MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

dokumen-dokumen yang mirip
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang : Mengingat :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran.

KOP PERUSAHAAN. Nomor : Lampiran :.. Hal : Permohonan Penetapan Sebagai Kawasan Pabean

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/KMK.05/2000 TENTANG ENTREPOT UNTUK TUJUAN PAMERAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

235/PMK.04/2009 PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2009 TENTANG

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.04/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.04/2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-5 /BC/2011

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KMK.05/2000 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/KMK.05/2000 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.04/2016 TENT ANG REGISTRASI KEPABEANAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR - 57 /BC/2011 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

1 of 6 18/12/ :44

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

63/PMK.04/2011 REGISTRASI KEPABEANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA

Universitas Sumatera Utara

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.04/2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pembayaran; c. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber:

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK. 011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.04/2014 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN CUKAI DAN/ATAU DENDA ADMINISTRASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.04/2014 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Terhadap Barang

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -35/BC/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 96/PMK.04/2010 TENTANG

TATA CARA PENIMBUNAN BARANG YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN PABEANNYA DI TEMPAT LAIN YANG DIPERLAKUKAN SAMA DENGAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG


Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A ayat (9), Pasal 11A ayat (7), Pasal 32 ayat (4), dan Pasal 43 ayat (4) Undangundang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3481); 2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493); 3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128); 7. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2. Pelabuhan Laut adalah pelabuhan dan pelabuhan khusus. 3. Pelabuhan yaitu tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. 4. Pelabuhan Khusus yaitu pelabuhan yang dikelola untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. 5. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. 6. Tempat Lain adalah tempat tertentu di daratan yang berada dalam kawasan/area industri dan tempat tertentu lainnya yang berfungsi sebagai pelabuhan laut, yang mendukung kegiatan impor dan/ atau ekspor. 7. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. 8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 9. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. 10. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.

BAB II KAWASAN PABEAN Bagian Kesatu Persyaratan dan Tatacara Penetapan Sebagai Kawasan Pabean Pasal 2 Penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan. Pasal 3 (1) Untuk memperoleh penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat data tentang identitas penanggung jawab, badan usaha, dan lokasi serta ukuran luas kawasan yang akan dimintakan penetapan sebagai Kawasan Pabean, dan dilampiri dengan : a. Salinan Akte Pendirian Perusahaan sebagai Badan Hukum; b. Surat Izin Usaha dari instansi terkait; c. Bukti penetapan sebagai Pelabuhan Laut atau Bandar Udara, kecuali untuk Tempat Lain; d. Bukti status kepemilikan dan/atau penguasaan tempat atau kawasan; e. Bukti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); f. Ukuran luas kawasan; g. Gambar denah lokasi; dan h. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi. Pasal 4 (1) Atas permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. (2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Penetapan sebagai Kawasan Pabean oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan.

(3) Penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan yang disertai dengan alasan penolakan. (4) Keputusan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan adanya pencabutan. Pasal 5 (1) Untuk kepentingan pengawasan di bidang kepabeanan, Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan menetapkan batas-batas kawasan dan pintu masuk/keluar atas suatu tempat atau kawasan yang diajukan permohonan untuk penetapan sebagai Kawasan Pabean. (2) Kawasan Pabean merupakan kawasan yang terbatas (restricted area). Bagian Kedua Larangan Penimbunan di Kawasan Pabean Pasal 6 Barang selain untuk tujuan impor dan/atau ekspor dilarang untuk ditimbun, dimasukkan, dan/atau dikeluarkan ke dan/atau dari Kawasan Pabean, kecuali untuk tujuan pengangkutan selanjutnya. Bagian Ketiga Pencabutan Penetapan Sebagai Kawasan Pabean Pasal 7 (1) Penetapan sebagai Kawasan Pabean dicabut dalam hal : a. Kawasan Pabean tidak menjalankan kegiatan/usaha dalam jangka waktu 1 (satu) tahun secara terus-menerus; b. pengelola Kawasan Pabean terbukti bersalah telah melakukan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; c. pengelola Kawasan Pabean dinyatakan pailit; dan/atau d. Pengelola Kawasan Pabean mengajukan permohonan sendiri untuk dilakukan pencabutan. (2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

