Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

dokumen-dokumen yang mirip
b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

UANG MUKA. BANK INDONESIA. PEMBERIAN SURAT KUASA PENGAMBILAN KEPADA MENTERI KEUANGAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1955 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN TAHUN 1955 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN PERSEKOT HARI RAYA KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1953 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN MENGENAI BANK RAKYAT INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1958 TENTANG PELAKSANAAN PERSETUJUAN PAMPASAN PERANG ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TENTANG BANK RAKYAT INDONESIA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MEMUTUSKAN:

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTRIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN-TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PEREDARAN PEMBATASAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

Mengingat: pasal 113 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:20 TAHUN 1958 (20/1958) Tanggal:17 JUNI 1958 (JAKARTA)

PP 15/1954, TUNJANGAN IKATAN DINAS BAGI MAHASISWA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BELAJAR DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1953 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1953 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG. PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCOUNTANT") PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PRESENTASE DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1953 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTRIAN PERTAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1955 TENTANG CARA PENGGUNAAN UANG OPSENTEN ATAS BEA-KELUAR ATAS KARET RAKYAT

UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 6 (6/1949) Penambahan jumlah anggauta Komite Nasional Pusat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1953 TENTANG BANK TABUNGAN POS. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1954 TENTANG PENAMPUNGAN BEKAS ANGGOTA ANGKATAN PERANG DAN PEMULIHAN MEREKA KE DALAM MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1962 TENTANG PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENGGUNAAN DANA-DANA INVESTASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP URUSAN KREDIT. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1954 TENTANG DEWAN KEAMANAN NASIONAL. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG UNDANG No. 22 TAHUN 1948 PEMERINTAHAN DAERAH

DAN PERHITUNGANNYA MENGENAI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN DAN JAWATAN-JAWATAN (PEMERINTAH), YANG MEMPUNYAI PENGURUS SENDIRI). TAHUN DINAS 1952 DAN 1953.

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1955 TENTANG GABUNGAN KEPALA-KEPALA STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia Serikat,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 15 Pebruari 1952; Memutuskan:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN MENTERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1951 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1958 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1955 TENTANG GABUNGAN KEPALA-KEPALA STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 of 5 21/12/ :38

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1954 TENTANG PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN NASIONAL 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

: pasal 113 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1955 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 9 TAHUN 1952 (LEMBARAN-NEGARA NO. 59 TAHUN 1952) TENTANG PENYELESAIAN HUTANG NEGARA DI ZAMAN REVOLUSI SEBAGAI UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah dengan mempergunakan haknya termaktub dalam pasal 96 ayat 1 Undang-undang Dasar, Sementara Republik Indonesia telah menetapkan "Undang-undang Darurat tentang Penyelesaian Hutang Negara di zaman revolusi" (Undang-undang Darurat Nomor 9 tahun 1952); b. bahwa peraturan-peraturan yang termaktub dalam undang-undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang-undang. Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENYELESAIAN HUTANG NEGARA DI ZAMAN REVOLUSI" (UNDANG-UNDANG DARURAT No. 9 TAHUN 1952) SEBAGAI UNDANG-UNDANG. Pasal I Peraturan-peraturan yang termaktub dalam "Undang-undang Darurat tentang Penyelesaian Hutang Negara di zaman revolusi" (Undang-undang Darurat Nomor 9 tahun 1952) ditetapkan sebagai undang-undang yang berbunyi sebagai berikut: Undang-undang tentang Penyelesaian Hutang Negara di zaman revolusi. Pertama Peraturan-peraturan tentang penyelesaian hutang-hutang serta piutang-piutang Pemerintah Republik Indonesia (Yogyakarta) dahulu yang berasal dari zaman revolusi dan sebelum tahun anggaran 1950. 1 / 5

