PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 25 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 25 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

WALIKOTA PALANGKA RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

WALIKOTA BANJARMASIN

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PADA KAWASAN PERUMAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 11 TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENYERAHAN ASET BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DARI PENGEMBANG KEPADA PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah perkotaan yang berwawasan lingkungan yang berkualitas dan dalam rangka meminimalisir wilayah pencemaran lingkungan dan udara sebagai akibat sumber daya alam yang dimanfaatkan secara bebas serta untuk mengkondisikan lingkungan perkotaan yang selaras antara luas wilayah, jumlah penduduk beserta pemukimannya dan aktifitasnya, maka perlu diatur mengenai pembangunan dan pengelolaan hutan kota ; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Hutan Kota. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034 ); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undangundang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Propinsi Kalimantan Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4344); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 9. Undang-Undang

9. Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 4737); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Melawi Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Melawi (Lembaran Daerah Kabupaten Melawi Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Melawi Nomor 61). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MELAWI dan BUPATI MELAWI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG HUTAN KOTA. Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Melawi; BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Melawi. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Melawi; 5. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan, lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. 6. Hutan Kota adalah hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat serta diatur sedemikian rupa diwilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. 7. Penunjukkan hutan kota adalah penetapan awal suatu wilayah tertentu sebagai hutan kota yang dapat berupa penunjukkan di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak. 8. Tanah

8. Tanah Negara adalah tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. 9. Tanah Hak adalah tanah yang dibebani hak atas tanah. 10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 11. Kawasan tertentu adalah kawasan hutan kota yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya. 12. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 13. Kompensasi adalah pemberian ganti rugi atau tanah pengganti kepada pemegang hak atas tanah melalui musyawarah. 14. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. 15. Rencana Detail tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 16. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH wilayah perkotaan adalah ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka, berisi hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami atau tanaman budidaya. BAB II TUJUAN, FUNGSI DAN MANFAAT Pasal 2 (1) Penyelenggaraan hutan kota bertujuan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. (2) Penyelenggaraan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk : a. menekan/mengurangi peningkatan suhu udara di perkotaan; b. menekan/mengurangi pencemaran udara (kadar karbonmonoksida, ozon, karbondioksida, oksida nitrogen, belerang dan debu); c. mencegah terjadinya penurunan air tanah dan permukaan tanah; d. mencegah terjadinya banjir atau genangan, kekeringan, intrusi air laut, meningkatnya kandungan logam berat dalam air. Pasal 3 Fungsi hutan kota adalah untuk : a. menjaga nilai estetika; b. memperbaiki dan menjaga iklim mikro; c. membuka lebih luas daerah resapan air; d. menciptakan keseimbangan dan keindahan lingkungan kota; e. memberikan kenyamanan dan kesejukan; f. memberikan dampak penghijauan pada wilayah perkotaan; g. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Pasal 4 (1) Manfaat hutan kota adalah untuk : a. pariwisata alam perkotaan; b. rekreasi dan/atau olah raga; c. penelitian dan pengembangan; d. pendidikan; e. pelestarian plasma nuftah; f. budi daya dan konservasi tanaman hutan kota. (2) Pemanfaatan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan sepanjang tujuan dan fungsi serta manfaat hutan kota tidak terganggu. BAB III...

BAB III PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA Pasal 5 (1) Untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, di setiap wilayah perkotaan ditetapkan kawasan tertentu dalam rangka penyelenggaraan hutan kota. (2) Penyelenggaraan hutan kota di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. penunjukan; b. pembangunan; c. penetapan; dan d. pengelolaan. (1) Penunjukan hutan kota terdiri dari : a. penunjukan lokasi hutan kota ; b. penunjukan luas hutan kota. BAB IV PENUNJUKAN Pasal 6 (2) Penunjukan lokasi dan luas hutan kota ditetapkankan oleh Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. Pasal 7 Selain penunjukan lokasi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, juga dilakukan penanaman pada : a. jalur kiri dan kanan jalan arteri primer dan arteri sekunder maupun lokal; b. jalur kiri dan kanan daerah aliran sungai atau saluran drainase dan sekitar atau pinggiran Kolam Retensi; c. di sekitar bangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial, seperti bangunan pendidikan, peribadatan, kesehatan, perbelanjaan, lapangan olahraga, perkantoran, terminal Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Tempat Pemakaman Umum (TPU). Pasal 8 Lokasi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Pasal 9 (1) Lokasi yang ditunjuk sebagai hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dapat berada pada tanah negara atau tanah hak. (2) Terhadap tanah hak yang ditunjuk sebagai lokasi hutan kota diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10 (1) Lokasi penetapan dan luas lahan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, didasarkan pertimbangan sebagai berikut: a. luas wilayah; b. batas wilayah kota; c. jumlah penduduk; d. tingkat pencemaran lingkungan dan udara; e. kepentingan umum; f. kondisi fisik kota. (2) Penetapan lokasi hutan kota secara kriteria adalah sebagai berikut : a. terletak diwilayah perkotaan; b. merupakan ruang terbuka hijau yang didominasi pepohonan; c. mampu membentuk atau memperbaiki iklim, estetika dan sebagai resapan air. (3) Hutan kota dalam area terbuka dengan hamparan luas yang kompak sekurang-kurangnya 2500 m ². BAB V...

