BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

DAMPAK TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA, KESEMPATAN BELAJAR DAN AKTIVITAS BERORGANISASI TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP KECAMATAN BLORA

BAB I PENDAHULUAN. yang bermutu, sehingga tidak boleh adanya diskriminasi. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian atau kedewasaan manusia seutuhnya baik secara mental,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu menjadi sorotan dan topik yang menarik sampai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembentukan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya, diperlukan proses

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanat dari Allah SWT dan sudah seharusnya orang tua. mendampingi dan mengawali perkembangan anak, sehingga anak dapat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diadakan di Negara tersebut. Pendidikan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

KEEFEKTIFAN SEKOLAH TERAKREDITASI

2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA KETERAMPILAN MEMBUAT SPAKBOR KAWASAKI KLX 150 MENGGUNAKAN FIBERGLASS DI SMALB-B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan untuk membentuk generasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 tentang

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1. Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan

PENGARUH AKTIVITAS SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER DAN KEDISIPLINAN MENGIKUTI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di masa depan, karena dengan pendidikan manusia dididik, dibina dan dikembangkan

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dari

PENGELOLAAN SEKOLAH DASAR STANDAR NASIONAL Studi Situs Di SD Negeri Karangtowo 1 Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak TESIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 Tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa,

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi berkembang semakin pesat. Manusia dituntut dengan segala

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia, supaya anak didik menjadi manusia yang berkualitas, profesional,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah membawa dampak yang luar biasa pada mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan juga pada mutu pendidikan di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari indikator secara makro, yakni pencapaian Human Development Index (HDI) dan indikator secara mikro, seperti misalnya kemampuan dalam hal membaca dan menulis. Pada tahun 2005, HDI Indonesia menduduki peringkat 110 dari 177 negara di dunia. Bahkan peringkat tersebut semakin menurun dari tahun-tahun sebelumnya. HDI Indonesia tahun 1997 adalah 99, lalu tahun 2002 menjadi 102, kemudian tahun 2004 merosot kembali menjadi 111 (Human Development Report 2005, UNDP). Menurut Laporan Bank Dunia dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement), di Asia Timur menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD di Indonesia berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Kondisi anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai 30 persen dari materi bacaan dan mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini disebabkan karena mereka sangat terbiasa dalam menghapal serta mengerjakan soal pilihan ganda (Ilham, Wika Y dan Greaney: 2007). Saat ini, HDI Indonesia berada pada peringkat 121 dari 184 negara. Peringkat tersebut naik 3 angka dari tahun sebelumnya 2012 yang berada pada posisi 124 dari 184 negara. Sedangkan pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat 124 dari 178 negara (http;//www.jurnas.com/news/85371). Pada dasarnya, pendidikan adalah hak asasi setiap manusia dalam hidupnya, termasuk bagi rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Pandangan dunia terhadap persoalan pendidikan memang tidak pernah berhenti. Hal tersebut dikarenakan masyarakat dunia saat ini memandang pendidikan sebagai sesuatu yang harus ada dalam hidup seseorang. Mengenyam commit pendidikan to user menjadi suatu masalah yang 1

urgent dalam masyarakat saat ini. Para orang tua mulai mewajibkan pendidikan bagi anak-anaknya agar generasi-generasi muda tersebut dapat menjadi orang yang lebih bermartabat dengan pendidikan yang dimilikinya. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengamanatkan hak atas pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Bagian Kesatu Tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara Pasal 5 Ayat 1-5, menjelaskan bahwa: 1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. 4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. 5. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Menurut Bertrand Russell terdapat tiga tujuan pendidikan yang berbeda, namun semuanya mempunyai pendukung-pendukungnya di masa kini, yaitu : 1. Tujuan pendidikan satu-satunya adalah untuk menyediakan peluang bagi pertumbuhan dan menyingkirkan pengaruh-pengaruh yang merintangi. 2. Tujuan pendidikan adalah membudayakan individu dan mengembangkan kapasitasnya hingga maksimal. 3. Tujuan pendidikan harus lebih dipertimbangkan dalam hubungannya dengan komunitas daripada dalam hubungannya dengan individu, dan bahwa urusannya ialah melatih warga negara yang berguna (Russel,1993:35). Berangkat dari pemikiran Russell tersebut di atas, pendidikan di Indonesia masih mempunyai tujuan untuk membudayakan commit to individu user serta mengembangkan potensi 2

