BAB III TEORI DASAR. 3.1 Neotektonik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

ANALISIS MORFOTEKTONIK SESAR LEMBANG TESIS

BAB III TEORI DASAR. III.1 Neotektonik dan Tektonik Aktif

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

ANALISIS MORFOTEKTONIK SESAR LEMBANG, JAWA BARAT

ANALISIS KUANTITATIF AKTIVITAS TEKTONIK RELATIF DI PEGUNUNGAN BATURAGUNG JAWA TENGAH

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Analisis Morfotektonik Daerah Garut Selatan dan Sekitarnya Berdasarkan Metode Geomorfologi Kuantitatif

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

ACARA IV POLA PENGALIRAN

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

07. Bentangalam Fluvial

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB II TATANAN GEOLOGI

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

LEMBAR PENGESAHAN. Semarang, 18 April 2014 NIM NIM

INDEKS GEOMORFIK SEBAGAI MORFOINDIKATOR GEOLOGI DAS. GOBEH, KABUPATEN GUNUNGKIDUL - DIY

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

01. Pendahuluan. Salahuddin Husein. TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi. Planet Bumi

BAB II TINJAUAN UMUM

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB II TINJAUAN UMUM

BENTANG ALAM STRUKTURAL

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

STUDI SESAR AKTIF, KINEMATIK, DAN DINAMIK ZONA SESAR KALIGARANG (KGFZ) DI SEMARANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA BENTANG ALAM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK MORFOTEKTONIK DAS BUOL BAGIAN HULU YANG TERSUSUN OLEH BATUAN BERUMUR KUARTER DAN TERSIER KABUPATEN BUOL PROVINSI SULAWESI TENGAH

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

03. Bentangalam Struktural

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III TEORI DASAR 3.1 Neotektonik Neotektonik dapat diterjemahkan sebagai tektonik pada masa sekarang. Istilah neotektonik menurut Stewart dan Hancock (1994) adalah cabang dari tektonik yang berkaitan dengan pergerakan bumi (earth movement) dimana terjadi di zaman lampau dan berkesinambungan hingga zaman sekarang. Menurut Morner (1990 opcit Suh, et al., 2001) neotektonik merupakan cabang dari ilmu geologi yang mempelajari pergerakan bumi yang terjadi pada masa lalu dan menerus hingga sekarang. Menurut Dennis (1882 opcit Yeats, et al., 1997) neotektonik adalah studi tentang proses tektonik yang aktif sekarang, dalam waktu geologi selama terbukti aktif hingga saat ini dan menghasilkan struktur geologi. Wallace (1996 opcit Yeats, et al., 1997) mengganti istilah neotektonik dengan tektonik aktif, yaitu studi pergerakan tektonik yang diharapkan terjadi pada waktu yang akan datang dan berkaitan dengan kehidupan manusia. Tektonik aktif disebut juga geomorfologi tektonik (Keller dan Pinter, 1996) yang mempelajari dinamika bumi meliputi proses terjadinya, bagaimana proses tektonik membentuk bentang alam dan memberikan dampak terhadap kehidupan manusia. Geomorfologi tektonik dapat didefinisikan 2 cara (Keller dan Pinter, 1996), yaitu : 1. Mempelajari bentuk lahan (landform) yang dihasilkan oleh proses tektonik yang menyangkut ukuran, asal dan fungsi pada proses tektonik. 2. Mengaplikasikan prinsip geomorfik untuk menyelesaikan permasalahan tektonik atau dapat dikatakan menggunakan geomorfologi sebagai alat untuk mengevalusi sejarah, besaran dan kecepatan proses tektonik. 26

