GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 94 TAHUN 1980

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 20 TAHUN 1982

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 112 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INTENSIFIKASI TEMBAKAU RAKYAT TAHUN 1980

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 42 TAHUN 1992 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 154 TAHUN 1980 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 194 TAHUN 1982 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 517 TAHUN 1990

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 159 TAHUN 1980

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 18 TAHUN 1996 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 7 TAHUN 2001 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 71 TAHUN 1996

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2008

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG IURAN PELAYANAN IRIGASI

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 173 TAHUN 1980 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENYELESAIAN PENGEMBALIAN KREDIT BIMAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1983/1984 Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 1983 Tanggal 7 Mei 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN. Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS)

WALIKOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 64 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1979 TENTANG BADAN KOORDINASI BIMAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I J A W A T I M U R

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 1981 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA

WALIKOTA PROBOLINGGO

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 99 TAHUN 1994 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PANEN PADI HIBRIDA TAHUN 2015

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2002 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI, PALAWIJA DAN HORTIKULTURA TAHUN 1980/1981 GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR MENIMBANG : Bahwa dalam meningkatkan produksi padi, palawija dan hortikultura Musim Kemarau Tahun 1980 dan Musim Penghujan Tahun 1980/1981 untuk mencapai sasaran produksi dan peningkatan pendapatan petani, maka perlu menetapkan pedoman dalam rangka pelaksanaan program intensifikasi padi, palawija dan hortikultura, dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah,Tingkat I. MENGINGAT : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 ; 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1976 ; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1979; 4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1976 ; 5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1978; 6. Surat Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali Bimas Nomor 002/SK/Mentan/II/1979 tanggal 26 Pebruari 1979 ; 7. Surat Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali Bimas Nomor 002/SK/Mentan/Bimas/I 1980 tanggal 12 Januari 1980 ; 8. Surat Keputusan Menteri Perdagangan tanggal 15 Pebruari 1979 Nomor 56/KP/II/1979 ; MEMPERHATIKAN : Hasil Rapat Satuan Pembina Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 22 Pebruari 1980; M E M U T U S K A N MENETAPKAN : KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI, PALAWIJA DAN HORTIKULTURA. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 1

Pasal 1 Pelaksanaan Program intensifikasi padi, palawija dan hortikultura Tahun Anggaran 1980/1981 (musim Kemarau Tahun 1980 dan Musim Penghujan Tahun 1980/1981) berpedoman pada ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini. Pasal 2 Menugaskan kepada Bupati Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Jawa Timur, selaku Ketua Satuan Pelaksana Bimas Daerah Tingkat II masing-masing bertugas untuk melaksanakan program intensifikasi produksi padi, palawija dan hortikultura sesuai dengan pedoman dimaksud pada pasal 1 Keputusan ini dalam rangka pening-katan realisasi dan mutu intensifikasi dengan memperhatikan keadaan masing-masing daerahnya. Pasal 3 Biaya kegiatan pelaksanaan program intensifikasi produksi padi, palawija dan hortikultura dimaksud dalam pasal 1 keputusan ini dibebankan pada Anggaran Departemen Pertanian Tahun 1980/1981 (Anggaran Proyek Bimas). Pasal 4 Ketentuan-ketentuan yang sudah ada sebelumnya tentang program intensifikasi produksi padi, palawija dan hortikultura sepanjang belum diatur kembali dalam Keputusan ini, tetap berlaku dan dijadikan pedoman kerja dalam melaksanakan program intensifikasi Tahun Anggaran 1980/1981. Pasal 5 (1) Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku surut/sampai dengan tanggal 1 April 1980 selama Tahun Anggaran 1980/1981 ; (2) Keputusan ini diumumkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Ditetapkan di : Surabaya Tanggal : 7 April 1980 Pj. WAKIL GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR DIUMUMKAN DALAM LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TGL 27-04-1980 No. 112/D3 ttd M. SOEGIONO NIP. 010060575 Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 2

LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TANGGAL : 27 April 1980 NOMOR : 94 Tahun 1980 PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PADI, PALAWIJA DAN SAYUR-SAYURAN TAHUN ANGGARAN 1980/1981 (MUSIM KEMARAU TAHUN 1980 DAN MUSIM PENGHUJAN TAHUN 1980/1981) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pedoman Pelaksanaan ini, yang dimaksud dengan istilah/singkatan : a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, ialah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur ; b. Daerah Tingkat II ialah Daerah Tingkat II di Jawa Timur tempat dilaksanakan program intensifikasi padi, palawija dan sayur-sayuran tahun anggaran 1980/1981 ; c. Bimas, ialah Bimbingan Massal ; d. M,T., ialah Musim Tanam ; e. Inmas, ialah Intensifikasi Massal ; f. K.U.D. ialah Koperasi Unit Desa ; g. B.U.U.D,, ialah Badan Usaha Unit Desa ; h. V.U.B., ialah Varietas Unggul Baru ; i. V.U.T.W., ialah Varietas Unggul Tahan Wereng ; j. Pestisida, ialah Obat-obatan untuk pemberantasan hama/penyakit tanaman ; k. L.J.K.K., ialah Lembaga Jaminan Kredit Koperasi ; l. LAKU, ialah Latihan dan Kunjungan ; m. INPRES, ialah Instruksi Presiden Republik Indonesia; n. S.P.P.B., ialah Surat Permintaan Pemindah Bukuan ; o. SAPEM, ialah Satuan Pembina Bimas Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ; p. SAPEL, ialah Satuan Pelaksana Bimas Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II Jawa Timur; BAB II TUJUAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN AREAL INTENSIFIKASI Pasal 2 (1) Program peningkatan produksi padi/palawija dan hortikultura bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, perbaikan gizi, dan menambah hasil devisa dan meningkatkan pendapatan petani ; (2) Program Intensifikasi padi, palawija dan hortikultura dalam tahun anggaran 1980/1981 dilaksanakan pada semua lahan usaha tani yang memungkinkan diterapkan rekomendasi panca usaha sepenuhnya, dan bagian-bagian panca usaha bagi daerah yang belum memungkinkan penerapan secara penuh. Pasal 3 (1) Areal intensifikasi produksi padi dan palawija ditetapkan sebagai berikut : a. Intensifikasi dalam musim tanam tahun 1980 (bulan April dan dengan September 1980) meliputi : Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 1

1. Intensifikasi padi seluas 350.000 hektar (tiga ratus lima puluh ribu) hektar direncanakan pada lahan ini menggunakan VUTW, terdiri dari Bimas 65.000 (enam puluh lima ribu) hektar pada lahan intensifikasi khusus dan Inmas 210.000 (dua ratus sepuluh ribu) hektar pada lahan intensifikasi khusus serta 75.000 (tujuh puluh lima ribu) hektar pada lahan intensifikasi umum, sebagaimana tercantum pada lampiran Nomor II keputusan ini ; 2. Intensifikasi palawija seluas 470.000 (empat ratus tujuh puluh ribu) hektar terdiri dari area! Bimas 96.500 (sembilan puluh enam ribu lima ratus) hektar dan areal Inmas 373.500 (tiga ratus tujuh puluh tiga ribu lima ratus) hektar, sebagaimana tercantum pada lampiran III Keputusan ini ; 3. Intensifikasi sayuran direncanakan seluas 29.925 (dua puluh sembilan ribu sembilan ratus dua puluh lima) hektar, sebagaimana tercantum pada lampiran IV Keputusan ini ; b. Intensifikasi dalam Musim Penghujan 1980/1981 (bulan Oktober 1980 sampai dengan Maret 1981) meliputi : 1. Intensifikasi padi sawah/gogo seluas 1.020.000 (satu juta dua puluh ribu) hektar direncanakan pada lahan ini menggunakan VUTW terdiri dari Bimas padi sawah pada lahan 450.000 (empat ratus lima puluh ribu) hektar pada intensifikasi khusus dan 25.000 (dua puluh lima ribu) hektar pada lahan intensifikasi umum, serta Inmas seluas 545.000 (lima ratus empat puluh lima ribu) hektar meliputi 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) hektar pada lahan intensifikasi khusus dan 225.000 (dua ratus dua puluh lima ribu) hektar pada lahan intensifikasi umum sebagaimana tercantum pada lampiran V keputusan ini ; 2. Intensifikasi palawija seluas 715.700 (tujuh ratus lima belas ribu tujuh ratus) hektar yang meliputi Bimas palawija seluas 87.100 (delapan puluh tujuh ribu seratus) hektar dan Inmas Palawija 628.600 (enam ratus dua puluh delapan ribu enam ratus) hektar sebagaimana tercantum pada lampiran III Keputusan ini ; 3. Intensifikasi sayuran direncanakan seluas 33.075 (tiga puluh tiga ribu tujuh puluh lima) hektar sebagaimana tercantum pada lampiran VI Keputusan ini ; (2) Kegiatan intensifikasi dimaksud pada ayat 1 pasal ini, dilaksanakan di masingmasing Daerah Tingkat II ;, (3) Untuk dapat mencapai hasil padi yang mendekati tingkat produktivitas potensial yang dimiliki oleh setiap lahan, diselenggarakan intensifikasi khusus pada lahan usaha tani yang mempunyai pengairan teratur dan terletak di daerah yang memiliki jaringan prasarana fisik dan kelembagaan yang cukup untuk mendukung dilaksanakannya peningkatan mutu intensifikasi secara massal) ; (4) Dalam melaksanakan program intensifikasi, Sapel Bimas berpedoman pada ketentuan tersebut pada ayat 1 pasal ini, serta mengadakan perincian lebih lanjut sampai di tingkat Unit Desa dan Desa dengan memperhatikan faktor-faktor berupa persyaratan umum intensifikasi, kondisi daerah masing-masing dengan mempertimbangkan resiko kegagalan. BAB III PENGAIRAN, BENIH, PUPUK DAN PESTISIDA Pasal 4 (1) Areal sawah yang terjamin pengairannya harus dimanfaatkan secara maksimal untuk usaha intensifikasi, dengan jalan : a. Meningkatkan pengetahuan petani pemakai air dalam mengatur pembagian dan penggunaan serta pemanfaatan air secara tertib dan effisien melalui kegiatan penyuluhan ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 2

