BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 18 /PERMEN/M/2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

KETERPADUAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

PEMBANGUNAN PERUMAHAN TANTANGAN, VISI, DAN ARAHAN PROGRAM

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

Penetepan Harga Sewa Ruang Rusunawa Sumur Welut Surabaya Dengan Metode Permenpera No.18 Tahun 2007

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PRASARANA SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS)

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

1. Makna dari infrastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman yang andal

BAB I. PENDAHULUAN A.

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Permasalahan Mendasar Daerah

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN.

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

P A T I L U M A J N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori RUSUN (rumah susun) merupakan model yang tepat dengan filosofi dasar untuk meningkatkan martabat masyarakat berpenghasilan rendah dengan penyediaan fasilitas perumahan yang aman (dari resiko kebakaran dan berbagai tindak kriminalitas), dan nyaman (sehat dan layak huni, termasuk kualitas konstruksi yang memadai). Pengembangan RUSUN pun sejalan dengan konsep pembangunan vertikal yang lebih hemat dalam konsumsi lahan-lahan kota yang sangat terbatas. Namun demikian, pengembangan RUSUN perlu lebih memperkuat kriteria produktif (mampu mendukung aspek-aspek pengembangan ekonomi lokal, termasuk kedekatan dengan pusat-pusat kegiatan perkotaan yang memberikan peluang penyerapan tenaga kerja informal (unskilled) serta kedekatan dengan berbagai fasilitas sosial-ekonomi seperti sekolah, puskesmas, pasar, dan lain-lain serta kriteria berkelanjutan (tidak menimbulkan dampak lingkungan dan persoalan sosial yang baru). Konsep rumah sewa atau rusunawa perlu terus disebarluaskan secara bertahap dan sistematis oleh Pemerintah, khususnya pada masyarakat berpenghasilan rendah sebagai target group. Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang utuh mengenai konsep sewa sebagaimana telah berhasil diterapkan di berbagai negara di dunia. Upaya ini pada akhirnya bertujuan untuk merubah kultur dan persepsi masyarakat Indonesia pada umumnya, dimana rumah milik bukanlah merupakan suatu keharusan. ( Hasil Analisis Pusat Kajian Strategis Dep. PU )

Didalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara) juga telah ditekankan pentingnya untuk meningkatkan dan memperluas adanya pemukiman dan perumahan yang layak bagi seluruh masyarakat dan karenanya dapat terjangkau seluruh masyarakat terutama yag berpenghasilan rendah. Selain itu, pembangunan rumah susun tentunya juga dapat mengakibatkan terbukanya ruang kota sehingga menjadi lebih lega dan dalam hal ini juga membantu adanya peremajaan dari kota, sehingga makin hari maka daerah kumuh berkurang dan selanjutnya menjadi daerah yang rapih, bersih, dan teratur. Peremajaan kota telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990, tentang peremajaan pemukiman kumuh yang berada di atas tanah negara. Menindaklanjuti dari Instruksi Presiden tersebut, maka pada tanggal 7 Januari 1993, telah diterbitkan adanya surat edaran dengan Nomor: 04/SE/M/1/1993, yang menginstruksikan kepada seluruh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepada Daerah Tingkat II untuk melaksanakan pedoman umum penanganan terpadu atas perumahan dan pemukinan kumuh, yang antara lain dilakukan dengan peremajaan dan pembangunan rumah susun. Konsep pembangunan yang dilakukan atas rumah susun yaitu dengan bangunan bertingkat, yang dapat dihuni bersama, dimana satuan-satuan dari unit dalam bangunan dimaksud dapat dimiliki secara terpisah yang dibangun baik secara horizontal maupun secara vertikal. Pembangunan perumahan yang demikian itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Landasan Hukum dari Pembangunan Rumah Susun adalah dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, tentang Rumah Susun, yang telah memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan pembangunan rumah susun di Indonesia, serta adanya tiga peraturan Menteri Dalam Negeri yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1975, tentang pendaftaran hak-hak atas tanah kepunyaan bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya serta penerbitan sertifikatnya,