Geomorfologi tektonik mengungkapkan sebuah pandangan roman topografi yang dapat dipakai sebagai indikator dari corak, kekuatan, dan rata-rata atau pergerakan tektonik (tectonic movement). Neotektonik dicerminkan oleh morfotektonik, yaitu geomorfologi/bentang alam yang menjadi karakter tektonik zaman sekarang. Kajian geomorfologi tektonik dibedakan menjadi dua bagian (Stewart dan Hancock, 1994), yaitu: a) Primer (Primary tectonic landforms) Kajian ini menjelaskan bentuk roman muka bumi sebagai akibat aktivitas tektonik, contohnya adalah gawir sesar (fault scarps). Karakter dari gawir sesar berubah-ubah sesuai dengan kuantitas dan model patahan serta tergantung dari sifat litologi. b) Sekunder (Secondary tectonic landforms) Bagian ini merupakan fenomena geomorfologi sebagai akibat aktivitas tektonik. Keanekaragaman dari bentang alam memberikan makna adanya aktivitas tektonik. Beberapa bentang alam menjadi batas struktur aktif, contohnya adalah pola aliran sungai (drainage pattern), endapan fluvial dan laut (fluvial marine scarps), dan kipas aluvial (alluvial fans). Studi neotektonik lebih difokuskan untuk menguraikan sejarah sekuen kejadian tektonik pada zona sesar. Setiap kali pergeseran sesar akan memicu erosi dan pengendapan yang membentuk lapisan. Dengan aplikasi metoda penanggalan (dating), sejarah pergeseran sesar akan dapat ditentukan, hal ini juga berguna untuk memprediksi kejadian gempabumi pada masa yang akan datang, hal inilah yang dinamakan paleoseismologi (Keller dan Pinter, 1996). 3.2 Sesar Aktif Sesar adalah retakan atau sistem retakan sepanjang batuan yang telah mengalami pergerakan (Keller dan Pinter, 1996). Sekumpulan sesar yang saling berhubungan disebut zona sesar. Segmentasi sesar dapat dikenal dari perubahan morfologi 27

zona sesar, geometri seismik/kegempaan dan aktivitas kegempaan masa lalu (Keller dan Pinter, 1996). Menurut Keller dan Pinter (1996) sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10.000 tahun yang lalu. Sesar berpotensi aktif (potential active) adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 2 juta tahun yang lalu. Sedangkan sesar tidak aktif (inactive fault) adalah sesar yang belum/tidak pernah bergerak dalam kurun waktu 2 juta tahun yang lalu. Tabel dibawah ini menampilkan batasan definisi sesar aktif, sesar berpotensi aktif dan sesar tidak aktif. Tabel 3.1. Klasifikasi tingkatan aktivitas suatu sesar (California State Mining and Geology Board Classification, 1973, opcit Keller dan Pinter, 1996). Umur Geologi Masa Zaman Kala Holosen Kenozoik Kuarter Pleistosen Tersier Pra-Pleistosen Pra-Kenozoik Umur Bumi tahun yang lalu 200 10,000 1,650,000 65,000,000 4,500,000,000 Aktif Aktivitas sesar Potensi aktif Tidak aktif Sesar aktif adalah sesar yang bergerak pada Jaman Kuarter dan berpotensi untuk bergerak kembali pada masa yang akan datang. Sesar tersebut memotong permukaan morfologi berumur Kuarter, memotong batuan Kuarter, sesar pada daerah gunungapi yang bergerak pada periode pendek (selama masa letusan gunungapi) dan sesar normal yang dapat diamati pada pegunungan tinggi seperti Pegunungan Alp di Jepang akibat gaya gravitasi (Huzita et al., 1992). 28

