PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN. (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan. Pengadilan Negeri Surakarta)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

IMPLEMENTASI PASAL 31 KUHAP TENTANG PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN ATAU TANPA JAMINAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali)

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Presiden, DPR, dan BPK.

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelaksanaan penangguhan penahanan dengan jaminan di pengadilan negeri surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

LATAR BELAKANG MASALAH

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untukmelengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh: NURYATUN WAHYU UTOMO C. 100 050 112 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 secara jelas diterangkan bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). 1 Hal ini dapat diartikan bahwa pemerintah dan lembaga negara harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Pengertian negara hukum dalam arti luas yaitu negara hukum dalam arti materiil yang tidak hanya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tetapi juga harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ciri khas bagi suatu negara hukum adalah: 1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yasng mengandung persamaan di bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan. 2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga. 3. Legalitas dalam arti segala bentuknya. Karena Indonesia merupakan Negara hukum maka tersangka dan terdakwa dalam satu kasus tindak kriminal harus diperlakukan sebagai subjek tidak boleh dipaksa untuk menerangkan suatu hal baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan oleh pihak kepolisian atau penyidik maupun pada 1 UUD Negara Republik Indonesia 1945, Hal 17 1

2 tahap prapenuntutan oleh pihak Kejaksaan atau Penuntut Umum ataupun pada tahap pemeriksaan di depan persidangan pengadilan oleh hakim. 2 Adapun macam-macam hak bagi tersangka atau terdakwa di dalam KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981) adalah: 3 1. Hak prioritas penyelesaian perkara. 2. Hak persiapan pembelaan. 3. Hak mendapat bantuan hukum semenjak penahanan. 4. Hak kunjungan oleh dokter pribadi. 5. Hak diberitahukan, menghubungi atau menerima kunjungan dari sanak keluarga. 6. Hak berkirim dan menerima surat. 7. Hak menerima kunjungan rohaniawan. 8. Hak untuk menuntut kerugian dan rehabilitasi. 9. Hak peninjauan kembali putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. 10. Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian. 11. Hak pemberian ganti kerugian dan rehabilitasi. Menurut KUHAP tindakan penegak hukum untuk melindungi masyarakat dari ancaman para pelaku tindak pidana dapat dilakukan dengan cara melakukan penahanan disertai dengan alasan-alasan seperti yang diatur dalam undang-undang. Apabila undang-undang yang menjadi dasar hukum bagi gerak langkah serta tindakan dari para penegak hukum kurang sesuai dengan dasar falsafah Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia 2 Tanusubroto. 1984. Dasar-dasar Hukum Acara Pidana. Bandung: Armico, Hal 73 3 Hartanto dan Murofiqudin. 2001. Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta: Hal 23-26

3 khususnya, maka sudah barang tentu penegak hukum tidak akan mencapai sasarannya. Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi terdapat di sini pertentangan antara dua asas, yaitu hak bergerak seseorang yang merupaskan hak asasi manusia yang harus dihormati di satu pihak dan kepentingan ketertiban umum di lain pihak yang harus dipertahankan untuk orang banyak atau masyarakat dari perbuatan jahat tersangka. 4 Oleh karena itu, penahanan seharusnya dilakukan jika perlu sekali. Kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahan. Dalam KUHAP diatur tentang ganti rugi dalam Pasal 95 di samping kemungkinan digugat pada praperadilan. Ganti rugi dalam masalah salah menahan juga telah menjadi ketentuan universal. 5 Apa yang dimaksud undang-undang dengan penahanan? Hal tersebut dapat dilihat dari penjelasan yang diberikan Pasal 1 butir 21 KUHAP, yang menerangkan: penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penempatannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. 6 Adapun alasan diadakan penahanan disebutkan dalam Pasal 20 KUHAP, yaitu: 4 Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika edisi ke 2. Jakarta: Hal 129 5 Hartanto dan Murofiqudin, Op.Cit. Hal 36 6 Hartanto dan Murofiqudin, Op.Cit. Hal 5-7

