ZAKAT TEMPAT HIBURAN MALAM (THM): TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. karunia dari Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Orang yang tidak

BAB V PENUTUP. maka penulis dapat menarik kesimpulan mengenai Rekonstruksi Undang-Undang. No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

PANDANGAN ULAMA ACEH TIMUR TERHADAP PEMBAGIAN ZAKAT FITRAH SECARA MERATA (Analisa Terhadap Kasus Pembagian Zakat Fitrah di Kampung Pasir Putih)

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi sosial ekonomi dan dengan zakat, di samping ikrar tauhid (syahadat)

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu ibadah yang paling penting. Dalam Al-Qur an kerap kali

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEGIATAN BULAN SUCI RAMADHAN TAHUN 1437 H/2016 M

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara yang berkembang yang saat ini sedang giatgiatnya

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. Sebagai akhir dari pembahasan, tulisan ini menyimpulkan beberapa kesimpulan penting sebagai berikut :

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

Exchange) Surabaya perusahaan yang akan menjual saham atau Efeknya di

PENGARUH MODERNITAS TERHADAP HUKUM ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

: MKK (Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan)

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

A. Ringkasan atau Isi Penting dari Artikel

BAB I PENDAHULUAN. untuk kepentingan masyarakat, demikian juga halnya dengan daerah-daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan berkembangnya industri perbankan syariah yang terjadi pada

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. Allah. Zakat telah ditentukan oleh Allah dengan dalil-dalil syara secara

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PP NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN FATWA MUI NOMOR

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT

ANAK YATIM SEBAGAI MUSTAHIK ZAKAT DI KECAMATAN SIPIROK KABUPATEN TAPANULI SELATAN: Suatu Kajian Sosiologi Hukum

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB I PENDAHULUAN. mereka berusaha dengan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA

BAB V PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Penarikan Tarif Retribusi Parkir Wisata. 1. Menjaga kelancaran Arus Lalu Lintas di kawasan Wisata;

A. Analisis Terhadap Praktek Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Rak Antara. Produsen dan Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN. andil pada perubahan sistem dan tata nilai dalam masyarakat Islam.

Ditulis oleh Prof. Dr. DUSKI SAMAD, M.Ag./ Dekan dan Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang Rabu, 06 Agustus :11

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

BAB V PENUTUP. akhirnya pada bab ini penulis dapat suatu kesimpulan. Adapun benang merah. 1. Pendapat Ulma Tentang Zakat Atas Tambak Garam.

Kedudukan Mu amalah Konsep Dasar Mu amalah Landasan Perekonomian Islam Kegiatan dan Pengembangan Perekonomian Prinsip-prinsip dalam Penataan Ekonomi

c 1 Ramadan d 28 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

PENERAPAN WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH. Oleh : Rega Felix, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. Segala puji bagi Allah Swt. yang mengatur dan memelihara segala sesuatu yang

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

Asas Filsafat Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Prinsip-prinsip, dan Faktor-Faktor Ekonomi Islam

BAB IV DENGAN UANG DI DESA LAJU KIDUL KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

ARTIKEL WEBSITE KONSEP ZAKAT DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI DALAM MASYARAKAT ISLAM. Oleh : Drs. Kgs. H. M. Daud, M.Hi (Widyaiswara Madya BDK Palembang)

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat kebutuhan yang dimiliki oleh masyarakat.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. satu ajaran islam yang mengatur pola kesejahteraan dan kemakmuran adalah pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan untuk dapat bersaing dan bertahan. Menghadapi kenyataan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT setelah manusia

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat bukanlah sesuatu yang

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71.

BAB I PENDAHULUAN. dan peruntukannya, demikian juga halnya dengan daerah Kota Batam. Berdasarkan Undang-

RELASI ZAKAT DAN PAJAK PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan antara satu sama lain untuk saling tolong menolong karena untuk. sendiri, adakalanya meminta bantuan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Data. Setelah data hasil penelitian disajikan, dapat diuraikan sebagai sebagai. berikut:

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

Kegiatan impor dan ekspor merupakan bentuk perdagangan (tijârah). Di dalamnya praktik

dalam ibadah maupun muamalah. Namun nas-nas syarak tidak secara rinci memberikan solusi terhadap berbagai macam problematika kehidupan manusia.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal.