Menurut komisi pengaturan Nuklir US (USA Nuclear Regulatory Commision opcit Keller dan Pinter, 1996) sesar aktif adalah suatu sesar yang minimal pernah bergerak dalam kurun waktu 50.000 tahun yang lalu atau pernah bergerak lebih dari sekali selama kurun waktu 500.000 tahun yang lalu. Menurut Yeats et al. (1997) banyak masalah sehubungan dengan definisi sesar aktif yang berbeda dari beberapa lembaga di US. Perbedaan tersebut menyangkut batasan waktu. Beberapa batasan waktu dari lembaga-lembaga tersebut menyangkut definisi sesar aktif adalah: pernah bergerak 10.000 tahun yang lalu, pernah bergerak 35.000 tahun yang lalu, pernah bergerak 150.000 tahun yang lalu atau pernah bergerak 2 kali selama kurun waktu 500.000 tahun yang lalu. Menurut kelompok riset sesar aktif Jepang (The research group for active fault of Japan, 1997), sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak dalam kurun waktu 10.000 tahun yang lalu. 3.3 Morfotektonik Morfotektonik mempelajari tentang segala hal menyangkut hubungan antara struktur geologi dengan bentuk lahan atau lebih spesifik lagi hubungan antara struktur neotektonik dan bentuk lahan (Stewart dan Hancock, 1994). Morfotektonik akan dipengaruhi oleh kondisi morfologi dan proses tektonik yang terjadi pada masa lalu, karena morfologi memiliki dimensi ruang dan tektonik mempunyai dimensi waktu. Bentuk lahan tektonik akan mengekspresikan bentukan topografi yang dapat dijadikan indikator telah terjadinya pergerakan tektonik atau tektonik aktif. Bentuk topografi yang telah mengalami perpindahan/ pergerakan dapat terlihat dan teramati melalui foto udara yang memberikan kenampakan morfotektonik berupa pola aliran sungai, perpindahan perbukitan, pembelokan sungai, kelurusan, gawir sesar, kenampakan teras sungai. Sedangkan bentuk topografi 29

yang mengalami pergerakan pada umur yang lebih tua akan sulit diamati oleh foto udara karena telah tertutup oleh sedimentasi dan tererosi. Gambar 3.1. Bentuk morfologi kaitannya dengan sesar (McCalpin, 1996). 4.4 Morfometri Menurut Keller dan Pinter (1996), morfometri didefinisikan sebagai pengukuran kuantitatif bentuk bentang alam. Secara ringkas suatu bentang alam dapat diidentifikasi melalui karakteristik ukuran, dan lereng. Pengukuran kuantitatif mengikuti kaidah geomorfologi sebagai obyek perbandingan bentuk lahan dan perhitungan parameter secara langsung indikasi geomorfik yang sangat berguna untuk identifikasi karakteristik suatu wilayah dan tingkatan aktivitas tektonik. 30

Beberapa indikasi geomorfik telah dikembangkan sebagai alat kajian dasar penting untuk mengidentifikasi deformasi tektonik yang baru pada suatu daerah. Indikasi geomorfik merupakan bagian yang sangat penting pada studi tektonik karena dapat digunakan untuk mengevaluasi secara cepat pada suatu daerah yang luas dan data yang diperlukan mudah diperoleh dari peta topografi maupun foto udara. Beberapa indikasi geomorfik penting yang digunakan untuk studi tektonik aktif (Keller dan Pinter, 1996) adalah: 1. Kurva hipsometrik (hypsometric curve). 2. Perbandingan lebar dasar lembah dan tinggi lembah (ratio of valley floor width to valley height). 3. Indeks gradien panjang sungai (stream length gradient index). 4. Asimetri cekungan pengaliran (drainage basin asymmetry). Hasil perhitungan indikasi geomorfik tersebut dapat dikombinasikan dengan informasi lainnya seperti kecepatan pengangkatan (uplift) sehingga akan menghasilkan tingkatan aktifitas tektonik yang dapat digunakan sebagai dasar prakiraan tingkatan relatif aktivitas tektonik pada suatu daerah. Selanjutnya beberapa indikasi geomorfik tersebut dapat juga digunakan untuk mengelompokan tingkatan aktivitas tektonik menjadi tektonik sangat aktif, aktif sedang atau tidak aktif. Dasar dari klasifikasi tektonik aktif dapat digunakan untuk mendeliniasi studi detil identifikasi struktur aktif pada suatu daerah. 3.4.1 Kurva Hipsometrik (Hypsometric Curve) Kurva hipsometrik menggambarkan distribusi elevasi melintang suatu daerah dari sebuah drainage basin atau sub drainage basin (daerah aliran sungai/das) pada suatu daerah. Kurva ini dibuat dengan pengeplotan perbandingan ketinggian dan luas DAS atau subdas suatu daerah dari peta topografi. Adapun metoda pembuatan kurva hipsometrik dengan mencari perbandingan antara beda tinggi untuk sumbu y dan perbandingan luas drainage basin untuk sumbu x (Gambar 3.2 ) 31