yang ada hingga maksimal serta menjadikan generasi muda sebagai generasi yang dapat membangun bangsanya. Seperti termuat dalam Undang - Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3, yang berbunyi : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan memang menjadi hak bagi setiap warga negara di Indonesia, termasuk pula pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang oleh pemerintah pun di atur dalam undang-undang yang sama. Bagi sebagian bahkan banyak orang, mengenyam pendidikan bukanlah hal yang sulit, apalagi bagi mereka yang termasuk dalam golongan high class. Namun, mengenyam pendidikan menjadi suatu masalah tersendiri bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti cacat mental dan fisik. Para orang tua dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ini, mempunyai kendala tersendiri dalam mencari sekolah-sekolah khusus dalam rangka memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Terkadang bukan karena tidak adanya sekolah luar biasa atau lembaga pendidikan khusus di daerah mereka, namun karena para orang tersebut enggan untuk menyekolahkan anak-anaknya yang berkebutuhan khusus tersebut pada sekolah-sekolah luar biasa yang telah disediakan oleh pemerintah ataupun oleh pihak swasta. Rasa enggan tersebut karena para orang tua merasa malu jika anaknya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Selain rasa malu, para orang tua merasa bahwa jika anak-anaknya bersekolah di sekolah luar biasa, hal tersebut akan membuat lingkungan anaknya menjadi terisolasi dari masyarakat luas, namun jika anaknya bersekolah di sekolah umum, kemungkinan anak tersebut akan lebih susah berinteraksi dengan tema-temannya yang notabene adalah anak-anak normal. Selain kedua hal tersebut diatas, faktor ekonomi commit pun to user menjadi kendala tersendiri bagi para 3

orang tua anak berkebutuhan khusus. Bagaimana tidak, jika untuk sekolah normal saja saat ini biayanya sudah amat tinggi, terlebih untuk sekolah-sekolah khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus, tentu biaya yang dikeluarkan pun tidaklah sedikit. Hal tersebut menjadi kendala tersendiri untuk para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus usia sekolah. Pada akhirnya, para orang tua ini menjadi dilema antara menyekolahkan anaknya pada sekolah luar biasa atau pada sekolahsekolah umum. Pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 32 mengamanatkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, sebagai berikut : Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, mental, emosional dan sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Kustawan, 2013:17). Ketetapan tersebut memberikan landasan yang kuat bagi anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan formal dan pengajaran seperti anak normal. Melalui undang-undang tersebut juga, pemerintah menyatakan kepeduliannya terhadap pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Berbicara mengenai pendidikan dan anak berkebutuhan khusus mungkin memang tidak akan ada habisnya. Ketika kita berbicara mengenai pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya kita juga berbicara mengenai semua anak. Saat ini, terdapat kecenderungan adanya pendidikan inklusif bagi anakanak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif sendiri merupakan sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak untuk belajar bersama-sama di sekolah umum dengan memperhatikan keragaman dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal (Rachmayana, 2013:89). Seting pendidikan inklusif menempatkan anak berkebutuhan khusus yang memerlukan pendidikan dan layanan commit khusus to user dalam satu kesatuan dengan anak 4

