e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

dokumen-dokumen yang mirip
MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945, KONSTITUSI RIS, UUDS 1950 DAN UUD 1945 AMANDEMEN. SUBSTANSI, KOMPARASI DAN PERUBAHAN YANG PENTING

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

PENDAHULUAN Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu negara bekas

MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

LATIHAN SOAL UUD 1945 ( waktu : 36 menit )

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

A. Pengertian Orde Lama

XII AK 1 SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA INDONESIA DISUSUN OLEH: A HASLINDA LESTARI ABD KADIR JAELANI ACHMAD RIADY DIANA DAMAYANTI HARDIANA R YULIANTI

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

4. Untuk sementara waktu kedudukan kota diteruskan sampai sekarang.

RANGKUMAN KN DEMOS KRATOS DEMOKRASI RAKYAT ARTI : RAKYAT MEMERINTAH PEMERINTAHAN. a) SEJARAH DEMOKRASI. b) PRINSIP DEMOKRASI

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

I. PENDAHULUAN. Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan:

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Bab II. Tinjauan Pustaka

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN :

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional Tahun 1994 Tata Negara

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABI

Presiden Republik Indonesia Serikat,

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015


Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

Demokrasi Parlementer (Liberal)

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

MAKALAH AMANDEMEN PASAL - PASAL DARI UUD Oleh : I MADE PANDE ADI GUNAWAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen

BAB II SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

sherila putri melinda

Soal CPNS Tata Negara + PEMBAHASAN

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1967 (3/1967) Tanggal: 6 MEI 1967 (JAKARTA)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. : SMP NEGERI 1 Prambanan, Sleman. Alokasi Waktu : 6 X 40 Menit ( 3 x pertemuan )

HUBUNGAN PANCASILA DENGAN UUD 1945 DAN HUBUNGAN ANTARA PROKLAMASI KEMERDEKAAN DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945 A. A. Hubungan Pancasila Dengan Uud 1945

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

DINAMIKA PENYELENGGARAAN DALAM KONTEK NKRI DAN NEGARA FEDERAL

Transkripsi:

UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di Indonesia. Hal ini dikarenakan bentuk susunan Negara Serikat tidaklah berdasar dari kehendak rakyat, melainkan hanyalah siasat politik para pemimipin agar memperoleh pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda (Solly Lubis, 1993 : 48), sehingga menimbulkan tuntutan dari berbagai kalangan untuk kembali dalam bentuk susunan Negara Kesatuan. Masyarakat Indonesia menghendaki agar berbagai daerah bagian RIS dilebur dan digabungkan dengan Republik Indonesia. Pada akhirnya hanya ada tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur (Joeniarto, 1990 : 70). Pasal 44 Konstitusi RIS, menyebutkan bahwa penggabungan ataupun perubahan sesuatu daerah bagian hanya boleh dilakukan berdasar aturan-aturan yang ditetapkan dengan UU Federal, dengan menjunjung asas kehendak rakyat yang dinyatakan dengan bebas dengan persetujuan dari daerah bagian yang bersangkutan. Namun, karena keinginan rakyat untuk menggabungkan daerah-daerah bagian sangat keras dan tidak sabar menunggu adanya Undang-Undang Federal yang mengatur tentang penggabungan daerah-daerah bagian, sehingga penggabungan hanya dilakukan dengan Undang-Undang Darurat. Kemudian setelah tanggal 9 Maret 1950 bergabunglah Negara RI, Daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Padang dan sekitarnya serta Sabang, yang pada akhirnya diikuti oleh daerah-daerah bagian yang lain, sehingga hampir seluruh Daerah Bagian RIS bergabung menjadi daerah Republik Indonesia, kecuali Negara Indonesia Timur dan