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

[2013] PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN TENTANG JUMAT KHUSYU. [salinan] Pemerintah Kabupaten Bima Bagian Hukum Setda.

RINGKASAN SKRIPSI A. ABSTRAK SKRIPSI

NOMOR : U-287 TAHUN Bismillahirohmanirohimi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah : MENIMBANG :

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN NYANDUNG WATANG DI DESA NGUWOK KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam zakat terdapat dua unsur, yaitu ta abbudi dan ta aqquli.

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap

Assalamu alaikum wr. wb.

Keutamaan Bulan Dzul Hijjah

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

PENYALURAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH KEPADA PARA MU ALAF DI (BAZ) BADAN AMAL ZAKAT SUMSEL

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

ZAKAT TEMPAT HIBURAN MALAM (THM): TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM A. Intan cahyani Dosen Fak.Syariah dan Hukum UIN Alauddin Abstract Zakat is the third pillars of Islam after shahaadaa and pray, so that it is a very important teaching for the Muslims. Nightspots (THM) is a phenomenon that occurs in the life of society which is very difficult to be separated with the communities especially the urban spciety because in addition as a place of entertainment for people who are busy working all day in the office, it also became the work field for many people. Zakat on nightspots can not be implemented because of a strong image in the community about its illegitimacy. So it will be good to be cautious in deciding a legal decision, moreover for social dimension with mahdhah worship. Kata Kunci : zakat Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 295

PENDAHULUAN S ecara sosiologis, zakat adalah refleksi dari rasa kemanusiaan, keadilan, keimanan, dan ketaqwaan yang mendalam yang harus muncul dalam sikap orang kaya. Zakat adalah ibadah maliyah ijtima iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat. 1 Jadi, disamping merupakan ibadah yang berdimensi mahdhah, zakat juga berdimensi sosial. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan shalat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat paham tentang kewajiban shalat dan manfaatnya dalam membentuk keshalehan pribadi. Namun tidak demikian halnya terhadap kewajiban berzakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial. Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas, kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut. Pemahaman shalat sudah merata, namun belum demikian dengan pengamalan dan motivasi zakat. Dalam sejarah penerapan zakat di Indonesia, zakat telah diatur oleh pemerintah dengan diundangkannya Undang-Undang No. 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Meski masih sebatas Undang-Undang yang bersifat diferensiasi yang hanya berlaku bagi umat muslim secara khusus. Hal ini berarti bahwa masalah zakat telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia secara nasional. Dan zakat, dalam realitasnya dewasa ini, telah mengalami pembaharuan dalam berbagai hal, baik itu dalam hal manajemen pengelolaannya, maupun mengenai obyek/jenis harta yang harus dizakatkan. Zakat terhadap Tempat Hiburan Malam (THM) merupakan wacana yang hangat diperbincangkan dalam tiga tahun terakhir ini. Hal tersebut mengingat THM telah berkembang/menjamur di tengah-tengah masyarakat baik itu di kotakota besar maupun di kota-kota kecil dan bahkan sampai di pelosok-pelosok desa. Atas kenyataan itulah sehingga, jika THM diwajibkan untuk mengeluarkan zakat, maka dapat memberi pemasukan yang sangat besar bagi Negara, disamping dengan adanya pajak yang sudah menjadi kewajiban bagi setiap warga Negara Indonesia. Demikian pula yang terjadi di Sulawesi Selatan dan terkhusus di Makassar, sebagai kota besar yang dikenal dengan pintu gerbang Indonesia Timur, tidak luput dari menjamurnya Tempat Hiburan Malam (THM) di berbagai sudut kota. Hal itu merupakan konsekwensi dari sebuah kota metropolitan. Mengacu pada uraian di atas, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah: Bagaimana Zakat Tempat Hiburan Malam (THM): Ditinjau Secara Sosiologi Hukum Islam. 1 Yusuf Qardhawi, al-ibadah fi al-islam (t.t., t.p., 1993), h. 235. 296 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