BAB III TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA Bagian Kesatu Penetapan dan Jenis Tempat Penimbunan Sementara Pasal 8 (1) Penetapan suatu kawasan, bangunan, dan/atau lapangan sebagai Tempat Penimbunan Sementara ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan. (2) Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Lapangan Penimbunan; b. Lapangan Penimbunan Peti Kemas; c. Gudang Penimbunan; dan/atau d. Tangki penimbunan. (3) Penambahan jenis Tempat Penimbunan Sementara selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Bagian Kedua Persyaratan dan Tatacara Penetapan Sebagai Tempat Penimbunan Sementara Pasal 9 (1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan Sementara, Pengusaha tempat penimbunan harus mengajukan permohonan penetapan suatu kawasan, bangunan, dan/atau lapangan sebagai Tempat Penimbunan Sementara kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: a. Salinan Akte Pendirian Perusahaan sebagai Badan Hukum; b. Surat Izin Usaha dari instansi terkait; c. Izin dari Pemerintah Daerah setempat; d. Foto copy bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas; e. Bukti Nomor Pokok Wajib Pajak; f. Gambar denah dan batas-batasnya yang meliputi tempat penimbunan barang impor, ekspor, barang untuk diangkut ke dalam

daerah pabean lainnya melalui luar daerah pabean, dan tempat pemeriksaan barang dan ruang kerja Pejabat Bea dan Cukai; g. Daftar peralatan dan fasilitas penunjang kegiatan usaha yang dimiliki dan surat pernyataan sanggup untuk menyediakan peralatan dan fasilitas yang memadai; h. Surat keterangan dari pengusaha atau penanggung jawab Kawasan Pabean tentang penggunaan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di dalam Kawasan Pabean bersangkutan sebagai Tempat Penimbunan Sementara; i. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi; j. Surat pernyataan sanggup melaksanakan administrasi pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia; dan k. Surat pernyataan sanggup memenuhi peraturan perundangundangan di bidang kepabeanan. Pasal 10 (1) Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. (2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan menerbitkan Keputusan Penetapan Sebagai Tempat Penimbunan Sementara oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan. (3) Penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan yang disertai dengan alasan penolakan. (4) Keputusan penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan adanya pencabutan. Bagian Ketiga Penimbunan Barang di Tempat Penimbunan Sementara Pasal 11 (1) Penimbunan barang impor dan barang ekspor sementara menunggu pengeluaran atau pemuatannya, dilakukan di tempat penimbunan yang telah mendapatkan penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara.

(2) Barang yang berasal dari dalam daerah pabean dilarang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara kecuali untuk : a. tujuan ekspor; b. tujuan reekspor; atau c. tujuan dikirim ke tempat lain dalam daerah pabean dengan melewati tempat di luar daerah pabean. Pasal 12 (1) Penimbunan barang di dalam Tempat Penimbunan Sementara wajib dipisahkan antara barang impor, barang ekspor, dan barang untuk diangkut ke dalam daerah pabean lainnya melalui luar daerah pabean. (2) Barang-barang berbahaya, merusak, dan/atau yang memiliki sifat dapat mempengaruhi barang-barang lain atau yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus, wajib ditimbun di tempat khusus yang disediakan untuk itu. (3) Peti kemas kosong wajib ditimbun di tempat khusus yang disediakan untuk itu. (4) Barang impor, ekspor, atau untuk diangkut ke dalam daerah pabean lainnya melalui luar daerah pabean yang ditimbun di gudang penimbunan, wajib diberi identitas secara jelas. Pasal 13 (1) Peti kemas atau kemasan barang-barang lainnya yang ditimbun dalam Tempat Penimbunan Sementara hanya dapat dibuka untuk kepentingan pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan pabean. (2) Dalam hal terdapat permohonan tertulis dari pemilik barang atau kuasanya, Pejabat Bea dan Cukai dapat memberikan persetujuan untuk membuka peti kemas atau kemasan barang untuk tujuan selain yang dimaksud pada ayat (1). Pasal 14 (1) Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara yang berada di dalam area pelabuhan laut atau bandar udara ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penimbunan. (2) Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara yang berada di tempat lain, ditetapkan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penimbunan. (3) Barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara yang tidak dikeluarkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sebagai Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai.

