PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TATA CARA PENCALONAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1985 TENTANG REFERENDUM. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN UMUM.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1981 TENTANG PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I TIMOR TIMUR

Presiden Republik Indonesia,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN DAN PENGANGKATAN

NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

-2- MEMUTUSKAN : Pasal I

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 Tanggal 18 Pebruari 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 6 TAHUN : 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENCALONAN DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 3 - Pasal 4. Pasal 6

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1995 TENTANG SUSUNAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN JUMLAH DAN TATA CARA PENGISIAN KEANGGOTAAN

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 21 SERI E

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH NOMOR 19 TAHUN 2000

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Transkripsi:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1996 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN CALON ANGGOTA TAMBAHAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT UTUSAN GOLONGAN KARYA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DAN UTUSAN GOLONGAN-GOLONGAN SERTA CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DARI GOLONGAN KARYA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (4), dan Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1995, perlu diatur mengenai tata cara pengajuan calon Anggota Tambahan Majelis Permusyawratan Rakyat Utusan golongan karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan utusan Golongan-golongan serta calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari golongan karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang diangkat, dengan Keputusan Presiden; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2915) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undng-undang Nomor 5 Tahun 1995 (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3600);

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Oragnisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3298); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3302) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1995(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3601); MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGAJUAN CALON ANGGOTA TAMBAHAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT UTUSAN GOLONGAN KARYA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DAN UTUSAN GOLONGAN-GOLONGAN SERTA CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DARI GOLONGAN KARYA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan: a. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1995; b. MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat; d. DPRD I adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I; e. DPRD II adalah Dewan Perwaklan Rakyat Daerah Tingkat II; f. ABRI adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; g. Pejabat ABRI yang berwenang adalah pejabat yang ditunjuk oleh Panglima ABRI untuk menandatangani surat-surat pemenuhan syarat calon Anggota Tambahan MPR Utusan golongan karya ABRI dan calon Anggota DPR dari golongan karya ABRI yang diangkat.

Pasal 2 (1) Jumlah Anggota Tambahan MPR Utusan golongan karya ABRI ditetapkan berdasarkan imbangan susunan Anggota DPR, dan menurut tata cara perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah serta penjelasannya. (2)Jumlah Anggota Tambahan MPR Utusan golongan karya ABRI hasil perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri/Ketua Lembaga Pemilihan Umum. (3) Jumlah Anggota Tambahan MPR Utusan Golongan-golongan ditetapkan sebanyak 100 (seratus) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah. (4) Jumlah Anggota DPR dari golongan karya ABRI yang diangkat ditetapkan sebanyak 75 (tujuh puluh lima) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b Peraturan Pemerintah. Pasal 3 (1) Calon Anggota Tambahan MPR Utusan golongan karya ABRI dan calon Anggota DPR dari golongan karya ABRI yang diangkat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. warganegara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (duapuluh satu) tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. dapat berbahasa Indonesia dan cakap menulis dan membaca huruf Latin, berpendidikan serendah-rendahnya Sekolah Lanjutan Pertama atau yang berpengalaman sederajat dan berpengalaman di bidang kemasyarakatan dan atau kenegaraan; c. setia kepada Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional, kepada Proklamasi 17 Agustus 1945, Undang-Undang Dasar 1945 serta kepada revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia untuk mengemban amanat penderitaan rakyat; d. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "Gerakan Kontra Revolusi G 30 S/PKI" atau organisasi terlarang lainnya; e. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; f. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penajara lima tahun atau lebih; g. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.

