitu : - Rawa paralis (tepi laut) - Rawa limnik (tepi danau) Dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa satuan batuan yang membawa lapisan batubara ini adalah Satuan Batupasir dengan lingkungan pengendapan delta, sehingga batubara di daerah penelitian pun relatif akan diendapkan di daerah delta. Horne (1978) memberikan cara untuk mengenali karakteristik lingkungan pengendapan antara lain barrier, back-barrier, lower delta plain, transitional lower delta plain, dan upper delta plain fluvial (Gambar 4.4). Gambar 4-4 Gambar pembagian sedimentasi delta berdasarkan endapan batubara yang dikandung (Horne, 1978) Berdasarkan karakteristik endapan batubara, ada empat lingkungan pengendapan utama batubara di daerah coastal menurut Horne (1978), yaitu:

41 1. Lingkungan back barrier, lapisan batubaranya tipis, bentuk lapisan melembar karena dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan, kandungan sulfur tinggi, sehingga tidak dapat ditambang. Urutan stratigrafi pada lingkungan back barrier dicirikan oleh batulempung dan batulanau berwarna abu-abu gelap yang kaya akan material organic, kemudian ditutupi oleh lapisan tipis batubara yang tidak menerus atau zona sideritik dengan burrowing. Semakin kearah laut akan ditemukan batupasir kuarsitik sedangkan kearah daratan terdapat batupasir greywacke dari lingkungan fluvial deltaik. 2. Lingkungan lower delta plain, lapisan batubaranya tipis, kandungan sulfur bervariasi, pola sebarannya umumnya sepanjang channel atau jurus pengendapan, bentuk lapisan ditandai oleh hadirnya splitting oleh endapan crevasse splay, tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel bentuk lapisan batubara. Endapan pada daerah ini didominasi oleh urutan butrian mengkasar ke arah atas yang tebal. Pada bagian atasnya terdapat batupasir dengan struktur sedimen ripple mark. 3. Lingkungan transitional lower delta plain : lapisan batubaranya tebal, kandungan sulfur rendah. Ditandai oleh perkembangan rawa yang ekstensif. Lapisan batubara tersebar meluas dengan kecenderungan agak memanjang sejajar dengan jurus pengendapan. Splitting juga berkembang akibat channel kontemporer dan washout oleh aktivitas channel subsekuen. Batuan sedimen berbutir halus pada bagian bay fill sequences lebih tipis daripada di bagian lower delta plain. Pada zona ini terdapat fauna air payau sampai laut dan banyak ditemui burrowing. 4. Lingkungan upper delta plain fluvial : lapisan batubaranya tebal, kandungan sulfur rendah, lapisan batubara terbentuk sebagai tubuh-tubuh podshaped pada bagian bawah dari dataran limpahan banjir yang berbatasan dengan channel sungai bermeander. Sebarannya meluas cenderung memanjang sejajar kemiringan pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel atau sedikit yang menerus, bentuk batubara

42 ditandai dengan hadirnya splitting akibat channel kontemporer dan wash out oleh channel subsekuen. Urutan stratigrafinya didominasi oleh tubuh batupasir yang menerus dan untuk lingkungan backswamp, terdiri dari urutan batubara, batulempung dengan banyak fosil tumbuhan dan sedikit moluska air tawar, batulanau, batulempung, serta batubara. IV.4. Analisis dan Klasifikasi Batubara IV.4.1. Analisa Proksimat Penentuan kualitas batubara dilakukan dengan memperhatikan parameter kualitas yang dihasilkan dari analisis kimia dan pengujian laboratorium. Analisis kimia batubara terdirir dari 2 jenis yaitu, analisis ultimat dan analisis proksimat. - Analisis ultimat berfungsi untuk menganalisis jumlah kandungan unsur-unsur dalam batubara (C, H, O da, sedikit N). Analisis ini menghasilkan parameter kualitas batubara berupa jumlah kandungan unsur-unsur tersebut. - Analisis proksimat ini menghasilkan beberapa parameter kualitas batubara, yaitu: o Kandungan air bebas (Free/Surface Moisture), yaitu kandungan air yang terdapat di permukaan atau di dalam rekahan batubara ditentukan dengan cara menimbang berat yang hilang pada sampel batubara segar dalam suhu ruang dalam waktu tertentu. o Kandungan air bawaan (Inherent Moisture), yaitu kandungan air yang terdapat dalam mineral penyusun batubara, baik mineral organik atau yang lainnya, diperoleh dari kehilangan berat yang terjadi setelah sampel batubara tanpa kandungan bebas dipanaskan dalam tungku pada suhu 105 o 110 o C. o Kandungan air total (Total Moisture), yaitu sebutan untuk keseluruhan kandungan air setelah sampel batubara digerus