b. Meningkatkan peranan perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam menyempurnakan organisasi, pengaturan, pemanfaatan dan perbaikan pengairan. (2) Sumber-sumber air yang dimanfaatkan untuk menambah areal sawah yang terjamin pengairannya, diusahakan dengan mengerahkan dana-dana termasuk sumber dari subsidi berdasarkan Inpres ; (3) Penyempurnaan jaringan terminal pada daerah-daerah irigasi diarahkan pada sentrasentra intensifikasi yang berpotensi agar manfaat air pengairan dapat dipergunakan sebaik-baiknya pada musim kemarau. Pasal 5 Meningkatkan mutu intensifikasi untuk mencapai sasaran hasil setiap hektar yang lebih tinggi, yang diusahakan dengan jalan : 1. Penanaman padi yaitu, a. mewajibkan penanaman varietas unggul baru tahan wereng (VUTW) di daerah daerah serangan hama wereng batang coklat dan daerah sekitarnya, serta daerah-daerah bahaya/terancam, baik dataran rendah maupun dataran tinggi ; b. menyeragamkan waktu tanam pada lahan wilayah kelompok para pelaksana intensifikasi khusus ; c. mewajibkan semua petani pelaksana intensifikasi khusus untuk menanam varietas unggul tahan wereng yang dianjurkan oleh Sapel Bimas setempat. d. peningkatan penggunaan varitas-varitas benih palawija dan sayuran yang dianjurkan sesuai dengan keadaan daerah masing-masing guna meningkatkan mutu intensifikasi ; e. penunjangan penggunaan benih bermutu baik pada palawija maupun sayuran dengan pembinaan intensip terhadap sumber-sumber pengadaan dan penyaluran benih bermutu sampai di wilayah kerja penyuluhan pertanian ; 2. Peningkatan penggunaan benih unggul, murni dan bermutu untuk tanaman padi dan palawija ; 3. Pemanfaatan kelompok/kud yang ada dan memenuhi syarat dalam rangka penguasaan dan penyaluran benih unggul ; Pasal 6 (1) Jumlah kebutuhan pupuk dan pestisida dalam MT 1980 (Musim kemarau) dan MT 1980/1981 (Musim Penghujan) untuk intensifikasi padi, palawija dan sayur-sayuran bagi masing-masing Daerah Tingkat II, ditetapkan oleh Sapem Bimas dengan ketentuan ; a. Pupuk Urea, TSP, DAP dan Pestisida dengan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah disediakan untuk Bimas/Inmas padi, palawija dan Inmas sayur-sayuran ; b. Penyediaan pupuk Urea, TSP, DAP untuk keperluan Bimas/Inmas dan Non Bimas dilakukan oleh PT Pertani ; c. Penyediaan Pupuk ZA untuk keperluan Bimas/Inmas padi, palawija dan sayuran dilakukan oleh PT Petro Kimia ; d. PT Pusri bertanggung jawab untuk menyampaikin pupuk sampai di LINIIV, bekerjasama dengan para penyalur atau dalam hal diperlukan melaksanakan sendiri di Lini IV, PT Pertanin bertanggung jawab menyalurkan pestisida dan KC1 sampai di Lini IV bekerjasama dengan para penyalur, dalam hal diperlukan melaksanakan sendiri sampai di Lini IV ; e. PT Petro Kimia bertanggung jawab untuk menyampaikan pupuk sampai di Lini IV bekerjasama dengan penyalur atau dalam hal diperlukan melaksanakan sendiri di Lini IV ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 3