Gambar 3.2. Metode pembuatan kurva hipsometrik (Strahler, 1952 opcit Keller dan Pinter, 1996). Nilai y tidak berkaitan secara langsung dengan elevasi/ketinggian tetapi merupakan perbandingan jarak setiap interval kontur terhadap nilai kontur yang tertinggi pada DAS. Begitu pula dengan nilai x yang tidak berkaitan langsung dengan jarak. Nilai x menunjukkan nilai perbandingan luas setiap interval kontur dengan luas keseluruhan DAS. Nilai x dan y sangat dipengaruhi oleh tingkat erosi dan pengangkatan. Dari hasil kurva hipsometrik dapat diinterpretasikan bentuk lahan berdasarkan polanya. Masing-masing pola kurva hipsometrik dapat mencerminkan bentuk lahan stadium muda, menengah dan tua (Gambar 3.3). Bentuk lahan stadium muda mencerminkan pengangkatan tektonik berupa torehan dalam dan bentuk relief kasar. Sedangkan bentuk lahan pada stadium menengah mencerminkan keseimbangan proses geomorfik antara pengangkatan dan erosi. Bentuk lahan stadium tua mencerminkan topografi relief halus dan proses erosi sangat dominan dibandingkan tektonik. 32

a b c Gambar 3.3. Kurva hipsometrik yang mencerminkan topografi, (a) stadium tua, (b) stadium menengah/remaja dan (c) stadium muda untuk analisis tektonik aktif (Strahler, 1952 opcit Keller dan Pinter, 1996). 3.4.2 Perbandingan lebar dasar lembah dan tinggi lembah (ratio of valley floor width to valley height) Perbandingan lebar dan tinggi lembah (V f ) diekspresikan dengan persamaan: Vf = 2 V fw / ( E ld E sc ) + ( E rd E sc ) Vfw adalah lebar dasar lembah, E ld dan E rd adalah elevasi bagian kiri dan kanan lembah, E sc adalah elevasi dasar lembah. Gambar 3.4. menjelaskan metode perhitungan V f. Nilai V f tinggi berasosiasi dengan kecepatan pengangkatan rendah, sehingga sungai akan memotong secara luas pada dasar lembah dan bentuk lembah akan semakin melebar. Sedangkan nilai V f rendah akan merefleksikan lembah dalam dan mencerminkan penambahan aktivitas sungai, hal ini berasosiasi dengan kecepatan pengangkatan. 33

Gambar 3.4. Metode perhitungan perbandingan lebar dan tinggi lembah (Keller dan Pinter, 1996). Metode ini juga telah diterapkan untuk menganalisis tektonik aktif di zona Sesar Garlock daerah California bersama dengan perhitungan mountain front sinuosity. Nilai V f berkisar antara 0,05 47. Nilai V f rendah dijumpai pada lembah bagian utara zona Sesar Garlock yang diasumsikan bahwa aktivitas tektoniknya lebih kuat/aktif dibanding daerah lainnya (Keller dan Pinter, 1996). 3.4.3 Indeks Gradien Panjang Sungai (stream length gradient index) Indeks gradien panjang sungai (SL) dihitung dari peta topografi berdasarkan persamaan: SL = (Δ H/ ΔL) x L dimana: ΔH : beda elevasi dari titik yang akan dihitung ΔL : panjang sungai hingga titik yang akan dihitung L : total panjang sungai hingga ke arah hulu dengan titik yang akan dihitung 34