Pasal 1 1. Yang dimaksud dengan hutang-hutang Pemerintah Republik Indonesia (Yogyakarta) dalam peraturan ini, ialah hutang-hutang yang diperbuat oleh Pemerintah Republik Indonesia dulu (Yogyakarta) untuk dibebankan pada Negara dan badan-badan lainnya, karena tindakan-tindakan, jasa-jasa, hak-hak dan perjanjian-perjanjian yang berasal dari zaman revolusi dan sebelum tahun anggaran 1950. 2. Dalam hutang-hutang termaktub dalam ayat 1 tidak termasuk Pinjaman Nasional 1946. Pasal 2 1. Keputusan apakah hutang-hutang Pemerintah termaktub dalam pasal 1, ayat 1 akan dibayar atau tidak akan diambil atas nama Menteri Keuangan oleh sebuah Komisi Penyelesaian Hutang Negara yang selanjutnya untuk singkatnya akan disebut Komisi saja. 2. Komisi ini, yang diangkat dan diberhentikan oleh Perdana Menteri Republik Indonesia atas usul Menteri Keuangan, terdiri dari sebanyak-banyaknya tujuh anggota, termasuk seorang Ketua dan seorang Sekretaris. Pasal 3 1. Komisi bertugas meyakinkan diri apakah tuntutan-tuntutan dari hutang-hutang Pemerintah termaktub dalam pasal 1, ayat 1 didasarkan atas bukti atau bukti-bukti dari hak, yang didapat oleh penagih hutang. Dalam pada itu Komisi harus menyelidiki tentang syahnya dan kebenarannya bukti-bukti asli tentang penyerahan barang atau jasa, yang diajukan oleh penagih hutang, dan/atau keterangan tentang penyerahan itu, yang dibuat oleh Kementerian, Jawatan, Perusahaan atau Badan-badan Negara lainnya yang bersangkutan. Lain daripada itu Komisi harus meyakinkan diri, bahwa dapat diterima hutang-hutang yang bersangkutan itu belum dibayar sebagian atau sepenuhnya. 2. Jika bukti-bukti karena sesuatu hal hilang, sedangkan penagih hutang masih mempunyai pembukuan yang lengkap, maka pertimbangan piutang harus dilakukan menurut buku-buku tadi, dan jika Komisi memandang perlu maka Jawatan Akuntan Negeri dapat diminta untuk memeriksa buku-buku penagih hutang. 3. Jika bukti-bukti hilang dan pembukuan tidak lengkap dan adanya piutang itu hanya dapat dibuktikan oleh daftar-daftar hutang, maka Komisi dalam mempertimbangkan tuntutan hutang harus melihat sampai di mana penagih hutang itu dapat dipercayai, sedangkan diperlukan juga penguatan dengan kesanggupan disumpah dari dua saksi yang dapat dipercayai. 4. Jika bukti-bukti tertulis sama sekali tidak dapat dikemukakan, maka Komisi dalam mempertimbangkan tuntutan hutang harus melihat sampai di mana penagih hutang itu dapat dipercayai, sedangkan diperlukan juga penguatan dengan kesanggupan disumpah dari dua saksi yang dapat dipercayai. 5. Dalam hal tersebut dalam ayat 2, 3 dan 4 dari pasal ini, Komisi wajib mendengar pendapat dari Kementerian, Jawatan atau Perusahaan, kemana tagihan hutang itu dalam keadaan biasa harus diajukan. 6. Jika pendapat itu berlainan dengan pendapat Komisi, maka dalam hal Komisi berkehendak membayar jumlah lebih besar daripada jumlah yang diusulkan oleh Kementerian, Jawatan dan Perusahaan, keputusan akan diambil oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pendapat Dewan Pengawasan Keuangan. 2 / 5

