Kedudukan dan Perlindungan Anak Luar Kawin dalam Perspektif Hukum di Indonesia



dokumen-dokumen yang mirip
BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak

PROSES PEMBUKTIAN SEORANG ANAK LUAR KAWIN TERHADAP AYAH BIOLOGISNYA MELALUI TES DNA

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 37 TAHUN 2006 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN ANAK DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG,

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. suatu dinamakan perkawinan yang diharapkan dapat berlangsung selama-lamanya,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. terpenuhi, sehingga kadang-kadang terdapat suatu keluarga yang tidak

JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram )

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sekaligus juga merupakan harapan bangsa. Orang tua adalah orang pertama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pokok-pokok permasalahan yang telah

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

Transkripsi:

Risalah HUKUM Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Juni 2006, Hal. 24-29 Vol. 2, No. 1 ISSN 021-969X Kedudukan dan Perlindungan Anak Luar Kawin dalam Perspektif Hukum di Indonesia (Legal Review On The Status And Protection of Extra Marital Children in Indonesian Law) EMILDA KUSPRANINGRUM Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Jln. Ki Hajar Dewantara Kampus Gunung Kelua Samarinda 75123 0541 7095092/ e_kuspraningrum@yahoo.co.id ABSTRACT The status of extra marital children can be seen in Kitab Undang Undang Hukum Perdata and Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. The status of extra marital children is only considered having legal and familial relationship, with all the consequences, with the mother or the woman giving birth to the child. This also happens concerning the matters pertaining to inheritance. Extra marital children can obtain the legal status only if their biological or surrogate fathers acknowledge them legally through a formal certificate. Key words : anak (children) orang tua (parents) pengakuan anak luar kawin (acknowledgement of an extra marital child) PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang wanita cantik berkerudung putih bernama Fanny berurai airmata di salah satu tayangan televisi swasta, memohon pengakuan atas putranya bernama Exel yang diakuinya sebagai anak kandung dari pebulutangkis nasional Taufik Hidayat. Terlepas dari benar tidaknya, dan/atau selesai tidaknya masalah pemberitaan tersebut diatas, pada kenyataannya ada saja peristiwa kelahiran seorang anak manusia yang dihasilkan dari sebuah hubungan diluar pernikahan yang resmi sehingga mengakibatkan anak anak yang terlahir seringkali memiliki julukan sebagai anak haram, dalam ilmu hukum Perdata mereka disebut sebagai anak luar kawin. Menjadi sebuah hal yang sangat ironi dan memprihatinkan dalam perkembangan hukum di Indonesia, disatu sisi jelas terbaca bahwa Indonesia tengah menggeliat untuk memperbaiki moral bangsanya terutama mengenai hal yang berkaitan dengan persoalan anak, antara lain dengan munculnya Undangundang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Rancangan Undangundang tentang Pornografi dan Porno Aksi dan terbitnya Undang-undang tentang Kewarganegaraan. Seperti yang digambarkan oleh Prinst bahwa anak adalah bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus citacita perjuangan bangsa. Anak memiliki peranan strategis dalam rangka menjamin pertumbuhan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. ( Darwan Prinst, 2003; 2) Sedangkan satu sisi yang lain kita tidak bisa menutup mata melihat dan pada kenyataannya pula masih banyak kasus-kasus Exel lainnya yang ada di negara tercinta ini. Benarlah kiranya bila sebagian pemikir di negara ini mengatakan bahwa jauhnya jarak yang sangat nyata antara pembangunan secara fisik dan tidak diimbanginya dengan pembangunan moral dari anak bangsa akan berakibat rusaknya fundamen tatanan kehidupan didalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan kejelasan status dari seorang anak manusia sangat memegang arti penting dalam langkahnya menapaki kehidupan. Perlu penulis pertegas disini bahwasannya bahasan ini bukanlah dalam arti melindungi perbuatan tercela manusia yang mengakibatkan hadirnya anak luar kawin, pembahasan ini lebih menekankan pada perlindungan terhadap fakta