Negara Sumatera Timur (Solly Lubis, 1993 : 49). Namun, kedua negara bagian ini pada akhirnya juga harus tunduk pada kehendak rakyat yang ingin segera melaksanakan terbentuknya Negara Kesatuan. Ada pihak yang menghendaki agar pembentukan Negara Kesatuan dilakukan melalui prosedur dengan segera memasukkan daerah bagian ke dalam Republik Indonesia, terutama daerah bagian RIS yang sebagian besar telah bergabung dengan Republik Indonesia. Cara ini dianggap berat karena kemungkinan akan timbulnya kesulitan dalam hubungan luar negeri, sebab RIS telah mendapat pengakuan dari dunia internasional. Oleh karena itu, pembentukan Negara Kesatuan dilakukan dengan jalan Konstitusional dengan melaksanakan perubahan Konstitusi RIS melalui pasal 190 KRIS yang berisi : a. Perubahan konstitusi itu terjadi dengan Undang-undang Federal yang disetujui oleh DPR dan Senat. b. Baik DPR maupun Senat harus ber-quorum istimewa, yaitu dihadiri 2/3 dari jumlah anggota dan Undang-undang perubahan itu harus diterima oleh kelebihan istimewa pula, yaitu 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. UUD yang akan dibentuk formal adalah KRIS yang dirubah sedemikian rupa, sehingga bentuk federasi dari Republik Indonesia Serikat berubah menjadi bentuk Negara Kesatuan. Kemudian diadakanlah permusyawaratan antara Pemerintah Negara Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang juga mewakili Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Sumatera Timur. Di dalam permusyawaratan RIS-RI ini menghasilkan keputusan bersama, yaitu Piagam Persetujuan RIS-RI 19 Mei 1950. Pokok dalam persetujuan tersebut dalam waktu yang sesingkatsingkatnya akan bersama-sama melaksanakan Negara Kesatuan sebagai jelmaan Negara Republik Indonesia berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945 (Joeniarto, 1990 : 70). Pokok-pokok Piagam Persetujuan RIS-RI 19 Mei 1950 adalah (Solly Lubis, 1993 : 50) : a. Konstitusi RIS akan dirubah sedemikian rupa sehingga intisari UUD 1945 khususnya pasal 27, 29 dan 33 termuat dalam UUD yang baru ditambah dengan ketentuan dari Konstitusi RIS yang baik dan tidak bertentangan dengan asas Negara Kesatuan; b. Dalam UUD yang baru harus dimuat pokok pikiran hak milik adalah suatu fungsi sosial. c. Soekarno tetap dipertahankan sebagai Presiden. Mengenai ada atau tidaknya jabatan Wakil Presiden akan diadakan keputusan dikemudian;

d. Hubungan pemerintah dengan DPR akan didasarkan atas sistem Parlementer Eropa Barat dan bukan sistem Presidensial USA; e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; f. Membentuk suatu panitia yang bertugas menyelenggarakan persetujuan tersebut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Berdasar Piagam Persetujuan tersebut, akhirnya dibentuklah Panitia Bersama yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo (pihak RIS) dan Abdul Hakim (pihak RI). Tugas dari panitia tersebut adalah menyelenggarakan Piagam Persetujuan terutama mengenai perancangan UUD Sementara Negara Kesatuan sesuai dengan Piagam Persetujuan, dan hasil Panitia Bersama inilah yang dipakai sebagai dasar pembicaraan antara Pemerintah RIS dan RI. Setelah tercapai kesepakatan antar kedua pihak mengenai rencana UUD baru, maka (Solly Lubis, 1993 : 50) : a. Rencana UUD baru disampaikan oleh Pemerintah RIS kepada DPR dan Senat oleh Pemerintah RI kepada BP KNIP untuk disahkan. Pengesahan UUD yang baru dilakukan oleh Pemerintah RIS dengan UU No. 7 Tahun 1950, sedangkan oleh Pemerintah RI dengan UU No. 20 Tahun 1950. b. Pada tanggal 2 Agustus 1950 Presiden Soekarno meresmikan terbentuknya Negara Kesatuan dalam rakyat gabungan DPR dan Senat, sedang UUD yang baru itu mulai berlaku pada 17 Agustus 1950. Pasal I dan II UU Federal No 7 Tahun 1950 telah mengubah bentuk susunan Negara Serikat menjadi bentuk Negara Kesatuan (Suwarno, 2003 : 159) yang disahkan dan diumumkan di Jakarta pada 15 Agustus 1950. Pasal I menentukan tentang diubahnya Konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara dan setelah itu dimuatkan naskah Undang-Undang Dasar Sementara, yaitu Mukaddimahnya beserta dengan 146 pasal-pasalnya. Sedangkan Pasal II-nya menentukan tentang mulai berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara. Pergantian bentuk susunan negara tersebut dilakuakn dengan mengubah Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Sehingga pada 17 Agustus 1950 berlakulah bentuk susunan kesatuan dengan Undang-Undang Dasar Sementara sebagai Undang-undang Dasarnya.

B. Muatan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 Dalam UUDS Tahun 1950 tetap tercantum falsafah Pancasila dalam Mukaddimah UUDS-RI alinea IV, dengan perumusan dan tata urutan yang sama dengan Mukaddimah Konstitusi RIS, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa Perikemanusiaan Kebangsaan Kerakyatan Keadilan Sosial Alinea IV Mukaddimah UUDS Tahun 1950 yang berbunyi, Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk republikkesatuan... Selain itu, Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 juga menyatakan bahwa Negara Republik Indonseia adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. Lebih tegas lagi Pasal 135 ayat (1) UUD Sementara menentukan : Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (autonom) dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara. Dari beberapa ketentuan di atas, menunjukkan bahwa negara Indonesia pada masa itu adalah berbentuk kesatuan dengan berasaskan desentralisasi. Dimana daerah negara akan dibagi-bagi menjadi daerah-daerah yang memiliki hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah). Sistem Pemerintahan Indonesia pada masa UUD Sementara ini adalah sistem pemerintahan parlementer. Berdasarkan UUD ini, Presiden hanyalah sebagai kepala negara (Pasal 45 UUDS), dan sama sekali tidak memegang jabatan sebagai kepala pemerintahan. Pemerintahan berada di tangan Dewan Menteri yang diketuai oleh seorang Perdana Menteri (Joeniarto, 1990 : 83). Pengaturan hak asasi manusia oleh UUD ini lebih lengkap yang terdiri dari 28 Pasal, dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 34, sedangkan dalam Konstitusi RIS hanya terdiri 26 Pasal. Pasal-pasal mengenai hak-hak dan kebebasan dasar manusia (hak asasi manusia) sangat diakui dan dijunjung tinggi akan hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Pada bagian tersebut, juga diakui bahwa kedudukan manusia dihadapan hukum itu adalah sama.

