HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

dokumen-dokumen yang mirip
IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

Karakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

MATERI DAN METODE. Materi

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan bangsa serta jenis yang beragam. Setiap bangsa dan jenis itik memiliki

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. puyuh turunan hasil persilangan warna bulu coklat dengan hitam. Jumlah telur

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

MATERI DAN METODE. Materi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

RINGKASAN. sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari, dan itik Alabio. Di daerah asalnya, itik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

Transkripsi:

29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio jantan dan betina 1 : 7. Itik dipelihara pada umur 5 bulan dan mencapai puncak produksi pada umur 9-10 bulan. Hal ini menunjukkan korelasi positif dengan pernyataan Wakhid (2012) bahwa itik Rambon mencapai dewasa kelamin pada umur 140 hari. Mulai bertelur pada umur 154 hari (22 minggu) dengan masa produktif selama 10 bulan per tahun. Didukung pula oleh pernyataan Sujana dkk. (2013) yaitu itik Rambon memiliki umur produksi relatif cepat (169 hari atau 24 minggu). Sistem pemeliharaan yang digunakan adalah sistem pemeliharaan intensif. Wakhid (2012) menyatakan sistem beternak secara intensif pada peternakan itik diarahkan untuk mencapai produktivitas yang optimal sesuai dengan tujuan pemeliharaan itik. Pada sistem ini semua kebutuhan itik diatur dengan cermat (air, pakan, vitamin, vaksinasi, dan obat-obatan). Di dalam sistem pemeliharaan intensif, itik dipelihara dalam kandang hingga akhir pemeliharaan. Pada pemeliharaan ini tidak dilakukan penggembalaan. Itik dibiarkan hidup di kandang yang sudah disediakan dengan pembatasan pemberian air dan tidak disediakan tempat berenang, hanya sebatas air minum.

30 Kualitas pakan merupakan faktor utama yang menentukan kualitas telur yang dihasilkan (Sudaryani, 2006). Ransum yang diberikan merupakan campuran dari dedak padi, jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, konsentrat 144, top mix, mineral, dan grit. Komposisi yang digunakan untuk meracik 100 kilogram ransum Itik Rambon adalah 40 kilogram dedak padi, 35 kilogram jagung, 9 kilogram bungkil kedelai, 8 kilogram tepung ikan, 5 kilogram konsentrat 144, 0,5 kilogram top mix, 1 kilogram mineral, dan 1,5 kilogram grit. Berikut adalah kandungan gizi yang dimiliki oleh campuran pakan Itik Rambon seperti tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis Kandungan Nutrien dan Energi Metabolis Pakan Itik Rambon Populasi Dasar yang Dipelihara Pada Kondisi Minim Air Zat Makanan Jumlah Air (%) 8,93 Abu (%) 19,81 Protein (%) 17,37 Lemak (%) 5,02 Serat Kasar (%) 5,82 Kalsium (%) 2,03 Fosfor (%) 0,96 Energi Metabolis (Kkal/ kg) 2966,4 Sumber : Hasil Analisis di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2013. Pemberian ransum sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Ransum diberikan sebanyak masing-masing 4,25 kilogram untuk setiap pemberian sehingga membutuhkan 8,5 kilogram ransum per hari untuk 47 ekor

