BAB I PENDAHULUAN. membacanya ibadah dan tidak ditolak kebenarannya (Al-hafidz, 2005: 1).

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN REGULASI EMOSI ANTARA PENGHAFAL QURAN 1-15 JUZ DAN PENGHAFAL QUR'AN JUZ DI PONDOK PESANTREN NURUL QUR AN KRAKSAAN, PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. 2014), hlm Imam Musbikin, Mutiara Al-Qur an, (Yogyakarta: Jaya Star Nine,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Abudin Nata, Al-Qur an dan Hadits, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm.55-56

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

keterpeliharaannya Al-Qur an. Allah berfirman:

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dulu selalu ada orang-orang yang berusaha untuk mencari-cari kelemahan, atau

BAB I PENDAHULUAN. Qur an sendiri menganjurkan supaya manusia memperdalam berbagai bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. bukunya Praktikum Qira at adalah Kalam Allah yang mengandung mukjizat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Qur an Melalui Pendekatan Historis-Metodologis, ( Semarang: RaSAIL, 2005), hlm

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekstrakurikuler seperti yang ada di sekolah-sekolah umum, tapi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 2005), hlm. 23. Penerbit Diponegoro, 2008), hlm Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur an, (Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini, karena tiada ilmu yang lebih utama untuk dipelajari oleh umat

BAB I PENDAHULUAN. Syaikh Sulaiman bin Husain bin Muhammad al Jamzury Tuhfatul Athfal, Toha Putra, Semarang, 1381 H, hal. 1. 2

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu-ilmu al-quran Melalui Pendekatan Historis-Metodologis, (Semarang: Rasail, 2005), hlm. 37.

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengenyam pendidikan. Ajaran Islam menuntut semakin tinggi jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an adalah kitab suci penyempurna dari kitab-kitab yang diturunkan

Modul ke: Kesalehan Sosial. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Al-Qur an. Oleh karena itu, beruntunglah bagi orang-orang yang dapat menjaga

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Hal ini semata-semata karena Allah yang menjaga Al-Quran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PEMBAHASAN. akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah keterbatasan dari teori awal adalah ambiguitas tentang proses pengaruh. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB V IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

BAB I PENDAHULUAN. yang ia miliki, baik secara vertikal (hablumminallah) maupun secara horisontal

RUMAH YATIM DAN TAHFIDZ QUR AN MADANI Alamat: Perumahan Kiarasari V No. 22 Kel. Margasari Kec. Buah Batu Kota Bandung /

BAB I PENDAHULUAN. Al-Quran adalah kitab suci yang merupakan sumber utama dan utama

BAB I PENDAHULUAN. Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah salah satu dari empat kitab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masih Spiritualitas Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, harus menguasai huruf Hijaiyyah beserta perubahannya. Kedua,

BAB I PENDAHULUAN. Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahanlahan.

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

(Studi Kasus : SMA Muhammadiyah 8 )

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus Rasul terakhir yaitu Muhammad Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril,

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran)

MODUL 02 MEMAHAMI KEAGUNGAN AL-QUR AN DAN HIDUP BAHAGIA DENGAN AL-QUR AN

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH KELURAHAN SAMPANGAN KOTA PEKALONGAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dengan materi-materi kajian yang terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab demi bab yang telah peneliti kemukakan diatas, maka peneliti bisa mengambil beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan agama anak di sekolah. Hal ini sesuai dengan pemikiran jalaluddin

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. dalam berbagai dimensi kehidupan.sudah sangat jelas bahwa dalam Al-Qur an

BAB I PENDAHULUAN. maupun di akhirat. Dengan pendidikan seseorang akan memperoleh bekal

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

BAB I PENDAHULUAN. mengantar seseorang untuk meraih kesejahteraan yang didambakan baik di dunia. dan keterampilan yang berguna dalam menjalani hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 3. Ibid., hlm. 5.

BAB I PENDAHULUAN. kesempurnaan iman seorang muslim terhadap Al-Qur an adalah meyakini

Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

AKHLAK PRIBADI ISLAMI

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Keutamaan Puasa

Alquran adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. yang mengandung petunjuk-petunjuk bagi umat manusia dan menjadi pedoman

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001),

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya (Q.S. al-hijr/15: 9).

BAB I. keistimewaan yang tidak dimiliki kitab kitab lain. Beberapa keistimewaannya

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Secara garis besar pendidikan Agama Islam yang diberikan di sekolah atau. keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah Swt.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang semakin menggeser minat untuk belajar membaca Al-Qur an. yang dampaknya akan menghancurkannya umat islam.