Lembaga-lembaga negara yang ada pada masa berlakunya UUDS yaitu pada periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959 menurut UUDS Pasal 44 lembaga negara yang ada yaitu: 1. Presiden dan Wakil Presiden 2. Menteri-menteri 3. Dewan Perwakilan Rakyat 4. Mahkamah Agung 5. Dewan Pengawas Keuangan. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sudah ada pembagian kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Presiden yang berkedudukan sebagai kepala negara dibantu oleh wakil presiden, sedangkan mentri sebagai eksekutif/pelaksana pemerintahan. Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950, Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri yang lain. Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendirisendiri. Sebagai kepala negara berdasarkan Pasal 84 Presiden berhak untuk membubarkan DPR. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950). Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan keanggotan DPR tidak dapat dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan. Seorang anggota DPR yang merangkap dalam lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak dan kewajiban sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda. Dalam wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah dan berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi (Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950).

Sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan UUDS, pengangkatan Mahkamah Agung adalah untuk seumur hidup. Mahkamah Agung dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara dan ditentukan oleh undang-undang (Pasal 79 Ayat (3) UUDS 1950), selain itu diatur pada pasal yang sama ayat berbeda yaitu ayat (4) disebutkan bahwa Mahkamah Agung dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri. Selain sebagai pengawas atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain, Mahkamah Agung juga memberi nasehat kepada Presiden dalam pemutusan pemberian hak grasi oleh presiden.dari berbagai uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam UUDS terdapat hubungan antar lembaga negara maupun lembaga negara dengan rakyat sendiri. C. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 bersifat Sementara (Runtuhnya UUDS 1950) UUDS 1950 bersifat mengganti, bukan merubah, sehingga isinya pun tidak hanya mencerminkan perubahan terhadap Konstitusi RIS Tahun 1949, tetapi mengganti naskah Konstitusi RIS dengan naskah baru sama sekali dengan nama Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (Jimly Asshiddiqie, 2010 : 39). Nama resmi Undang-Undang Dasar ini menggunakan istilah sementara, hal ini sesuai dengan masa berlakunya yang hanya sementara. Sifat sementara dari UUD ini dapat dilihat pada Pasal 134 UUDS yang berbunyi, Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini. Dari pasal tersebut, jelaslah bahwa UUDS memanglah diciptakan hanya untuk sementara waktu berlakunya. Menurut Joeniarto (1990 : 80), pembuatan Undang-Undang Dasar Sementara tersebut dilakukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan perubahan bentuk susunan federal ke dalam bentuk susunan negara kesatuan, sehingga pelaksanaannya dilakukan dengan sangat tergesa-gesa. Menurut UUD ini, di kemudian hari masih akan dibentuk sebuah Badan Konstituante yang bersama-sama dengan pemerintah akan membuat Undang-Undang Dasar yang tetap, yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini. Konstituante berdasarkan UUDS pernah diwujudkan, dimana pemilihan umum berhasil diselenggarakan pada bulan Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante yang diselanggarakan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1953 (Jimly Asshiddiqie, 2010 : 39). Kemudian Badan Konstituante tersebut dilantik oleh Presiden Soekarno pada 10 November 1956 di Bandung. Namun, Badan Konstituante yang telah dipilih oleh rakyat dengan segenap kesungguhan hati, tidak pernah berhasil membuat

sebuah Undang-Undang Dasar. Hal ini disebabakan karena adanya perbedaan pendapat didalam Konstituante. Pertentangan pendapat diantara partai-partai politik tidak hanya di dalam Badan Konstituante dan di dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Perwakilan lainnya, tetapi juga di dalam badan-badan Pemerintahan. Bahkan, pertentangan ini meluas di dalam badan swasta dam di kalangan masyarakat luas (Joeniarto, 1990 : 89). Konstituante telah gagal, kemudian Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly. 2010. Kostitusi dan Konstitualisme Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika Joeniarto. 1990. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara Lubis, Solly. 1993. Ketatanegaraan Republik Indonesia. Bandung : Mandar Maju. 2010. Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Yogyakarta : Graha Pustaka. 2010. Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Yogyakarta : Graha Pustaka