(2) Calon Anggota Tambahan MPR Utusan Golongan-golongan selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus terdaftar dalam Daftar Pemilih. BAB II TATA CARA PENGAJUAN CALON ANGGOTA TAMBAHAN MPR UTUSAN GOLONGAN KARYA ABRI DAN CALON ANGGOTA DPR DARI GOLONGAN KARYA ABRI Pasal 4 (1) Pengajuan calon Anggota Tambahan MPR Utusan golongan karya ABRI dilakukan secara tertulis oleh Panglima ABRI kepada Presiden. (2) Jumlah calon yang diajukan sebanyak-banyaknya dua kali dan sekurang-kurangnya sama dengan jumlah utusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). (3) Nama calon yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dalam satu daftar calon Anggota Tambahan MPR Utusan golongan karya ABRI. Pasal 5 (1) Pengajuan calon Anggota DPR dari golongan karya ABRI yang diangkat dilakukan secara tertulis oleh Panglima ABRI kepada Presiden. (2) Jumlah calon yang diajukan sebanyak-banyaknya dua kali dan sekurang-kurangnya sama dengan jumlah anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4). (3) Nama calon yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dalam satu daftar calon Anggota DPR dari golongan karya ABRI yang diangkat. Pasal 6 (1) Daftar calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (3) berisi antara lain: a. nomor urut; b. nama lengkap; c. pangkat; d. NRP/NBI; e. jabatan; f. nama kesatuan dan tempat kedudukan; g. alamat tempat tinggal. (2) Penulisan nama calon dalam daftar calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan ABRI.

Pasal 7 (1) Setiap calon yang namanya tercantum dalam daftar calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (3) harus dilengkapi surat keterangan dan surat pernyataan mengenai diri calon. (2) Surat keterangan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Surat pernyataan kesediaan dan persetujuan calon, dibuat oleh calon sendiri, dan diketahui oleh pejabat ABRI yang berwenang; b. Surat keterangan sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf f, dibuat oleh pejabat ABRI yang berwenang; c. Surat pernyataan sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, dibuat oleh calon sendiri dan diketahui oleh pejabat ABRI yang berwenang; d. Surat pernyataan "tidak terlibat" atau "pernah terlibat tetapi telah mendapat amnesti atau abolisi" dalam pemberontakan, dibuat oleh calon sendiri dan diketahui oleh pejabat ABRI yang berwenang; e. Daftar riwayat hidup dan riwayat perjuangan, dibuat oleh calon sendiri dan diketahui oleh pejabat ABRI yang berwenang; f. Surat keterangan sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g, dibuat oleh doktor umum Pemerintah atau dokter ahli penyakit jiwa. (3) Bentuk, isi dan hal-hal lain mengenai surat keterangan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri/Ketua Lembaga Pemilihan Umum. Pasal 8 (1) Surat pencalonan, daftar calon, surat keterangan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dibuat dalam rangkap 4 (empat) dan masing-masing dimasukkan dalam map sendiri. (2) Surat pencalonan, daftar calon, surat keterangan, dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden, dan tembusannya sebanyak 3 (tiga) rangkap disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri/Ketua Lembaga Pemilihan Umum, yang masing-masing diperuntukkan: a. 1 (satu) untuk Lembaga Pemilihan Umum; b. 1 (satu) untuk keperluan penelitian; c. 1 (satu) dikembalikan kepada Panglima ABRI setelah dibubuhi keterangan bahwa surat tersebut telah diterima oleh Lembaga Pemilihan Umum. (3) Penyampaian surat pencalonan, daftar calon, surat keterangan, dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan sebagai berikut:

a. untuk pencalonan Anggota Tambahan MPR Utusan golongan karya ABRI dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai 7 (tujuh) hari setelah hari dan tanggal pemungutan suara Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II; b. untuk pencalonan Anggota DPR dari golongan karya ABRI yang diangkat dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai 16 (enam belas) hari sebelum penyusunan Daftar Calon Sementara Pemelihan Umum Anggota DPR, DPRD I, dan DPD II. BAB III TATA CARA PENGAJUAN CALON ANGGOTA TAMBAHAN MPR UTUSAN GOLONGAN-GOLONGAN Pasal 9 (1) Calon Anggota Tambahan MPR Utusan Golongan-golongan diajukan secara tertulis oleh Pimpinan Pusat Organisasi Golongan-golongan kepada Presiden. (2) Organisasi Golongan-golongan yang mengajukan calon Anggota Tambahan MPR harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas yang dicantumkan dalam anggaran dasar dan mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. mempunyai potensi dalam kehidupan kemasyarakatan dan atau kenegaraan yang secara representatif aspirasinya perlu ditampung dalam MPR; c. mempunyai peranan aktif dalam Pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila; d. ditentukan oleh Presiden. Pasal 10 (1) Calon Anggota Tambahan MPR yang diajukan oleh organisasi Golongan-golongan, tidak termasuk nama-nama calon yang tercantum dalam daftar Calon Tetap Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II. (2) Nama calon yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk masing-masing organisasi disusun dalam satu daftar calon Anggota Tambahan MPR Utusan Golongan-golongan. (3) Daftar calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berisi antara lain: a. nomor urut; b. nama lengkap; c. pekerjaan dan alamat pekerjaan; d. alamat tempat tinggal.