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Maju

BAB I. masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan warganya. berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dunia dan akhirat. Dakwah sebagai aktifitas umat Islam dalam. metode maupun media yang digunakan.

Kejayaan Umat Dalam Berhijrah. Dr. Tajuddin Pogo, Lc.MH

BAB IV ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QUR AN DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUL FALAH BERMI GEMBONG PATI

BAB I PENDAHULUAN. prestasi akademik yang dicapai seseorang, akan tetapi harus di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. membawa kemaslahatan bagi umat manusia (rahmat lil alamin), baik di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Kementrian Agama RI, Modul Bahan Ajar Pendidikan Dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Guru Kelas RA, Jakarta, 2014, hlm. 112.

BAB I PENDAHULUAN. SWT kepada nabi Muhammad SAW. Fungsi dari Al-Qur an ialah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merasakannya. Begitu pula bisa membaca Al-Qur an dengan fasih dan benar

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman keagamaan terhadap anak melalui pembelajaran Al-Qur an

BAB I PENDAHULUAN. Al-Baqarah, Ayat 151, Al-Qur an Terjemah Kudus, Menara Kudus, 2006, Hal 23

Motivasi Agar Istiqomah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. samawi lain yang datang sebelumnya. Allah Swt. mewahyukan al-quran kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. Al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan Allah swt. Semata. Al-Qur an juga mengandung nilai-nilai dan. ajaran-ajaran yang harus dilaksanakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN WIB.

SAMBUTAN BUPATIBENGKALIS PADAPEMBUKAN PELATIHAN PENINGKATAN KOMPETENSIGURU TPA/TPQ SE-KABUPATEN BENGKALIS TAHUN 2017 BENGKALIS,20MARET

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Abdul Djalal dalam bukunya menjelaskan, Al-Qur an. dan memelihara Al-Qur an oleh sebagian umat Islam terus berlanjut dari

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

Cece Abdulwaly. Diterbitkan oleh: melalui:

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

BAB IV ANALISIS TEORI KONVERGENSI DAN RELEVENSINYA DENGAN HADIST NABI MUHAMMAD SAW TENTANG FITRAH MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Ciputat Press, 2008), Cet. III, hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak keluar dari akar sejarahnya. Demikian dalam praktis-aplikatif,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an adalah kalam Allah yang bersifat mu jizat, diturunkan kepada nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, diriwayatkan secara mutawatir, membacanya ibadah dan tidak ditolak kebenarannya (Al-hafidz, 2005: 1). Kemu jizatan al-qur an terletak pada keberadaannya yang tidak ditelan oleh masa, ia berkedudukan sebagai petunjuk manusia dalam segala hal (Al-Kahil, 2010:131-132). Al-Qur an yang mengandung seluruh ilmu pengetahuan adalah salah satu karunia Allah yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Macam karunia ini tidak mungkin didapat oleh manusia tanpa melalui proses yang panjang, dan proses itu diantaranya adalah pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu fenomena sosial yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat serta melibatkan orang tua yaitu ayah dan ibu, pendidik (guru), lingkungan dan masyarakat itu sendiri. Sebagian dari masyarakat adalah anak, sebagai individu yang pada prinsipnya memiliki akal sehat yang dapat dan harus dimanfaatkan untuk mencari ilmu. Potensi tersebut memberi kemungkinan kepada anak untuk mengembangkan kepribadiannya, 1

2 akalnya yang dilatarbelakangi kesadaran berpikir yang dimiliki oleh anakanak (Ulwan, 1990). Al-Jumbulati, (1994:5) berpendapat jika dalam perkembangan kepribadian, akal pikiran, perasaan, dan potensi anak melalui fase-fase perkembangan tertentu, anak memerlukan bimbingan, pengajaran, pengendalian dan kontrol baik dari orang tua maupun pendidik. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan perkembangan anak agar mampu berperan serta secara berkesinambungan dalam pembangunan manusia yang selalu berkembang dan juga mampu beramal shalih dalam arti berakhlak mulia selama dalam upaya mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diantara berbagai program pengembangan keilmuan pembelajaran al Qur'an berada pada tangga teratas lebih-lebih menghafal al-qur'an jika dilihat dari aspek urgennya fungsi al Qur'an bagi kehidupan Umat Islam. Para penghafal al quran memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam sebagaimana janji Allah untuk menjaganya yang menggunakan kata pengganti kami bukan saya sebagaimana dalam al Qur'an surat al-hijr : Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al Hijr [15]: 9).