Bagian Keempat Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Pasal 15 (1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib menyediakan tempat atau bangunan dan sarana yang memadai untuk tempat pemeriksaan barang yang ditimbun di dalam Tempat Penimbunan Sementara. (2) Tempat, bangunan, dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang memungkinkan dapat dilakukannya pengeluaran, pemeriksaan, dan pemasukan barang dari dan ke peti kemas atau kemasan barang lainnya serta mengurangi resiko terjadinya kehilangan atau kerusakan barang. Pasal 16 (1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang telah mendapatkan Keputusan Penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), sebelum memulai operasional kegiatan sebagai Tempat Penimbunan Sementara wajib menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Sementara. (2) Besarnya jumlah jaminan ditetapkan dengan memperhatikan kapasitas, jenis, dan/atau volume Tempat Penimbunan Sementara. (3) Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. uang tunai; b. jaminan bank; dan/atau c. jaminan dari perusahaan asuransi. Pasal 17 Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang akan memulai operasional kegiatan sebagai Tempat Penimbunan Sementara wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. Pasal 18 Tempat Penimbunan Sementara yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) Kepabeanan wajib memiliki aplikasi pengelolaan barang di Tempat Penimbunan Sementara dan menyediakan media komunikasi data elektronik yang terhubung (on-line computer) dengan aplikasi kepabeanan Kantor Pabean.

Pasal 19 (1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib memberitahukan setiap perubahan data, tata letak lapangan atau bangunan, dan/atau pengalihan pengusahaan Tempat Penimbunan Sementara kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya. (2) Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut perubahan terhadap kapasitas, jenis, dan/atau volume Tempat Penimbunan Sementara yang mengakibatkan perubahan besarnya jaminan, Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib melakukan penyesuaian besarnya jaminan ke Kantor Pabean yang mengawasi. Pasal 20 Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib menyampaikan daftar barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara yang telah melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) kepada Kepala Kantor Pabean. Pasal 21 (1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan catatan dan dokumen, termasuk data elektronik, yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun. (2) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan untuk kepentingan audit kepabeanan. Pasal 22 (1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara bertanggung jawab atas bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang atas barang yang ditimbun dalam Tempat Penimbunan Sementara terhitung sejak saat penimbunan sampai dengan tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor. (2) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementaranya: a. musnah tanpa sengaja; b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara; atau

c. telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara lain, Tempat Penimbunan Berikat atau Tempat Penimbunan Pabean. (3) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat penimbunannya, wajib membayar bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. (4) Perhitungan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang tidak dapat didasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barang yang tertera dalam pemberitahuan pabean pada saat barang tersebut ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Bagian Kelima Sanksi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Pasal 23 Kapala Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Sementara memberikan peringatan tertulis kepada Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara dalam hal pengusaha Tempat Penimbunan Sementara: a. tidak mengindahkan ketentuan pemisahan penimbunan barang impor, barang ekspor, dan barang untuk diangkut ke dalam daerah pabean lainnya melalui luar daerah pabean, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); b. menimbun barang-barang berbahaya, merusak, dan yang karena sifatnya dapat mempengaruhi barang-barang lain atau yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus, tidak di tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2); c. menimbun peti kemas kosong, tidak di tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); d. tidak memberikan identitas barang impor dan barang ekspor yang ditimbun di gudang penimbunan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4); e. tidak lagi memenuhi ketentuan tentang tempat pemeriksaan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; f. tidak menyerahkan jaminan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 19;

