BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpikir dalam melaksanakan penelitian. Penjabaran teori terbagi dalam sejumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pendidikan merupakan hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara, hingga Agustus 2012 tercatat ada sekitar orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini adalah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN. berada di Jl. Asri Lestari Raya, Jakasetia, Bekasi Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN. ketautan akan kegagalan pada mahasiswa dengan status rentan DO di

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. psikiatris yang dapat diamati, dan terjadi sangat kuat. Psikolog Jhon. dari satu taktik ke taktik yang lain (Davidoff, 1991).

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Latar Belakang SMA Al-Kautsar Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu pendidikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pengaruh Prokrastinasi Terhadap Kecurangan Akademik Pada Mahasiswa Yang Bekerja

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan lingkungannya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak permasalahan yang dialami para pelaku pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Andalas dengan beban sebesar empat satuan kredit semester (SKS),

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. kata lain, setiap individu ingin mengembangkan potensi-potensi atau kemampuankemampuan

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Norma Rustyani Winajah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada strata tertinggi. Mahasiswa memiliki peran penting sebagai agen perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan media strategis dalam meningkatkan kualitas sumber

BAB IV HASIL ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA BURUH TANI DALAM MEMBINA KEBERAGAMAAN ANAK DESA BUMIREJO ULUJAMI PEMALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan adalah reaksi normal terhadap situasi tertentu. Semua orang pernah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan tahap memasuki masa dewasa dini. Hurlock (2002)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB 2 LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan definisi dari teori-teori yang dijadikan landasan berpikir

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja,

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dimana kunci suksesnya terletak pada dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Isni Agustiawati,2014

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan digunakan sebagai indikator kemajuan suatu bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. proses belajar sejak manusia lahir hingga akhir hayatnya. Havighurst dalam Bimo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi

BAB I PENDAHULUAN. masa sekarang menuju masa depan dengan nilai-nilai, visi, misi dan strategi

I. PENDAHULUAN. bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam. Indonesia. Di samping itu, pendidikan dapat mewujudkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Azwar (1995) Psikologi memandang perilaku manusia (Human

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB VI PENUTUP. Siswa di SMP Negeri 2 Sumbergempol Tulungagung dapat diambil. 1. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Motivasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan Proses Pelaksanaan Penelitian

Transkripsi:

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU KECURANGAN AKADEMIK 1. Pengertian Perilaku Kecurangan Akademik Menurut Oxford Dictionaries (1992) kecurangan merupakan tindakan tidak jujur, tidak adil untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Purwadarminta (1967) kecurangan merupakan ketidakjujuran, tidak lurus hati, tidak adil. Kecurangan menurut Davis, dkk (2009) adalah strategi menipu atau merampas, mencuri, menyesatkan atau membodohi orang lain. Menurut Jaffe (2015) mengatakan bahwa kecurangan akademik merupakan perwakilan akan karya orang lain sebagai milik diri sendiri. Hal ini dapat dapat berupa berbagi pekerjaan dengan orang lain, membayar orang lain untuk mengerjakan tugas, dan lain sebagainya. Menurut Hendricks (dalam Risky, 2009) kecurangan akademik merupakan perilaku yang mendatangkan keuntungan bagi siswa secara tidak jujur, termasuk menyontek, plagiarisme, mencuri, dan memalsukan sesuatu yang berhubungan dengan akademis. Perilaku kecurangan akademik (mencontek) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Purwadarminta (1967) adalah kegiatan mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan atau pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. Perilaku kecurangan akademik yang dikemukakan oleh Davis, dkk (2009) adalah menipu, menyesatkan atau membodohi guru dengan berfikir bahwa karya akademik yang

11 diajuakan siswa adalah hasil pekerjaannya sendiri. Gitanjali (2004) mengemukakan bahwa perilaku kecurangan akademis merupakan suatu tindakan penipuan atau ketidakjujuran yang dilakukan secara sengaja pada saat memenuhi atau menyelesaikan persyaratan dan/atau kewajiban akademis. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai kecurangan akademik dapat disimpulkan bahwa kecurangan akademik merupakan perilaku curang yang dapat menguntungkan peserta didik seperti menipu, mencontek, plagiarisme, memalsukan dan mencuri sesuatu yang berkaitan dengan akademik. 2. Faktor-Faktor Perilaku Kecurangan Akademik Perilaku Kecurangan akademis dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Davis, dkk (1992) yaitu: 1. Faktor Internal Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi perilaku kecurangan akademik, yaitu: a. Usia, siswa yang lebih muda lebih banyak melakukan perilaku kecurangan akademik daripada yang lebih tua b. Jenis Kelamin, siswa pria lebih banyak melakukan perilaku kecurangan akademik daripada siswa wanita. Penjelasan utama dari pernyataan ini dapat dijelaskan dari teori sosialisasi peran jenis gender yakni wanita bersosialisasi lebih mematuhi peraturan daripada pria. c. Ketidaksukaan kepada guru, Guru merupakan salah satu faktor penyebab perilaku kecurangan akademik terjadi, ketika siswa menganggap

12 guru tersebut tidak menyenangkan maka siswa cenderung berperilaku kecurangan akademik pada mata pelajaran tersebut. d. Keinginan Membantu Teman, membantu teman untuk berperilaku kecurangan akademik dipahami siswa dapat meningkatkan solidaritas antarsiswa e. Tipe Kepribadian, individu dengan kepribadian tipe A cenderung lebih sering melakukan perilaku kecurangan akademik dibandingkan tipe B. Hal ini dikarenakan kepribadian tipe A sangat kompetitif dan berorientasi pada pencapaian, merasa waktu selalu mendesak, sulit untuk bersantai dan menjadi tidak sabaran ketika berhadapan dengan keterlambatan atau sesuatu yang tidak kompeten. f. Moralitas, siswa dengan level kejujuran yang rendah lebih sering melakukan perilaku kecurangan akademik. Selain itu, siswa dengan tingkat religiusitas yang rendah cenderung lebih banyak melakukan perilaku kecurangan akademik. Individu dengan tingkat perkembangan moral yang rendah melakukan perilaku kecurangan lebih tinggi. g. Prestasi Akademis, hubungan antara kecurangan akademis dengan prestasi akademis tidak seperti hubungan kecurangan akademis dengan usia atau jenis kelamin, melainkan memiliki hubungan yang konsisten. Siswa yang memiliki prestasi akademis rendah lebih banyak melakukan kecurangan akademis daripada siswa yang memiliki prestasi yang lebih tinggi. Siswa yang memiliki prestasi akademik yang rendah berusaha untuk memperoleh prestasi akademik yang lebih tinggi dengan cara

13 berperilaku curang dan mengambil resiko daripada siswa dengan prestasi tinggi 3. Faktor Eksternal Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi perilaku kecurangan akademik, yaitu: a. Keadaan Ruangan Kelas, Keadaan ruangan kelas yang sesak berpotensi menyebabkan terjadinya perilaku kecurangan akademik. Hal ini dikarenakan bahwa ketika individu duduk berdekatan dan memungkinkan individu untuk saling melihat jawaban rekan lainnya. b. Pertanyaan Pilihan Ganda, dapat meningkatkan perilaku kecurangan akademik dikarenakan individu lebih mudah berkomunikasi karena ketika pilihan jawaban berupa pilihan berganda mereka dapat menggunakan kodekode yang dipersiapkan. c. Keuntungan Ekonomis, ketika individu menganggap perilaku kecurangan akademik lebih menguntungkan, maka melakukan kecurangan akademik cenderung dilakukan. d. Keanggotaan perkumpulan siswa (Hendricks, 2004), siswa yang tergabung dalam suatu perkumpulan (perkumpulan yang tidak resmi dari sekolah, seperti: geng) akan lebih sering melakukan perilaku kecurangan. Pada perkumpulan siswa diajarkan norma, nilai dan kemampuankemampuan yang berhubungan dengan mudahnya perpindahan perilaku curang. Penyediaan catatan ujian lama, tugas-tugas lama mudah dicari dan didapat pada suatu perkumpulan.