3 Firman Allah dalam surat al-hijr di atas bersifat aplikatif, artinya bahwa jaminan pemeliharaan terhadap kemurnian al-qur an itu adalah Allah yang memberikannya, tetapi tugas operasional secara riil untuk memeliharanya harus dilakukan oleh umat yang memilikinya. Ayat ini pada hakikatnya merupakan peringatan agar umat Islam senantiasa waspada terhadap usahausaha pemalsuan al-qur an karena fakta adanya usaha-usaha untuk memalsukan al-qur an telah muncul sejak masa hidup Rasulullah Saw.Namun berkat adanya para penghafal al-qur an dari masa ke masa maka usaha-usaha pemalsuan itu senantiasa dapat diantisipasi dan dapat digagalkan (Al-Hafidz, 2005: 24). Menghafal al-qur an merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji dan mulia. Banyak hadits Rasulullah saw yang mendorong untuk menghafal al- Qur an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah SWT. (Qardhawi, 1999: 199). Rasulullah saw bersabda: Pelajarilah al-qur an dan bacalah sesungguhnya perumpamaan orang yang mempelajari al-qur an dan membacanya adalah seperti tempat air penuh dengan minyak wangi misik harumnya menyebar kemana-mana. Dan barang siapa yang mempelajarinya kemudian ia tidur dan didalam hatinya terdapat hafalan al-qur an adalah seperti tempat air yang tertutup dan berisi minyak wangi misik. (HR. Tirmdzi). Al-Hut, (t.th:144). Menjalani hidup sebagai seorang santri terlihat sepele bagi sebagian orang. Akan tetapi, kenyataan bahwa mereka jauh dari pengawasan orangtua, saudara, dan sanak keluarga mengharuskan mereka untuk menjalani hidup

4 secara mandiri. Masalah yang dialami santri akan menjadi semakin kompleks ketika mereka harus tinggal di asrama dengan sejumlah santri lain yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Kemampuan santri untuk mengatur emosi dalam dirinya akan menentukan keputusan untuk terus bertahan menjadi seorang santri atau justru berhenti karena tidak kerasan. Hidup sebagai seorang santri di pondok pesantren sudah diatur dalam otoritas pondok pesantren. Santri akan terikat dengan segala peraturan dan tata tertib yang dibuat pihak pondok pesantren. Bagi sebagian santri, aturan dan tata tertib dianggap perlu untuk menjaga perilaku santri agar tetap taat. Namun, bagi sebagian santri yang lain, aturan dan tata tertib di pondok pesantren dianggap sebagai batasan-batasan perilaku yang harus dilanggar. Diantara perangkat untuk memelihara al-qur an adalah menyiapkan orang yang menghafalkannya pada setiap generasi Qardhawi, (1999:188). Hal tersebut sebagai upaya untuk mengakrabkan orang-orang yang beriman dengan kitab sucinya agar mereka tidak buta terhadap isi kandungan yang ada di dalamnya. Semangat menghafal al-qur an masih melekat di dada umat islam hingga saat ini. Masih banyak lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren yang mengajarkan materi menghafal al-qur an kepada para santrinya. Meskipun menghafal al-qur an bukanlah pekerjaan yang mudah tetapi keistimewaan menghafal al-qur an justru terletak pada berat, unik, dan panjangnya proses yang akan dilalui.

5 Sebagai salah satu lembaga pendidikan bertanggung jawab terhadap pendidikan anak didiknya, Pesantren Nurul Qur an memiliki visi untuk Mencetak Santri yang berbudi luhur dan berjiwa Qur ani. Menghafal al-quran merupakan salah satu program wajib bagi setiap santri di Pondok Pesantren Nurul Qur an. Santri penghafal quran di Pondok Pesantren Nurul Qur an memiliki kewajiban untuk menyetorkan hafalan dan mengulang hafalan yang telah disetorkan sebelumnya. Kewajiban santri menyetorkan hafalan setiap harinya adalah minimal satu shofhah (lembar) setiap harinya. Setelah santri menyetorkan hafalan, santri masih memiliki kewajiban untuk mengulang hafalan sebelumnya kepada ustadz. Demikian halnya bagi santri yang sudah memiliki hafalan 30 juz, mereka masih memiliki kewajiban untuk menyetorkan hafalan dengan mengulang hafalan qurannya secara bertahap. Terdapat perbedaan karakter antara juz 1-15 dan juz 16-30. Karakter ayat yang yang ada di juz 1-15 lebih panjang jika dibandingkan dengan ayat-ayat yang ada di juz 16-30. Pada juz 16-30 lebih banyak ayat-ayat yang mutasyabih atau sama. Sehingga dalam proses menghafal, para penghafal 1-15 juz akan merasa lebih sulit dan membutuhkan motivasi yang lebih tinggi dibanding dengan para penghafal 16-30 juz. Berdasarkan pada penuturan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Quran pada tanggal 26 Juni 2015, ada perbedaan hambatan yang dihadapi para santri penghafal qur an yang baru memulai hafalannya dengan para santri penghafal qur an yang sudah memiliki hafalan lebih dari15 juz. Hambatan yang lebih