PEMBAHASAN 1. Pengertian Zakat THM Dalam al-qur an terdapat 32 buah kata zakat ( الزكاة ), bahkan sebanyak 82 kali diulang sebutannya dengan memakai kata-kata yang sinonim dengannya, yaitu sadaqah 36 kali dan infak 46 kali. Dari 32 kata zakat yang terdapat di dalam al-qur an, 29 di antaranya bergandengan dengan kata shalat. Secara bahasa, zakat berari tumbuh, bersih, berkembang, dan berkah. 2 Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Sedangkan menurut terminology syari ah, zakat berarti, kewajban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu. 3 Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefenisikan zakat sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang kepada masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai demampuan pemilik harta, yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh al-qur an, serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam. Adapun kata THM, penulis belum menemukan adanya defenisi yang terkait dengan hal tersebut. Namun berdasar pada makna umum yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka defenisi THM adalah merupakan sebuah tempat yang dibuka pada malam hari dengan tujuan untuk memberi pelayanan bagi para pengunjung yang datang untuk menghibur hati (melupakan kesedihan, dsb). Oleh pemerintah Kota Makassar berdasar atas Peraturan Daerah (Perda) No.2/2002 tentang Pengaturan dan Pemungutan Retribusi Izin Usaha Pariwisata, THM merupakan sebuah usaha yang legal karena telah mendapat izin usaha dari pemerintah terkait dengan batas waktu pengoperasiannya dan jenis usaha yang dijalankan. Batas waktu pengoperasian yang diberikan adalah dibatasi hanya sampai pukul 24.00 malam, serta tidak diperkenankan adanya perjudian, minuman keras, dan prostitusi dan lainnya yang tidak sesuai dengan Perda yang ada. Demikian pula tidak diperkenankan untuk beroperasi pada bulan Ramadhan yang dimulai dua hari sebelum masuk bulan ramadhan dan baru diperbolehkan untuk beroperasi empat hari setelah Idul Fitri. 4 Artinya, untuk ramadan tahun ini THM tutup tanggal 20 Agustus dan baru buka tanggal 25 September 2009. Bukan hanya THM, semua kegiatan usaha karaoke, rumah bernyanyi keluarga, panti pijat, dan sejenisnya termasuk salon lulur untuk pria, serta tempa hiburan dalam hotel atau penginapan juga akan mendapat sanksi jika melanggar. 5 2 Majma Lughah al- Arabiyah, Mu jam al-wasith, Juz I, (Mesir Dar al-ma arif, 1972), h.396. 3 Ibid. 4 Pemerintah Kota Makassar-Ramadan, THM Dilarang Operasi, http: www.mkskota.go.id /index.php?option=com_content&task=view&id=1918&itemid=128&data=2008-301, diakses tanggal 12 Juli 20012. 5 Metropolis Fajar, THM Melanggar Berat, Izin Langsung Dicabut, Senin 17 Agustus 2009. Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 297

Wacana penarikan zakat terhadap THM pernah mengemuka, yaitu dengan dibentuknya Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Zakat di DPRD Sulawesi Selatan. Namun karena yang kontra lebih banyak daripada yang pro, hingga mengakibatkan Ranperda tersebut batal dilaksanakan. 2. Tempat Hiburan Malam (THM): Tinjauan Sosiologis Secara yuridis, pengoperasian THM di Makassar adalah legal karena telah mendapatkan izin usaha dari pemerintah seperti yang diungkapkan oleh M.Ruslan, ketua Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Zakat pada Beritasore.com, Sabtu 7 Juli 2007. 6 Ada beberapa alasan yang menyebabkan THM mendapatkan izin usaha pengoperasiannya. a. Tidak dapat dipungkiri bahwa THM merupakan tempat usaha yang mampu menyerap tenaga kerja bagi orang banyak. b. Tempat Hiburan Malam dapat menambah pemasukan bagi daerah (Negara), c. THM merupakan tempat hiburan (refreshing) bagi orang sibuk setelah seharian kerja di kantor (tempat kerja). Inilah yang merupakan manfaat (mashlahat) dari adanya THM tersebut. Sehingga tidak dapat dipungkiri jika faktanya THM sangat membantu pemerintah dalam mengatasi tingginya angka pengangguran di kota makassar serta besarnya pemasukan (pajak) yang diberikan terhadap pemerintah, apalagi jika usul mengenai zakat terhadap THM berhasil dilakukan. Alasan ini pulalah yang menyebabkan pemerintah enggan untuk menarik izin usaha beberapa THM yang bandel dalam pengoperasiannya meskipun jelas-jelas didapati adanya pelanggaran yang ditemui di lapangan. Kenyataan inilah yang semakin mempersubur munculnya THM-THM di Kota Makassar, karena adanya rasa saling membutuhkan antara pemerintah serta para pengelola Tempat Hiburan Malam. Padahal kalau pemerintah ingin bersikap tegas untuk memberantas segala bentuk kemaksiatan serta segala hal yang menyertainya, hal itu bisa saja dilakukan. Yaitu dengan tidak memperpanjang izin usaha operasinya, karena izin usaha pariwisata harus terus diperbaharui tiap dua tahun, namun hal tersebut tidak dilakukan. Terlepas dari segala dampak positif yang dimiliki oleh THM, namun oleh masyarakat selalu diidentikkan dengan tempat melakukan perbuatan maksiat. Tapi anehnya, meski tempat tersebut selalu mendapat cerca dari masyarakat, namun di sisi lain juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal itu dapat dibuktikan dengan hadirnya tempat-tempat hiburan di kota-kota wisata sebagai tambahan atau pelengkap bagi pengunjung/wisatawan. Dan bahkan hampir di setiap pusat keramaian dilengkapi dengan THM. Sehingga berakibat pada beberapa dampak negative. Adapun dampak negatif (mafsadat) dari hadirnya THM, yaitu: 6 MUI Haramkan Zakat Dari Tempat Hiburan Malam, http://berita sore.com/2007/07/07/mui-haramkan-zakat-dari-tempat-hiburan-malam/, diakses tanggal 3 Juni 2009. 298 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

a. Banyaknya wanita-wanita penghibur yang menjajakan dirinya di THM b. Munculnya penyakit-penyakit yang aneh akibat dari prostitusi, misalnya AIDS. c. Merajalelanya penjualan minuman keras d. Semakin menjamurnya perjudian Dari beberapa bentuk efek negatif dari hadirnya tempat-tempat hiburan malam yang ada di Makassar sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru terdengar dan menjadi keprihatinan masyarakat. Al-Qur an menggambarkan secara eksplisit bagaimana prostitusi (zina), 7 khamar, 8 dan judi 9 merupakan penyakit masyarakat yang sudah ada jauh sebelum Islam datang. Ketiganya menjadi jualan Tempat-Tempat Hiburan Malam yang ada di Makassar, meskipun dalam izin usahanya tidak mencantumkan jenis-jenis usaha tersebut. Sebab, tidak dapat dipungkiri dan sudah menjadi rahasia umum jika tanpa ketiga jenis usaha tersebut maka sebuah Tempat Hiburan Malam tidak akan mungkin ramai didatangi pengunjung. Itulah kenyataanya, fakta sosial menunjukkan bahwa sebagian masyarakat masih membutuhkan THM, dan kecendrungan mereka mencari THM yang memberi pelayanan ekstra, yaitu yang mampu menghadirkan fasilitas yang benar-benar menjadi kebutuhan mereka, seperti dengan adanya perempuan cantik yang selalu siap memberi servis plus-plus yang tentunya menjadi kebutuhan bagi pengunjung yang datang ke tempat itu. Atas dasar tersebut, ketika sebuah Tempat Hiburan Malam beroperasi dengan berpatokan pada batasan yang diberikan oleh pemerintah, yaitu beroperasi hanya sampai pukul 12.00 serta jenis usaha tertentu saja, atau dengan menghadirkan Tempat Hiburan Malam yang Islami, maka sudah bisa dipastikan jika THM tersebut tidak bakal ramai didatangi oleh pengunjung. Karena mereka yang datang ke tempat tersebut menginginkan suatu hal yang berbeda dari yang biasa mereka dapatkan. Semakin seronok penampilan dan cara berpakaian perempuan di tempat itu, maka akan semakin menambah daya tarik dari THM tersebut. Atau semakin banyak jenis minuman keras yang ditawarkan, maka akan semakin betahlah pengunjung yang datang. Kenyataan masyarakat tersebut dalam ilmu sosial diketahui jika merupakan ciri dari sebuah kemoderenan. Modernisasi adalah sebuah bentuk perubahan sosial, yang meliputi bidang yang sangat luas, dan salah satu kenyataan yang dihadapi yaitu menyangkut proses disorganisasi adalah proses berpudarnya atau melemahnya nilainilai dalam masyarakat karena adanya perubahan. Perwujudan disorganisasi yang nyata adalah timbulnya masalah-masalah sosial, yang diistilahkan dengan deviation (penyimpangan). 10 Salahsatu bentuk penyimpangan yang terjadi dalam sebuah 346-347. 7 QS. al-nur (24): 2. 8 QS. al-maidah (120): 90. 9 Ibid. 10 Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar (Cet. 33; Jakarta: Rajawali Press, 2002), h. Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 299

masyarakat moderen yaitu dengan tidak menjadikan agama sebagai filter dalam kehidupan sehari-hari. 11 Ini pulalah yang terjadi di Makassar bagi sekelompok orang yang telah mengalami pergeseran nilai. Tempat Hiburan Malam telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Agama, tidak lagi mampu membentengi diri mereka dari berbagai tindakan/pikiran buruk. Sehingga kegalauan hati hanya dapat terselesaikan di THM. 3. Zakat Tempat Hiburan Malam (THM): Tinjauan Hukum Islam Untuk menentukan kedudukan zakat THM, maka kita harus kembali memperhatikan syarat-syarat zakat mal yang telah ditetapkan oleh ulama fikih, yaitu: 12 a. Syarat bagi orang yang wajib berzakat; b. Muslim c. Merdeka d. Balig/berakal b. Syarat bagi obyek yang dizakatkan; a. Milik penuh b. Cukup nishab/setiap panen c. Melebihi kebutuhan pokok d. Bukan harta yang diperoleh dengan cara haram c. Syarat sah zakat; a. Niat b. Bersifat pemilikan Berdasar atas persyaratan fikih tersebut, terdapat dua hal yang masih perlu ditelaah lebih jauh terkait dengan penerapan zakat terhadap THM, yaitu syarat sebagai muslim, dalam kedudukannya sebagai subyek zakat serta dari sumber yang dizakatkan, dalam kedudukannya sebagai obyek zakat. Faktanya, di kota Makassar kita melihat banyaknya THM yang ada itu dikelola oleh non muslim, sehingga sudah dapat dipastikan bahwa mereka tidak diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada pula yang dikelola oleh mereka yang beragama Islam. Atas kenyataan tersebut menimbulkan perbedaan pendapat ketika akan menetapkan keharusan mengeluarkan zakat atas hasil usaha yang mereka peroleh. Pertimbangannya kemudian adalah, apakah harta yang diusahakan mereka yang beragama Islam lewat usaha Tempat Hiburan Malam tersebut wajib untuk dikeluarkan zakatnya?. Untuk dapat menjawab masalah tersebut, sebelumnya hendaklah mengklasifikasikan sebuah bisnis halalan-tayyiban (suci) yaitu bisnis yang dilakonkan sesuai dengan syari ah sehingga wajib dikeluarkan zakatnya. Oleh Arfin Hamid dalam 11 Elizabeth K. Nottingham, Religion And Society, yang diterjemahkan oleh Abd. Muis Naharong dalam Agama Dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama (Cet. 8; Jakarta: Rajawali Perss, 2002), h. 41-59. 12 Wahbah az-zuhaily, al-fiqh al-islam wa Adillatuhu, diterjemahkan oleh Agus Effendi dan Bahruddin Fanani dalam Zakat: Kajian Berbagai Mazhab (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 98-119. Bandingkan dengan Yusuf Qardawi, Fiqh Zakat, diterjemahkan oleh Salman Harun, Didi Hafidhuddin, dan Hasanuddin, dalam Hukum zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan filsafat Zakat Berdasarkan Qur an dan Hadis, cet. IV, (Jakarta: Mizan, 1996), h. 96-164. 300 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

tulisannya, 13 menyatakan bahwa paling tidak melalui sedikitnya empat tahapan sebagai unsur yang saling berkait dan tidak terpisahkan, sehingga melahirkan sistem bisnis yang betul-betul sesuai syari ah. Beberapa tahapan itu sebagai berikut: 1. Penentuan obyek usaha (barang atau jasa), seluruhnya harus terjamin keabsahan dan kehalalannya, bukan termasuk haram lidzatihi. 2. Metode/proses pengelolaan dan menjalankan bisnis tidak terdapat unsurunsur yang diharamkan, bukan termasuk haram lighairi zhatihi. 3. Hasil/output-nya dipastikan terjamin kehalalannya. 4. Penggunaan dan pengelolaan hasil/harta itu dalam korodor limardhatilah. Dari beberapa tahapan yang tersebut di atas, nyatalah betapa untuk menetapkan sesuatu usaha haram atau halal tidak semudah yang dibayangkan, hal tersebut disebabkan karena membutuhkan kejelian, kehati-hatian, dan penguasaan kaedah-kaedah ushul fikih karena sifatnya yang kasuistik dan complicated. Sehingga, meskipun asumsi awalnya jika THM tersebut adalah bisnis, namun tidak bisa terlepas dari pemahaman bahwa sebuah bisnis pun juga diatur sangat ketat dalam hukum Islam, yakni dalam fikih muamalah pada topik al-bai. Apalagi jika bisnis/usaha tersebut akan dijadikan sebagai obyek yang harus dikeluarkan zakatnya. Sehingga tidak benar jika ada pemahaman jika persoalan bisnis tidak diatur dalam Islam. Pada kasus THM, ketika melihat pada poin (1) maka usaha itu dikategorikan legal secara hukum dengan dasar bahwa adanya izin usaha yang diperoleh dari pemerintah (tentang batas waktu pengoperasiannya dan jenis usaha yang dijalankan), akan tetapi pada poin (2) sampai (4) umumnya pemilik usaha THM melanggar perizinan tersebut dengan melampaui batas waktu yang telah ditentukan dan menambah jenis usahanya. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh H.A. Qadir Gassing, yang menyederhanakannya menjadi tiga poin saja, bahwa dalam Islam ada tiga patokan sesuatu itu bisa dianggap benar. Jika salah satunya tidak ada, maka sudah pasti salah, yaitu: 14 1. Niatnya harus baik 2. Prosesnya benar yaitu tidak menyalahi ajaran agama 3. Tujuannya juga benar Atas dasar itulah penulis berpendapat bahwa menjadikan THM sebagai obyek zakat yang wajib ditarik keuntungannya oleh pemerintah tampaknya belum bisa atau tepatnya penulis katakan haram. Hal tersebut disebabkan karena dua hal: Pertama, adanya stigma buruk yang melekat di masyarakat dan menjadi rahasia umum bahwa THM itu adalah tempat maksiat. Hal ini disebabkan karena mereka yang masuk ke dalam THM cenderung untuk melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral agama. Kedua, tidak diperkenankan untuk beroperasi pada bulan Ramadhan yang dimulai satu hari sebelum dan baru diperbolehkan untuk beroperasi tiga hari setelah Idul Fitri. Itu berarti THM itu identik dengan kemaksiatan, 13 Arfin Hamid, Zakat Hanya Pada Bisnis Tazkiyah, Masukan Untuk Pansus Ranperda Zakat, http://wap.fajar.co.id.news.php?newsid=37459, diakses tanggal 3 Juni 2012. 14 H.A. Qadir Gassing, Jangan Bangun Daerah Dari Uang Haram, http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=37227, diakses tanggal 19 Juli 2012. Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 301

sebab itu pemerintah setempat menutup semua kegiatan selama bulan suci ramadhan untuk menghormati umat muslim yang sedang menjalani ibadah puasa. Atas dua hal tersebutlah yang menjadi alasan bahwa usaha THM adalah haram dan tidak dibenarkan untuk ditarik zakatnya karena zakat tidak dibenarkan bersumber dari penghasilan yang samar-samar (garar) atau hasil aktipitas kemaksiatan yang tentunya haram. Secara umum dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat muslim, bahwa segala sesuatu yang bersumber dari keharaman, maka pemanfaatan hasilnya juga haram. Terlebih lagi hendaknya dipahami bahwa untuk mensucikan harta dengan jalan berzakat sangat tidak benar jika itu dilakukan dengan harta yang kotor, yang jika penulis analogikan yaitu seseorang yang mencoba untuk bersihkan tubuh (mandi) hendaknya menggunakan air yang bersih bukannya dengan air yang kotor. Sehingga penulis beranggapan bahwa tidak ada salahnya untuk kita ihtiyaht (berhati-hati) sehingga yang lebih utama adalah tidak menarik zakat atas THM, karena sebagaimana kaedah fikih berbunyi sebagai berikut: Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan adanya keraguan. 302 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 16 اليقني ال يزال بالشك 15 املشكوك ىف وجوبه ال جيب فعله Yang meragukan tentang hukum wajibnya, maka tidak wajib dilakukan Berdasar atas kaedah fikih tersebut di atas, penulis sekali lagi mempertegas bahwa keinginan untuk menarik zakat terhadap sebuah tempat usaha yang dalam hal ini sebuah Tempat Hiburan Malam, tampaknya sangat mustahil untuk dilaksanakan mengingat adanya beberapa hal yang mengindikasikan keharamannya. Bersikap hatihati terhadap sebuah keputusan hukum merupakan sebuah keniscayaan terlebih lagi mengingat hal tersebut merupakan sebuah ibadah mahdhah yang dimensi sosialnya sangat besar. Sebenarnya keinginan pemerintan untuk menarik zakat penghasilan baik itu perorangan maupun Badan Hukum adalah dibenarkan, sebagaimana dalam UU no.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, 17 namun hendaknya jangan diterapkan pada level yang diselimuti oleh pandangan kontra yang terlalu tajam jika memang ada kemaslahatan yang diusung oleh pemerintah dengan zakat. Namun hendaknya mencari sumber pemasukan yang lebih halal untuk dibuatkan Ranperda Pengelolaan Zakat di Makassar, misalnya zakat profesi yang sudah jelas-jelas difatwakan kebolehannya oleh Majelis Ulama Indonesia. Akhirnya, menjadi tugas pemerintahlah untuk serius dalam menyikapi persoalan Tempat Hiburan Malam dan pemerintah hendaknya bersikap tegas dalam hal ini. Pada dasarnya, pemerintah sangat mengetahui bahwa banyak pengelola THM 15 H. A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah Praktis (Cet.I; Jakarta: Kencana, 2007), h. 42. 16 Ibnu Taimiyah, al-siyasah al-syar iyyah fi al-iashlahi al-ra I wa al-ra yah (t.t.: Dar al-kutub al- Arabi, t.t.), h.52. 17 Yaitu pada bab IV pasal 11 ayat 2, tertuang mengenai jenis-jenis harta yang dikenai zakat, dan salah satu jenis diantaranya adalah hasil pendapatan dan jasa. Lihat, Kanwil Departemen Agama Prop. Sul-Sel, Undang-Undang RI no. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Ujungpandang: 1999), h. 7.