31 itik. Maka didapatkan data bahwa 1 ekor Itik Rambon mengkonsumsi pakan sebanyak kurang lebih 180,85 gram per hari. Sedangkan pemberian minum dilakukan ad libitum, dengan lokasi tempat air yang disediakan berada di sisi pagar pembatas kandang sehingga ternak harus menjulurkan kepalanya untuk dapat meraih air yang tersedia. Hal tersebut ditujukan untuk membatasi air yang digunakan oleh ternak hanya sebatas untuk minum, bukan untuk berenang atau berendam. 4.2. Bobot Telur Tetas Itik Rambon Bobot telur merupakan salah satu variabel penting dari penentuan kualitas telur. Berat telur merupakan kriteria pertama dalam pemasaran telur. Konsumen telur, baik penggunaannya untuk telur konsumsi maupun telur tetas, selalu berasumsi bahwa telur yang bobotnya lebih tinggi adalah telur yang berkualitas lebih baik. Tabel 5. Analisis Data Bobot Telur Tetas Itik Rambon Periode 1 dan 2 Analisis Data Periode 1 Periode 2 Rata-rata Bobot (gram) 69,66 68,91 69,28 Simpangan Baku 4,86 4,56 4,71 Koefisien Variasi (%) 6,97 6,62 6,80 Dari hasil pengukuran bobot telur, diperoleh bobot rata-rata telur periode pertama adalah 69,66 gram ± 4,86 dengan koefisien variasi 6,97%. Pada periode kedua terjadi penurunan rata-rata bobot telur menjadi 68,91 gram ± 4,56 dengan koefisien variasi 6,62%. Total bobot rata-rata telur periode pertama dan kedua adalah 69,28 gram ± 4,71 dengan koefisien variasi 6,80%.

32 Hasil tersebut menandakan itik Rambon dapat menghasilkan bobot telur tetas yang baik jika dipelihara pada kondisi minim air. Wakhid (2012) mengemukakan bobot telur itik Rambon mencapai 65-70 gram per butir, sehingga digolongkan sebagai telur dengan kualitas unggul. Sejalan dengan pernyataan Sujana dkk. (2013) bahwa bobot telur itik Rambon cukup tinggi nilainya (65, 04 g ± 2,19). Menurut hasil penelitian Mayel (2013), bobot telur tetas itik Cihateup dan itik Padjadjaran lebih rendah nilainya dibandingkan itik Rambon yaitu 69,28 g ± 4,71. Namun bobot telur tetas itik Magelang lebih tinggi dibandingkan itik Rambon yaitu 70,96 g ± 5,39. Data tersebut menunjukkan bahwa itik Rambon memiliki bobot telur tetas yang tinggi dibandingkan itik Cihateup dan itik Padjadjaran. Menurut Hardjosworo (1989), bobot telur merupakan sifat yang dipengaruhi oleh kebakaan (genetik) dan protein dalam pakan. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Listyowati dan Roositasari (2005) bahwa jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang serta kualitas pakan sangat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan. Bobot telur merupakan faktor terpenting dalam menentukan bobot tetas dan antara bobot telur dengan bobot tetas terdapat hubungan yang positif, ini berarti semakin besar bobot telur maka semakin besar pula bobot tetasnya (Nurcahyani, 1986).

33 4.3. Shape Index Telur Tetas Itik Rambon Penentuan mutu fisik yang paling mudah adalah dengan melihat bentuk telur. Telur normal merupakan telur yang tidak memiliki cacat pada kerabangnya seperti blood spot, benjolan di permukaan, dan warnanya proporsional. Seperti yang dikemukakan Sudaryani (1996), bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak terlalu lonjong, dan juga tidak terlalu bulat. Penentuan bentuk telur adalah dengan menghitung shape index. Jull dan Hayes (1925) menyatakan bahwa shape index didefinisikan sebagai perbandingan nilai antara lebar dengan panjang telur kemudian dikalikan seratus persen. Shape index dihitung dengan cara membagi nilai lebar dengan panjang telur. Bila nilainya mendekati 100 maka bentuk telur akan semakin bulat. Dari hasil pengukuran panjang telur pada periode 1 diperoleh panjang telur rata-rata 5,71 cm ± 0,22 dengan koefisien variasi 3,79%. Pada periode 2 terjadi penurunan rata-rata panjang telur menjadi 5,67 cm ± 0,21 dengan koefisien variasi 3,74%. Total panjang telur rata-rata sebesar 5,69 cm ± 0,21 dengan nilai koefisien variasi sebesar 3,77%. Dari perhitungan lebar telur periode 1, diperoleh rata-rata lebar telur sebesar 4,62 ± 0,13 dengan koefisien variasi sebesar 2,75%. Pada periode 2 terjadi penurunan rata-rata lebar telur menjadi 4,58 cm ± 0,13 dengan koefisien variasi sebesar 2,75%. Dihitung secara keseluruhan didapat lebar telur rata-rata adalah 4,60 cm ± 0,13 dengan koefisien variasi sebesar 2,79%.