Vol. 2, No. 1 Risalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 25 bahwa ada seorang anak yang keberadaannya dianggap tidak jelas kedudukan hukumnya. B. Perumusan Masalah Kepedulian bangsa ini akan perlindungan dan kedudukan anak luar kawin sangat dinanti kejelasan sikapnya mengingat bahwa tidak seorangpun dimuka bumi ini yang menginginkan ketidakjelasan status mengenai dirinya atau dengan kata lain tidak ada seorangpun yang rela menyandang status sebagai anak luar kawin atau anak haram. Oleh Karena itu penulis mencoba mengangkat permasalahan 1. Bagaimana kedudukan anak luar kawin dalam perspektif hukum positif di Indonesia? 2. Sejauhmana perlindungan anak luar kawin dalam perspektif hukum positif di Indonesia? PEMBAHASAN A. Kedudukan Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Hukum Positif Di Indonesia 1. Kedudukan Anak Luar Kawin Kedudukan seorang anak pada umumnya memiliki posisi yang cukup penting dalam tiap kehidupan berkeluarga dan bernegara karena bagaimanapun juga seperti yang dikatakan oleh Darwan Prinst, SH bahwa anak adalah merupakan bagian dari generasi muda, sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa. (Darwan Prinst,2003; 2) Dalam beberapa literatur dikatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun (18), termasuk yang masih berada didalam kandungan (Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak) dan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah (pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) Akan tetapi lain halnya bila seorang anak hadir diluar kondisi yang normal, seperti yang dikatakan oleh J Satrio, mengenai intisari dari pasal 272 Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada bukunya Hukum Waris bahwa anak yang terlahir diluar perkawinan yang sah, dalam hal ini anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam perkawinan yang sah dengan ibu dari si anak tersebut, dan tidak termasuk dalam kelompok anak zina dan anak-anak sumbang. ( J.Satrio, 1992; 151) Maka kedudukan anak luar kawin disini adalah dianggap seagai anak yang tidak sah (Ridwan Syahrani, 1992;82). Kitab Undang undang Hukum Perdata (selanjutnya akan disebut dengan KUH Perdata) menyebut anak luar kawin dengan istilah sebagai Naturlijk Kind (anak alam). Pada faktanya anak-anak luar kawin tersebut ada dan tidak dapat dipungkiri telah menjadi sebuah pekerjaan rumah tersendiri bagi para pemikir hukum di negara kita untuk senantiasa diperhatikan, mengingat seperti yang penulis katakana didepan bahwa negara kita tengah menggeliat untuk mencoba memperbaiki moral anak bangsanya, dengan lebih memfokuskan perhatiannya pada persoalan anak. Karena keberadaan anak luar kawin memiliki konsekuensi hukum tersendiri, dikatakan oleh J.Satrio dalam komentarnya memandang Hukum Perdata dalam memposisikan kedudukan anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah seorang anak luar kawin tidak bisa begitu saja langsung memiliki hubungan hukum kekeluargaan dengan ayah ataupun ibunya (orang tuanya). Si anak memang memiliki kesamaan/kemiripan biologis dengan kedua orangtuanya akan tetapi sesecara yuridis mereka tidak memiliki hak dan kewajiban apapun terhadap anak luar kawin tersebut. (J. Satrio,1992;153) Pendapat beliau dapat diartikan bahwa kedudukan seorang anak luar kawin menurut kacamata KUHPerdata tidak memiliki posisi/ikatan apapun baik secara hukum maupun biologis, dengan kata lain Anak Luar Kawin hidup sebatang kara hidup dimuka bumi ini, sungguh menyedihkan melihat kenyataan seperti ini suatu karya agung ciptaan Yang Maha Memberi tidak memiliki kedudukan apapun dimuka bumi ini hanya dikarenakan aturan yang dibuat oleh sesamanya.

