BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang berdampak perubahan dalam undang-undang pajak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara yang berkembang yang memiliki pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS PERANAN DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan antara pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumbersumber

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (TAP MPR) No. IV/ MPR/ 1978 GBHN jo TAP MPR No. II/ MPR/ 1983 GBHN.

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin baik perekonomian suatu negara, maka akan semakin maju negara tersebut

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

WALIKOTA TASIKMALAYA

1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah. untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu pemerintahan Daerah memiliki tujuan untuk membangun daerahnya dan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang APBN menurut uu nomor 17 tahun 2003 pasal 1 adalah rencana keuangan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Pendapatan daerah lainnya. dari pusat itu diserah kan sepenuhnya kedaerah.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional. Pajak termasuk salah satu Pendapatan Negara yang terbesar yang memberikan peran aktif di dalam menentukan keberhasilan pemerintah dalam mengatur pembangunan Negara. Berdasarkan kewenangan pemungutannya, di Indonesia pajak dapat dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten atau kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah. Salah satu kebijakan dalam bidang perpajakan adalah melalui perubahan Undang-Undang Perpajakan. Reformasi undang-undang pajak daerah pertama kali terjadi di tahun 1987, yakni dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. pemberlakuan undang-undang pajak daerah yang pertama kali ini menghapus pemungutan pajak daerah lain yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan karena terlalu banyak pemungutan yang dirasa memberatkan masyarakat wajib pajak, maka terdapat keadilan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Ada berbagai jenis pajak yang dikenakan kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya pajak bumi dan bangunan merupakan jenis pajak sangat potensial dan strategis sebagai sumber penghasilan negara dalam rangka 1

2 membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, salah satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak maupun non pajak. Penghasilan dari sumber pajak meliputi berbagai sektor perpajakan antara lain diperoleh dari pajak bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi negara yang cukup potensial dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya. Strategisnya pajak bumi dan bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (NKRI). Pentingnya pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan telah ditetapkan dalam berbagai produk perundang-undangan pemerintah, dalam neraca APBN misalnya telah ditentukan penerimaan negara bersumber dari penerimaan dalam negara dan penerimaan pembangunan. Penerimaan dalam negara terdiri atas penerimaan minyak bumi dan gas alam, selain dari itu adalah penerimaan migas dan penerimaan yang berasal dari pajak. Penerimaan negara yang berasal dari pajak sebagaimana telah ditetapkan oleh undang-undang sudah menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pentingnya pajak tersebut terutama untuk pembiayaan pembangunan, hal ini tidak lain karena warga negara sebagai manusia biasa selain mempunyai kebutuhan sehari-hari berupa sandang dan pangan, juga membutuhkan sarana dan prasarana,

3 seperti jalan untuk transportasi, taman untuk hiburan atau rekreasi, bahkan keinginan merasakan aman dan terlindung. Pajak sebagai penerimaan negara tampaknya sudah jelas bahwa apabila pajak ditingkatkan maka penerimaan negara pun meningkat, sehingga negara dapat berbuat lebih banyak untuk kepentingan masyarakat. Sebagai pemerataan pendapatan masyarakat, kenyataan menunjukkan bahwa di kalangan masyarakat masih banyak terdapat kesenjangan antara warga negara yang kaya dan yang miskin. Pajak adalah salah satu alat untuk meredistribusi pendapatan dengan cara memungut pajak yang lebih besar bagi warga yang berpendapatan tinggi dan memungut pajak yang lebih rendah bagi warga yang berpendapatan kecil. Dalam bidang perpajakan, untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah pemerintah pusat telah memberikan bagian penerimaan yang berasal dari pajak pusat untuk kegiatan pembiayaan dan pembangunan bagi pemerintah daerah. Saat ini, pajak pusat yang sebagian penerimaannya telah diberikan kepada pemerintah daerah antara lain Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Orang Pribadi dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21. ada yang sebagian besar telah diberikan seperti Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, sedangkan pajak lainnya masih sebagian kecil saja. Pembagian penerimaan pajak pusat pemerintah daerah merupakan contoh penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia. Semangat Otonomi Daerah membawa reformasi pula dalam undangundang pajak daerah, maka pada tahun 2000 diberlakukan perubahan pertama dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. mengingat