Perhitungan shape index telur baru dapat dilakukan setelah didapat nilai analisis data panjang dan lebar telur. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa shape index dapat ditunjukkan dengan perbandingan antara panjang dan lebar telur. Percobaan yang dilakukannya menghasilkan rumus dasar indeks yang terkait pada dua diameter telur tersebut. Analisis data shape index disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis Data Shape Index Telur Tetas Itik Rambon Periode 1 dan 2 Analisis Data Periode 1 Periode 2 Rata-rata Shape Index 81,12 80,81 80,96 Simpangan Baku 2,93 2,51 2,72 Koefisien Variasi (%) 3,61 3,10 3,36 34 Pada tabel 6, didapat hasil rata-rata shape index telur periode 1 sebesar 81,12 ± 2,93 dengan koefisien variasi 3,61%. Pada periode 2 terjadi penurunan rata-rata shape index menjadi 80,81 ± 2,51 dengan koefisien variasi 3,10%, total nilai rata-rata shape index telur sebesar 80,96 ± 2,72 dengan koefisien variasi sebesar 3,36%. Menurut hasil penelitian Mayel (2013) shape index telur tetas itik Cihateup, itik Padjadjaran dan itik Magelang lebih rendah nilainya dibandingkan itik Rambon yaitu 80,96 ± 2,72 dengan koefisien variasi sebesar 3,36%. Data tersebut menunjukkan bahwa itik Rambon memiliki shape index telur tetas yang lebih tinggi dibandingkan itik Cihateup, itik Padjadjaran dan itik Magelang. Shape index yang lebih tinggi menunjukkan bentuk telur yang lebih bulat.

35 Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) menegaskan bahwa shape index telur mencerminkan bentuk telur, dan dipengaruhi oleh genetik, bangsa, serta proses-proses selama pembentukan telur. Nilai shape index menunjukkan rata-rata bentuk telur itik Rambon dibandingkan ketiga jenis itik ini adalah lebih bulat, hal ini akan berhubungan dengan cepat lambatnya telur mengalami proses penetasan. Menurut Suharno (2009), bentuk telur yang bagus untuk ditetaskan adalah normal maka dari itu shape index yang dikehendaki berkisar antara 69-77. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Coleman (1979) bahwa telur tetas dengan shape index diatas 77 (bulat) lebih cepat menetas daripada telur dengan shape index dibawah 77. Pendapat tersebut diperkuat oleh Woodard (1973) yang mengemukakan bahwa telur bulat memiliki panjang dan lebar yang relatif sama dan rambatan panas yang diterima permukaan telur lebih merata, sehingga telur bulat lebih cepat menetas. Menurut Irwan (1995) telur yang baik adalah oval, bagian atas agak besar atau tumpul dengan bagian bawah runcing. Telur dikategorikan mempunyai bentuk yang normal apabila perbandingan antara lebar dan panjang telurnya adalah 2 : 3 (North, 1984). Jika dibandingkan dengan pernyataan North (1984), telur tetas itik Rambon memiliki bentuk yang normal. 4.4. Specific Gravity Telur Tetas Itik Rambon Specific gravity merupakan nilai menunjukkan berat jenis telur. Telur segar memiliki nilai specific gravity yang lebih tinggi dibandingkan telur yang