g. tidak memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi sebelum memulai operasional kegiatan sebagai Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; h. tidak memberitahukan perubahan data dan/atau kondisi fisik Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan rekomendasi dalam Laporan Hasil Audit di bidang kepabeanan atau dari unit pengawasan lainnya; dan/atau i. tidak menyampaikan daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. Pasal 24 (1) Keputusan Penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dibekukan dalam hal pengusaha Tempat Penimbunan Sementara: a. menimbun barang selain yang diijinkan untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2); b. tidak lagi memiliki dan menyelenggarakan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; c. tidak menyelenggarakan pembukuan dan tidak bersedia menyerahkan dokumen dan pembukuan lainnya sehubungan dengan audit di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; d. tidak memenuhi kewajiban pelunasan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah penagihan; e. tidak memenuhi ketentuan yang menjadi alasan diterbitkannya surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat peringatan; dan/atau f. direkomendasikan oleh unit pengawasan untuk dibekukan. (2) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan dengan Surat Pemberitahuan Pembekuan atas Keputusan Penetapan Sebagai Tempat Penimbunan Sementara berdasarkan hasil penelitian atau audit yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai. (3) Selama dalam status pembekuan, Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara dilarang memasukkan barang ke dalam Tempat Penimbunan Sementara.

Pasal 25 (1) Pembekuan Penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dicabut dalam hal pengusaha Tempat Penimbunan Sementara: a. telah mengeluarkan barang yang ditimbun selain yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2); b. telah memiliki dan menyelenggarakan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sesuai waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; c. telah menyelenggarakan pembukuan dan menyatakan bersedia menyerahkan dokumen yang diminta sehubungan dengan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; d. telah memenuhi kewajiban pelunasan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3); e. telah memenuhi ketentuan yang menjadi alasan diterbitkannya surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan/atau f. telah melaksanakan rekomendasi dari unit pengawasan. (2) Pencabutan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya dengan Surat Pemberitahuan Pencabutan Pembekuan atas Keputusan Penetapan Sebagai Tempat Penimbunan Sementara berdasarkan hasil penelitian atau audit yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pasal 26 (1) Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri Keuangan melakukan pencabutan Keputusan Penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai. (2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal: a. Tempat Penimbunan Sementara dalam status pembekuan dalam waktu selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus; b. Tempat Penimbunan Sementara tidak menjalankan kegiatan/usaha dalam jangka waktu 1 (satu) tahun secara terus-menerus; c. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara terbukti bersalah telah melakukan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan berdasarkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; d. Tempat Penimbunan Sementara dinyatakan pailit; dan/atau e. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara mengajukan permohonan sendiri untuk dilakukan pencabutan.

(3) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi tanggung jawab Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara untuk menyelesaikan kewajiban pabean. (4) Atas pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Pencabutan atas Penetapan Sebagai Tempat Penimbunan Sementara. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 (1) Terhadap Kawasan Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Pabean sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib diajukan permohonan oleh pengelola Kawasan Pabean sesuai ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 atau diajukan permohonan untuk melakukan pemutakhiran data (up-dating) kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini. (2) Terhadap Tempat Penimbunan Sementara yang telah ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan Sementara sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib diajukan permohonan oleh pengusaha Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 9 kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini. (3) Dalam hal pengelola Kawasan Pabean atau Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan memutuskan pencabutan penetapan sebagai Kawasan Pabean atau Tempat Penimbunan Sementara. BAB V PENUTUP Pasal 28 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 29 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku maka : a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 573/KMK.05/1996 tentang Tempat Penimbunan Sementara;

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 131/KMK.05/1997 tentang Kawasan Pabean; dan c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.05/1997 tentang Penunjukan Tempat Penimbunan Sementara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 30 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Juni 2007 MENTERI KEUANGAN, ttd SRI MULYANI INDRAWATI