4 1. Untuk kepentingan penyelidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan. 2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan lanjutan. 3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim disidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan. Sementara itu menurut BAB 1 Pasal 1 ayat 21 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, pengertian penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur undangundang. Untuk melakukan penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa maka harus memenuhi syarat penahanan yaitu: 1. Syarat Objektif, adalah : a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. b. Bagi tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 21 ayat 4 meskipun ancaman kurang dari 5 tahun juga dapat dikenakan penahanan. c. Percobaan dan pembantuan dari tindak pidana di atas. 2. Syarat Subjektif, adalah : a. Pada syarat ini yang ditekankan adalah pelakunya/tersangka. b. Alasannya menurut Pasal 21 ayat 1 KUHAP bila penyidik hendak menahan tersangka maka penyidik harus mempunyai 3 kekawatiran yaitu:

5 1) Tersangka akan melarikan diri 2) Tersangka akan mengulangi melakukan tindak pidana. 3) Tersangka akan menghilangkan barang bukti Ketiga syarat tersebut tidak perlu bersama-sama tapi satu syarat saja sudah cukup. 7 Syarat subjektif pertama terdapat dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP, dan untuk syarat subjektif kedua sampai keempat terdapat dalam Pasal 20 ayat 1, 2 dan 3 KUHAP. KUHAP yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman bagi peradilan umum dan Mahkamah Agung dalam menyelesaikan perkara pidana lebih memberikan perlindungan hak asasi manusia, hal ini dapat kita lihat dari sejak dimulainya pemeriksaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa misalnya harus dipenuhinya syarat-syarat penangkapan oleh POLRI, dimungkinkannya pengalihan jenis tahanan yang lain, dan dimungkinkan pula adanya penangguhan penahanan baik dengan jaminan ataupun tanpa jaminan. KUHAP sendiri telah mengatur tentang penangguhan penahanan di dalam salah satu Pasalnya, yaitu Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: 8 Atas permintaan tersangka atasu terdakwa, penyidik atau penuntut umum atahu hakim sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan. Memperhatikan ketentuan Pasal 31 tersebut dapat ditarik pengertian: penangguhan tahanan tersangka atau terdakwa dari penahanan, berarti 7 M. Muhtarom. SH. 1997. Pengantar Hukum Acara Pidana, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal: 14 8 Hartanto dan Murofiqudin, Op. Cit hal. 17

6 mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari penahanan sebelum batas waktu penahanannya berakhir. Kalau begitu, masa tahanan yang resmi dan sah masih ada dan belum habis. Namun pelaksanaan penahanan yang masih harus dijalani tersangka atau terdakwa tadi, ditangguhkan, sekalipun masa penahanan yang diperintahkan kepadanya belum lagi habis. Dalam hal ini maksudnya adalah tersangka masih berstatuskan tahanan, hanya saja dalam hal ini ada penangguhan sementara karena hal-hal tertentu yang dipertimbangkan dari puhak pengadilan, tanpa mengurangi masa tahanan dari tersangka atau terdakwa tersebut. Menurut penjelasan Pasal 31 KUHAP, yang dimaksud syarat yang ditentukan adalah wajib lapor, tidak keluar rumah atau keluar kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk status tahanan. Dalam praktek pelaksanaan penangguhan penahanan biasanya dilakukan dengan jaminan uang atau jaminan orang dengan melakukan wajib lapor seminggu satu kali atau dua kali lapor. Sesuai dengan asas yang dianut dalam KUHAP dalam menyelenggarakan proses pidana digunakan asas praduga tak bersalah (Presumtion of Innocent) yang menganggap bahwa seseorang wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh hakim yang menyatakan tentang kesalahan yang telah dilakukannya dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal tersebut bertujuan agar kepentingan orang yang disangka atau didakwa jangan sampai dirugikan karena belum tentu bersalah maka KUHAP memberikan hak bagi