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1977 tentang penyelanggaraan tata usaha pendaftaran tanah mengenai hak atas tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983,tentang tata cara permohonan dan pemberian izin penerbitan sertifikat hak atas tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan secara terpisah bagian-bagian pada bangunan bertingkat. Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut telah memberikan landasan hukum untuk dapat memiliki secara individu atas bagian-bagian dari bangunan di atas tanah yang dimiliki bersama sebelum diterbitkannya Undang-undang rumah susun. Selain ketentuan diatas ada ketentuan lain yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1985, tentang rumah susun yang telah diundangkan pada tanggal 26 April 1988. 2.2 Pengertian Rumah Susun Sederhana Sewa ( RUSUNAWA ) Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bagian dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama (Undang-undang Nomor : 16 Tahun 1985 Pasal 1 (16/1985)). 2.3 Prinsip Dasar Pembangunan Rumah Susun Pembangunan Rusun di kawasan perkotaan didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan, yang menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan. Dalam pelaksanaannya, menggunakan prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) dan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Prinsip dasar pembangunan Rusun meliputi:

1) Keterpaduan: pembangunan Rusun dilaksanakan prinsip keterpaduan kawasan, sektor, antar pelaku, danketerpaduan dengan sistem perkotaan. 2) Efisiensi dan Efektivitas: memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal, melalui peningkatan intensitas penggunaan lahan dan sumberdaya lainnya. 3) Penegakan Hukum: mewujudkan adanya kepastian hukum dalam bermukim bagi semua pihak, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan yang hidup ditengah masyarakat. 4) Keseimbangan dan Keberkelanjutan: mengindahkan keseimbangan ekosistem dan kelestarian sumberdaya yang ada. 5) Partisipasi: mendorong kerjasama dan kemitraan Pemerintah dengan badan usaha dan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pembangunan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan, serta pengelolaan Rusun. 6) Kesetaraan: menjamin adanya kesetaraan peluang bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah untuk dapat menghuni Rusun yang layak bagi peningkatan kesejahteraannya. 7) Transparansi dan Akuntabilitas: menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah, badan usaha dan masyarakat melalui penyediaan informasi yang memadai, serta dapat mempertanggung-jawaban kinerja pembangunan kepada seluruh pemangku kepentingan. 2.4 Dasar Perencanaan Rumah Susun Dalam Undang-Undang No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun menyebutkan bahwa Rumah Susun adalah: bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam

arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian Bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Rusun sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. Memerlukan standar perencanaan Rusun sebagai dasar pembangunannya. Standar perencanaan Rusun ini diperlukan agar harga jual/sewa Rusun dapat terjangkau oleh kelompok sasaran yang dituju, tanpa mengurangi asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian Rusun dengan tata bangunan dan lingkungan kota. Standar perencanaan Rusun di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut: 1) Kepadatan Bangunan Dalam mengatur kepadatan (intensitas) bangunan diperlukan perbandingan yang tepat meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). 1.1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahan/persil, tidak melebihi dari 0.4. 1.2 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah, tidak kurang dari 1,5. 1.3 Koefisien Bagian Bersama (KB) adalah perbandingan Bagian Bersama dengan dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2. 2) Lokasi Rusun dibangun di lokasi yang sesuai rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, terjangkau layanan transportasi umum, serta dengan mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan sekitarnya.

