BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. yang baik atau yang biasa disebut sebagai good government governance di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah otonomi daerah. pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa untuk mengelola

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Pola-pola lama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAH DAERAH 1. Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

ANALISIS HASIL AUDIT LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas tentang kebijakan mengenai Sistem Pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REVIU LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. memahami garis besar lingkup pengelolaan keuangan unit-unit kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM AKUNTANSI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

ABSTRAK. Kata kunci: good governance, pengelolaan keuangan, sistem pengendalian intern pemerintah, kinerja pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

- 9 - PERENCANAAN REVIU LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003

PEMPROV SULTRA KEMBALI RAIH PENILAIAN KEUANGAN WTP

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang handal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengendalian internal (internal control) merupakan bagian integral dari sistem informasi akuntansi. Pengendalian internal itu sendiri adalah suatu proses yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam perusahaan, yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang dipenuhinya tujuan pengendalian Ratnawati (2013). Adapun kriteria dari pengendalian internal, yaitu : (a) Keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) keputusan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku IAI (2001:SA 319.2). Wilkinson dkk. (1996:234) mengungkapkan bahwa: Jika suatu pengendalian internal telah ditetapkan maka semua operasi, sumber daya fisik, dan data akan dimonitor serta berada di bawah kendali, tujuan akan tercapai, risiko menjadi kecil, dan informasi yang dihasilkan akan lebih berkualitas. Di sisi lain, tanpa pengendalian internal, kondisi yang membawa dampak negatif bagi perusahaan mungkin akan terjadi, seperti kesalahan pencatatan, kesalahan pengambilan keputusan, inefisiensi biaya, kehilangan aset, terhentinya kegiatan usaha, maupun terkena sanksi, dengan ditetapkannya pengendalian internal dalam sistem informasi akuntansi, maka sistem informasi akuntansi (Accounting information system) akan menghasilkan informasi akuntansi yang lebih 1

2 berkualitas (tepat waktu, relevan, akurat, dan lengkap), dan dapat diaudit (Auditable) ratnawati (2013). Sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola dana dengan sistem desentralisasi secara transparan, efisien, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas Bastian (2002). Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance), pemerintah terus melakukan berbagai upaya perbaikan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, salah satunya dengan penyempurnaan sistem administrasi negara secara menyeluruh LAN (2000). Salah satu cara yang ditempuh pemerintah dengan menerbitkan dan menyempurnakan perangkat peraturan perundangan tentang pengeloalaan keuangan negara/daerah Rohman (2007). Hasil pemeriksaan BPK meyatakan bahwa salah satu penyebab kualitas informasi laporan keuangan tidak meningkat karena belum berfungsi secara efektif sistem pengendalian internal BPK, IHPS, Semester 1, 2013:34. kasus yang terjadi belakangan ini terdapat suatu pemahaman bahwa Secanggih-canggihnya suatu sistem, maka masih tergantung kepada siapa yang menjalankan sistem tersebut, sistem yang handal bisa rusak oleh beberapa gelintir orang yang menjalankan sistem tersebut, contoh sudah cukup banyak, salah satunya adalah pelelangan proyek-proyek pemerintah, yang notabene sudah dipayungi peraturan, sistem dan mekanisme kerja yang rinci, namun tetap saja terjadi sandiwara lelang, mark up, kualitas pekerjaan yang rendah, kebocoran

3 di sana-sini, dan sebagainya oleh orang-orang dalam birokrasi pemerintahan sendiri Bakhtiar (2014). Salah satu kelemahan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terletak pada ketidakmampuan menyajikan data yang konsisten dan terintegrasi mulai dari data aset, anggaran, gaji, serta proses penatausahaan, sehingga menimbulkan banyak ketidakakuratan data dalam proses akuntansi yang menghasilkan LKPD baik neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Arus Kas maupun Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), kelemahan lain pada pengelolaan keuangan daerah adalah tidak tersedianya unit arsip data pengelolaan keuangan yang baik sehingga banyak data penting yang hilang Sekretariat Kemendagri (2013). Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) bahwa laporan keuangan pemerintah daerah tidak memenuhi kriteria sebagai syarat-syarat laporan keuangan yang berkualitas, kriteria dan unsur-unsur pembentuk kualitas laporan keuangan yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami Yuliani, dkk (2010). Menurut Kepala Perwakilan Provinsi Jabar BPK RI, Slamet Kurniawan, BPK memberikan opini Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jabar Tahun 2012 Wajar Tanpa Pengecualian. dalam kesempatan tersebut juga mengapresiasi keberhasilan dan upaya Pemprov Jabar dalam menyelesaikan permasalahan. BPK masih menjumpai beberapa permasalahan terkait dengan sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, sebagai kondisi yang layak dilaporkan, diantaranya: pertaama, Belanja Pegawai