7 tersangka atau terdakwa untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada penyidik penuntut umum dan hakim sesuai pada tingkat pemeriksaannya. Berdasarkan uraian yang penulis jelaskan maka penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai permasalahan tersebut, guna diajukan untuk penulisan hukum dengan judul: PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN (Studi Kasus Pengadilan Negeri Klaten dan Pengadilan Negeri Surakarta). B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pelaksanaan pengajuan permohonan penangguhan penahanan terhadap terdakwa? 2. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim di Pengadilan dalam mengabulkan permohonan penangguhan penahanan? 3. Kendala proses penangguhan penahanan? C. Tujuan Penelitian Agar penelitian yang dilakukan lebih tertuju pada sasaran yang hendak dicapai serta berpangkal tolak dari dasar-dasar pemikiran tersebut maka tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan penangguhan penahanan terhadap seseorang terdakwa atau tersangka di Pengadilan.

8 b. Untuk mendapatkan keterangan tentang syarat yang dipakai hakim Pengadilan dalam menangguhkan penahanan. c. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi pihak pengadilan dalam mengambil keputusan penangguhan penahanan. 2. Tujuan Subjektif a. Agar bisa dipergunakan untuk pengembangan pengetahuan penulis pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sehingga dapat mengetahui secara benar tentang salah satu hak tersangka atau terdakwa, yaitu hak untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan yang dianut KUHAP. b. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan hukum guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Universitas Muhammadiyah Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. b. Untuk menambah bahan referensi dan bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.

9 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran pada Pengadilan dalam menangani dan memberikan keputusan tentang penangguhan penahanan yang diajukan oleh terdakwa atau tersangka. b. Sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan penangguhan penahanan dengan jaminan di Pengadilan E. Kerangka Pemikiran Hukum acara pidana akan membawa kepada sebuah kebenaran yang sedekatdekatnya, seperti tujuan hukum acara pidana itu sendiri yaitu untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapa pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat disalahkan. 9 Sementara itu penjatuhan pidana itu sendiri semata-mata bukan tujuan dari pemidanaan karena pada dasarnya tujuan pemidanaan dapat dibagi menjadi dua kelompok teori yaitu (1) teori absolute atau teori pembalasan (retributive/vergelding theorieen) (2) teori relative atau teoritujuan (Utilitarian/doeltheorieen). 10 9 Salam Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju, Hal 1 10 Dwija Priyatno. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama. Hal 23-25

10 Sebagai upaya dalam penegakkan hukum agar tercipata tata tertib, keamanan, dan kententraman, dalam masyarakat maka perlu adanya peraturan hukum yang jelas. Peraturan hukum tersebut harus bisa digunakan sebagai pedoman bagi petugas hukum dalam menjalankan tugasnya dalam mencegah dan memberantas pelanggar hukum tetapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan yang selalu dijunjung tinggi. Karena itu dalam berbagai undangundang dimana di dalamnya diatur sedemikian rupa agar hak-hak asasi manusia tetap mendapatkan perlindungan sehingga warga negara tidak dapat diperlakukan semena-mena oleh aparat penegak hukum dan hal-hal yang menyangkut tentang pelanggaran akan berhubungan dengan tindak penahanan yang bergantung pada berat atau tidaknya tindak pidana yang dilakukan tersangka/terdakwa. Penangkapan di sini adalah pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan. Sedangkan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim. Jadi penangkapan dan penahanan (iarrest dan detention) adalah merupakan tindakan yang membatasi dan mengambil kebebasan gerak seseorang. 11 Penahanan yang merupakan pengekangan tersangka atau terdakwa di suatu tempat tertentu dalam waktu sementara karena adanya dugaan telah dilakukannya tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup menurut ketentuan yang berlaku. Penahanan ini sebagai perbuatan yang dapat dilakukan secara paksa alat alat 11 Sabuan Ansori & Pettonase syarefudin. 1990. Hukum Acara Pidana Edisi ke 1. Bandung: Angkasa, Hal 84