4 pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan (yang pada dasarnya) sebagai beban yang dipikul oleh masyarakat, maka perlu dijaga agar beban tersebut dapat memberikan keadilan dan diharapkan adanya perubahan dapat saling melengkapi peraturan antara pajak pusat dan pajak daerah. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pembangunan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang-undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh pada daerah untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Saat ini daerah sudah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Pelimpahan tanggung jawab akan diikuti pengaturan pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dengan demikian pemerintah kabupaten diharapkan lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat di daerahnya agar dapat mendorong timbulnya prakarsa dan pelaksanaan pembangunan yang merupakan keberhasilan pelaksanaan pemerintah. Pada tahun 2008, 18 kota di Jawa Barat berhasil mencapai target pajak bumi dan bangunan (PBB). Sementara itu 8 kab./kota lainnya, belum mampu

5 memenuhi target yang ditetapkan. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan, berdasarkan data hasil evaluasi pelaksanaan pemungutan PBB sektor pedesaan dan perkotaan tahun 2008 di seluruh kabupaten/kota se-jabar, hasil yang dicapai masih di bawah target yang ditetapkan, yakni Rp.999,389 miliar atau 88,24% dari rencana penerimaan yang ditetapkan Rp.1,125 triliun. Kondisi serupa juga terlihat pada realisasi penerimaan PBB sektor APBN secara keseluruhan, yaitu sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan, dan pertambangan, dengan nilai Rp.2,221 triliun atau 97,89% dari rencana penerimaan APBN sebesar Rp.2,269 triliun. Kendati demikian, penerimaan dana bagi hasil pajak, terutama yang bersumber dari dana bagi hasil PBB di Jabar, setiap tahun melampaui target penerimaan, tahun 2008, tercatat realisasi penerimaan dana bagi hasil PBB Prov.Jabar 2008 sebesar Rp 351,223 triliun atau 112,41% dari target penerimaan sebesar Rp 312,449 triliun. Menurut Heryawan, di sisi lain pos dana perimbangan turut memberi kontribusi Rp 1,903 triliun atau 30,05% serta penerimaan lain-lain pendapatan yang sah Rp 98,168 miliar atau 1,55% dari total realisasi APBD Jabar. Pencapaian tersebut membuktikan, tingkat kemandirian fiskal di Jawa Barat sudah termasuk dalam kategori cukup mampu, Setiap pemerintah kab./kota diberi target PBB berbeda-beda, sesuai dengan potensi pajak yang dimiliki. Target tersebut, secara umum dibagi kedalam lima kelompok. Kelompok I daerah dengan target PBB Rp 12 miliar/tahun, kelompok II (Rp 13 miliar-rp 17 miliar), kelompok III (Rp 18 miliar-rp 35

6 miliar), kelompok IV (Rp 36 miliar-rp 75 miliar), dan kelompok V (di atas 75 miliar) Kota Bandung hanya menduduki peringkat kedua di kelompok V, kalah peringkat oleh Kota Bekasi. Sedangkan Kab.Bandung berada di peringkat ketiga di kelompok IV, berada di bawah Kab.Purwakarta, dan Kota Depok. Sementara itu, Kota Bandung meraih penghargaan atas capaian realisasi PBB tahun 2008. Kota Bandung menempati posisi kedua pada kelompok V, dengan target PBB di atas Rp 75 miliar. Tahun 2008, realisasi PBB Kota Bandung mencapai 83,91% atau Rp.180 miliar. Sedangkan target PBB Kota Bandung tahun 2008, adalah Rp 214 miliar. Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda seusai menerima penghargaan tersebut dari Gubernur Jabar di Gedung Sate mengatakan, penghargaan serupa pernah diraih Kota Bandung tahun 2007 dan 2006. Bahkan tahun 2006, Kota Bandung menempati posisi pertama dengan realisasi PBB mencapai 101,09% atau 110 miliar. Ayi mengatakan, tidak tercapainya realisasi PBB tahun 2007 dan 2008, lebih disebabkan adanya transisi administrasi dalam pembayaran PBB. (Harian Pikiran Rakyat, sabtu 18 April 2009) Menurut Kasie bagi hasil pajak pusat Dispenda Kota Bandung Rahmat Setiadi, target pajak bumi dan bangunan (PBB) kota Bandung pada tahun 2008 tidak tercapai akibat perusahaan-perusahaan besar, seperti pabrik tekstil, mal, lembaga pendidikan, dan sebuah Badan usaha Milik Negara (BUMN) menunggak hingga mencapai Rp 1,5 miliar. Target Rp 214,6 miliar hanya tercapai 180,4%