Adapun metode perhitungannya tercantum pada gambar di bawah ini. Gambar 3.5. Metode perhitungan gradien indeks panjang sungai (Keller dan Pinter, 1996). Indeks SL sangat sensitif oleh perubahan kemiringan sungai (channel slope). Tingkatan sensitivitas ini dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara tektonik aktif, resistensi batuan dan topografi. Metode ini telah diaplikasikan untuk analisis tektonik aktif di Sungai Potomac negara bagian Washington D.C, hasilnya tercantum pada gambar 3.6 (Keller dan Pinter, 1996). Indeks SL dapat digunakan untuk identifikasi tektonik aktif saat sekarang, dengan hasil indeks SL tinggi. Suatu daerah yang memiliki nilai indeks SL rendah bisa juga merupakan tektonik aktif sekarang, contohnya sepanjang lembah linier akibat pergerakan sesar mendatar dan nilai indeks SL akan rendah karena sepanjang lembah telah hancur akibat pergerakan sesar mendatar tersebut dan aliran sungai akan melalui lembah dengan lereng rendah. Sehingga nilai indeks SL harus selalu dikorelasikan dengan kondisi geologi lainnya, seperti struktur dan litologi. Indeks SL telah diaplikasikan untuk analisis tektonik aktif sekarang di 35

Pegunungan San Gabriel bagian selatan California dan daerah Mendocino bagian utara California. Indeks SL dapat digunakan untuk membedakan jenis pengangkatan (uplift) tektonik rendah, menengah dan tinggi (Keller dan Pinter, 1996). Gambar 3.6. Grafik di atas merupakan ilustrasi penampang secara memanjang pada bagian atas Sungai Potamac. Indeks SL relatif kecil di lembah dan punggungan, di lembah Appalachian pada batuan shale, batulanau, batupasir dan batuan karbonat. Indeks SL secara tiba-tiba bertambah saat memotong batuan keras/resisten di punggungan Biru, kemudian menurun lagi pada batuan lunak di Basin Trias dan Piedmont. Indeks SL secara tiba-tiba bertambah lagi pada batuan resisten di Great Fall bagian bawah. Studi ini membuktikan bahwa terdapat korelasi yang baik antara batuan resisten dan indeks SL (Keller dan Pinter, 1996). 3.4.4 Asimetri Cekungan Pengaliran (drainage basin asymmetry) Geometri jejaring sungai dapat dijelaskan secara kualitatif maupun kuantitatif. Daerah aliran sungai (DAS) dapat memberikan informasi deformasi tektonik aktif dengan membedakan pola dan geometri. Faktor asimetri (AF) merupakan salah 36

satu analisis kuantitatif DAS untuk mendeteksi kemiringan tektonik (tectonic tilting) baik pada skala DAS kecil maupun luas. Harga faktor asimetri diperoleh dari peta topografi dan metoda perhitungannya tercantum pada Gambar 3.7 A r AF = 100 At 3.2km = 100 4.9km 2 2 = 65 AF>50 implies tilt down to the left basin (looking downstream) Gambar 3.7. Metoda perhitungan faktor asimetri (Keller dan Pinter, 1996). Apabila nilai AF yang diperoleh dari perhitungan menunjukkan nilai 50, maka daerah tersebut memiliki kemiringan (tiliting) yang kecil. Apabila nilai AF lebih besar atau kurang dari 50, maka terjadi kemiringan (tilting) akibat tektonik. Metode ini sangat baik diterapkan pada DAS yang mendasarinya pada batuan yang sama. Metode ini cukup baik untuk aplikasi tektonik karena tidak terpengaruh oleh faktor litologi (seperti perlapisan batuan sedimen) maupun iklim lokal (seperti perbedaan vegetasi karena beda lereng). Metode ini telah diterapkan untuk analisis tektonik aktif di pantai Pasifik Costa Rica, daerah Nicoya Peninsula dan analisis arah kemiringan Holosen di teluk Mississippi (Keller dan Pinter, 1996). 3.5 Stratigrafi Sebagai Bukti Gempa Purba Deformasi dan stratigrafi sedimen yang belum terkonsolidasi pada zona sesar akan memberikan bukti yang sangat baik untuk menentukan aktivitas sesar. 37