11 penegak hukum terhadap seseorang yang diduga terlibat dalam suatu tindak pidana. Namun penahanan dalam hal inipun haruslah memiliki alasan-alasan walaupun tidak perlu disebutkan secara terperinci alasan tersebut. Alasan tersebut seperti: 12 - Untuk kepentingan pemeriksaan - Untuk menjaga jangan sampai lari - Untuk menjaga agar perbuatan itu jangan diulangi lagi Mengenai tempat penahanan telah ada kemajuan di dalam KUHAP ada beberapa variasi tentang tempat penahanan. Ketentuan ini dapat kita temukan dalam Pasal 22 ayat 1 KUHAP yang menyebutkan adanya tiga jenis penahanan yaitu: Penahanan rumah tahanan rumah Negara, penahanan rumah, penahanan kota. 13 Sementara itu aparat negara yang berwenang melakukan penahanan adalah penyidik, penuntut umum dan hakim di sidang pengadilan. Dalam pengadilan tersangka juga dapat mengajukan permohonan yang mana permohonan tersebut diajukan dari penyidik atau penuntut umum atau hakim berdasarkan kepentingan tersangka atau terdakwa. Pengertian penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 KUHAP yaitu mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari penahanan sebelum batas waktu penahanan berakhir karena adanya permohonan yang diajukan dari penyidik atau penuntut umum atau hakim berdasarkan kepentingan tersangka atau terdakwa. Hal ini dapat 12 Surtiatmodjo Sutomo. 1976. Penangkapan dan Penahanan di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal 51 13 Hartanto dan Murofiqudin, Op.Cit. Hal 13

12 diketahui dari rumusan, dengan atau tanpa jaminan uang atau orang dan dalam hal ini ada ketentuan bagi tersangka/terdakwa yaitu wajib lapor. 14 Memperhatikan ketentuan Pasal 31 tersebut dapat ditarik pengertian: penangguhan tahanan tersangka atau terdakwa dari penahanan, berarti mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari penahanan sebelum batas waktu penahanannya berakhir. Kalau begitu, masa tahanan yang resmi dan sah masih ada dan belum habis. Namun pelaksanaan penahanan yang masih harus dijalani tersangka atau terdakwa tadi, ditangguhkan, sekalipun masa penahanan yang diperintahkan kepadanya belum lagi habis. Dengan adanya penangguhan penahanan, seorang tersangka atau terdakwa dikeluarkan dari tahanan pada saat masa tahanan yang sah dan resmi sedang berjalan. 15 Sementara itu dasar hukum dari tersangka atau terdakwa untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan ini diatur dalam Pasal 31 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: 16 1. Atas permitaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mangadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang ataupun orang, berdasarkan syarat yang sudah ditentukan. 2. Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktuwaktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau 14 Marpaungisti Leden. 1990. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta: Hal 121. 15 M. Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Jilid 2. Sinar Grafika. Jakarta: Hal 209 16 Hartanto dan Murofiqudin, Op.Cit. Hal 17

13 tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dalam hal penangguhan tidak semua penangguhan bisa berjalan dengan lancar, ada beberapa hal yang bisa menghambat penyelesaian perkara dalam hubungannya dengan penangguhan tahanan, antara lain: 17 1. Tersangka/terdakwa melarikan diri 2. tersangka atau terdakwa tidak memenuhi panggilan untuk kepentingan pemeriksaan 3. tersangka/terdakwa tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan, umpamanya tidak mematuhi ketentuan wajib lapor diri kepada pejabat yang memberikan penangguhan penahanan. F. Metodologi Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan menganalisisnya. Dalam melakukan penelitian hukum, seyogyanya selalu mengaitkannya dengan makna yang mungkin dapat diberikan kepada hukum. 18 17 Hamid Hamrat & Husein Harun. 1997. Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan. Jakarta: Sinar Grafika, Hal 62 18 Dimyati Kudzaifah & Wardiono Kelik. 2004. Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal: 3

