I. HUKUM ACARA PERDATA

dokumen-dokumen yang mirip
PHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

Dinamika Pembangunan dan Pengembangan Hukum di Indonesia sejak masa kolonial hingga era kemerdekaan

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

HUKUM FORMIL PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

KEWENANGAN PENGADILAN DALAM MENGADILI MENURUT HUKUM TANPA MEMBEDA-BEDAKAN ORANG (ASAS OBYEKTIFITAS)

BAB III. hukum khususnya dalam penyelesaian perkara-perkara di tingkat peradilan.

HUKUM ACARA PERDATA. Heri Hartanto, SH.,M.Hum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG HUKUM ACARA PERDATA, HUKUM PERADILAN AGAMA DAN PRODEO

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

I. Pengertian Hukum Acara Perdata

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

BAB III TEORI TEORI HUKUM YANG MENYANGKUT HUKUM ACARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Per June 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan tersebut hanya dapat dilakukan

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PRODEO (Selayang Pandang Implementasi SEMA No. 10 Tahun 2010 Oleh : Firdaus Muhammad Arwan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

gugatan/permohonan bagi orang-orang beragama Islam. Dalam pengajuan perkara di Pengadilan Agama, penggugat/pemohon dapat mendaftarkannya ke

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

SEMINAR NASIONAL SOSIALISASI UU BANTUAN HUKUM NOMOR 16 TAHUN 2011 IMPLEMENTAS I B ANTUAN HUKUM B AGI M AS YAR AK AT TIDAK M AMPU

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang wajar dan tidak bisa dihindari. Di dalam hubungan itu selalu

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

ELIZA FITRIA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG)

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ISTILAH-ISTILAH ACARA PERDATA

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

TENTANG DUDUK PERKARANYA

ADHAPER J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ISSN Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia Serikat,

BAB II PENGADILAN NEGERI MEDAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN UMUM

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

Sejarah, Sumber, dan Asas-asas Hukum Acara Perdata

PUTUSAN Nomor 15/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

Undang - undang No. 18 Tahun 2003

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan umum yang telah disyahkan oleh sidang pleno B.P L.P.H.N. Ke 13, pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERMASALAHAN HUKUM ACARAPERDATA SECARA HOLISTIK OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

Tugas Pokok dan Fungsi. Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 20. ) (20/1947) PENGADILAN. PERADILAN ULANGAN. Peraturan peradilan ulangan di Jawa dan Madura.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERDATA. Oleh : Hamonangan Albariansyah, SH, MH (Disarikan dari buku ajar Hukum Acara Perdata di Indonesia, karya Bpk. Ahmaturrahman, SH)

P U T U S A N. Nomor : 487/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

IMPLIKASI KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA-PERKARA HUKUM ADAT. Karya Ilmiah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB IV ANALISIS KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI, ISBAT NIKAH DAN PENETAPAN ANAK

ww.hukumonline.com PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN UPAYA HUKUM KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN

hal 0 dari 11 halaman

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Uqubat dalam perkara jinayah, memiliki substansi yang sama dengan Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum A

BAB I PENDAHULUAN. merasa hak nya dilanggar, dikurangi, atau tidak diberikan dalam suatu hubungan

Transkripsi:

I. HUKUM ACARA PERDATA A. Pendahuluan Dalam pokok bahasan I (pertama) ini terdapat beberapa sub-sub pokok bahasan yaitu tentang pengertian Hukum Acara Perdata, Sumber-sumber Hukum Acara Perdata, asas-asas Hukum Acara Perdata dan kekuasaan kehakiman. Penguasaan materi pada pokok bahasan yang pertama ini sangat penting bagi mahasiswa agar memiliki landasan pengetahuan yang kuat dalam mengikuti kuliah pada pokok-pokok bahasan selanjutnya, serta untuk mengetahui dengan benar beberapa pengertian, sumber, asas Hukum Acara Perdata serta kekuasaan kehakiman. Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan kembali dengan benar tentang pengertian, sumber. asas Hukum Acara Perdata serta kekuasaan kehakiman. B. Penyajian 1. Uraian dan contoh a. Pengertian Hukum Acara Perdata Pengertian Hukum Acara Perdata tidak terdapat dalam ketentuan perundangan tetapi dapat diperoleh dari doktrin. Sudikno Mertokusumo memberikan pengertian Hukum Acara Perdata sebagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan pengadilan. Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalan peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa dan memtusukannya dan pelaksanaan daripada putusannya. Menurut Wirjono Prodjodikoro. hukum acara perdata merupakan. rangkaian peraturanperaturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata. Berdasarkan pengertian tersebut, Lilik Mulyadi menjelaskan bahwa pada asasnya Hukum Acara perdata itu adalah :