14 3. Aspek-aspek Perilaku Kecurangan Akademik Perilaku kecurangan akademik memiliki beberapa Aspek. Menurut Davis. dkk (2009) aspek-aspek dari perilaku kecurangan akademis adalah: 1. Mencontek, memberi, menerima, mengambil, menjiplak, atau mencontoh bantuan atau informasi kepada/dari oranglain yang melanggar aturan akademis 2. Plagiarisme, mengambil dan menggunakan dengan sengaja hasil pemikiran, metode dan kalimat orang lain tanpa izin, dan mengakuinya sebagai hasil buah pemikiran sendiri 3. Mencuri, mengambil hasil karya/ide (berupa data/bentuk fisik) milik orang lain tanpa izin pemilik hasil karya/ide 4. Pemalsuan, perilaku curang, tidak sah, tidak jujur dengan sengaja atau tanpa izin yang berwenang, meniru, mengubah, atau membuat alasan palsu yang berkaitan dalam hal akademik. B. FEAR OF FAILURE 1. Pengertian Fear of Failure Fear (takut) menurut Oxford Dictionaries (1992) adalah emosi tidak menyenangkan,yang disebabkan oleh ancaman, rasa sakit, atau sesuatu yang membahayakan. Fear menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah perasaan yang timbul ketika menghadapi sesuatu yang dianggap dapat mendatangkan bencana. Budiarjo (dalam Chandrawati, 2011) menyebutkan bahwa fear merupakan emosi akan rasa tertekan yang berkaitan dengan berbagai usaha untuk

15 menghindar. Failure (gagal) menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah ketidakcapaian atau ketidakberhasilan dalam tujuan tertentu. Menurut Chaplin (dalam Wibawa, 2014) adalah ketidaksanggupan dalam mencapai suatu hasil tujuan yang diinginkan atau kegagalan dalam suatu usaha. Fear of failure menurut Murray dan Atkinson (dalam Elliot dkk, 2004) adalah kecenderungan akan penghindaran dari kegagalan yang dikarenakan individu merasa malu dengan kegagalan yang dialami. Menurut Conroy dkk (2007) fear of failure adalah perasaan cemas ketika situasi melibatkan kemungkinan terjadinya berbagai macam konsekuensi negatif, baik yang berasal dari internal atau eksternal. Elliot & Thrash, (2004) mengatakan bahwa fear of failure merupakan suatu bentuk reaksi penghindaran yang berdasarkan sebuah keberhasilan atau sebuah pencapaian prestasi. Atkinson (dalam Conroy, Kaye, & Fifer, 2007) menambahkan bahwa fear of failure merupakan dorongan untuk menghindari kegagalan yang berhubungan dengan konsekuensi negatif dari kegagalan seperti rasa malu, menurunnya konsep diri individu, dan menghilangnya pengaruh sosial. Maka berdasarkan penjelasan di atas, fear of failure merupakan bentuk penilaian ancaman akan konsekuensi negatif dari kegagalan secara berlebihan yang berasal dari upaya-upaya pencapaian prestasi 2. Faktor-Faktor Fear of Failure Conroy (dalam Nainggolan, 2007) selanjutnya mengemukakan bahwa fear of failure disebabkan oleh: a) Pengalaman pada awal masa kanak-kanak