14 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ilmiah, sangat diperlukan suatu metode penelitian tertentu untuk mendapatkan data yang diteliti. Dengan menggunakan metode penelitian akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, yaitu dengan cara mengumpulkan data, kemudian mengolahnya dalam rangka penyelesaian masalah tersebut. Ditinjau dari jenisnya penelitian yang penulis lakukan termasuk dalam jenis penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya, dengan maksud mempertegas analisis, dalam rangka memperkuat teori lama atau menyusun teori baru. 2. Lokasi Penelitian Penulis dalam rangka megadakan penelitian guna penulisan hukum ini mengambil lokasi di Surakarta dan Klaten dan dilakukan di Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Negeri Klaten. 3. Jenis Data Pengumpulan data dalam suatu penelitian sangat diperlukan, karena dengan data akan dapat menunjang dalam penulisan terutama sebagai bahan penulisan. Adapun jenis data dan sumber data dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

15 a. Data Primer Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu di Pengadilan Negeri Sukararta dan Pengadilan Negeri Klaten. Dalam hal ini data diperoleh dari hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Negeri Klaten b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, tulisantulisan dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti atau data yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan. Juga dari data virtual Internet yang berkaitan dengan hukum penangguhan penahanan. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data dari sumber data tersebut, penulis dalam melakukan penelitian menggunakan cara sebagai berikut: a. Wawancara Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang tidak dapat diperoleh lewat pengamatan. Teknik yang dilakukan terhadap obyek yang dipilih sebagai responden diajukan pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan dengan sumber data. Wawancara yang digunakan penulis berbentuk wawancara terbuka, yaitu responden diajukan pertanyaan sedemikian rupa sehingga

16 responden tidak terbatas dalam jawaban-jawaban alternatif yang telah diberikan, sehingga memberikan keterangan secara bebas. b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan ini diperoleh dengan jalan membaca, mempelajari, dan mengkaji buku-buku yang berhubungan erat dengan penelitian yang dilakuka sehingga dapat memperoleh informasi yang berbenttuk formal maupun data melalui naskah resmi. 5. Teknik Analisis Data Berdasarkan data yang diperoleh dengan metode wawancara dan studi kepustakaan maka hasil tersebut dilakukan editing, yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan di dalam daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan sampai sedikit mungkin. Data yang masuk sebelum diproses harus dievaluasi terlebih dahulu agar benar-benar valid, reliable, dan dapat dipertanggung jawabkan. Jadi di dalam editing terjadi penyortiran data yang dapat dipisahkan antara data yang valid dan data yang kurang valid. Tujuan dari semua ini agar didapatkan data yang benar-benar objektif. Langkah selanjutnya adalah data dianalisa secara kualitatif, yaitu dilakukan pembahasan secara mendalam dan runtut terhadap data yang relevan dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Adapun yang dimaksud dengan analisis data kualitatif adlaah sebagaimana yang diutarakan oleh Soerjono Soekanto, yaitu; 19 Suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data descriptive analisis yaitu apa yang dinyatakan respondedn secara tertulis atau 19 Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI. Hal 15

17 G. Sistematika Skripsi lisan dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. Pada sub bab ini akan diuraikan secara garus besar penulisan kerangka bab-bab pada penulisan skripsi ini, dimana secara keseluruhan terdiri dari empat bab, yaitu sebagai berikut: Pendahuluan yang berisikan tentang gambaran singkat mengenai keseluruhan skrupsi, yang mana merupakan kerangka awal penyusunan skripsi yang terdiri dari; latar belakang masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, kerangka teori, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Tinjauan pustaka yang berisikan tentang teori dari skripsi yang didalamnya tertulis teori pustaka maupun teori teori virtual yang mana meliputi; tinjauan umum tentang penyelidikan dan penyidikan, pengertian umum tentang penangguhan penahanan, pengertian penangguhan penahanan dengan jaminan uang atau dengan jaminan orang, tata cara pelaksanaan penangguhan penahanan. Hasil penelitian dan pembahasan yang berisikan tentang penelitian dan pembahasan penulis, dari proses peradilan masalah pelaksanaan penangguhan penahanan dengan jaminan di Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengandilan Negeri Klaten. Penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang merupakan hasil dari keseluruhan analisis dan uraian penelitian, dan saran yang diambil dari hasil kesimpulan hingga menjadi penutup dari bab-bab sebelumnya.