sudah tersimpan lama sehingga pengukuran specific gravity harus dilakukan sesegera mungkin. Tabel 7. Analisis Data Specific Gravity Telur Tetas Itik Rambon Periode 1 dan 2 Analisis Data Periode 1 Periode 2 Rata-rata Specific Gravity 1,083 1,083 1,083 Simpangan Baku 0,002 0,002 0,002 Koefisien Variasi (%) 0,194 0,165 0,179 36 Penelitian ini menunjukkan rata-rata nilai specific gravity telur periode 1 adalah 1,083 ± 0,002 dengan koefisien variasi 0,194%. Sama seperti periode 1, pada periode 2 rata-rata specific gravity telur adalah 1,083 ± 0,002 dengan koefisien variasi 0,165%. Kemudian diperoleh rata-rata sebesar 1,083 ± 0,002 dengan koefisien variasi 0,179%. Tabel 8. Kualitas Interior dan Kontaminasi Bakteri pada Telur (Sumber : North dan Bell, 1990) Persentase Kontaminasi Bakteri Specific Kualitas Setelah 30 Setelah 60 Setelah 24 Gravity Telur menit menit jam 1,070 Buruk 34 41 54 1,080 Baik 18 25 27 1,090 Sangat Baik 11 16 21 Tabel 8 menjelaskan mengenai kualitas interior telur dengan indikator specific gravity telur menurut North dan Bell (1990). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian pada tabel 7, specific gravity itik Rambon sebesar 1,083 ± 0,002 menunjukkan bahwa telur itik Rambon memiliki kualitas telur yang baik. Sesuai dengan yang dikemukakan North dan Bell (1990) bahwa semakin tinggi specific

gravity telur maka kualitas interior telur akan semakin baik. Sebaliknya, semakin rendah specific gravity telur maka kualitas interior telur akan semakin buruk. 37 4.5. Kedalaman Rongga Telur Tetas Itik Rambon Pengukuran rongga udara telur harus dilakukan secepat mungkin untuk mencegah pembesaran rongga udara yang diakibatkan penguapan. Hal tersebut menjadi alasan utama pembagian periode pada pengukuran karakteristik telur tetas. Hasil analisis data pengukuran rongga udara telur dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Analisis Data Pengukuran Kedalaman Rongga Telur Tetas Itik Rambon Periode 1 dan 2 Analisis Data Periode 1 Periode 2 Rata-rata Kedalaman Rongga (cm) 0,35 0,36 0,35 Simpangan Baku 0,05 0,05 0,05 Koefisien Variasi (%) 14,36 14,08 14,20 Tabel 9 menunjukkan rata-rata kedalaman rongga udara periode pertama 0,35 cm ± 0,05 dengan koefisien variasi 14,36%. Pada periode kedua terjadi pembesaran rongga udara menjadi 0,36 cm ± 0,05 dengan koefisien variasi 14,08%. Total kedalaman rongga udara telur itik Rambon periode pertama dan kedua adalah 0,35 cm ± 0,05 dengan koefisien variasi 14,20%. Penentuan kualitas telur berdasarkan kedalaman rongga udara telah diklasifikasikan oleh USDA (United States Departement of Agriculture). USDA mengklasifikasikan kualitas telur menjadi 3 jenis. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Standarisasi Kualitas Telur Menurut USDA Faktor Kualitas Kualitas AA Kualitas A Kualitas B Rongga Udara 1/8 inchi (0,38 3/16 inchi (0,48 Diatas 3/16 inchi cm) atau kurang. Pergerakan terbatas ban bebas cm atau kurang. (0,48 cm) (Sumber : Parkhust Dan Mountney, 1988) Tabel 10 merupakan standarisasi telur menurut USDA dengan indikator kedalaman rongga udara. Jika dibandingkan dengan tabel 9, kedalaman rongga udara telur itik Rambon sebesar 0,35 cm ± 0,05 dengan koefisien variasi 14,20% termasuk ada kategori kualitas telur AA. Kualitas AA merupakan kualitas telur terbaik menurut USDA. Rongga udara pada telur terbentuk sesaat setelah peneluran akibat adanya perbedaan suhu ruang yang lebih rendah dari suhu tubuh induk, kemudian isi telur menjadi lebih dingin dan mengkerut sehingga memisahkan membran kerabang bagian dalam dan luar, terpisahnya membran ini biasanya terjadi pada bagian tumpul telur. Semakin lama penyimpanan telur maka akan semakin besar kedalaman rongga udaranya. Hal ini disebabkan oleh penyusutan berat telur yang diakibatkan penguapan air dan pelepasan gas yang terjadi selama penyimpanan. Menurut Pescatore dan Jacob (2011) seiring bertambahnya umur, telur akan kehilangan cairan dan isinya semakin menyusut sehingga memperbesar rongga udara. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sarwono (1996) bahwa kenaikan ukuran rongga udara berarti menurunkan kualitas telur. 38