16 Pengalaman yang terjadi pada masa awal kanak-kanak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan orangtua. Anak-anak yang selalu dikritik oleh orangtua dan selalu membatasi kegiatan anaknya dapat menimbulkan fear of failure. Fear of failure juga dapat ditimbulkan karena orangtua terlalu melindungi anaknya sehingga mengakibatkan anaknya kesulitan dan tidak bisa mencapai suatu prestasi tanpa bantuan penuh dari orangtua karena merasa takut melakukan kesalahan. b) Karakteristik lingkungan Karakteristik lingkungan berupa lingkungan keluarga dan sekolah. Lingkungan keluarga yang penuh akan tuntutan berprestasi termasuk penyebab fear of failure pada anak. Lingkungan sekolah juga menekan dengan kompetisi agar mendapatkan nilai dan juara dalam bidang akademik maupun non akademik. c) Pengalaman belajar Pengalaman individu dalam kesusksesan dan kegagalan dalam belajar dapat mempengaruhi persaan individu akan fear of failure. Kesuksesan yang dicapai dan diiringi oleh penghargaan yang diperoleh akan mendorong individu untuk terus mencapai kesuksesan, dapat memunculkan perasaan fear of failure. Fear of failure juga dapat disebabkan oleh kegagalan yang dialami oleh individu dan individu merasa tidak ingin mengalaminya lagi.

17 d) Faktor subjektif dan kontekstual Faktor berkaitan dengan struktur lingkungan individu dalam melaksanakan performansi dan persepsi individu terhadap lingkungannya. Hal ini dapat mempengaruhi penetapan akan tujuan dan sasaran pencapaian prestasi. Lingkungan yang dipersepsikan tidak mentolerir adanya kegagalan akan membuat individu mengalami fear of failure sehingga pencapaiannya dalam prestasi hanya sekedar tidak gagal bukan kesuksesan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi fear of failure adalah pengalaman pada awal masa kanak-kanak, karakteristik lingkungan, pengalaman belajar, dan yang terakhir faktor dari segi subjektif dan konstektual. 3. Aspek Aspek Fear of Failure Aspek-aspek fear of failure Conroy, dkk (2007) adalah: a. Ketakutan akan penghinaan dan rasa malu Takut mempermalukan diri sendiri, apalagi ketika banyak orang yang mengetahui tentang kegagalannya. Individu cemas akan yang orang lain pikirkan tentang dirinya terkait dengan rasa malu dan penghinaan yang akan dirasakan. b. Ketakutan akan penurunan estimasi diri individu ketakutan yang memunculkan rasa kurang atau tidak mampu akan diri sendiri. Sehingga individu merasa tidak cukup pintar, tidak cukup berbakat, tidak cukup berkompeten sehingga kesulitan dalam mengontrol performansinya dengan baik.

18 c. Ketakutan akan hilangnya pengaruh sosial ketakutan akan penilaian orang lain terhadap diri individu. Individu takut ketika individu gagal, maka orang yang penting untuknya tidak akan memperdulikannya lagi, menjauhi, dan tidak mau menolongnya sehingga merasa nilai orang lain akan dirinya akan menurun. d. Ketakutan akan ketidakpastian masa depan Ketakutan yang muncul ketika gagal dapat mengakibatkan akan ketidakpastian akan masa depan dan merubah masa depan yang telah dipersiapkan e. Ketakutan akan mengecewakan orang yang penting baginya Rasa takut akan pengecewaan dan memperoleh kritik dari orang lain yang penting dalam hidup dan mempengaruhi performa individu. Berdasarkan pada uraian di atas bisa dilihat bahwa aspek-aspek dari fear of failure ini adalah ketakutan akan penghinaan dan rasa malu, ketakutan akan penurunan estimasi diri individu, ketakutan akan hilangnya pengaruh sosial, ketakutan akan ketidakpastian masa depan, dan ketakutan akan mengecewakan orang yang dianggap penting baginya. C. SMA AL-ULUM MEDAN SMA Al-Ulum Medan yang terletak di Jalan Cemara No. 10 Medan merupakan sekolah yang mendapatkan akreditasi A (Amat Baik) dalam sistem pendidikannya. SMA Al-Ulum merupakan sekolah yang berlandasan Agama Islam dalam sistem pendidikannya, sehingga sekolah ini dipercaya dapat