1) Peraturan hukum yang mengatur dan menyelenggarakan bagaimana proses seseorang mengajukan perkara perdata (Bugerlijke Vordering, civil suit) kepada hakim/pengadilan. 2) Peraturan hukum yang menjamin, mengatur dan menyelenggarakan bagaimana proses hakim mengadili perkara perdata (Bugerlijke Vordering, civil suit). 3) Peraturan hukum yang mengatur proses bagaimana caranya hakim memutus perkara perdata (Bugerlijke Vordering, civil suit). 4) Peraturan hukm yang mengatur bagaimana tahap dan proses pelaksanaan putusan hakim (executie). Hukum acara perdata dapat ditemukan baik dalam ketentuan perundangan-undangan, yurisprudensi, perjanjian internasional, doktrin dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang berkaitan dengan hukum acara perdata dan hukum perdata materiil. Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam Pasal 5 UU darurat No. 1 Tahun 1951, hukum acara perdata di negara kita termuat di dalam : 1) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)/Reglemen Indonesia yang diperbarui (RIB), S. 1848 No. 16, S. 1941 No. 44, untuk daeraj jawa dan madura. 2) Rechtsregelement Buitengewesten (RBg)/Reglemen Daerah Seberang, S. 1927 No. 227, untuk daerah di Iuar jawa dan madura. Selain ketentuan di atas, dapat Pula dijadikan sumber hukum acara perdata, yaitu : 3) Reglement op de Bugerlijke Rechtsvordering (Rv). Ketentuan ini sekarang sudah tidak berlaku dengan dihapuskannya Raad Justitie dan Hooggerechtshof, kecuali dipandang perlu dalam praktek peradilan Rv diberlakukan terhadap perkara-perkara tertentu, misalnya seseorang yang tunduk pada Bugerlijke Wetboek (BW) mengajukan gugat cerai. 4) Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie (Reglemen tentang Organisasi Kehakiman), S. 1847 NO. 23. 5) BW Buku IV dan beberapa sumber hukum yang tersebar dalam BW dan Wetboek van Koophandel (WvK).

6) UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo UU No. 35 Tahun 1999. 7) UU No. No. 20 Tahun 1947 tentang Banding untuk daerah jawa dan madura dan Pasal 1999-205 RBg untu ivar jawa dan madura. 8) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 9) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama 10) UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. 11) UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. 12) UU No. 7 darurat 1955 tentang tindak pidana ekonomi. 13) UU No. 3 Tahun 1977 tentang Peradilan Anak. 14) UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. 15) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM Selain sumber hukum acara perdata terdapat dalam ketentuan perundangan, juga terdapat dalam 16) Yurisprudensi. Contoh tentang ini adalah Yurisprudensi MA No. 99K/Sip/1971 tanggal 14 April 1971 tentang penyeragaman hukum acara dalam perceraian bagi mereka yang tunduk pada BW. 17) Perjanjian internasional. Contoh tentang ini adalah Keputusan Presiden (Kepres) RI No. 6 Tahun 1978 tentang perjanjian kerjasama di bidang peradilan antara RI dengan Kerajaan Thailand. 18) Doktrin 19) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Misalnya SEMA No 1 Tahun 2000 tentang Class Action, sepanjang yang berhubungan dengan hukum acaranya. 20) Kepentingan. Berdasarkan Pasal 178 (3) HIR hakim dilarang memutuskan kurang atau lebih dari apa yang dituntu para pihak. Artinya di sini hakim terikat oleh kepentingan para pihak, sehingga hakim harus mengacu pada kepentingan. Sebagaimana dengan ilmu hukum lainnya, dalam hukum acara perdata juga dikenal asas-asas, yaitu : 1) Hakim bersifat menunggu. Inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Tidak ada tuntutan maka tidak ada hakim (nemo judex sine actore). Tuntuan hak yang mengajukan