43 sampai ukuran 3 mm, lalu dipanaskan dalam tungku dengan suhu 105 o 110 o C. o Kandungan abu (Ash), yaitu bahan anorganik yang tertinggal setelah batubara habis dibakar pada suhu 815 o C dan dialirkan udara secara lambat ke dalam tungku pembakaran. o Zat terbang (Volatile Meter), yaitu komponen dalam batubara yang dapat lepas, pada saat batubara dipanaskan tanpa udara (dalam tungku tertutup) pada suhu 900 o C, selain moisture. Terdiri dari 2 tipe yaitu volatile organic matter dan volatile mineral matter. o Karbon tertambat (Fixed Carbon), yaitu jumlah karbon yang tertambat dalam batubara, setelah kandungan air, abu dan zat terbang dihilangkan. o Nilai kalori (Calorific Value), yaitu jumlah panas yang dilepaskan oleh batubara saat batubara tersebut dibakar. o Kadar Sulfur (Sulphur Content), yaitu prosentase kandungan sulfur dalam batubara. Sulfur sendiri umum hadir sebagai pirit, sulfur organik, dan sulfur sulfat. IV.4.2 Klasifikasi Batubara Penggolongan atau klasifikasi batubara secara umum digunakan oleh industri tambang sebagai penilaian tingkat nilai keekonomisan dari batubara di suatu daerah. Di Indonesia sendiri, klasifikasi yang dipergunakan adalah klasifikasi ASTM (American Society for Testing Materials) tahun 1981 (tabel 4-1) (Wood et al.,1992).

44 Tabel 4-1 klasifikasi kualitas batubara berdasarkan (ASTM, 1981;op.cit Wood et al., 1992) IV.5. Potensi Batubara Daerah Penelitian IV.5.1. Persebaran dan Ketebalan Batubara Dari bab sebelumnya, kondisi geologi daerah penelitian telah menunjukkan bahwa lapisan batubara di daerah ini berada dalam Satuan Batupasir. Batubara yang tersingkap di Satuan Batupasir ini diketahui ada 3 seam (lapisan) dan hadir sebagai sisipan dengan tebal berkisar antara 1,2 m 2m, dengan kemiringan mengarah ke timur sebesar 11 0-18 0, dan secara umum dapat dideskripsi sebagai batubara, berwarna coklat coklat kehitaman, kilap dull dull banded, kekerasan hard moderate, gores coklat hitam kecoklatan, belahan subconchoidal irregular, dengan lapisan diatas singkapan berupa soil maupun lapukan batupasir.

45 PT. Geoservices ltd. sendiri telah melakukan pemboran dengan variasi kedalaman antara 15m-100m (tabel 4-2), yang bila dikorelasikan satu sama lain akan menghasilkan beberapa seam tambahan yang tidak tersingkap di permukaan. No No Bor Elevasi Kedalaman 1 P-01 56,171 25 2 P-02 54,411 25 3 P-03 45,282 25 4 P-04 43,947 24 5 P-04A 44,888 50 6 P-05 48,701 27 7 P-05A 40,396 25 8 P-06 41,275 15 9 P-07 66,176 25 10 P-08 48,711 25 11 P-08A 43,678 20 12 P-08B 52,564 20 13 P-08C 46,083 15 14 P-09 42,544 27 15 P-10 47,935 20

46 16 P-10A 49,249 20 17 P-11 52,778 25 18 P-11A 50,004 50 19 P-11C 49,738 20 20 P-11D 52,624 15 21 P-12 46,434 20 22 PS-01 44.397 75.0 23 PS-01A 54.544 35.5 24 PS-02 59.147 103.5 25 PS-03 49.216 100 26 PS-04 51.230 76 27 PS-05 58.733 89.5 28 PS-05A 49.248 44.5 Tabel 4-2 Lokasi lokasi pemboran di Desa Petiduran Baru beserta kedalaman total dan elevasi lokasi pemboran Berdasarkan hasil korelasi data bor, didapatkan data lapisan batubara yang diperkirakan terdapat 7 lapisan menerus batubara dan 1 lapisan tipis yang melensa. Variasi ketebalan batubara berkisar antara 0,15m 6,5m, dan dengan pemberian identitas maka tiap lapisan batubara tersebut bisa dikenali dengan urutan dari tua ke muda adalah seam 1, seam 2, seam 3, seam 4, seam 5, seam 6, seam 7, dan seam 8.