f. PT Pusri maupun PT Pertani dan Petro Kimia harus mengadakan pengawasan penyaluran pupuk maupun pestisida sebagaimana ditentukan dalam surat keputusan Kanwil Perwakilan Departemen Perdagangan dan Koperasi Propinsi Jawa Timur tanggal 8 Agustus 1978 Nomor 1484/13/DN/78 ; (2) Sistim penyaluran pupuk dan pestisida untuk Bimas tetaf) menggunakan SPPB dan disalurkan melalui KUD, sedangkan untuk keperluan bukan Bimas secara tunai dapat melalui KUD atau kios-kios lainnya ; (3) Peningkatan pelayanan dalam penyaluran sarana produksi ditentukan : a. KUD wajib menambah kios-kios dalam jumlah banyak didalam wilayah kerjanya ; b. Penyalur boleh mengadakan kcrjasama dengan KUD, dalam hal KUD belum mampu sebagai penyalur ; c. Penyalur boleh mendirikan kios sarana produksi guna melayani petani/ konsumen di Lini III (Ibukota Daerah Tingkat II) ; (4) Penggunaan setiap Hektar untuk paket Bimas ditetapkan paling sedikit sama dengan ukuran pemakaian (dosis) pupuk yang telah ditetapkan, sebanyak-banyaknya ditambah 50% (lima puluh persen) dan para petani Inmas diarahkan untuk menggunakan pupuk paling sedikit sama dengan ukuran pemakaian (dosis) pupuk yang telah ditetapkan untuk masing-masing daerah ; (5) Pupuk Urea, TSP, DAP, ZA dan KC1 dengan harga subsidi disediakan untuk Bimas/Inmas padi, palawija dan Inmas sayur-sayuran. B A B IV PERLINDUNGAN TANAMAN Pasal 7 (1) Untuk mengatasi, mengurangi dan mencegah timbulnya serangan hama/penyakit serta untuk mengusahakan berkurangnya hama/penyakit yang bersifat rutin, dilaksanakan sistim pemberantasan yang terpadu (terintegrasi') dengan menertibkan dan mengatur tata tanam, giliran tanam, penggunaan jenis yang tahan hama/penyakit, pengawasan dan pemberantasan dengan pestisida yang effektif. (2) Untuk menanggulangi serangan hama wereng biotype-biotype harus ditanam VUTW golongan dua pling sedikit 70% dari luas pertanaman padi di setiap Wilayah Kerja Penyuluhan (WKPP) atau Wilayah Unit Desa ; (3) Usaha-usaha untuk mengawasi timbulnya serangan hama wereng batang virus padi dan tikus dan hama penyakit lainnya yang sering menimbulkan kerusakan harus diutamakan. Pasal 8 (1) Dinas Pertanian Rakyat di Daerah Tingkat II memberikan petunjuk-petunjuk tehnis untuk menunjang kewajiban petani peserta intensifikasi guna meningkatkan usaha pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit secara berkelompok dengan melaksanakan caracara pemberantasan yang baik ; (2) Petani peserta Bimas harus mengambil dan menggunakan paket kredit yang disediakan untuk keperluan perlindungan tanaman, baik yang berupa pestisida maupun biaya pemberantasan untuk menunjang usaha guna mengatasi, mengurangi dan mencegah timbulnya hama/penyakit ; (3) Untuk menjamin pemberantas.an yang sempurna, bagi daerah serangan berat disediakan pestisida untuk 3 (tiga) kali penyemprotan daerah serangan sedang untuk 2 (dua) kali penyemprotan dan daerah serangan ringan satu kali penyemprotan dengan ketentuan : Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 4