19 menghasilkan SDM yang berkualitas, beriman, bertaqwa dan berakhlak alkarimah. SMA Al-Ulum Medan melakukan seleksi penerimaan bagi siswa-siswa yang akan mengikuti pembelajaran di sekolah ini. Siswa di SMA ini berkisar usia 14-18 tahun. Siswa disekolah ini mencapai 555 siswa. Perincian daftar siswa SMA Al-Ulum Medan akan digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 1. Rincian Daftar Siswa SMA Al-Ulum Medan PROGRAM KELAS PENDIDIKAN X IPA X IPS XI IPA XI IPS XII IPA XII IPS PLUS 26-32 - 34 - REGULER 84 88 91 78 45 77 TOTAL 110 88 123 78 79 77 SMA Al-Ulum Medan memiliki dua program studi, yaitu program studi reguler dan program studi plus. Program studi reguler merupakan program studi yang biasa diterapkan oleh sekolah pada umumnya. Siswa kelas reguler SMA Al- Ulum mengikuti pelajaran dari pukul 07:30 hingga pukul 13:30 dengan dua kali waktu istirahat. Program reguler ini memiliki dua jurusan, yaitu jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Siswa SMA Al- Ulum Medan melakukan pembagian jurusan sejak kelas X-SMA, hal ini dilakukan agar siswa lebih fokus dalam jurusan yang mereka pilih. Secara umum, kelas reguler tidak banyak berbeda dengan sekolah pada umumnya. Beban akademik dan tuntutan akan pendidikannya juga tidak jauh berbeda dengan sekolah lainnya yaitu 10 mata pelajaran wajib. Berbeda dengan kelas reguler, kelas plus memulai pelajaran dari pukul 07:30 hingga pukul 16:00. Sehingga para siswa menghabiskan waktu lebih lama

20 disekolah dibandingkan dengan siswa kelas reguler. Siswa kelas plus tidak memiliki pembagian jurusan, mereka hanya memiliki satu jurusan yaitu Ilmu Pengetahuan Campuran (IPC) yang terdiri dari mata pelajaran IPA dan IPS. Kelas plus ini juga mempelajari mata pelajaran agama lebih banyak daripada kelas reguler, seperti mata pelajaran Al-Qur an, Aqidah Akhlak, Bahasa Arab, dan Ibadah di sore hari. Sehingga beban mata pelajaran wajib pada siswa plus SMA Al-Ulum Medan adalah 17 mata pelajaran. Siswa program kelas plus melakukan makan siang bersama, sholat Dzuhur dan Ashar secara berjama ah. Setiap selesai sholat Dzuhur siswa yang terpilih (sesuai jadwal) harus melakukan kultum (kuliah tujuh menit) di depan seluruh siswa dan guru dan sesi tanya jawab. Setelah kultum selesai siswa diberikan kesempatan pembekalan dapat berupa pengerjaan PR, belajar, menghafal dan lainnya. Sistem-sistem ini dilakukan agar tercapainya visi misi yang dibuat oleh yayasan, seperti terciptanya SDM yang berkualitas, beriman, bertaqwa dan berakhlak al-karimah, serta dapat menciptakan siswa yang lebih berani, percaya diri dan meningkatkan rasa kekeluargaan yang tinggi. D. PENGARUH FEAR OF FAILURE TERHADAP PERILAKU KECURANGAN AKADEMIK SISWA SMA AL-ULUM MEDAN Pada siswa SMA tuntutan akan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan SMP, sehingga menuntut siswa untuk bekerja lebih ekstra dibandingkan sebelumnya. Menurut Hurlock (2007) perasaan fear of failure pada siswa SMA dapat meningkat karena kompetisi akan prestasi yang semakin meningkat pula.