(4) Penulisan nama calon dalam daftar calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut kelaziman sehari-hari. Pasal 11 (1) Setiap calon Anggota Tambahan MPR yang namanya tercantum dalam daftar calon, harus dilengkapi surat keterangan dan surat pernyataan mengenai diri calon. (2) Surat keterangan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Surat pernyataan kesediaan dan persetujuan calon, dibuat oleh calon sendiri dan diketahui oleh Pimpinan Oragnisasi Golongan-golongan yang mengajukan calon; b. Surat keterangan sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b, dibuat oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II; c. Surat pernyataan sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, dibuat oleh calon sendiri; d. Surat keterangan sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dan huruf f, dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Kepolisian Resort; e. Surat pernyataan "tidak terlibat" atau "pernah terlibat tetapi telah mendapat amnesti atau abolisi" dalam pemberontakan, dibuat oleh calon sendiri; f. Daftar riwayat hidup dan riwayat perjuangan, dibuat oleh calon sendiri dan diketahui oleh Pimpinan Oragnisasi Golongan-golongan yang mengajukan calon; g. Surat keterangan sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, dibuat oleh Kepala Kepolisian Resort; h. Surat keterangan sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g, dibuat oleh dokter umum Pemerintah g atau dokter ahli penyakit jiwa; I. Surat keterangan sebagai bukti terdaftar dalam daftar pemilih dibuat oleh Camat/Ketua PPS. (3) Bentuk, isi dan hal-hal lain mengenai surat keterangan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf i ditetapkan oleh Menteri Dalam negeri/ketua Lembaga Pemilihan Umum. Pasal 12 (1) Surat pencalonan, daftar calon, surat keterangan, dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 dibuat dalam rangkap 4 (empat) dan masing-masing dimasukkan dalam map tersendiri.

(2) Surat pencalonan, daftar calon, surat keterangan, dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden, dan tembusannya sebanyak 3 (tiga) rangkap disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri/Ketua Lembaga Pemilihan Umum, yang masing-masing diperuntukkan: a. 1 (satu) untuk Lembaga Pemilihan Umum; b. 1 (satu) untuk keperluan penelitian; c. 1 (satu) dikembalikan kepada organisasi Golongan-golongan yang mengajukan calon setelah dibubuhi keterangan bahwa surat tersebut telah diterima oleh Lembaga Pemilihan Umum. (3) Penyampaian surat pencalonan, daftar calon, surat keterangan, dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai 7 (tujuh) hari setelah hari dan tanggal pemungutan suara Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II. Pasal 13 (1) Presiden atas prakarsanya dapat menetapkan calon lain di luar calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) untuk diangkat sebagai Anggota Tambahan MPR Utusan Golongan-golongan. (2) Calon yang telah ditetapkan sebagai Anggota Tambahan MPR Utusan Golongan-golongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), segera mengurus dan menyelesaikan kelengkapan administrasi surat bukti diri kepada Lembaga Pemilihan Umum dan instansi terkait. Pasal 14 (1) Surat bukti diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) berupa: a. surat keterangan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; b. surat keterangan bertempat tinggal yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan. (2) Surat bukti diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada menteri Dalam Negeri/Ketua Lembaga Pemilihan Umum selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum jadwal waktu pemeriksaan surat bukti diri Anggota Tambahan MPR. BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 15 Formulir untuk keperluan pengajuan calon Anggota Tambahan MPR Utusan golongan karya ABRI dan Utusan Golongan-golongan serta calon Anggota DPR dari golongan karya ABRI yang diangkat disediakan oleh Lembaga Pemilihan Umum.

BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pengajuan Calon Anggota Tambahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Utusan golongan karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan utusan Golongan-golongan serta Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari golongan karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dinyatakan tidak berlaku. Pasal 17 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 1996 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO