Bloom di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga, Jawa Tengah Kesesuaian Kata Kerja Operasional (KKO) Yang Terdapat Pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan sistem pendidikan. Menurut Undang Undang Republik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pada taksonomi Bloom Se kota Salatiga, Jawa Tengah.

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA. Pedoman ini adalah alat untuk memperoleh data-data tentang kemampuan

KAJIAN SK - KD. sebagai PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS

Kompetensi Dasar. perencanaan program. rangka implementasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa ahli mengemukakan bahwa media dalam proses pembelajaran cenderung

Oleh Astutik Handayani

Prinsip dan Langkah-Langkah Pengembangan Silabus

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate)

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK PADA MATERI :. KELAS 10/11/12 MA SEMESTER GANJIL/GENAP

Pengembangan Silabus dan R P P. oleh : Susiwi S

PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perubahan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Disampaikan pada Pembekalan Mikro teaching Mahasiswa PGSD-UAD RINI NINGSIH, M.Pd.

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN SENI BUDAYA (SENI RUPA)

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kalangan guru ilmu pengetahuan sosial (IPS) Negeri se Kecamatan Ambarawa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

PEMBELAJARAN TEMATIK SD BERMUATAN IPS DENGAN MEDIA GAMBAR SEDERHANA

ANALISIS KEMAMPUAN GURU MENGELOLA PEMBELAJARAN TEMATIK MENURUT KURIKULUM 2013 DI SD NEGERI 1 SOPAI KABUPATEN TORAJA UTARA

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KONSEP RENCANA PEMBELAJARAN

Terima kasih telah mengunjungi

PENGEMBANGAN SILABUS

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN. Pusat Kurikulum - Balitbang Depdiknas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Bloom Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah.

PERENCANAAN PEMBELAJARAN: SILABUS & RPP. Hj. Yeti Mulyati Universitas Pendidikan Indonesia

EDISI : 4 PENGEMBANGAN SILABUS. Modul : Pengembangan Silabus Soal-soal Pengembangan Silabus

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting

2015 PENERAPAN PENILAIAN OTENTIK D ALAM RANGKA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PAD A MATA PELAJARAN TEKNOLOGI MEKANIK D I SMK

UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Pengembangan Silabus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan pembelajaran

IMPLEMENTASI KTSP SENI BUDAYA PADA JENJANG PENDIDIKAN SMP DAN SMA. Taswadi ABSTRAK

SILABUS SEBAGAI LANDASAN PELAKSANAAN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAGI GURU YANG PROFESIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

MATA PELAJARAN : SENI BUDAYA JENJANG PENDIDIKAN : SMP

STUDI TENTANG KETERCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PADA MATERI PENGISIAN REFRIGERAN DI UNIT TATA UDARA DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan salah satu bi dang studi yang menduduki

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar)

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

Silabus dan RPP. Oleh: Prof. Dr. Mohamad Nur R. Wakhid Akhdinirwanto. Silabus dan RPP PPt Final Plus 1

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar)

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya

Pemahaman Guru Fisika SMA Kota Medan dalam Mengimplementasikan Standar Evaluasi Pendidikan

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. matematika di SMA Negeri 1 Klaten dapat disampaikan berikut.

Bagaimana memilih bahan ajar? Prinsip Kecukupan. Cakupan Bahan Ajar. Urutan Penyajian Bahan Ajar

UNIT 2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan IPS. Pendahuluan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Kelas Akselerasi di SMA

BAB I PENDAHULUAN. pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Hamalik, 2011: 18).

BAB IV HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN

REVIEW DAN REVISI SILABUS-RPP MAPAEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) Oleh: Ajat Sudrajat

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelajaran Matematika merupakan wahana yang dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing serta dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anggis Nusantri, 2014 Kompetensi Guru Seni Budaya Dalam Meingplementasikan Kurikulum 2013

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MALIA ULFA. Jl. Semarang 5 Malang.