BAB V PEMBANGUNAN HUTAN KOTA Pasal 11 (1) Pembangunan hutan kota dilakukan berdasarkan penunjukan lokasi dan luas hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (2) Pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah meliputi : a. penyusunan perencanaan pembangunan; b. pelaksanaan pembangunan; c. pemeliharaan dan pengelolaan; d. pengendalian. (4) Pelaksanaan pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati. Pasal 12 Perencanaan dan pembangunan hutan kota dilakukan berdasarkan jumlah penetapan lokasi dan luas hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 13 (1) Rencana pembangunan hutan kota merupakan bagian dari rencana detail tata ruang kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. (2) Kajian aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial budaya pada rencana pembangunan hutan kota harus terpenuhi secara mendasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 14 Rencana pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, menjadi dasar dan pedoman pembuatan rancangan teknis tentang tipe dan bentuk hutan kota. Pasal 15 (1) Penentuan tipe hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, disesuaikan dengan fungsi yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. (2) Tipe hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah sebagai berikut : a. tipe kawasan industri; b. tipe kawasan pemukiman; c. tipe kawasan rekreasi dan pariwisata; d. tipe kawasan konservatif dan pelestarian; e. tipe kawasan lindung; f. tipe kawasan padat lalu lintas; g. tipe kawasan budaya dan budi daya; h. tipe kawasan perdagangan/bisnis. Pasal 16 (1) Penentuan bentuk disesuaikan dengan karakteristik lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, menjadi perencanaan pembangunan hutan kota. (2) Bentuk hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah sebagai berikut : a. mengelompok; b. menyebar; c. jalur memanjang; d. kombinasi. Pasal 17 Pelaksanaan perencanaan dan pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut : a. penataan area; b. penanaman; c. pemeliharaan; d. pengelolaan; e. pembangunan sipil teknis. BAB VI...

BAB VI PENETAPAN HUTAN KOTA Pasal 18 Berdasarkan hasil pelaksanaan pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, ditetapkan hutan kota. Pasal 19 (1) Tanah hak yang karena keberadaannya dapat dimintakan penetapannya sebagai hutan kota oleh pemegang hak tanpa pelepasan hak atas tanah. (2) Pemegang hak dapat memperoleh insentif atas tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota. (3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. (4) Tanah hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai hutan kota untuk jangka waktu paling sedikit 15 (lima belas) tahun. (5) Penetapan tanah hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan tanpa melalui proses penunjukan dan pembangunan. (6) Tanah hak yang dapat dimintakan penetapannya sebagai hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat(1), harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. terletak di wilayah perkotaan; b. merupakan ruang terbuka hijau yang didominasi pepohonan; c. mempunyai luas paling sedikit 2500 m 2 dan mampu membentuk atau memperbaiki iklim mikro, estetika dan berfungsi sebagai resapan air. (7) Penetapan dan perubahan peruntukan tanah hak sebagai hutan kota ditetapkan oleh Bupati. (8) Penetapan dan perubahan peruntukan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan berdasarkan permohonan dari pemegang hak. Pasal 20 (1) Perubahan peruntukan hutan kota yang berada pada tanah negara disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada hasil penelitian terpadu. BAB VII PENGELOLAAN HUTAN KOTA Pasal 21 (1) Pengelolaan hutan kota dilakukan sesuai dengan tipe dan bentuk hutan kota, agar fungsi dan manfaat dapat dirasakan secara optimal. (2) Pengelolaan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi tahapan kegiatan: a. penyusunan rencana pengelolaan; b. pemeliharaan; c. perlindungan pengamanan; d. pemanfaatan; e. pemantauan dan evaluasi; f. budi daya dan pembibitan. Pasal 22 (1) Pengelolaan hutan kota dapat dilakukan oleh : a. Pemerintah Daerah; b. Pemegang hak dan/atau; c. Masyarakat. (2) Pengelolaan Hutan Kota yang berada pada hak dilakukan oleh pemegang hak. (3) Pengelolaan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh masyarakat bukan pemegang hak atau Bupati melalui perjanjian dengan pemegang hak. Pasal 23 Penyusunan rencana pengelolaan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan yang meliputi: a. penetapan tujuan pengelolaan; b. penetapan program jangka pendek dan jangka panjang; c. penetapan...