adalah piha yang berkepenting dan hakim sifatnya menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya (index ne procedat ex officio) (lihat Pasal 118 HIR, 142 RBg) 2) Hakim Pasif Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim ditentukan oleh para pihak sendiri. Hakim hanya membantu tercapainya peradilan (Pasal 5 UU No. 14 Tahun 1970). Hakim dalam memeriksa perkara harus bersifat tut wuri. Hakim terikat pada peristiwa yang diajukan para pihak (secundum allegata iudicare). Dalam hal ini, para pihak bebas untuk mengakhiri sengketanya (Pasal 130 HIR 154 RBg). Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan putusan terhadap perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut para pihak (Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR, 189 ayat (2) dan (3) RBg). (lihat pula Putusan MA No. 339K/Sip/1969 tanggal 21 Februari 1970). 3) Sifat terbukanya persidangan Setiap orang diperkenankan hadir dan mendengarkan pemeriksaan dipersidangan (Pasal 17 dan 18 UU No. 14 Tahun 1970). Kecuali apabila ditentukan lain oleh undangundang, maka persidangan dapat dilakukan secara tertutup (Pasal 17 UU No. 14 tahun 1970), Pasal 29 RO). 4) Mendengar kedua belah pihak Kedua belah pihak harus diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak memihak (pasal 5 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970). Asas ini sering disebut dengan audi et alteram partem. 5) Putusan harus disertai alasan Putusan harus disertai alasan yang dijadikan dasar mengadili (Pasal 23 UU No. 1 tahun 1970, 184 ayat (1), 319 HIR, 195, 618 RBg). Alasan ini dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban putusan terhadap para pihak, masyarakat, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum. Dengan adanya alasan dalam suatu putusan, maka putusan akan berwibawa. 6) Beracara dikenakan biaya

Untuk beracara dikenakan biaya perkara (Pasal 4 ayat (2), 5 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970, 121 ayat (4), 182, 193 HIR, 145 ayat (4), 192-194 RBg). Bagi mereka yang tidak mampu dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo), dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu (Pasal 237 HIR, 273 RBg). 7) Tidak ada keharusan mewakilkan HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, akan tetapi para pihak dapat dibantu oleh kuasa jika dikehendaki (Pasal 123 HIR, 147 RBg). Kuasa ini dalam ketentuan sekarang dilakukan oleh seorang advokat, sebagaimana diatur dalam UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat. Mengenai kekuasaan kehakiman ketentuannya diatur dalam UU No. 14 tahun 1970, UU No. 2 tahun 1986 dan UU No. 14 tahun 1985. Kekuasaan kehakiman ini meliputi 1) Bebas dari campur tangan pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman.kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas dari campur tangan pihak luar (Pasal 1, 4 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1970). Kebebasan ini merupakan salah satu ciri negara hukum. Namun demikian kebebasan tersebut dibatasi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi. 2) Badan Peradilan Negara Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan peradilan negara yang ditetapkan dengan undangundang (Pasal 3 ayat (1), Pasal 2 UU No. 14 Tahun 1970). 3) Asas Objektivitas Dalam memeriksa perkara hakim tidak boleh memihak (Pasal 5 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970). Untuk itu, bag para pihak terdapat hak ingkar (recusatie, wraking) (Pasal 28 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970) dan bagi hakim dapat mengundur diri (excusatie) (Pasal 28 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1970). Tidak seorangpun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa).

4) Lingkungan Peradilan Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan khusus, yang terdiri dari lingkungan peradilan agama (UU NO. 7 tahun 1989), militer (UU 31 Tahun 1997) serta tata usaha (UU No. 5 Tahun 1986), dan tidak menutup kemungkinan adanya spesialisasi dalam masingmasing lingkungan peradilan (Pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970). Dalam lingkungan peradilan umum terdapat beberapa spesiali, yaitu Pengadilan Ekonomi (UU No. 1 tahun 1961 jo UU No. 7 drt Tahun 1955), Pengadilan Anak ( UU No. 3 Tahun 1977), Pengadilan Niaga (UU No. 4 tahun 1998) dan Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU No. 26 Tahun 2000). 5) MA Puncak Peradilan MA adalah Pengadilan Negara Tertinggi (Pasal 10 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970, Pasal 2 UU No. 14 Tahun 1985), sehingga masing-masing peradilan berpuncak pada MA. 6) Pemeriksaan Dalam dua Tingkat Agar suatu perkara dapat ditinjau dari segala segi sehingga pemeriksaannya tuntas serta untuk mencegah atau setidaktidaknya mengurangi kekeliruan, diadakan pemeriksaan dalam dua tingkat, yaitu peradilan tingkat pertama (original jurisdiction) dan peradilan tingkat banding (appellate jurisdiction). 7) Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa Peradilan dilakukan "Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa" (Pasal 4 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970). Rumusan ini berlaku bagi untuk semua pengadilan dalam semua lingkungan, kecuali dalam putusan Pengadilan Agama, sebelum kata-kata tersebut didahului dengan kalimat "Bismillahhirahmanirrahim". 8) Susunan Persidangan Majelis Susunan persidangan untuk semua pengadilan pada asasnya majelis, yang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang hakim (Pasal 15 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970). 9) Asas "Sederhana, Cepat dan Beaya Murah"