ABSTRAK. Kata kunci : Penerapan, Berbasis Masalah (problem based learning), Hasil Belajar, Sosiologi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

STUDI REALITAS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN PAI DAN BUDI PEKERTI JENJANG SMA

MERANCANG PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MELALUI PERUMUSAN INDIKATOR. Oleh: Nur Dewi Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TEMATIK DAN EVALUASINYA DALAM KURIKULUM 2013 SISWA KELAS RENDAH

BAB 11 KAJIAN TEORI. pengetahuan. Kemampuan pemahaman (comprehention) adalah. situasi serta fakta yang diketahuinya. 1 Dapat pula Pemahaman diartikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin proses belajar mengajar akan berhasil dengan lancar dan baik.

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

RELEVANSI MATERI PEMBELAJARAN TEKNIK REFRIGERASI DI PERGURUAN TINGGI DAN DI SMK DENGAN STANDAR UJI KOMPETENSI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

Transkripsi:

49 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh saat peneliti melakukan penelitian di lapangan sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab permasalahan penelitian pada BAB 1 yaitu seberapa jauh kemampuan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional(kko) ranah kognitif pada taksonomi Bloom di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga, Jawa Tengah. 4.1. Hasil Temuan Bagian ini mengemukakan hasil temuan yang diperoleh saat peneliti malakukan penelitian dilapangan. 4.1.1. Kesesuaian Kata Kerja Operasional (KKO) Yang Terdapat Pada Indikator Dengan Kompetense Dasar Yang Sesuai Dengan Materi Ajar Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pada penguasaan kompetensi dasar ini tidak semua guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Jawa Tengah mengusai komponen penting yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Sebanyak tiga belas orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah Menengah Pertama Atau 59% responden dapat mendeskripsikan pengertian kompetensi dasar sesuia dengan yang terdapat pada kurikulum, atau literatur lainya, sementara sebanyak Sembilan orang guru Ilmu Pengatahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Jawa Tengah Atau 41% responden tidak dapat mendeskripsikan pengertian kompetensi dasar yang sesuia dengan kurikulum atau literaturnya.

50 Penguasaan deskripsi oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Jawa Tengah.Tentang pengertian kompetensi dasar lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 1. 1 pada lampiran 5 halaman28. Selain itu sebanyak 7 orang dari 22 guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Atau sebanyak 31,8% responden dapat mendeskripsikan pengertian komponen penting yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar yang ada pada kurikulum mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sedangkan sebanyak lima belas orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Atau 68,2% responden tidak dapat mendeskripsikan pengertian komponen penting yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar yang ada pada kurikulum mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Penguasaan deskripsi oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se kota Salatiga. Tentang komponen penting yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 1. 2 lampiran 5 halaman 28. Temuan yang terakhir adalah sebanyak 19 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama(SMP) Se Kota Salatiga atau sebanyak 86,4% dapat mendeskripsikan apakah guru dalam menyusun indikator terdapat kata kerja operasional (KKO) yang sesuia dengan kompetensi dasar pada taksonomi Bloom sedangkan sebanyak 3 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga atau

51 13,6% responden tidak dapat mendeskripsikan apakah guru dalam menyusun indicator terdapat kata kerja operasional (KKO) yang sesuai dengan kompetensi dasar pada taksonomi Bloom oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga. Tentang komponen penting oleh guru dalam menyusun indicator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) yang sesuai dengan kompetensi dasar pada taksonomi Bloom. Lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 1. 3 lampiran 5 halaman 29. Dari temuan diatas dapat disimpulkan bahwa sebanyak 12 orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial atau 54,5% responden menguasai bagaimana menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada Taksonomi Bloom mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan sebanyak 10 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 45,5% responden tidak menguasai bagaimana cara menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada Taksonomi Bloom. Sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga menguasai bagaiamana menentukan indicator dengan menggunakan kata kerja oprasional (KKO) ranah kognitif oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Tentang kesesuian menentukan indicator dengan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada Taksonomi Bloom lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 1 pada lampiran 5 halaman 29.