Pasal 4 Komisi hanya memulai penyelidikan dan penyelesaian hutang-piutang Kementerian, Jawatan, Perusahaan atau Badan Negara lainnya terhadap fihak ketiga, jika hasil pekerjaan itu dapat mempengaruhi keputusan Komisi tentang tagihan dari fihak ketiga itu, yang diajukan kepada Kementerian Jawatan, Perusahaan atau Badan Negara lainnya. Pasal 5 1. Keputusan untuk membayar suatu tuntutan hutang sepenuhnya atau sebagian diambil menurut suara terbanyak. 2. Tiap-tiap anggota harus memberikan suaranya. 3. Rapat Komisi adalah syah, bila dihadiri oleh paling sedikit empat orang anggota. Pasal 6 1. Keputusan Komisi dibuat di dalam surat keputusan yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris. 2. Pada petikan dari surat keputusan termaksud dalam ayat 1, yang disampaikan kepada Jawatan atau Kantor yang bertugas membayar hutang itu bukti-bukti tidak perlu dilampirkan. 3. Dari surat-surat keputusan harus ternyata, bahwa bukti-bukti telah diberi tanda-tanda sedemikian rupa sehingga bukti-bukti itu tidak dapat dipakai lagi. 4. Jika bukti-bukti tidak lengkap atau sama sekali tidak ada, maka di dalam surat keputusan harus dinyatakan bahwa syarat-syarat termaksud dalam pasal 3 ayat 2, 3 dan 4 telah dipenuhi. Jika Pemerintah Republik Indonesia berpiutang kepada penagih hutang, maka jumlah yang akan dibayarkan itu harus dikurangi dengan jumlah piutang itu. 5. Turunan dari tiap-tiap surat keputusan harus disampaikan kepada Dewan Pengawas Keuangan. Kedua: Kepada Menteri Keuangan diberi kuasa untuk membuat suatu peraturan khusus tentang cara menghargai hutang-piutang dalam mata uang yang berlaku, dan cara pembayarannya. Ketiga: Untuk penyelesaian hutang Pemerintah yang timbul dari kewajibannya mengembalikan uang kertas De Javasche Bank, uang kertas dan uang logam Pemerintah Hindia Belanda yang dititipkan kepada instansiinstansi Pemerintah, Menteri Keuangan akan menetapkan peraturan-peraturan tersendiri, yang di mana perlu dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam sub Pertama, pasal-pasal 1 sampai dengan 6. Keempat : Kepada Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mempergunakan kredit, yang telah dan akan disediakan di dalam Anggaran Belanja Negara 1951 dan dari tahun-tahun yang berikutnya untuk menyelesaikan hutang-hutang Pemerintah termaksud di dalam bab Pertama, pasal 1 Kelima: 3 / 5

Penjelasan hutang-hutang menurut peraturan ini hanya dapat dilakukan terhadap hutang-hutang Pemerintah yang diajukan oleh penagih kepada Pemerintah sebelum 1 Juli 1955. Pasal II Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan berlaku surut sampai pada tanggal 29 Oktober 1951. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 29 Maret 1955 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO MENTERI KEUANGAN, ONG ENG DIE Diundangkan Pada Tanggal 7 April 1955 MENTERI KEHAKIMAN, DJODY GONDOKUSUMO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1955 NOMOR 19 4 / 5

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1995 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT Hingga kini Pemerintah masih menghadapi soal-soal hutang-piutang yang diperbuat oleh Pemerintah Republik Indonesia dulu di Yogyakarta. Mengingat suasana dalam tahun-tahun 1945-1949 yang senantiasa merupakan suatu keadaan darurat, maka tidaklah selalu dapat disyaratkan, bahwa sesuatu hutang Pemerintah harus dapat dibuktikan dengan bukti asli sebagai diminta dalam Undang-undang Perbendaharaan yang berlaku. Dengan undang-undang ini dibuka kemungkinan untuk menyelesaikan suatu hutang, meskipun bukti asli mengenai hutang tidak dapat lagi ditunjukkan untuk mendapatkan suatu penyelesaian dengan cara yang sama, maka urusan mengenai hutang-hutang - dan juga piutang-piutang - dipusatkan pada suatu Komisi yang dibentuk oleh Perdana Menteri, atas usul dari Kementerian Keuangan. Berhubung dengan corak hutang-hutang yang serba berbeda-beda antara lain ada yang telah dinyatakan dalam suatu macam Uang Republik Indonesia dulu, ada pula yang dinyatakan dalam uang asing dan ada lagi yang belum dihargakan dalam mata uang-dan untuk mendapatkan suatu dasar dalam penghargaannya, maka pada Menteri Keuangan diberi kuasa untuk menetapkan suatu dasar akan penghargaan hutang. Peraturan yang ditetapkan ini berlaku pula terhadap piutang Pemerintah. Untuk dapat juga memberi dasar formil kepada panitia yang untuk keperluan penyelesaian hutang-hutang ini telah lebih dahulu dibentuk, maka undang-undang ini ditetapkan berlaku surut sampai pada tanggal 29 Oktober 1951. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 785 5 / 5