26 KUSPRANINGRUM Risalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2. Pengakuan Terhadap Anak Luar Kawin Menurut pendapat R. Soebekti hanya apabila telah terjadi pengakuan maka barulah muncul suatu talian kekeluargaan beserta dengan segala akibat-akibatnya terutama hak mewaris antara anak dan orangtua yang mengakuinya. Hal ini tercermin dari isi pasal 272 KUH Perdata, yang berbunyi : Kecuali anak-anak yang yang dibenihkan dalam zina, atau dalam sumbang, tiap-tiap anak yang diperbuahkan diluar perkawinan, dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, apabila kedua orang tua itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan undangundang, atau apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta perkawinan sendiri. Pengakuan yang dimaksudkan dalam KUH Perdata disini adalah pengakuan yang dilakukan oleh kedua orangtua dari anak luar kawin, dipertegas dalam Pasal 280 KUH Perdata bahwa dengan pengakuan yang dilakukan terhadap anak luar kawin, timbulah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya. Menurut KUH Perdata ada tiga (3) tingkatan status hukum dari anak luar kawin (Soedharyo Soimin, 1992;41) yaitu : 1. Anak di luar perkawinan, anak ini belum diakui oleh kedua orangtuanya. 2. Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau kedua orangtuanya 3. Anak di luar perkawinan itu menjadi anak sah, sebagai akibat kedua orangtuanya melangsungkan perkawinan sah. Bisa dipahami disini untuk menjadikan seorang anak luar kawin sah dimata hukum dan memperoleh haknya selaku anak dalam hal mewaris maka anak luar kawin perlu mendapatkan sebuah pengakuan dari orangtuanya. Jika pasangan kedua orangtua yang telah melangsungkan perkawinan belum memberikan pengakuan terhadap anaknya yang lahir sebelum perkawinan, maka pengesahan anak hanya dapat dilakukan dengan surat pengesahan dari Kepala Negara. Adapun bentuk pengakuan atas anak luar kawin haruslah dilakukan melaui instasi yang telah ditunjuk dalam hal ini Kantor Catatan Sipil, dan dituangkan dalam bentuk akta kelahiran anak, akta perkawinan oang tua, dan/atau diperbolehkan dalam akta yang dibuat oleh seorang Notaris. Sependapat dengan pandangan J.Satrio, memang cukup aneh dan tidak masuk dalam logika berpikir manusia bahwasannya seorang anak manusia yang tidak berdosa dan tak pernah meminta dirinya dilahirkan hanya karena perbuatan cela orangtuanya harus melalui perjalanan panjang guna mendapatkan sebuah pengakuan sebagai anak yang sah. Dan tidak jarang pula dalam proses mencari status tersebut terhalang oleh kendala lainya, seperti halnya Taufik Hidayat tidak mau mengakui Exel sebagai anak nya. Dalam perkembangannya masalah anak luar kawin perlu pula ditinjau dari Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 43 ayat 1 yang menyatakan bahwa Anak yang lahir diluar perkawinan yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya Hal ini sejalan dengan prinsip yang ada pada hukum Islam dalam memandang kedudukan anak luar kawin yang otomatis memiliki hubungan hukum dengan ibunya tanpa perlu adanya pengakuan dari si ibu (Wirjono Prodjodikoro, 1981) Penulis mencoba menggambarkan bahwa menurut peraturan perundangundangan No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan seorang anak luar kawin hanya akan memiliki hubungan hukum dan kekeluargaan baik yang berkenaan dengan biaya kehidupan, pendidikan, beserta seluruh konsekuensinya termasuk menjadi ahli waris dengan ibunya saja, bukan dengan bapaknya. Kecuali kemudian dilakukan sebuah pengakuan. Pengakuan menurut pandangan Undang-undang Perkawinan terhadap seorang anak luar kawin sesungguhnya adalah suatu perbuatan hukum yang hanya dapat dilakukan oleh seorang bapak atas anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah menurut hukum, atau dengan kata lain seorang anak luar kawin hanya memiliki hubungan hukum keperdataan, kekeluargaan dan seluruh konsekuensinya dengan wanita yang melahirkannya dan juga