normal dengan pelayanan yang inklusif. Pendidikan inklusif memberikan harapan baru bagi anak berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan formal pada sekolah-sekolah umum, sehingga mengurangi resiko terisolasi dari lingkungan sekitarnya. Namun, permasalahan selanjutnya adalah bahwa tidak semua daerah mempunyai sekolah dengan layanan pendidikan inklusif. Tidak hanya itu, banyak sekolah-sekolah negeri yang juga enggan untuk menjadi sekolah inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Tentu saja itu bukan semata kesalahan pihak sekolah yang tidak mau menjadi sekolah dengan layanan inklusif, karena memang tidak mudah untuk menjadi sekolah inklusif. Untuk menjadi sekolah dengan layanan inklusif, pihak sekolah harus menyediakan guru pendamping, psikolog atau psikiater, bahkan harus pula menyediakan tenaga ahli untuk terapi. Kondisi diatas kemudian membuat terjadinya gap antara sekolah umum non inklusif dengan sekolah umum inklusif. Gap yang terjadi bukan saja antar guru, namun sudah merambah pada prestasi akademik pada sekolah-sekolah tersebut. Beban ganda yang ada pada sekolah inklusif telah membuat para guru dan siswa untuk berpacu demi memperoleh prestasi yang gemilang pada bidang akademik. Pengakuan msayarakat saat ini bahwa sekolah inklusif masuk dalam kelompok sekolah unggulan juga membuat adanya kesenjangan dengan sekolah umum non inklusif. Padahal seharusnya, tidak ada gap antara sekolah umum non inklusif dan sekolah umum inklusif sebagai lembaga pendidikan formal yang benaung di bawah payung yang sama yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal tersebut dikarenakan semua lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan generasi muda baik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus. Nampaknya sekolah dengan layanan pendidikan inklusif menjadi alternatif para orang tua dari anak berkebutuhan khusus agar dapat menyekolahkan anakanaknya pada sekolah formal umum. Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto, merupakan sekolah negeri yang memberikan layanan pendidikan inklusif di Kota Purwokerto. Pada sekolah ini, terdapat lima puluh satu siswa berkebutuhan khusus yang tersebar dari kelas satu hingga kelas enam pada sekolah tersebut dengan lima kategori anak berkebutuhan khusus. Sekolah ini mempunyai payung commit hukum to user yaitu Keputusan Bupati Banyumas 5

No. 421/149/2011 dan Permendiknas No. 70 Tahun 2009. SD Negeri 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto memulai layanan pendidikan inklusif sejak tahun pelajaran 2004-2005 sebagai SD Rintisan SD Inklusif. Pada Kota Purwokerto sendiri, sekolah dengan layanan pendidikan inklusif tidak hanya ada pada SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto, setidaknya terdapat enam sekolah inklusif dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), salah satunya termasuk SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto. Dari enam sekolah inklusif yang ada empat sekolah merupakan sekolah swasta yang juga menyelenggarakan pendidikan inklusif disekolahnya termasuk satu SMP, sementara dua lainnya merupakan SD negeri. Berikut adalah data tentang sekolah dasar dengan layanan pendidikan inklusif yang ada di Kota Purwokerto : 1. SD Al-Irsyad 1 Purwokerto. 2. SD Al-Irsyad 2 Purwokerto. 3. SD Putra Harapan Purwokerto. 4. SD Negeri 1 Tanjung, Purwokerto. 5. SD Negeri 5 Arcawinangun, Purwokerto. Berdasarkan data diatas, terdapat dua SD Negeri yang menyediakan layanan pendidikan inklusif. Dari dua SD negeri yang menyelenggarakan layanan pendidikan inklusif, SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto, merupakan sekolah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah daerah Purwokerto untuk menyediakan layanan pendidikan inklusif. Sementara satu SD Negeri lain yaitu SDN 5 Arcawinangun, merupakan sekolah yang mengajukan diri untuk menjadi sekolah dengan layanan pendidikan inklusif. Makin banyaknya jumlah sekolah inklusif pada Kota Purwokerto menunjukan bahwa saat ini, masyarakat mulai terbuka dan dapat menerima perbedaan yang ada disekitarnya. Hal ini juga menunjukan bahwa orang tua dari anak berkebutuhan khusus mulai memilih menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah formal yang umum daripada sekolah luar biasa atau sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus. Bagi para orang tua siswa tersebut, menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus commit pada to user sekolah inklusif SDN 1 Tanjung, 6

Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto, tentu bukanlah tanpa alasan. Beberapa orangtua memasukkan anaknya ke Layanan Pendidikan Inklusif agar anaknya mendapatkan perlakuan yang sama dalam bidang pendidikan, adapula yang memasukkan anaknya karena faktor jarak dan keterbatasan lembaga pendidikan yang diperuntukkan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Namun, apapun alasannya, para orang tua ini telah mengambil tindakan dengan menyekolahkan anak-anaknya yang berkebutuhan khusus untuk mendapat pendidikan pada sekolah inklusif SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto. Satu hal yang menarik untuk diteliti adalah tindakan yang dilakukan oleh para orangtua dari anak-anak berkebutuhan khusus ini dalam menyekolahkan anakanaknya yang berkebutuhan khusus. Undang-Undang tentang pendidikan di Indonesia memang jelas mengamanatkan tidak adanya diskriminasi bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengenyam pendidikan, namun pada kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Para orangtua dengan anak berkebutuhan khusus harus bekerja dan berusaha ekstra untuk dapat menyekolahkan anakanaknya. Mendapatkan pendidikan formal bukanlah hal yang mudah, karena tidak semua sekolah dapat menerima siswa dengan kebutuhan khusus. Disinilah terjadi kesenjangan antara das solen dan das sein dalam hal pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Disini pula penelitian tentang tindakan orangtua yang menyekolahkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah dengan layanan pendidikan inklusif menjadi menarik untuk dilakukan, agar masyarakat menjadi memahami tentang kondisi pendidikan yang ada saat ini, dimana masih ada diskriminasi pendidikan terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus. B. Rumusan Masalah Seperti yang kita semua ketahui, setiap warga negara Indonesia pada dasarnya mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hal pendidikan. Tidak ada satu warga negara pun yang ingin didiskriminasikan haknya untuk memperoleh pendidikan yang layak. Hal tersebut juga berlaku bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang ingin memperoleh pendidikan yang layak. Makin maraknya program pendidikan inklusif bagi anak commit berkebutuhan to user khusus di Kota Purwokerto 7

membuktikan bahwa saat ini terdapat kecenderungan dimana para orang tua dengan anak berkebutuhan khusus lebih memilih menyekolahkan anaknya pada sekolah inklusif dariada sekolah luar biasa atau sekolah khusus. Hal tersebut tentu menjadi menarik untuk diteliti karena apa yang dilakukan para orang tua tersebut merupakan sebuah tindakan sosial yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Untuk itu, perumusan masalah penelitian ini difokuskan kepada tindakan orang tua dalam menyekolahkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif. Dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut, Bagaimanakah tindakan orangtua dalam menyekolahkan anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto?. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Operasional a. Untuk menggambarkan tindakan orangtua dalam menyekolahkan anak pada layanan pendidikan inklusif di SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto. b. Untuk menggambarkan tindakan orangtua dalam menyekolahkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto. 2. Tujuan Fungsional Untuk memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan sosial, terutama untuk bidang Sosiologi Pendidikan. 3. Tujuan Individual Penelitian ini dilakukan guna memenuhi tugas akhir perkuliahan sekaligus untuk memperoleh gelar Magister Sosiologi Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user 8

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman wacana pada masyarakat tentang dunia pendidikan dan pendidikan inklusif yang saat ini mulai banyak bermunculan di sekitar kita. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan berbagai manfaat dan memperkaya kajiankajian ilmu pengetahuan sosial khususnya Sosiologi Pendidikan. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang tindakan orangtua dalam menyekolahkan anak berkebutuhan khusus pada layanan pendidikan inklusif. Dengan demikian, para orang tua dengan anak berkebutuhan khusus dapat menentukan dengan bijak dimana anaknya akan disekolahkan, sehingga anak-anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh layanan pendidikan formal tanpa adanya diskriminasi. Selain orangtua, manfaat praktis dari penelitian ini bagi pemerintah khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pembuat kebijakan dalam hal pendidikan adalah membuat kebijakan yang dapat menekan biaya pendidikan terutama pendidikan bagi anak atau siswa berkebutuhan khusus sehingga pendidikan khusus bukan lagi momok bagi orangtua yang menganggap pendidikan itu mahal dan hanya membuangbuang uang saja. Selain menekan biaya pendidikan agar semakin murah dan terjangkau, pemerintah pun harus semakin memperhatikan sarana dan prasarana pendidikan pada sekolah atau layanan pendidikan khusus agar proses belajar mengajar menjadi maksimal. commit to user 9