52 2.1.2. Kesesuaian Jenjang Pada Ranah Kognitif Taksonomi Bloom Yang Dikehendaki Oleh Guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Dalam Pengembangan Indikator Pada kesesuian kata kerja operasional (KKO) yang ada pada indikator dengan materi ajar yang dikehendaki pada Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga Jawa tengah. Sebanyak 2 dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 9.1% responden dapat mendeskripsikan pengertian taksonomi Bloom Ranah Kognitif pada kurikulum mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sedangkan 20 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 90,9% tidak dapat mendeskripsikan pengertian taksonomi Bloom Ranah Kognitif pada kurikulum mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Penguasaan deskripsi oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Jawa Tengah.Tentang pengertian taksonomi Bloom ranah kognitif lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 2. 1 pada lampiran 5 halaman 30. Sebanyak empat orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Menengah (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 18,2% responden dapat mendeskripsikan tentang bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif pada kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sedangkan sebanyak 18 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 81,8% responden

53 tidak dapat mendeskripsikan tentang bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah Kognitif yang sesuai pada kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Kemampuan deskripsi oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tentang bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai pada kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dapat di lihat dari Gambar 2.Y 2. 2. pada Lampiran 5, halaman 30. Selanjutnya delapan orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 36,4% responden dapat mendeskripsikan guru tentang penyusunan indicator dengan menggunakan jenjang taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai dengan kompetensi dasar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sedangkan sebanyak 14 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 63,6% responden tidak dapat mendeskripsikan mendeskripsikan guru tentang penyusunan indikator dengan menggunakan jenjang taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai dengan kompetensi dasar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Kemampuan deskripsi oleh guru mata guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tentang penyusunan indicator dengan menggunakan jenjang taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai dengan kompetensi dasar yang dilakukan oleh guru pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dapat di lihat dari Gambar 2.Y 2. 3 pada Lampiran 5, halaman 31.

54 Temuan yang terakhir adalah sebanyak 15 orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 68,2% responden dapat mendeskripsikan apakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom ranah kognitif yang dikehendaki oleh guru pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu yang sesuai dengan materi pembelajaran pada struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan 7 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 31,8% responden tidak dapat mendeskripsikanapakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom ranah kognitif yang dikehendaki oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu yang sesuai dengan materi pembelajaran pada struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kemapuan deskripsi oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tentang penyusunan indikator, apakah indikator yang dibuat udah sesuia dengan tingkat taksonomi Bloom ranah kognitif yang dikehendaki oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu yang sesuai dengan materi pembelajaran pada struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dapat di lihat dari Gambar 2.Y 2. 4 pada lampiran 5 halaman31. Dari temuan temuan diatas dapat disimpulkan bahwa sebanyak delapan orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau 36,4% responden menguasai jenjang ranah kognitif Taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial (IPS) dan sebanyak 14 guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau 63,6% responden tidak menguasai jenjang ranah

55 kognitif pada Taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dari 63,6% responden yang tidak menguasai Jenjang Taksonomi Bloom ranah Kognitif kebanyakan dari guru guru mengiginkan tingkatan sampai level tinggi yaitu berkreasi tetapi kenyataanya didalam indicator pembelajaran tingkatan yang digunakan dalam menyusun indicator pembelajaran adalah level satu yaitu mengingat. Penguasaan deskripsi oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah pertama (SMP) tentang jenjang pada ranah kognitif taksonomi bloom yang dikehendaki oleh guru lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar Y 2. Pada lampiran 5 halaman 32.