c. penetapan kegiatan pengelolaan; d. penetapan kelembagaan pengelola; e. penetapan sistem monitoring evaluasi. Pasal 24 Pemeliharaan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b dilaksanakan dalam rangka menjaga dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan kota melalui optimalisasi ruang tumbuh, diversifikasi tanaman dan peningkatan kualitas tempat tumbuh. Pasal 25 (1) Perlindungan dan pengaman hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c bertujuan untuk menjaga keberadaan dan kondisi hutan kota agar tetap berfungsi secara optimal. (2) Perlindungan dan pengamanan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui upaya sebagai berikut : a. pencegahan dan penanggulangan kerusakan lahan; b. pencegahan dan penanggulangan pencurian flora dan fauna; c. pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran; d. pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit. Pasal 26 Setiap orang atau badan dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan atau penurunan fungsi hutan kota antara lain: a. membakar hutan kota; b. menebang, memotong, mengambil dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota tanpa seizin dari pejabat yang berwenang; c. membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota; d. mengerjakan, menggunakan atau menduduki hutan kota secara tidak sah; e. melakukan aktifitas sehari-hari atau berdagang secara sementara atau tetap tanpa seizin dari pejabat yang berwenang. Pasal 27 (1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf e dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pengelola melalui penilaian kegiatan pengelolaan secara menyeluruh. (2) Hasil penilaian kegiatan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan terhadap pengelolaan hutan kota. (3) Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodik. (4) Pedoman pengelolaan hutan kota diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 28 (1) Budidaya tanaman hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf f dimaksudkan sebagai cara melestarikan tanaman yang juga termasuk dalam perundang-undangan sebagai tanaman yang dilindungi. (2) Pembibitan tanaman hutan kota dapat dilakukan dengan berbagai cara perbanyakan dan salah satu cara untuk melakukan pembudidayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dilakukan oleh pengelola. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 29 (1) Bupati melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan hutan kota yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi. (2) Bupati melakukan pembinaan terhadap pengelolaan hutan kota yang dilakukan oleh masyarakat. Pasal 30

Pasal 30 (1) Bupati melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan hutan kota. (2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama-sama masyarakat secara terkoordinir dengan instansi pemerintah terkait. BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 31 (1) Pemerintah mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan hutan kota. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sejak penunjukan, pembangunan, penetapan, pengelolaan, pembinaan dan pengawasan. Pasal 32 Peningkatan peran serta masyarakat dilakukan melalui : a. pendidikan dan pelatihan; b. penyuluhan dan sosialisasi; c. bantuan tekhnis. Pasal 33 (1) Peran serta masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan hutan kota dapat berbentuk : a. penyediaan lahan untuk pembangunan dan pengelolaan hutan kota; b. pemberian masukan dalam penentuan lokasi hutan kota; c. pemberian bantuan dalam mengindentifikasi berbagai potensi dan masalah dalam pembangunan dan pengelolaan hutan kota; d. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan; e. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan hutan kota; f. bantuan pelaksanaan pembangunan pengelolaan; g. bantuan keahlian dalam pembangunan dan pengelolaan hutan kota; h. bantuan dalam perumusan rencana pembangunan dan pengelolaan; i. menjaga,memelihara dan meningkatkan fungsi hutan kota. (2) Tata cara peran serta masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB X PEMBIAYAAN Pasal 34 Biaya penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumber dana lainnya yang sah. BAB XI PENYIDIKAN Pasal 35 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang yang berkaitan dengan Peraturan daerah ini, diberikan wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang pengerusakan hutan kota; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pengerusakan hutan kota; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang sehubungan dengan tindak pidana di bidang pengerusakan hutan kota; d. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang pengerusakan hutan kota; e. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang pengerusakan hutan kota; f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pengerusakan hutan kota; g. menghentikan...

g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang pengerusakan hutan kota. (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 36 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 26, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, semua ketentuan peraturan yang mengatur hutan kota, yang telah ada sebelumnya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku. Pasal 38 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai ditetapkan dengan Peraturan Bupati. pelaksanaannya Pasal 39 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Melawi. Ditetapkan di Nanga Pinoh pada tanggal 2011 BUPATI MELAWI, FIRMAN MUNTACO Diundangkan di Nanga Pinoh pada tanggal 2011 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MELAWI, IVO TITUS MULYONO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MELAWI TAHUN 2011 NOMOR 6

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA I. PENJELASAN UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Pembangunan kota pada masa lalu sampai sekarang cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan bertumbuh banyak dialihfungsikan menjadi kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan industri, jaringan transportasi (jalan, jembatan, terminal) serta sarana dan prasarana kota lainnya. Keadaan lingkungan perkotaan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan, yang berupa meningkatnya suhu udara di perkotaan, pencemaran udara (seperti meningkatnya kadar karbonmonoksida, ozon, karbondioksida, oksida nitrogen, belerang dan debu, mennurunnya air tanah dan permukaan tanah, banjir atau genangan, kekeringan, intrusi air laut, meningkatnya kandungan logam berat dalam air tanah, keadaan tersebut menyebabkan hubungan masyarakat perkotaan dengan lingkungannya menjadi tidak harmonis. Menyadari ketidakharmonisan tersebut dan mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha-usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan melalui pembangunan hutan kota. Untuk memberikan kepastian hukum tentang keberadaan hutan kota, diperlukan pengaturan tentang hutan kota dalam suatu Peraturan Daerah. Peraturan Daerah tentang Hutan Kota dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan bagi Pemerintah Kabupaten Melawi dalam penyelenggaraan hutan kota. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Penjelasan pasal demi pasal dianggap tidak perlu karena sudah cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 92