6 berat akan dialami santri yang baru memulai hafalan atau yang memiliki hafalan di bawah 15 juz. Hal tersebut didasarkan pada keterangan Pengasuh Pondok Pesantren Nurl Qur an yang mengatakan jika bagi santri yang memulai hafalan mereka akan membutuhkan dukungan dan pendampingan yang ekstra, karena masalah seperti malas, tiba-tiba berhenti melanjutkan hafalan, dan merasa tidak mampu menghafal jika dibandingkan dengan temannya yang memiliki hafalan lebih dari 15 juz, akan membuat santri yang baru memulai hafalannya menjadi terpuruk. Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qur an melanjutkan, jika masalah yang dihadapi para santri penghafal qur an yang sudah memiliki hafalan lebih dari 15 juz berbeda dengan santri yang baru memulai menghafal. Santri penghafal qur an yang sudah memiliki hafalan lebih dari 15 juz akan merasa lebih tertuntut untuk menyelesaikan hafalannya. Begitu juga dengan santri yang sudah memiliki hafalan 30 juz, masalah yang sering dihadapi adalah rasa malas untuk mengulang hafalannya. Hal lain yang juga membedakan penghafal qur an lebih 15 juz dengan penghafal yang baru memulai adalah jika penghafal quran yang sudah memiliki hafalan 15-30 juz ketika menghadapi masalah yang mengganggu hafalannya, mereka akan cenderung kembali semangat menghafal lebih cepat dibanding santri yang baru memulai hafalannya. Keyakinan individu untuk mengatasi suatu masalah, kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan tidak

7 terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya, adalah beberapa indikator perilaku yang menunjukkan kemampuan regulasi emosi seseorang. Gross (dalam Anggraeny, 2014) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif. Menghafal al Qur'an adalah bagian dari proses pendidikan yang juga bermanfaat untuk regulasi emosi bagi santri, dengan proses yang panjang dan lama maka penghafal al qur'an telah melatih dirinya untuk sabar dan selalu semangat dalam menyelesaikan hafalannya. Regulasi emosi setiap santri mengalami perkembangan yang berbeda sehingga dari sinilah ketertarikan peneliti muncul untuk melakukan penelitian psikologis dari para pengahafal al Qur'an. Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan Probolinggo mengembangkan pembelajaran dan pendidikan dengan fokus pengembangan kualifikasi hafalan al-qur an namun dengan tidak mengesampingkan ilmu-ilmu agama yang lain seperti Tauhid, Nahwu, Shorrof, Fiqih, bahasa Arab, dan ulum al Qur'an serta lembaga pendidikan formal dari RA, MI, MTs, MA. Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan Probolinggo memiliki heterogenitas usia santri mulai dari

8 yang usia TK sampai yang sudah menjadi mahasiswasehingga akan sangat menarik untuk dilakukan penelitian tingkat regulasi emosi dari semua santri, namun dengan keterbatasan dari peneliti penelitian ini hanya akan difokus pada santri yang sudah hafal 30 juz dan yang masih dalam proses menyelesaikan hafalannya. Dengan kehadiran dan eksistensi lembaga semacam pesantren diharapkan kelak akan muncul generasi muda muslim yang benar-benar memahami Islam sekaligus mempunyai kapabilitas dan kesadaran untuk menyebarluaskan pengetahuannya di tengah- tengah lingkungan masyarakat. Chairani & Subandi, (2010:3-4) mengatakan jika menghafal al-qur an selain membutuhkan kemampuan kognitif yang memadai juga membutuhkan tekad dan niat yang lurus, usaha keras, kesiapan lahir batin, dan pengaturan diri yang ketat. Karena menghafal al-qur an merupakan aktivitas yang membutuhkan perhatian yang serius, maka kondisi pribadi akan berpengaruh pada kemampuan menghafal tersebut. Dalam menghafal al Qur'an yang memiliki banyak tantangan sangat membutuhkan regulasi positif diantaranya rasa senang dan mencintai aktifitas mengahfal al Qur'an sehingga muncullah motivasi yang kuat untuk terus melangkah dalam menyelesaikan hafalan al Qur'an. Dengan adanya motivasi yang kuat para santri akan tetap tangguh manakala mengalami rintangan dan hambatan baik dari dalam dirinya ataupun dari factor eksternal. Motivasi merupakan kekuatan, baik dari dalam diri maupun dari luar diri yang