56 Adapun hasil temuan tersebut dapat di lihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.1. Kemampuan Guru Dalam Menentukan Indikator Dengan Menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO) ranah Kognitif Pada Taksonomi Bloom Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah. Indikator N Sesuai % Tidak sesuai % Pengertian kompetensi dasar 22 13 59% 9 41% Komponen penting dalam menyusun 7 31,8% 15 68,2% 22 kompetensi dasar. Kesesuaian kata kerja operasional (KKO) dengan kompetensi dasar pada taksonomi Bloom dalam penyusunan indicator. 22 19 86,4% 3 13,6% Kesesuian menentukan indikator 22 12 54,5% 10 45,5% dengan menggunakan kata kerja (KKO) ranah kognitif pada Taksonomi Bloom sesuai dengan kompetensi dasar yang sesuai dengan materi ajar. Pengertian taksonomi Bloom ranah 22 2 9,1% 20 90,9% kognitif. Bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah 22 4 18,2% 18 81,8% kognitif. Pembuatan indicator yang dikehendaki 22 8 36,4% 14 63,6% dengan menggunakan jenjang taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai dengan kompetensi dasar. Apakah setiap indicator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom ranah Kognitif yang dikehendaki. 22 15 68,2% 7 31,8% Kesesuaian jenjang ranah kognitif pada taksonomi Bloom yang dikehendaki 22 8 36,4% 14 63,6% oleh guru dalam pengembangan indikator. 4.2. Pembahasan Pada bagian ini, dikemukakan mengenai pembahasan atas temuan temuan yang telah digambarkan dengan menggunakan landasan teori pada Bab II maupun landasan teori teori yang tidak terdapat pada Bab II akan tetapi relevan untuk digunakan.

57 4.2.1. Kesesuian Kata Kerja Operasional (KKO) Yang Terdapat Pada Indikator Dengan Kompetensi Dasar Yang Sesuia Dengan Materi Ajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Indikator merupakan penanda pencapaian Kompetensi Dasar (KD) yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi Dasar merupakan perincian lanjut dari standar kompetensi yang disusun dalam cakupan materi dan kata kerja yang digunakan.kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu ditanyakan sedemikian rupa agar dapat di nilai, sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman langsung. Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik mata pelajaran tertentu sebagai rujukan menyusun indikator. 62 Kompetensi dasar dalam silabus terutama dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sangat penting. Hal ini berguna untuk mengingatkan guru untuk mengetahui seberapa jauh tuntutan target kompetensi yang harus dicapainya. Didalam komponen Kompetensi Dasar ini juga dimuat hasil belajar, yaitu pernyataan unjuk kerja yang diharapkan setelah peserta didik mengalami pembelajaran dalam kompetensi tertentu. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Kompetensi Dasar ialah pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai 62 Pengertian ketercapaian kompetensi dasar, http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2139260-pengertian-ketercapaian-kompetensi-dasar/#ixzz1igkzkwnk

58 standar kompetensi yang telah ditetapkan. 63 Sehingga ketercapaian kompetensi dasar oleh peserta didik yang harus dimiliki sebagai rujukan bahwa peserta didik tersebut telah menguasai materi yang telah diberikan untuk bekal kehidupannya dalam bermasyarakat. Guru dituntut untuk menguasai Kompetensi Dasar agar peserta didik yang diampu dapat menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak 13 orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dengan mendeskripsikan kompetensi dasar yang terdapat dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Namun sebanyak sembilan orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dengan apa yang terdapat pada penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah dapat menguasai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam kurikulum. Jika 13 orang guru dari 22 orang guru menguasai kompetensi dasar maka didalam penyusunan indikator guru bisa menguasai dan guru bisa mengerti seberapa jauh tuntutan target yang harus dikuasai kompetensinya sehingga ketercapaian peserta didik yang harus dimiliki sebagai rujukan bahwa peserta 171. 63 Wina Sanjaya, 2008, kurikulum dan pembelajaran, prenada media group, Jakarta, hlm.