a. Pestisida bersubsidi disediakan untuk Bimas/Inmas Padi, Bimas/Inmas palawija serta Inmas sayuran ; b. Pembinaan regu-regu pemberantasan hama sebagai Unit kerja K.U.D. lebih disempurnakan dengan meningkatkan ketrampilan dan penyempurnaan peralatan. BAB V PERKREDITAN DAN PEMBINAAN KUD Pasal 9 (1) Paket Bimas MT 1980 dan MT 1980/1981 untuk padi dan palawija dilakukan menurut pedoman yang ditetapkan oleh Satuan Pengendali Bimas, tercantutn pada lampiran (XI s/d XVII); (2) Pokok-pokok ketentuan mengenai kredit Bimas padi dan palawija MT 1980 dan MT 1980/1981 adalah : a. Paket Kredit Bimas padi berupa : 1 Paket A, diberikan kepada peserta Bimas Baru ; 2 Paket B, diberikan kepada peserta Bimas biasa dan hanya untuk daerah-daerah yang tidak memungkinkan ditanami dengan vgiitas unggul baru ; 3 Paket C, diberikan kepada peserta Bimas untuk daerah-daerah yang memerlukan pemupukan dengan ukuran pemakaian (dosis) yang tinggi sesuai dengan rekomendasi tehnis dari Satuan Pelaksana Bimas ; b. Paket Kredit Bimas Palawija disediakan untuk petani peserta Bimas pada lahan sawah, tegalan maupun tanah bukaan baru sesuai dengan jenis tanaman yang diusahakan. c. Paket Kredit Bimas yang ditetapkan dalam Keputusan ini tnerupakan paket pedoman, dan dalam pelaksanaan dapat ditentukan oleh Sapel Bimas mengenai daerah/wilayah mana harus diberikan dengan paket A, Paket B, maupun Paket C ; d. Nilai paket kredit benih (padi dan palawija) dalam Keputusan ini merupakan nilai paling tinggi dan pelaksanaannya disesuaikan dengan harga yang ditetapkan oleh Sapem Bimas sesuai dengan harga setempat; e. Paket Kredit Bimas padi dan palawija disediakan pula bagi petani peserta Bimas yang melaksanakan tanaman sela untuk tanaman pangan pada lahan perkebunan atau pada lahan kawasan hutan ; f. Syarat-syarat petani untuk dapat memperoleh kredit Bimas MT 1980 (Musim Kemarau 1980); 1. telah melunasi Kredit Bimas MT 1979 dan muslm-musim sebelumnya. 2. tanamannya mengalami puso (rusak 85% - 100%) dan setelah tunggakan kredit Bimas yang bersangkutan diambil alih oleh Pemerintah atau diperpanjang jangka waktu pelunasannya berdasarkan Inpres No. 2 Tahun 1976 ; 3. tanamannya rusak (50% - 85%), setelah tunggakan Kredit Bimas yang bersangkutan diperpanjang jangka waktu pelunasannya. 4. tunggakan sejak MT 1975/1976 sampai dengan MT 1979 seluruhnya tidak boleh lebih 20% (dua puluh persen) dari seluruh jumlah Kredit Bimas yang pernah diterima dan setelah tunggakan kredit Bimas yang bersangkutan diperpanjang jangka waktu pelunasannya ; 5. petani-petani yang berdasarkan penelitian Sapel Bimas telah melunasi Kredit Bimasnya, tetapi belum dimasukkan dalam pembukuan Bank Rakyat Indonesia Unit Desa sebagai akibat tindakan-tindakan pihak-pihak lain/pihak ketiga ; 6. petani penggarap dengan ketentuan bahwa terhadap tanah garapan yang sama belum dimintakan kredit oleh pemiliknya atau petani penggarap lainnya. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 5