7 miliar atau hanya 84%. Perusahaan-perusahaan itu menunggak karena terimbas krisis keuangan global. Kendati target PBB Kota Bandung tidak terpenuhi, Rahmat mengatakan bea perolehan hak tanah dan bangunan (BPHTB) over target, dari target Rp 150,3 miliar terealisasi Rp 207,7 miliar atau 138 %. secara komulatif penerimaan PBB, BPHTB, pertambangan, tercapai 105% dengan total dana yang terhimpun Rp 390,4 miliar, (Rahmat Setiadi dalam Tribun Bandung, 13 Februari 2009) Berikut disajikan target dan realisasi Pajak Bumi dan Bangunan. Tabel 1.1 Target dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) APBD Kota Bandung Tahun 2002-2008 Tahun APBD anggaran Target Realisasi 2002 Rp.47.924.962.848 Rp.42.313.228.141 2003 Rp.53.683.234.704 Rp.45.316.059.466 2004 Rp.56.589.169.320 Rp.58.978.750.719 2005 Rp.67.626.027.792 Rp.71.338.662.175 2006 Rp.81.317.662.560 Rp.95.204.536.526 2007 Rp.101.737.296.000 Rp.104.907.561.489 2008 Rp.159.595.335.184 Rp.144.985.437.620 Sumber: Bidang Pendapatan Pajak Bukan Pajak Daerah, DISPENDA Bandung 2009 Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam menghasilkan pendapatan daerah. Masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah daerah adalah lemahnya kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. Dalam hal ini, peneliti akan mengupas lebih dalam mengenai pajak bumi dan bangunan. Hal ini dikarenakan kontribusi PBB terhadap kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang terangkum dalam dana perimbangan walaupun cukup besar nilainya dianggap tidak cukup menopang pendapatan daerah. Hal ini

8 dikarenakan dana perimbangan termasuk dalam pajak pusat yang mana masih terdapat bagian yang harus dibagi dengan pemerintah pusat. Artinya tidak keseluruhan pendapatan dapat dikontribusikan pada pemerintah daerah. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan adalah penelitian Rindi Septi Coriah Nurwulan (2008) yang meneliti mengenai kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah di kabupaten Cirebon yang memberikan hasil bahwa Pajak bumi dan bangunan dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah kabupaten Cirebon, hal ini dapat dilihat dari jumlah penerimaan PBB mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu peneliti menambahkan analisis efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bandung terutama mengenai pengaruhnya terhadap pendapatan daerah. Hal inilah yang mendorong penulis mengadakan penelitian yan berjudul: Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Daerah (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008.

9 2. Bagaimana laju pertumbuhan pendapatan daerah pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai 2008. 3. Seberapa besar kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari, menganalisa, dan menyimpulkan tentang efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan serta kontribusinya terhadap pendapatan daerah. Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008. 2. Untuk mengetahui laju pertumbuhan pendapatan daerah pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008. 3. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008.

10 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini dibagi dalam dua kelompok yaitu kegunaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan (teoritis) dan kegunaan operasional (praktis). 1. Teoritis a) Untuk dapat menambah wawasan yang lebih mendalam mengenai bagaimana efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan. b) Untuk dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang potensi pajak bumi dan bangunan pada pemerintah daerah kota Bandung. c) Untuk dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana laju pertumbuhan pendapatan daerah di kota Bandung. d) Untuk dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah. e) Diharapkan bisa dijadikan sebagai referensi selanjutnya dalam mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan tema penulis yang kemukakan. 4. Praktis Adapun kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kota Bandung dan Dinas Pendapatan Kota Bandung untuk meningkatkan efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan yang didasarkan pada potensi sesungguhnya sehingga kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan dapat meningkatkan pendapatan daerah kota Bandung.