59 didik tersebut telah menguasai materi yang telah diberikan untuk bekal kehidupannya dalam bermasyarakat bisa tercapai. Sedangkan sembilan guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai kompetensi dasar, maka didalam penyusunan indikator yang dibuat oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak akan terarah pada standar kompetensi yang diharapkan yang berakibat kurang baik bagi perkembangan peserta didik didalam proses belajar mengajar. Pembahasan selanjutnya tentang komponen dalam penyusunan kompetensi dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah kesesuian deskrispsi oleh guru tentang komponen penting apa saja dalam penyusunan kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Adapun dalam mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini: 1. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat kesulitan materi, tidak harus sesuai dengan urutan yang ada di standar isi. 2. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran. 3. Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya, apabila belum lakukanlah analisis lanjut untuk menemukan indikator-indikator lain yang kemungkinan belum terindentifikasi. 4. Tambahan indikator lain sebelum dan sesudah indikator yang teridentifikasi sebelumnya dan rubahlah rumusan yang kurang tepat dengan lebih akurat dan pertimbangkan urutanya. 64 Apabila guru tidak menguasai komponen apa saja yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar maka target dari pembelajaran akan mempengaruhi kualitas kompetensi peserta didik. 64 http://d-winur.blogspot.com/2009/05/pengertian-kd-indikator-materi.html

60 Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak tujuh orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dengan mendeskripsikan komponen apa saja dalam penyusunan kompetensi dasar. Namun sebanyak 15 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dengan apa yang terdapat pada komponen penting apa dalam penyusunan kompetensi dasar. Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tidak menguasai komponen penting dalam penyusunan kompetensi dasar yang sesuai dengan Standar Isi. Jika 7 orang guru dari 22 orang guru menguasai komponen penting dalam penyusunan kompetensi dasar yang sesuai dengan Standar Isi dan guru bisa mengerti seberapa jauh kemampuan siswa yang harus dikuasai dalam pencapaian proses belajar mengajar maka target dalam pembelajaran bisa tercapai sesuia dengan yang diharapkan baik para guru ataupunn peserta didik. Sedangkan 15 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai komponen penting dalam penyusunan kompetensi dasar yang sesuai dengan Standar Isi maka akan berakibat kurang baik bagi perkembangan peserta didik didalam proses belajar mengajar. Tiga dari 15 orang guru yang tidak dapat menjelaskan komponen

61 penting apa saja dalam penyusunan indikator teryata dalam pembuatan rencana Pelaksanaan Pembelajaran mereka hanya meniru dari sekolah lain. Pembahasan selanjutnya tentang indikator pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah kesesuian deskripsi oleh guru tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan indikator dalam penyusunan indikator mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 65 Dalam penyusunan indikator perlu mempertimbangkan: 1. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD. 2. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah dan 3. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan/ daerah. 66 Indikator dirumuskan dalam bentuk kalimat yang menggunakan kata kerja operasional (KKO).Rumusan indikator sekurang-kurangya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi. 67 65 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengembangan-indikator-dalam-ktsp/. 66 Depdiknas, 2008, Direktorat jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, hlm.03. 67 Ibid, hlm.03.

62 Apabila guru tidak menguasai indikator pembelajaran secara benar maka target dari pembelajaran pun tidak akan tercapai dan akan berpengaruh pada kualitas kompetensi peserta didik di sekolah tersebut. Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak 19 dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dengan mendeskripsikan tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator. Namun sebanyak tiga orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dalam mendeskripsikan tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator. Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah dapat menguasai tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator. Jika 19 orang guru dari 22 orang guru menguasai tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator maka target dari pembelajaran pun akan tercapai dan akan berpengaruh pada kualitas kompetensi peserta didik di sekolah tersebut. Sedangkan tiga orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator, mereka mengatakan tidak dapat mengembangkan atau menyusun indikator dengan sendiri melainkan