Vol. 2, No. 1 Risalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 27 dengan keluarga wanita tersebut, bukan dengan bapaknya. B. Perlindungan Anak Luar Kawin Darwan Prinst mengatakan bahwa anak adalah bagian dari generasi muda, sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa. Dalam kedudukan demikian, anak memiliki peran yang strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Pada prinsipnya seorang anak luar kawin dan anak sah pada umumnya tidak memiliki pembedaan yang nyata dalam hukum positif di Indonesia, Baik anak luar kawin maupun anak sah. keduanya masuk dalam katagori anak. Sebagai mana pada umumnya anak anak lainnya di Indonesia maka anak luar kawin pun berhak mendapatkan perlindungan dari negara melalui peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan anak. Disini penulis mencoba menerangkan beberapa peraturan hukum positif di Indonesia yang terkait dengan persoalan kedudukan dan perlindungan anak luar kawin, antara lain seperti yang diterangkan dalam tulisan Prinst yang mengatakan bahwa Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 2 sampai dengan 9 mengatur hakhak anak atas kesejahteraan, sebagai berikut: 1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan. Anak berhak atas keejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasar kasih sayang baik dalam keluarganya maupun didalam asuhan khusus, untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 2. Hak atas pelayanan Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna (Pasal 4 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 1979). 3. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semaasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan (Pasal 2 ayat 3 UU Nomor 4 Tahun 1979). 4. Hak atas perlindungan lingkungan hidup Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar ( Pasal 2 ayat 4 UU Nomor 4 Tahun 1979). 5. Hak mendapat pertolongan pertama Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan dan bantuan dan perlindungan ( Pasal 4 ayat 3 UU Nomor 4 Tahun 1979). 6. Hak memperoleh asuhan Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara, atau orang, atau badan lain (Pasal 4 ayat 3 UU Nomor 4 Tahun 1979). 7. Hak memperoleh bantuan Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan, agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar (Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1979) 8. Hak diberi pelayanan dan asuhan Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. (Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1979). 9. Hak memperoleh pelayanan khusus Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkemangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupannya (Pasal 7 UU Nomor 4 Tahun 1979) 10. Hak mendapat bantuan dan pelayanan Anak berhak mendapat bantuan dan pelayanan yang betujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak, tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendidikan dan kedudukan sosial. Disamping itu persoalan perlindungan anak di pertegas pula dengan hadirnya Undang

28 KUSPRANINGRUM Risalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman undang no 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dimana disebutkan 1. Bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan ( pasal 1 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2002) 2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan barpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 1 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2002) 3. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbit bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir ( pasal 14 UU Nomor 23 Tahun 2002) Meskipun pada prinsipnya bahwa semua ketentuan hukum positif yang berlaku bagi anak-anak adalah sama namun tetap dalam kenyataannya muncul hal yang membedakan adapun hal tersebut adalah kedudukan dari anak tersebut, dimana berdasarkan dari kedudukan itu pula yang membedakan konsekuensi seseorang dalam memperoleh hak warisnya. Dalam sistem kewarisan KUH Perdata pasal 832 mengemban azas bahwa untuk dapat mewaris seseorang harus mempunyai hubungan darah dengan si pewaris. C. Pengakuan Terhadap Anak Luar Kawin Sebagai Bentuk Perlindungan Bila kita melihat pada azas pewarisan dalam KUH Perdata maka disana terdapat satu azas yang menyatakan Syarat agar Anak luar kawin dapat mewaris adalah anak luar kawin tersebut haruslah diakui secara sah. Sehingga dapat dipahami disini bahwa seorang anak luar kawin baru akan mendapat haknya khususnya atas pembagian harta warisan milik orangtua kandungnya (dalam hal ini terutama orangtua laki-laki/ayah) apabila Ayah biologisnya ini mengakui secara yuridis keabsahan dari Anak luar kawin tersebut. Maka tidak terlalu berlebihan rasanya jika penulis mencoba menggarisbawahi bahwa pengakuan terhadap anak luar kawin oleh seorang ayah biologis adalah merupakan bentuk sebuah perlindungan tersendiri bagi seorang anak luar kawin. Hal ini didukung oleh beberapa landasan hukum antara lain dalam pasal 42 bab IX Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa: anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dan selanjutnya dalam pasal 43 ayat 1 dikatakan bahwa : Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Artinya anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan/atau keluarga ibunya. Dikatakan juga menurut perlindungan anak dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia Tahun 1999 pasal 56 ayat 1 dikatakan bahwa Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Menjadi sebuah keunikan tersendiri dalam proses pengakuan anak, meskipun telah tergambarkan bahwa pengakuan terhadap anak luar kawin adalah merupakan sebuah perlindungan akan tetapi pada relisasinya untuk sebuah pengakuan diperlukan pula suatu persetujuan dari ibu/wanita yang mengandung dan melahirkan anak luar kawin tersebut sebagai satu syarat wajib dalam sebuah pengakuan. Hal ini dijelaskan dalam pasal 284 KUH Perdata Suatu pengakuan terhadap anak luar kawin, selama hidup ibunya, tidak akan diterima jika si ibu tidak menyetujui. Dan mengenai persetujuan ini dikuatkan pula oleh pasal 278 KUH Pidana yang mengatur ancaman pidana bagi orang yang mengakui anak luar kawin yang bukan anaknya. Sedangkan kepastian serta kebenaran dari siapa bapak biologis dari anak luar kawin tersebut hanya Ibu/wanita yang melahirkannya. Konsekuensi bagi seorang laki-laki yang mengakui seorang anak luar kawin, maka selayaknya seluruh bapak dimanapun juga di Indonesia ia akan berlaku dan menjalankan