50 Seam 5 Batubara seam 5 tidak ditemukan singkapannya di permukaan namun dikenali di lokasi pemboran PS-02, P03, P-02, PS-04, P-08A. Karena ketebalannya yang relatif tipis dan tidak bisa dikorelasikan dengan data bor disekitarnya, maka seam 5 ini diperkirakan melensa dengan ketebalan berkisar 0,37m-0,5m. Seam 6 Batubara seam 6 ini tidak ditemukan tersingkap di permukaan, namun dikenali dari data bor di lokasi PS-04, P-08B, PS-02, P-03, PS-01, PS-01A, dengan ketebalan sekitar 3,15m-3,25m. Seam 7 Batubara seam 7 tidak tersingkap di permukaan, dan dikenali di data bor pada lokasi PS-02, dan PS-04 dengan ketebalan 0,35m.. Seam 8 Batubara seam 8 ini tidak tersingkap di permukaan, dengan lapisan batubara ini dikenali ada di data bor lokasi PS-04 dan PS-02. Tebal lapisan ini berkisar antara 0,25m-0,40m. Keterdapatan tiap lapisan batubara kemudian dirangkum menjadi kolom profil stratigrafi lapisan batubara dengan deskripsi berupa rentang ketebalan tiap lapisan, kandungan Sulfur, kadar abu, dan besar kalori yang bisa dihasilkan (gambar 4-9).

52 IV.5.2. Kualitas Untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisis proksimat pada seluruh sampel dari masing-masing seam batubara di daerah penelitian dengan basis adb (air dried basis). Untuk klasifikasi rank ASTM (1981), digunakan basis pelaporan dry mineral matter free (dmmf). Analisis basis dmmf dapat memberikan gambaran mengenai komposisi organik murni. Persamaan dalam mencari nilai analisis dengan basis dmmf adalah:, FC (dmmf) =,, VM (dmmf) = 100 - FC (dmmf) CV (dmmf) =,, Keterangan: FC VM M A S BTU = Fixed Carbon (Karbon tertambat) % (adb) = Volatile Matter (Zat Terbang) % (adb) = Moisture (Kadar Lengas) % (adb) = Ash (Abu) % (adb) = Sulphur (Sulfur) % (adb) = British Thermal Unit ; per pound = 1,8185 CV (adb) Hasil analisis proksimat tercantum di lampiran dan dapat disimpulkan bahwa rank batubara daerah penelitian menurut klasifikasi ASTM (1981) termasuk dalam Lignit Sub Bituminous A (Tabel 4-3).

53 Tabel 4-3 Klasifikasi batubara daerah penelitian (ASTM,1981; op.cit wood et al., IV.6.3. Kuantitas 1992) Sumberdaya merupakan kekayaan alam yang diharapkan dapat dimanfaatkan, jadi data sumberdaya merupakan informasi mengenai suatu keberadaan bahan tambang. Namun, dengan menggunakan parameter geologi tertentu sumberdaya tersebut dapat berubah menjadi cadangan apabila memenuhi kriteria layak tambang yang menguntungkan dan aman.

54 Dalam menghitung sumberdaya batubara suatu daerah ada empat metode yang umum digunakan, yaitu: 1. Metode Circular USGS 2. Metode Penampang 3. Metode Blok 4. Metode Poligon Data yang diperoleh pada daerah penelitian, yakni data yang digunakan dalam perhitungan berupa data singkapan dan data pemboran, sehingga lebih mudah untuk menggunakan perhitungan metode circular USGS untuk menghitung sumberdaya di daerah penelitian. Langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung sumberdaya batubara dengan metode circular USGS (Wood et al., 1983) adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan Peta Sebaran Batubara 2. Pembuatan lingkaran di setiap lokasi singkapan batubara (Gambar 4-9) dengan: a. Daerah radius 0 400 m disebut sumberdaya terukur (measured resources) b. Daerah radius 400-1200 m disebut sumberdaya tertunjuk (indicated resources) c. Daerah radius 1200-4800 m disebut sumberdaya terkira (inferred resources)

56 Endapann Batubara b. Untuk dip (α) > 30 0, sumberdaya = Luas area (m 3 ) x Tebal (m) x cos α x Berat Jenis (Ton/m 3 ) Gambar 4-11 Pengaruh kemiringan lapisan batubara pada perhitungan sumberdaya (Wood et al., 1983) Dengan menggunakan metode circular USGS tersebut, perhitungan sumberdaya dari daerah penelitian hanya dilakukan hingga perhitungan sumberdaya terindikasi dan diambil hingga kedalaman 25m dari permukaan, hal ini dilakukan dengan memasukkan faktor ekonomis tambang, luas daerah persebaran lapisan batubara dan kedalaman maksimal yang masih aman bagi para penambang. Dari beberapa faktor diatas, dilakukan perhitungan besar sumberdaya terhadap delapan seam yang terdapat di daerah penelitian ( Lampiran Peta Radius Persebaran Batubara). Dari perhitungan menggunakan metode di atas, didapatkan kuantitas sumberdaya sebesar 8.612.148 ton dengan menggunakan faktor koreksi sebesar 30% dan stripping ratio (perbandingan volume overburden (m 3 )dengan jumlah

57 batubara di bawahnya (ton)) rata-rata berkisar antara 2,8 hingga 18,33 (Lampiran F )