21 Tuntutan pada siswa SMA semakin besar dibandingkan siswa SMP, karena kompetisi yang terjadi akan semakin besar pula. Siswa harus mempersiapkan diri mereka lebih baik lagi dalam menghadapi tugas-tugas sekolah, seperti PR, ujian semester, ujian nasional, bahkan persiapan menghadapi ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Siswa yang memiliki nilai rapot dan prestasi yang terbaik dapat mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negri tanpa mengikuti ujian tertulis (Tarsudin, 2015). Hal ini juga dirasakan oleh siswa SMA Al-Ulum Medan. SMA Al-Ulum Medan adalah sekolah dengan latar belakang pendidikan agama Islam yang mengajarkan siswa-siswanya untuk beriman, bertaqwa dan berakhlak baik. Sekolah ini juga memiliki program studi reguler dan plus yang mempelajari pendidikan agama Islam lebih banyak dibandingkan dengan program studi lainnya. Siswa kelas plus SMA Al-Ulum Medan memiliki tuntutan yang besar dalam pembelajarannya, seperti menguasai Ilmu Pengetahuan Campuran (IPC) yaitu gabungan antara Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan tambahan pelajaran Agama Islam, sehingga total mata pelajaran wajib pada kelas plus adalah 17 mata pelajaran. Para siswa kelas plus ini juga memiliki tuntutan non-akademik seperti memberikan kultum (kuliah tujuh menit) di depan seluruh siswa setelah sholat dzuhur. Banyaknya tuntutan-tuntutan yang terjadi dapat memunculkan fear of failure pada siswa. Fear of failure berkaitan dengan tugas yang dihadapi oleh individu. Perasaan fear of failure akan mucul saat individu merasa sulit dan muncul rasa ketidakmampuannya (Burka dkk, 2008). Menurut Hardiansyah

22 (2011) fear of failure merupakan interpretasi negatif yang terjadi pada individu terhadap suatu situasi. Menurut Conroy,dkk (2007) fear of failure merupakan perasaan cemas yang timbul ketika situasi melibatkan kemungkinan terjadinya berbagai macam konsekuensi negatif, baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Menurut Conroy dkk (2007) faktor ketakutan akan kegagalan (fear of failure) pada individu yaitu, karena adanya pengalaman diawal masa kanakkanak, pengalaman belajar akan kegagalan dan kesuksesan akan mempengaruhi perasaan fear of failure pada individu, dan faktor subjektif dan kontekstual seperti lingkungan yang tidak mentolerir terjadinya kegagalan. Fear of failure dapat menjadi motivasi bagi seseorang untuk mencapai prestasi tetapi fear of failure juga dapat menimbulkan dampak negatif yang akhirnya membuat seseorang kehilangan motivasinya (Nainggolan dalam Sebastian, 2013). Dampak negatif yang terjadi karena fear of failure salah satunya memunculkan keinginan untuk berperilaku curang dalam akademik. Menurut Davis, dkk (2009) perilaku kecurangan akademik merupakan strategi untuk menipu, menyesatkan atau membodohi guru agar berfikir bahwa karya akademik yang diajukannya adalah hasil pekerjaannya sendiri. Sedangkan menurut Gitanjali (2004) mengemukakan bahwa perilaku kecurangan akademik merupakan suatu tindakan penipuan atau ketidakjujuran yang dilakukan secara sengaja pada saat memenuhi atau menyelesaikan persyaratan dan/atau kewajiban akademis. Perilaku kecurangan akademik dilakukan karena ketidak cukupan waktu untuk belajar, tekanan untuk dapat nilai yang baik, stress, pencegahan yang tidak

23 efektif, materi pelajaran yang sulit, ketidaksukaan terhadap sistem pembelajaran (Davis,. dkk, 1992; Hoswell,. Dkk, 1999; Harding,. Dkk, 2004). Menurut Davis, dkk (2009) siswa melakukan perilaku kecurangan akademik karena mereka takut mendapatkan hasil yang di bawah rata-rata yang dapat mengakibatkan mereka gagal. Hal ini juga dapat terjadi pada siswa SMA Al-Ulum Medan. Maka berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melihat pengaruh fear of failure terhadap perilaku kecurangan akademik pada siswa SMA Al-Ulum Medan. E. HIPOTESA PENELITIAN Berdasarkan uraian teoritis di atas yang telah dikemukakan, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh fear of failure terhadap perilaku kecurangan akademik pada siswa SMA Al-Ulum Medan.