g. Syarat-syarat petani yang dapat memperoleh Kredit Bimas MT 1980/1981 (Musim Penghujan 1980/1981) : 1. telah melunasi kredit Bimas MT 1979/198O dan Musim-musim sebelumnya, scdang sisa Kredit Bimas Musim Tanam 1980 dapat diteruskan hingga 2 (dua) musim dimulai dari pengeluaran Kredit ; 2. tanamannya telah mengalami puso (rusak 85% - 100%) setelah tunggakan Kredit Bimas yang bersangkutan diambil oleh Pemerintah atau diperpanjang jangka waktu pelunasannya sesuai dengan Inptes No. 2 Tahun 1976 ; 3. tanamannya rusak (50% - 85%) setelah tunggakan Kredit Bimas yang bersangkutan diperpanjang jangka waktu pelunasannya ; 4. tunggakannya sejak MT 1975/1976 sampai dengan MT 1979/1980 seluruhnya berjumlah tidak lebih dari 20% (dua puluh persen) dari sejumlah Kredit Bimas yang pernah diterimanya dan setelah tunggakannya kredit bersangkutan diperpanjang jangka waktu pelunasannya ; 5. petani-petani yang berdasarkan penelitian Sapel Bimas telah melunasi Kredit Bimasnya, tetapi belum dimasukkan dalam pembukuan Bank Rakyat Indonesia Unit Desa sebagai akibat tindakan-tindakan pihak lain/pihak ke tiga ; 6. petani penggarap dengan ketentuan bahwa terhadap tanah garapan yang sama belum dimintakan kredit oleh pemiliknya atau petani penggarap lainnya ; (3) Petani Peserta Bimas yang menggunakan fasilitas kredit harus memiliki dan menggunakan buku keterangan peserta Bimas sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali Bimas Nomor 044 /SK/ 17/Mentan/BPB/78 didalam masa peralihan bagi pemohon kredit Bimas yang oleh karena sesuatu hal diluar kekuasaannya belum memiliki buku Bimas berlaku ketentuan prosedur pelayanan Kredit Bimas yang sudah berjalan ; (4) Jangka waktu pengembalian Kredit Bimas padi dan palawija adalah 1 (satu) bulan sesudah panen atau selambat-lambatnya 7 (tujuh) bulan, kecuali untuk Ubi Kayu dalam 10 (sepuluh) bulan setelah penyaluran kreditnya, dengan pengecekan dari Sapel Bimas, mengenai waktu panen ; (5) Kegiatan Team Pengembalian Kredit Bimas lebih ditingkatkan agar pelaksanaan Bimas dapat berjalan lancar. Pasal 10 Kelengkapan catur sarana Wilayah Unit Desa berdasarkan INPRES Nomor 4 tahun 1973 yang berupa penyuluh Pertanian, kios sarana produksi, Bank Rakyat Indonesia Unit Desa dan pengolahan, serta pemasaran hasil harus dibina dan dikembangkan agar KUD secara bertahap dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. BAB VI PENYULUHAN DAN PENERANGAN BIMAS Pasal 11 (1) Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan dan Penerangan Bimas untuk mensukseskan Program Intensifikasi Padi, palawija dan Sayur-sayuran dilakukan sesuai dengan Petunjuk Sapem Bimas ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 6

(2) Kegiatan penyuluhan oleh Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), diarahkan kepada perlakuan tehnis sesuai dengan rekomendasi khususnya melalui kelompok hamparan dengan melaksanakan metode Penyuluhan Pertanian dengan sistim latihan kunjungan (LAKU) yang telah ditetapkan terutama untuk menyelenggarakan peragaan (demonstrasi) yang diarahkan kepada peragaan lapangan (demonstrasi areal). (3) Mated penyuluh supaya dititik beratkan kepada pelaksanaan perluasan (area!) intensifikasi serta peningkatan mutu intensifikasi dengan menerapkan panca usaha secara tertib dan mantap serta meningkatkan kemampuan usaha tani yang menguntungkan ; (4) Melaksanakan panca usaha secara maksimal diterapkan metode penyuluhan dengan perlombaan yakni perlombaan intensifikasi antar usaha tani, serta antar kelompok tani di masing-masing daerah Tingkat II ; (5) Sapel Bimas melalui Team Pelaksana Penerangan Bimas Daerah Tingkat II menetapkan pedoman kerja secara terperinci mengenai hal-hal yang perlu diharapkan dapat memberikan partisipasinya ; (6) Team Pelaksana Penerangan Bimas Daerah Tingkat II sebagai Satuan tugas dari Sapel Bimas secara aktif mengambil peranan dalam melaksanakan kegiatan Penerangan Bimas yang telah ditetapkan bersama ; (7) Materi penerangan diarahkan kepada pembinaan pendapat umum yang menunjang program intensifikasi dalam rangka usaha mencukupi kebutuhan pangan bagi seluruh masyarakat. BAB VII ANGGARAN Pasal 12 Semua kegiatan operasional pembinaan intensifikasi padi, palawija dan sayur-sayuran ini dibebankan kepada D.I.P. Proyek Bimas Tahun Anggaran 1980/1981. BAB VIII PENUTUP Pasal 13 Hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam Peraturan ini, akan ditetapkan kemudian. Pj. WAKIL GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR DIUMUMKAN DALAM LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TGL 27-04-1980 No. 112/D3 ttd M. SOEGIONO NIP. 010060575 Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 7