63 mencontoh tahun sebelumnya atau mencontoh indikator pembelajaran yang sudah ada pada kurikulum tahun sebelumnya. Pembahasan yang terakhir adalah kesesuaian dalam menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada taksonomi Bloom yang sesuai dengan materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).Kata kerja operasional (KKO) indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhanana ke kompleks, dekat ke jauh dan dari konkret ke abstrak.kata kerja operasional pada kompetensi dasar benar benar terwakili dan teruji pada akurasinya pada deskripsi yang ada di kata kerja operasional indikator. Terakhir sebanyak 12 orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial atau 54,5% responden menguasai bagaimana menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada taksonomi Bloom yang sesuia dengan materi ajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan sebanyak 10 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 45,5% responden tidak menguasai bagaimana cara menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada taksonomi Bloom yang sesuai dengan materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

64 4.2.2. Kesesuaian Jenjang Pada Ranah Kognitif Pada Tingkatan Taksonomi Bloom Yang Dikehendaki Oleh Guru Dalam Pengembangan Indikator Sama halnya dengan kesesuaian guru dalam menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada taksonomi Bloom oleh guru Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah. Kemampuan deskripsi guru tentang jenjang ranah kognitif taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru dalam pembuatan indikator yang sesuia dengan materi ajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Taksonomi adalah sebuah kerangka pikir khusus.dalam taksonomi terdapat kategori kategori yang merupakan satu kontinum.kontinum merupakan salah satu prinsip klasifikasi pokok dalam taksonomi.dalam taksonomi pendidikan diklasifikasikan tujuan tujuan.sebuah tujuan berisikan satu kata kerja dan satu kata benda. Kata kerja umumnya mendeskripsikan proses kognitif yang diharapkan.taksonomi Bloom disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian kelompok pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada didaerah. Analisis kompetensi menurut taksonomi Bloom, yaitu ; 1. Kompetensi kognitif yang merupakan perilaku perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, intelektual, dan ketrampilan belajar. 2. Kompetensi afektif, berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi. 3. Kompetensi psikomotor, berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampiln. 68 68 Moh. Uzer Usman, 2005, Menjadi Guru Profesional, Edisi ke-2, Penerbit, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.16.

65 Analisis kompetensi menurut Taksonomi Bloom ini terkait langsung dengan kemampuan guru dalam menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional.salah satuyang dianggap penting untuk dapat dilaksanakan secara benar adalah kompetensi kognitif yang merupakan perilaku perilaku yang menekankan aspek intelektual. 69 Jika guru Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) bisa mendeskripsikan Taksonomi bloom ranah kognitif maka guru akan semakin tahu sejauh mana siswa mampu menyadari dan bertanggung jawab atas pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak dua dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dengan mendeskripsikan pengertian Taksonomi Bloom ranah kognitif. Namun sebanyak 20 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dengan mendeskripsikan pengertian Taksonomi Bloom ranah kognitif. Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tidak menguasai dalam mendskripsikan Taksonomi Bloom ranah kognitif. Jika dua orang guru dari 22 orang guru bisa mendeskripsikan Taksonomi Bloom ranah kognitif maka guru akan semakin tahu sejauh mana 69 Ibid, hlm.16.

66 siswa mampu menyadari dan bertanggung jawab atas pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Sedangkan 20 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai dalam mendskripsikan Taksonomi Bloom ranah kognitif maka akan berakibat kurang baik bagi perkembangan peserta didik didalam proses belajar mengajar karena guru tidak akan tahu sejauh mana kemampuan peserta didik dalam pengembangan diri dan dalam penjabaran indikator pun tidak akan terarah sesuai yang diharapkan. lima dari 15 orang guru yang tidak dapat mendeskripsikan Taksonomi Bloom ranah kognitif mereka beralasan sudah lupa dengan taksonomi Bloom bahkan ada salah satu dari 15 orang guru yang mengatakan mereka belum pernah mendengar apa itu Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom ranah kognitif menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari hari. Beberapa prinsip didalam taksonomi Bloom ranah kognitif : 1. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengigatnya terlebih dahulu 2. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu 3. Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai 4. Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, menganalisis dan mengevaluasi, serta mempemperbarui. ' Tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif terdiri dari beberapa jenjang dengan kata kunci atau sub kategori dari level yang rendah sampai dengan level yang tinggi :Kata-kata kunci tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