3) Tata Letak Tata letak Rusun harus mempertimbangkan keterpaduan bangunan, lingkungan, kawasan dan ruang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian. 4) Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami, kenyamanan, serta kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota. 5) Jenis Fungsi Rumah Susun Jenis fungsi peruntukkan Rusun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam satu Rusun/ kawasan Rusun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha. 6) Luasan Satuan Rumah Susun Luas sarusun minimum 21 m2, dengan fungsi utamasebagai ruang tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur. 7) Kelengkapan Rumah Susun Rusun harus dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas yang menunjang kesejahteraan, kelancaran dan kemudahan penghuni dalam menjalankan kegiatan seharihari. 8) Transportasi Vertikal 8.1 Rusun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai, menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal. 8.2 Rusun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal. Agar dapat menurunkan harga sewa dan jual Rusun, pembangunan Rusun juga menerapkan teknologi bahan bangunan dan konstruksi yang memenuhi standar pelayanan minimal dari aspek keamanan

konstruksi, kesehatan, dan kenyamanan, yang berbasis potensi sumber daya dan kearifan lokal. Pemanfaatan potensi sumber daya dan kearifan lokal ini diharapkan dapat mengurangi beban biaya sosial yang terjadi pada saat persiapan, pelaksanaan pembangunan, serta biaya operasi dan pemeliharaan Rusun. 2.5 Permasalahan dan Tantangan Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 Badan Pusat Statistik, menyebutkan bahwa: terdapat 55,0 juta keluarga dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 217,1 juta jiwa. Sebanyak 5,9 juta keluarga belum memiliki rumah. Sementara setiap tahun terjadi penambahan kebutuhan rumah akibat penambahan keluarga baru rata-rata sekitar 820.000 unit rumah. Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah menyebabkan permasalahan ketersediaan lahan bagi perumahan. Akibat langka dan semakin mahalnya tanah di perkotaan, pembangunan perumahan baru layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah cenderung menjauh dari tempat kerja (urban sprawl). Keadaan ini menimbulkan ketidakteraturan penataan ruang dan kawasan, permasalahan mobilitas manusia dan barang, beban investasi dan operasi dan pemeliharaan PSU, penurunan produktifitas kerja, serta berdampak buruk terhadap kondisi sosial dan lingkungan. Lahan merupakan masalah utama pembangunan perumahan sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan hak dasar rakyat. Terbatasnya lahan perkotaan menyebabkan pemerintah kota dituntut untuk dapat memanfaatkan lahan secara efisien dengan meningkatkan intensitas penggunaannya. Tuntutan akan penggunaan lahan perkotaan cenderung semakin meningkat seiring diterapkannya otonomi daerah. Hal ini antara lain disebabkan Pemerintah Kota dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya ruang dan tanah secara maksimal bagi peningkatan pendapatan daerah, di sisi lain adanya tuntutan masyarakat yang semakin

kritis dalam mendapatkan pelayanan umum, termasuk penyediaan sarana dan prasarana sosial, budaya, taman dan ruang terbuka hijau. Selain langka dan mahalnya harga tanah/lahan di pusat kota untuk pembangunan perumahan serta keterbatasan pasokan Rusun dikarenakan beberapa permasalahan mendasar berupa: beban biaya yang tinggi dalam pengurusan proses perijinan (ijin pemanfaatan ruang, ijin lokasi, sertifikasi tanah, dan ijin mendirikan bangunan); beban pajak; keterbatasan dukungan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU); serta masih tingginya beban bunga pinjaman. Sedangkan dari sisi permintaan Rusun, masih terkendala antara lain: terbatasnya daya beli masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, terbatasnya penyediaan uang muka, rendahnya kemampuan meminjam akibat tenor pinjaman yang pendek, serta permasalahan sosial dan budaya 2.6 Alasan-alasan Didirikannya Rumah Susun Menurut Paper Menteri Pekerjaan Umum 28 Oktober 2008 : 1. Meningkatnya Urbanisasi Penduduk Dalam Rencana Program Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, telah diperkirakan bahwa Indonesia akan menghadapi tekanan jumlah penduduk yang makin besar. Jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2005 sebesar 220 juta orang diperkirakan meningkat mencapai sekitar 274 juta orang pada tahun 2025. Perkiraan penduduk Indonesia yang bermukim di perkotaan pada tahun 2025 adalah berjumlah 180 juta jiwa, dan Indonesia masih berada di ranking ke empat dari jumlah penduduk terbanyak di dunia. Pada tahun 2025 penduduk Indonesia yang bermukim diperkotaan ini akan berjumlah 65% yang memadati 16 kota metropolitan.

2. Tingginya Kebutuhan Hunian/Unit Rumah Dalam Rencana Program Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 telah diindikasikan bahwa dengan pesatnya pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan perumahan hingga tahun 2025 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit, sehingga kebutuhan rumah per tahun diperkirakan mencapai 1,2 juta unit. Tingginya kebutuhan unit rumah ini akan dapat berpotensi tingginya backlog perumahan dan semakin meningkatnya besaran permukiman kumuh perkotaan. 3. Peremajaan Kota Untuk menangani permukiman kumuh kategori berat dilakukan dengan upaya peremajaan kota dan pembangunan Rumah Susun Sederhana (Rusuna), khususnya pada lahan-lahan yang bernilai ekonomi tinggi dan berkepadatan penduduk tinggi di perkotaan. Hingga saat ini telah dilakukan pembangunan Rusunawa 12.672 unit yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. 4. Target Millenium Development Goals (MDGs) Millenium Development Goals telah mencanangkan untuk pencapaian perbaikan permukiman kumuh, prasarana dan sarana permukiman serta pengurangan kemiskinan. Target 11 MDG adalah mengurangi permukiman kumuh perkotaan, mengurangi separuh penduduk yang belum terlayani sumber air minum yang aman, dan mengurangi penduduk yang belum mendapatkan akses fasilitasi sanitasi. Selain itu, Target 10 MDG mencanangkan penurunan setengah proporsi penduduk miskin perkotaan yang tingkat pendapatannya di bawah US$ 1 per hari. Hal ini tentunya akan menjadi acuan pencapaian dan tantangan untuk mencapai target tersebut pada tahun 2025 mendatang.

2.7 Tujuan Pembangunan Rumah Susun (RUSUN) 1. Menurut Keputusan Menteri Perumahan Negara Pembangunan Rusun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan Rusun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan dengan penduduk diatas 1,5 juta jiwa, sehingga akan berdampak pada : a. Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang sewa dan daya tampung kota. b. Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan. c. Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas perkotaan. d. Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota. e. Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpengahasilan menengah-bawah. f. Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. 2. Menurut Kebijakan Pemerintah Untuk Perumahan Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman (KSNPP) dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan yang bersifat struktural sehingga secara nasional diharapkan dapat berlaku dalam rentang waktu yang cukup, dapat mengakomodasi berbagai ragam kondisi kontekstual masing-masing daerah, dan dapat memudahkan penjabaran pada tingkat yang lebih operasional oleh pelaku pembangunan. Kebijakan Nasional dirumuskan dalam tiga struktur pokok, yaitu : a. Melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama. b. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan (papan) bagi seluruh lapisan masyarakat, sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia.

c. Mewujudkan pemukiman yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan guna mendukung pengembangan jati diri, kemandirian, dan produktivitas masyarakat. 3. Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Visi untuk menangani masalah pemukiman yaitu ingin terwujudnya pemukiman perkotaan dan pedesaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur yang handal, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan penyehatan lingkungan permukiman dan penataan bangunan maupun lingkungan. Selain itu, memiliki misi untuk : a. Meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur) permukiman di perkotaan dan pedesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, sejahtera, berbudaya, produktif, aman, tenteram, dan berkelanjutan. b. Mewujudkan kemandirian daerah melalui peningkatan kapasitas pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman, termasuk pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasinya. c. Melaksanakan pembinaan penataan kawasan perkotaan dan pedesaan serta pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan bangunan. d. Menyediakan infrastruktur permukiman bagi kawasan kumuh/nelayan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, pulau-pulau kecil terluar, serta air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan air. e. Memperbaiki kerusakan infrastruktur permukiman dan penanggulangan darurat akibat bencana alam dan kerusuhan sosial.

f. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM yang professional serta pengembangan NSPM, dengan menerapkan prinsip good govermance. 2.8 Manfaat Pembangunan Rumah Susun Bagi Penduduk Pembangunan rumah susun merupakan salah satu jawaban logis terhadap masalah pemenuhan kebutuhan papan masyarakat menengah bawah di tengah keterbatasan lahan kota, masalah degradasi kualitas lingkungan, transportasi publik, kemacetan lalu lintas, lingkungan hidup yang sehat dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Besar harapan rakyat memperoleh rumah hunian yang lumayan pantas di pusat kota. http://www.rusunami.net/content/rusunami-hunian-untuk-rakyat 2.9 Sasaran Pembangunan Rumah Susun Prioritas utama pembangunan Rusun ditujukan pada kota-kota dengan tingkat urbanisasi dan kekumuhan yang tinggi. Selain itu, kelompok masyarakat yang dituju yaitu masyarakat berpenghasilan menengah bawah. 2.10 Dasar Perhitungan Tarif Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 18/PERMEN/2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan Tarif Sewa Rumah Susun Sederhana Yang Dibiayai APBN DAN APBD. Dasar perhitungan tarif bagi rusunawa adalah sebagai berikut: 1. Tarif sewa dalam peraturan ini hanya untuk sarusunawa dan tidak termasuk penggunaan air, gas, listrik dan/atau telepon yang dipergunakan oleh penghuni. 2. Perhitungan tarif rusunawa yang dimaksud dalam pengaturan ini hanya memperhitungkan penerimaan utama dari sewa satuan rumah susun sederhana dan tidak memperhitungkan sumber penerimaan lain seperti: a. sewa fasilitas umum;

b. pemasangan iklan billboard; c. subsidi pengelolaan pemerintah; d. sumbangan tidak mengikat; e. pemasukan lain yang sah. 3. Sumber penerimaan lain sebagaimana dimaksud dalam 2.6.2. dapat dianggap sebagai pemasukan tambahan untuk subsidi silang yang akan diperhitungkan sebagai keuntungan tambahan. 2.11 Komponen Perhitungan Tarif Sewa Komponen perhitungan tarif sewa rumah susun sederhana menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 18 /PERMEN/2007 adalah : 1. Biaya Investasi, adalah biaya awal yang disediakan oleh pemilik rusunawa untuk persiapan pembangunan sampai dengan terwujudnya bangunan rumah susun yang siap huni, yang terdiri dari biaya pra konstruksi, konstruksi dan manajemen konstruksi /pengawasan. Biaya investasi dengan memperhatikan pengadaan bangunan rusunawa dan prasarana sarana utilitas yang diperhitungkan dengan pola pengembalian bulanan, tingkat suku bunga, inflasi dan depresiasi selama umur ekonomis bangunan. Biaya investasi terdiri dari : a. biaya pengadaan tanah. b. biaya pra-konstruksi yakni biaya yang dikeluarkan sebelum kegiatan konstruksi yang meliputi biaya perijinan, biaya studi kelayakan, biaya analisa dampak lingkungan (AMDAL) dan biaya perencanaan (detail engineering design). c. biaya konstruksi yakni biaya fisik bangunan yang meliputi biaya struktur, arsitektur, utilitas bangunan serta prasarana dan sarana rusunawa.

d. biaya pengawasan atau manajemen konstruksi yakni biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pengawasan biaya konstruksi. 2. Biaya Operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh pengelola rusunawa untuk menjalankan tugas sehari-hari antara lain : a. gaji; b. air dan listrik bersama; c. administrasi; d. pajak; e. asuransi. 3. Biaya Perawatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan rusunawa dan/atau komponen bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan rusunawa tetap layak fungsi. 4. Biaya Pemeliharaan adalah biaya bulanan yang dikeluarkan untuk menjaga keandalan bangunan rusunawa beserta prasarana dan sarananya agar bangunan rusunawa tetap layak fungsi. 5. Komponen perhitungan tarif sewa rusunawa berdasarkan komponen sebagaimana dimaksud pada pasal 1,2, 3, dan 4. 2.12 Penghuni Rumah Susun Pengertian penghuni rumah susun dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah orang yang menyewa rumah susun dan menghuninya.