4 dianggarkan pada Belanja Barang/Jasa sebesar Rp18,37 miliar dan sebaliknya Belanja Barang/Jasa dianggarkan pada Belanja Pegawai sebesar Rp54.22 miliar. Kedua, Hibah aset pada Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat kepada Kabupaten/Kota minimal sebesar Rp114,03 miliar belum disertai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah dan Berita Acara Serah Terima. Ketiga, Hibah dana BOS dari Pusat kepada sekolah-sekolah yang menolak BOS belum dikembalikan ke Kas Daerah Provinsi minimal sebesar Rp1,43 miliar serta keempat penyaluran hibah BOS APBD Provinsi Semester I Tahun 2012 tidak tepat waktu Sebesar Rp164,62 miliar jabarprov.go.id (2013). Hasil evaluasi SPI atas 92 Kementerian Lembaga menunjukkan terdapat 748 kasus kelemahan SPI, yang terdiri atas 267 kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 283 kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, 198 kasus kelemahan struktur pengendalian intern sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.1. (Sumber: IHP BPK RI Semester 1 hal 23, 2013). Tabel 1.1. Kelompok Temuan SPI pada Pemeriksaan LKKL Tahun 2012 No Sub Kelompok Temuan Jumlah Kasus Kelemahan Sistem Pengendalian Internal 1 Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan 267 2 Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan 283 Belanja 3 Struktur Pengendalian Internal 198 Jumlah 748

5 Kasus-kasus kelemahan SPI pada umumnya terjadi karena para pejabat/pelaksana yang bertanggung jawab tidak/belum melakukan pencatatan secara akurat, belum adanya kebijakan dan perlakuan akuntansi yang jelas, kurang cermat dalam melakukan perencanaan, belum melakukan koordinasi dengan pihak terkait, serta lemah dalam pengawasan maupun pengendalian Selain itu, kasuskasus kelemahan SPI pada umumnya terjadi karena pejabat/pelaksana yang bertanggung jawab tidak menaati ketentuan dan prosedur yang ada, penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat, serta belum menetapkan prosedur kegiatan (Sumber: IHP BPK RI Semester 1 hal 27, 2013). pada saat ini pengendalian internal itu baru bersifat umum belum disertai dengan application control sehingga auditnya masih bersifat audit reel manual dan audit internal masih bersifat sebagai penonton sehingga pengendalian internal belum melakukan pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian terhadap fraud Bakhtiar (2014). Syafrudin (2010) menyatakan bahwa, penyebab terjadinya kelemahan Sistem Pengendalian Internal dan Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Kalimantan Barat tahun 2010, pada umumnya dikarenakan pejabat yang bertanggung jawab lalai, tidak cermat, dan belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka, kerugian daerah pada umumnya terjadi karena pejabat yang bertanggung jawab tidak menaati dan memahami ketentuan yang berlaku.

6 Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cerly (2008), diperoleh bahwa didalam pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan pengelolaan keuangan daerah terutama didalam pelaksanaan sistem dan prosedur penerimaan kas pada Bendahara SKPD, yang terjadi dilapangan Pemerintahan Kota Tebing Tinggi sudah menerapkan permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan sistem Akuntansi Pemerintahan sudah menggunakan sistem terkomputerisasi yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. Audit sistem informasi tidak terlepas dari apa yang dinamakan pengendalian internal Gondodiyoto (2007:482). Pengendalian internal dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu pengendalian internal komputerisasi dan pengendalian internal tradisional atau manual. Pengendalian internal komputerisasi Pengendalian ini secara khusus berkaitan dengan lingkungan teknologi informasi dan pengendalian teknologi informasi, dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. Pengendalian umum berkaitan dengan keseluruhan entitas, seperti misalnya pengendalian atas pusat data, database organisasi, pengembangan sistem, dan pemeliharaan program. Pengendalian aplikasi memastikan integritas system spesifik seperti pemrosesan pesanan penjualan, utang dagang, dan aplikasi gaji Hall (2001:158). Sistem pengendalian internal diharapkan mampu mengurangi kelemahan, kesalahan, dan kecurangan yang terjadi Aviana (2012). PP No.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Pemerintah Pasal 1 ayat 9 menyatakan Sistem Pengendalian Internal adalah suatu

7 proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan Pemerintah. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: Pengaruh Pengendalian Internal Terhadap Pelaksanaan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diajukan pertanyaan, Seberapa besar pengendalian internal berpengaruh terhadap pelaksanaan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari, menganalisis dan menyimpulkan apakah pengendalian internal memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pengendalian internal terhadap pelaksanaan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD).

8 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Pengembangan Ilmu Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu, 1) Pengembangan ilmu Sebagai sarana untuk menerapkan, mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama masa studi. 2) Pemecahan masalah Sebagai bahan masukan untuk auditor internal dalam memecahkan masalah disebabkan oleh pengendalian internal terhadap pelaksanaan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis melakukan penelitian di Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan Juni 2014 sampai dengan selesai.