67 1. Mengingat: mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali dsb. 2. Memahami: menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membadingkan, menjelaskan, membeberkan dsb. 3. Menerapkan: melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb. 4. Menganalisis: menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, merubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membadingkan dsb. 5. Mengevaluasi: menyusun hipotesis, mengkritik, mempresikasi, menilai, menguji, membeberkan, menyalahkan dsb. 6. Berkreasi: merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, mengubah dsb. 70 Pembahasan selanjutnya adalah kesesuaian guru dalam mendeskripsikan bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif. Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak empat dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dalam mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif. Namun sebanyak 18 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dalam mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif. Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota 70 Admin,http://guru pembaharuan.com/pembelajaran_/perencanaan_/taksonomi-bloom mengembangkan-strategi-perpikir-berbasis-tik/,11/10/2009

68 Salatiga, Jawa Tengah tidak menguasai dalam mendskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif. Jika empat orang guru dari 22 orang guru bisa mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif maka guru akan semakin tahu sejauh mana siswa mampu mengembangkan diri dan dalam pembuatan indikator pasti terarah dan proses belajar mengajar bisa tercapai.. Sedangkan 18 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai dalam mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif maka akan berakibat kurang baik bagi perkembangan peserta didik didalam proses belajar mengajar karena taksonomi Bloom merupakan kerangka pikir atau sebagai acuan dalam pembuatan indikator pembelajaran yang sesuia dengan materi ajar dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO). dua dari 18 orang guru yang tidak dapat mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif mereka beralasan sudah lupa dengan taksonomi Bloom dan mereka ber alasan bahwa 4 dari orang guru yang menjawab salah mengatakan bahwa anak didiknya yang tidak bisa mencapai tingkatan taksonomi Bloom. Temuan lainya menunjukkan sebanyak delapan dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dapat menjawab dengan benar setelah ditanya mengenai pembuatan indikator yang disusun oleh guru sudah menggunakan jenjang ranah kognitif taksonomi Bloom yang sesuai dengan kompetensi dasar yang sesuai dengan kurikulum IPS. Jika guru dapat mendeskripsikan dengan benar maka kegiatan proses belajar mengajar akan tercapai. Dan sebanyak 14 orang guru menjawab salah tentang mendeskripsikan pembuatan indikator yang disusun sudah menggunakan jenjang ranah kognitif taksonomi Bloom yang sesuai

69 dengan kompetensi dasar dalam proses belajar mengajar mereka mengatakan kalau indikator yang dibuat sama persis dari pemerintah pusat. Selanjutnya 15 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat mendeskripsikan apakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh setiap guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan sebanyak tujuh orang guru tidak dapat mendeskripsikan apakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh setiap guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tiga orang dari 7 orang guru yang tidak bisa mendeskripsikan apakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh setiap guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) setelah dijelaskan mereka baru tau kalau teryata setiap indikator yang dibuat dengan menggunakan kata kerja operasional merupakan jenjang Taksonomi Bloom ranah kognitif. Terakhir sebanyak delapan dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau 36,4% responden menguasai jenjang ranah kognitif Taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial (IPS). Jika delapan orang dari 22 orang guru menguasai jenjang ranah kognitif yang dikehendaki maka tujuan pembelajaran untuk mencapai tingakatan level tinggi pada taksonomi bloom bisa tercapai dan sebanyak 14 guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau 63,6% responden tidak menguasai jenjang ranah kognitif pada Taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dari 63,6% responden yang tidak menguasai Jenjang Taksonomi

70 Bloom ranah Kognitif kebanyakan dari guru guru tersebut tidak dapat mendeskripsikan jenjang pada ranah kognitif Taksonomi Bloom yang dikehendaki guru dalam penyusunan indikator, tiga dari 22 orang guru mengatakan mereka taunya tentang kata kerja operasional padahal kata kerja operasional yang dipakai merupakan tingkatan taksonomi Bloom yang harus dikuasai oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).