yang melanggar izin usaha yang diberikan namun pemerintah enggan untuk mencabut izinnya karena mengetahui besarnya pemasukan yang diberikan kepada pemerintah. Bahkan lebih jauh lagi, pemerintah menginginkan agar penghasilan besar yang didapatkan oleh THM tersebut, di samping pajak, juga ditarik zakatnya karena banyak pula pengelola THM yang beragama Islam. Meskipun diketahui betul bahwa pada umumnya hasil usaha THM tersebut berasal dari aktipitas yang samar-samar, meskipun masih ada yang bersih, sehingga sangat meragukan untuk dapat ditarik zakatnya. PENUTUP THM adalah fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang sangat sulit dipisahkan dengan masyarakat terutama masyarakat perkotaan karena di samping sebagai tempat hiburan bagi orang yang sibuk bekerja seharian di kantor, juga menjadi lapangan pekerjaan bagi banyak orang, serta menjadi salah satu sumber penghasilan daerah, namun THM selama ini selalu diidentikkan dengan tempat melakukan perbuatan maksiat. Zakat THM menjadi kontropersi dalam masyarakat, di satu pihak menganggap bahwa THM diwajibkan membayar zakat dengan alasan bahwa usaha ini telah mendapat izin dari pemerintah dan pemerintah tidak akan mungkin memberikan izin jika diketahui akan membuka praktek yang bertentangan dengan ajaran agama. Kemudian di pihak lain mengatakan bahwa zakat THM hukumnya haram dengan indikatornya adalah kuatnya stigma buruk yang melekat di tengah-tengah masyarakat yang menyatakan bahwa THM adalah tempat untuk berbuat maksiat, sehingga mereka yang datang ke sana cenderung untuk berbuat maksiat, serta larangan untuk membuka THM selama dalam bulan ramadhan untuk menghormati umat muslim yang sedang melaksanakan ibadah puasa. Atas kenyataan tersebut, penulis berpendapat bahwa zakat terhadap Tempat Hiburan Malam tidak dapat dilaksanakan, karena image kuat dalam masyarakat mengenai keharamannya. Sehingga tidak ada salahnya untuk bersikap hati-hati dalam menentukan sebuah keputusan hukum, apalagi untuk sebuah ibadah mahdhah yang berdimensi sosial. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan shalat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. THM adalah fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang sangat sulit dipisahkan dengan masyarakat terutama masyarakat perkotaan karena di samping sebagai tempat hiburan bagi orang yang sibuk bekerja seharian di kantor, juga menjadi lapangan pekerjaan bagi banyak orang,. Zakat terhadap Tempat Hiburan Malam tidak dapat dilaksanakan, karena image kuat dalam masyarakat mengenai keharamannya. Sehingga tidak ada salahnya untuk bersikap hati-hati dalam menentukan sebuah keputusan hukum, apalagi untuk sebuah ibadah mahdhah yang berdimensi sosial. Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 303

DAFTAR PUSTAKA Al-Qur an Al-Karim Al- Arabiyah, Majma Lughah, Mu jam al-wasith, Juz I, Mesir Dar al-ma arif, 1972. Az-Zuhaily, Wahbah, al-fiqh al-islam wa Adillatuhu, diterjemahkan oleh Agus Effendi dan Bahruddin Fanani dalam Zakat: Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997. Djazuli, H. A., Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah Praktis, Cet.I; Jakarta: Kencana, 2007. Fajar, Metropolis, THM Melanggar Berat, Izin Langsung Dicabut, Senin 17 Agustus 2009. Jangan Bangun Daerah Dari Uang Haram, http://cetak.fajar. co.id/news. php? newsid=37227, diakses tanggal 19 Juli 2009. Kanwil Departemen Agama Prop. Sul-Sel, Undang-Undang RI no. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Ujungpandang: 1999. MUI Haramkan Zakat Dari Tempat Hiburan Malam, http://berita sore.com/2007/07/07/mui-haramkan-zakat-dari-tempat-hiburanmalam/, diakses tanggal 3 Juni 2009. Nottingham, Elizabeth K., Religion And Society, yang diterjemahkan oleh Abd. Muis Naharong dalam Agama Dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Cet. 8; Jakarta: Rajawali Perss, 2002. Pemerintah Kota Makassar-Ramadan, THM Dilarang Operasi, http: www.mkskota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1 918&itemid=128&data=2008-301, diakses tanggal 12 Juli 2009. Soekanto, Soerjono, Sosiologi: Suatu Pengantar, Cet. 33; Jakarta: Rajawali Press, 2002. Taimiyah, Ibnu, al-siyasah al-syar iyyah fi al-iashlahi al-ra i wa al-ra yah, t.t.: Dar al- Kutub al- Arabi, t.t. Qardhawi, Yusuf, al-ibadah fi al-islam, t.t., t.p., 1993. Qardhawi, Yusuf, Fiqih Zakat, diterjemahkan oleh Salman Harun, Didi Hafidhuddin, dan Hasanuddin, dalam Hukum zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan filsafat Zakat Berdasarkan Qur an dan Hadis, cet. IV, Jakarta: Mizan, 1996. Zakat Hanya Pada Bisnis Tazkiyah, Masukan Untuk Pansus Ranperda Zakat, http://wap.fajar.co.id.news.php?newsid=37459, diakses tanggal 3 Juni 2009. 304 Al-Risalah Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012