9 mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, dan persepsi atau dengan kata lain motivasi dapat dikatakan sebagai dorongan mental. Dalam proses menghafal al-qur an, motivasi memiliki peranan penting sebab motivasi dapat menggerakkan perilaku santri ke arah pencapaian hafalannya. Regulasi emosi positif dalam menghafal al-qur an tidaklah sama antara santri yang satu dan santri yang lain. Regulasi emosi positif dalam diri santri kadang kuat, kadang lemah, bahkan pada suatu saat berubah menjadi regulasi emosi negatif. Menghafal al-qur an secara relatif tidak semudah melakukan aktivitas belajar lain, oleh karena itu kemampuan para santri dalam menata dan mengelola emosinya sangat dibutuhkan dalam prosesnya. Regulasi emosi bagi santri timbul akibat adanya pengaruh dari dalam diri santri itu sendiri maupun dari luar. Pengaruh dari dalam diri dapat berupa kepribadian, rasa eksistensi diri, pengalaman, kebutuhan, harapan, dan cita-cita yang menjangkau masa depan. Sedangkan dari luar santri berupa pengaruh keluarga, lingkungan sekitar, dan faktor lain yang sangat kompleks. Kualitas hafalan sangat ditentukan oleh ketekunan dan usaha keras seorang penghafal al-qur an. Santri yang pandai meregulasi (mengatur) dirinya dengan baik, akan mampu membawa dirinya menjadi seorang penghafal yang kredibel, yang kualitas hafalannya baik pula, karena menghafal al-qur an butuh kontinuitas (istiqomah) agar hafalan yang sudah didapat tidak hilang dan dapat melafadzkan kembali dengan sempurna tanpa cacat. Kerumitan dalam menghafal al-qur an yang menyangkut ketepatan membaca dan

10 pengucapan tidak bisa diabaikan begitu saja, sebab kesalahan sedikitpun akan menimbulkan makna yang berbeda. Apabila hal tersebut dibiarkan dan tidak dijaga secara ketat maka kemurnian al-qur an menjadi tidak terjaga dalam setiap aspeknya. Hal ini dapat dilihat pada regulasi emosi santri Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan Probolinggo dalam menghafal al-qur an. Beragam alasan dalam menghafal al-qur an mempengaruhi tingkat penataan emosi santri dalam proses hafalannya yang panjang. Sementara itu, tumbuhnya motivasi mampu menciptakan energi yang kuat dalam menghafal al-qur an.mereka yang memiliki regulasi emosi positif, sehingga selalu istiqomah ternyata mampu menghafal dengan baik, begitu juga sebaliknya. Dari latar belakang tersebut, dengan merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang perbedaan regulasi emosi para santri yang menghafal 1-15 juz dengan santri yang menghafal 16-30 juz dengan judul penelitian, Perbedaan Regulasi Emosi antara Penghafal Quran 1-15 Juz dan Penghafal Qur'an 16-30 Juz di Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan, Probolinggo". B. Rumusan Masalah Berangkat dari judul skripsi dan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan beberapa masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana tingkat Regulasi Emosi penghafal Qur an 1-15 juz Di Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan, Probolinggo?

11 2. Bagaimana tingkat Regulasi Emosi penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan, Probolinggo? 3. Adakah Perbedaan tingkat Regulasi Emosi Antara Penghafal Qur'an 1-15 juz dengan penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan, Probolinggo? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tingkat Regulasi Emosi penghafal Qur an 1-15 juz Di Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan, Probolinggo. 2. Untuk mengetahui tingkat Regulasi Emosi penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan, Probolinggo. 3. Untuk mengetahui adakah Perbedaan Regulasi Emosi Antara Penghafal Qur'an 1-15 juz dengan penghafal Qur'an 16-30 juz di Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan, Probolinggo. D. Manfaat Penelitian Sesuai dengan judul Perbedaan Regulasi Emosi Antara Penghafal Quran 15 Juz dengan Penghafal Qur'an 30 juz Di Pondok Pesantren Nurul Qur an Kraksaan Probolinggo, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi para penghafal al Qur an akan pentingnya motivasi dalam menghafal al-qur an.

12 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi para penghafal al- Qur an bagaimana seharusnya mngelola emosi dalam menghafal al Qur'an. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran atau informasi yang jelas tentang ada tidaknya perbedaan antara regulasi emosi santri yang telah hafal 1-15 juz dengan yang hafal 16-30 juz. 4. Hasil penelitian dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, baik bagi civitas pondok pesantren huffadz maupun siapa saja yang sedang bergelut di dunia pendidikan.