Tempat yang terbaik untuk mencari bukti ini adalah: Endapan yang terjadi pada zona sesar sepanjang waktu yang bersamaan dengan aktivitas sesar. Jejak sesar yang ditemukan pada wilayah yang luas. Fenomena ini sangat jarang dapat diamati di permukaan, biasanya untuk menentukan perangkap sedimen dapat dilihat dari geomorfologi zona sesar. Perangkap sedimen ini akan terus terakumulasi bersamaan dengan aktivitas sesar. Lingkungan Sagpond Lingkungan pengendapan yang paling baik untuk menyimpan data aktivitas sesar masa lampau adalah lingkungan dengan energi yang rendah dimana endapan akan terakumulasi dalam lapisan-lapisan yang tipis dipisahkan dengan profil pelapukan, tanah organik atau batubara muda (Sieh, 1978 opcit McCalpin, 1996). Lingkungan pengendapan seperti dijelaskan di atas dikenal sebagai sagpond. Menurut Bates and Jacson (1987), sagpond adalah suatu daerah yang relatif kecil yang berisi air membentuk depresi atau sag, terbentuk akibat sesar aktif atau pergerakan sesar sekarang yang terkurung oleh aliran sungai. Di California, lingkungan seperti ini adalah suatu sagpond yang diisi oleh endapan dari tebing, alur dan aliran kecil. Perselingan antara pengendapan yang basah dan udara terbuka menghasilkan sekuen stratigrafi pasir, lanau dan lempung dengan ketebalan beberapa sentimeter sampai puluhan meter yang disisipi oleh tanah atau batubara muda yang tipis. Pengisian batubara muda dan tanah akan maksimum bila sagpond tidak sepenuhnya mengering pada saat musim kering normal (Sieh, 1978 opcit McCalpin, 1996). Paritan (trenching) merupakan salah satu metoda untuk penyelidikan sekuen dari endapan sagpond pada rawa sangat basah yang diairi (Rockwell et al., 1986 dan Weldon II et al., 1996). Alternatif torehan aliran untuk mengairi sagpond bisa 38

alami atau buatan (Sieh, 1978 opcit McCalpin, 1996). Jadi studi penelitian paleoseismik harus mencari sagpond yang diisi air dan mendapatkan pengendapan butiran halus atau pengendapan distal fluvial dari daerah aliran (cathment) kecil pada musim basah yang tetap. Tidak semua sagpond memenuhi kriteria di atas. Depresi tektonik yang mengakibatkan alur lebar dan dalam, dapat mengakibatkan penggerusan channel dan erosi lateral akan membuat aliran yang sangat baik di antara pengendapan yang sedikit untuk membentuk batubara muda atau tanah organik. Dari stratigrafi sagpond diharapkan akan diperoleh bukti rekaman pergerakan sesar. Banyaknya lapisan paleosol pada endapan sagpond akan menjadi bukti rata-rata pergerakan (slip-rate) dari suatu sesar aktif yang telah terjadi di masa yang lalu. Dengan menggunakan metoda 14 C (carbon dating) maka umur setiap sekuen yang dibatasi oleh paleosol pada lingkungan pengendapan sagpond dapat ditentukan. Data umur ini akan merefleksikan rata-rata pergerakan (sliprate) suatu sesar aktif (Gambar 3.8). Gambar 3.8. Hubungan aktifitas sesar normal dengan pembentukan paleosol pada daerah yang dekat dengan bidang sesar (fault scarp) (McCalpin, 1996). 39