Vol. 2, No. 1 Risalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 29 semua ketentuan hukum positif Indonesia yang terkait dengan permasalahan anak termasuk didalamnya memberikan waris jika ia meninggal dunia. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kedudukan seorang anak luar kawin ditinjau dari hukum positif Indonesia, pada awalnya sebelum UU Nomor 1 tahun 1974 lahir kedudukan seorang anak luar kawin diatur dalam KUH Perdata, dimana didalamnya diatur bahwa anak luar kawin dianggap sebagai anak sah jika kedua orang tuanya melakukan sebuah pengakuan yang dituangkan dalam sebuah akta. Dalam perkembangannya, setelah adanya UU Nomor 1 Tahun 1974, maka kedudukan seorang anak luar kawin secara otomatis sejak kelahirannya memiliki ikatan hukum dan kekeluargaan hanya dengan ibu/wanita yang melahirkannya. 2. Pada prinsipnya seluruh ketentuan dalam hukum positif Indonesia yang berkaitan dengan anak dapat diberlakukan kepada anak luar kawin. Hanya persoalan pembagian waris yang membedakan dengan anak lain pada umumnya. Karena seorang anak luar kawin hanya terikat secara hukum adan kekeluargaan dengan ibu/wanita yang melahirkannya. B. Saran 1. Mengingat anak yang terlahir ke dunia selalu dalam keadaan suci, maka tidak adil rasanya jika seorang anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah hanya memperoleh status kedudukan terikat secara hukum dan kekeluargaan dengan ibunya saja, seyogyanya akan lebih baik jika anak luar kawin mendapatkan status kedudukan minimal secara kekeluargaan dengan bapaknya. 2. Permasalahan pembagian waris juga dirasakan tidak adil bagi seorang anak luar kawin, mereka baru mendapatkan hak dari orang tuanya (terutama bapaknya) setelah melalui proses pengakuan, demikian juga dengan jumlah waris yang diterima dibedakan dari anak yang telahir dari perkawinan yang sah. Alangkah lebih baik jika bagian warisannya tidak dibedakan dengan anak pada umumnya. DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Prinst, Darwan, 2003, Hukum Anak Di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Salim, HS, 2001, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta. Satrio, J., 1992, Hukum Waris, Alumni, Bandung. Soimin, Soedharyo, 1992, Hukum Orang Dan Keluarga, Sinar Grafika, Jakarta. Syahrani, Riduan, Seluk Beluk Dan Azas Hukum Perdata, Alumni, Bandung. B. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Kitab Undang-undang Perdata Kitab Undang-undang Pidana C. Lain lain www.yahoo.com www.google.com