Sederhana yaitu acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbeli-belit. Cepat menunjuk pada jalannya peradilan, dan biaya ringan, yaitu biaya yang terpikul oleh rakyat. 10) Hak Menguji Tidak Dikenal Hak menguji (toetsingrecht, judicial review) sebagai hak hakim untuk menguji undang-undang tidak dikenal dalam UUD 1945. Berhubung dengan itu berdasarkan Pasal 26 UU No. 14 Tahun 1970 disebutkan bahwa MA hanya berhak menguji peratutan perundangan yang tingkatannya dibawah UU. 11) Peninjauan Kembali Upaya hukum peninjauan kembali dimungkinkan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dalam perkara perdata dan pidana (Pasal 21 UU No, 14 Tahun 1970, Pasal 34, 66 UU No. 14 Tahun 1985). 12) Tugas hakim Perdata dalam Lingkungan Peradilan Umum Tugas hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya (Pasal 2 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970). Perkara perdata ialah perkara yang mengadung sengketa maupun yang tidak mengandung sengketa. Kekuasaan pengadilan dalam perkara perdata meliputi semua sengketa tentang hak milik atau hak-hak yang timbul karenanya, hutang piutang datau hak-hak keperdataan lainnya. 13) Pejabat-pejabat pada Pengadilan Kecuali hakim, terdapat Panitera (griffier) yang terdiri Panitera kepala, Wakil Pan itera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti. Tugas mereka adaiah menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti dan mencatat yang terjadi dalam semua sidang serta musyawarah Pengadilan. Pejabat lainnya adalah Jurusita (deurwaarder) yang bertugas melaksanakan perintah ketua sidang, menyampaikan pengumuman, teguran, protes dan pemberitahuan putusan.

2. Latihan 1. Jelaskan mengapa kepentingan merupakan sumber hukum Hukum Acara Perdata! 2. Apa yang dimaksud dengan asas nemo judex sine actore? 3. Mengapa putusan hakim harus disertai alasan-alasan? 4. Sebutkan contoh pengadilan yang merupakan pengkhususan peradilan umum! 5. Mengapa pemeriksaan dilakukan dalam dua tingkat? 3. Pedoman Jawaban Latihan a. Bacalah dengan cermat materi bahan ajar ini, kemudian diskusikan dengan teman atau kelompok belajar Saudara. b. Diskusikan/tanyakan kepada dosen pengasuh jika saudara masih raguragu dalam memahami beberapa hal tertentu. 4. Rangkuman Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan pengadilan. Hukum acara perdata dapat ditemukan balk dalam ketentuan perundangan-undangan, yurisprudensi, perjanjian internasional, doktrin dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang berkaitan dengan hukum acara perdata dan hukum perdata materiil. Sebagaimana dengan ilmu hukum lainnya, dalam hukum acara perdata juga dikenal asas-asas. Asas-asas ini yang merupakan pegangan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukan kepadanya. C. Penutup 1. Test Formatif 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Acara perdata? 2. Mengapa kepentingan merupakan sumber Hukum Acara Perdata? 3. Jelaskan yang dimaksud dengan asas hakim pasif! 4. Sebutkan jenis-jenis lingkungan peradilan di Indonesia! 5. Jelaskan tugas seorang jurusita!

2. Umpan Balik Kerjakan latihan soal yang ada dalam bahan ajar ini. Cocokanlah dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Buatlah evaluasi sendiri tentang keberhasilan Saudara dengan cara menghitung jumlah jawaban yang benar. Tingkat penguasaan yang dicapai 90% - 100% = sangat baik 80% - 89% = baik 70% - 79% = cukup Dibawah 70% berarti kurang balk Jika tingkat penguasaan dapat mencapai 80% ke atas. berarti Saudara dapat meneruskan dengan kegiatan belajar selanjutnya. 3. Kunci Jawaban 1. Hukum Acara Perdata sebagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan pengadilan 2. Karena menurut Pasai 178 (3) HIR hakim dilarang memutuskan kurang atau lebih dari apa yang dituntu para pihak. Artinya di sini hakim terikat oleh kepentingan para pihak, sehingga hakim harus mengacu pada kepentingan. 3. Hakim pasif adalah Ruang Iingkup atau lugs pokok sengketa yang diajukan kepada hakim ditentukan oleh para pihak sendiri 4. Jenis lingkungan penradilan di Indonesia adalah lingkungan peradilan umum dan khusus, yang terdiri dari lingkungan peradilan agama (UU NO. 7 tahun 1989), militer (UU 31 Tahun 1997) serta tata usaha (UU No. 5 Tahun 1986). 5. Tugas jurusita adalah melaksanakan perintah ketua sidang, menyampaikanpengumuman, teguran, prates dan pemberitahuan putusan.