2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHANATASPERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 6 TAHUN2013 TENTANGJENIS, STRUKTUR, DAN GOLONGANTARIFJASA KEPELABUHANAN

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Neg

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Negara Tahun 1999 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3907); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negar

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomo

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No logistik guna mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan ketentuan permodalan badan usaha di bidang pengusahaan an

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepela

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan

2014, No Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Perat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO)

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 13 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 KEPELABUHANAN DAN IZIN KEPELABUHANAN

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH K E P E L A B U H A N A N KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDOl\IESIA

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

2015, No Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pela

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth

2 Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3925); 3. Peraturan Presiden No

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nom

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

3 Jasa Pemanduan a Tarif Tetap 40, per kapal per gerakan b Tarif Variabel per GT kapal per gerakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

2015, No Peraturan Pemerintah 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Ind

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

Transkripsi:

No.492,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Tarif. Jasa Kepelabuhan. Jenis. Struktur. Golongan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 6 TAHUN 2013 TENTANG JENIS, STRUKTUR, DAN GOLONGAN TARIF JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 6 Tahun 2013, telah diatur jenis, struktur, dan golongan tarif jasa kepelabuhanan sebagai pedoman penetapan tarif jasa kepelabuhanan; b. bahwa selain jenis tarif jasa kepelabuhanan yang pelayanannya dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan, perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan jenis tarif pelayanan jasa terkait kepelabuhanan; c. bahwa dalam rangka penetapan tarif jasa kepelabuhanan, perlu diatur tata cara dan mekanisme penetapan tarif jasa kepelabuhanan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan NomorPM 6 Tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan;

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013; 5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013; 6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut; 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2013; 8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 35 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan Utama; 9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan;

3 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 6 TAHUN 2013 TENTANG JENIS, STRUKTUR, DAN GOLONGAN TARIF JASA KEPELABUHANAN. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 6 Tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) diubah sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: BAB II JENIS TARIF PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN Pasal 2 (1) Jenis tarif pelayanan jasa kepelabuhanan merupakan suatu pungutan atas setiap pelayanan yang diberikan oleh Penyelenggara Pelabuhan dan Badan Usaha Pelabuhan kepada pengguna jasa kepelabuhanan. (2) Jenis tarif pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. tarif pelayanan jasa kapal; b. tarif pelayanan jasa barang; dan c. tarif pelayanan jasa penumpang. 2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan meliputi: a. penyediaan fasilitas penampungan limbah; b. penyediaan depo peti kemas; c. penyediaan pergudangan; d. jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor; e. instalasi air bersih dan listrik; f. pelayanan pengisian air tawar dan minyak;

4 g. penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa pelabuhan; h. penyediaan fasilitas gudang pendingin; i. perawatan dan perbaikan kapal; j. pengemasan dan pelabelan; k. fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer; l. angkutan umum dari dan ke pelabuhan; m. tempat tunggu kendaraan bermotor; n. kegiatan industri tertentu; o. kegiatan perdagangan; p. kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi; q. jasa periklanan; dan/atau r. perhotelan, restoran, pariwisata, pos, dan telekomunikasi. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha yang didirikan untuk itu. 3. Ketentuan Pasal 6 huruf b angka 1 diubah sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 Kerangka tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, pada setiap jenis pelayanan jasa kepelabuhanan terdiri atas: a. tarif pelayanan jasa kapal dibedakan untuk kapal angkutan laut dalam negeri dan luar negeri, meliputi: 1. tarif pelayanan jasa labuh; 2. tarif pelayanan jasa pemanduan, terdiri dari: a) melayani pemanduan kapal di perairan wajib pandu; b) melayani pemanduan kapal di perairan pandu luar biasa; dan c) melayani pemanduan kapal di luar batas perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa. 3. tarif pelayanan jasa penundaan, terdiri dari: a) di dalam daerah perairan pelabuhan; dan b) di luar daerah perairan pelabuhan.

5 4. tarif pelayanan jasa tambat, terdiri dari: a) tambatan dermaga; b) tambatan breasting dolphin/pelampung; dan c) tambatan pinggiran tallud. 5. tarif pelayanan jasa penggunaan alur pelayaran; dan 6. tarif pelayanan jasa kepil (mooring services). b. tarif pelayanan jasa barang dibedakan untuk kegiatan ekspor dan impor serta antarpulau meliputi: 1. tarif pelayanan jasa barang umum di terminal serbaguna (multi purpose terminal), terdiri atas kegiatan: a) dermaga; dan b) penumpukan. 2. tarif pelayanan jasa petikemas di terminal peti kemas terdiri atas kegiatan: a) operasi kapal terdiri dari: 1) dermaga; 2) stevedoring; 3) haulage/trucking menumpuk ke lapangan atau sebaliknya; 4) shifting; 5) buka/tutup palka; dan 6) kegiatan operasi kapal lainnya. b) operasi lapangan terdiri dari: 1) penumpukan; 2) lift on/lift off; 3) gerakan ekstra; 4) relokasi angsur; dan 5) kegiatan operasi lapangan lainnya. c) operasi container freight station terdiri dari: 1) stripping/stuffing; 2) penumpukan; 3) penerimaan/penyerahan; dan 4) kegiatan operasi container freight station lainnya.

6 3. tarif pelayanan jasa barang curah cair di terminal curah cair terdiri atas kegiatan: a) operasi kapal terdiri dari: 1) dermaga; 2) plugging/unplugging (flexible hose); 3) pipa; 4) pompa; 5) pemanas; 6) monitoring/supervise; 7) cleaning; dan 8) trucking. b) operasi lapangan terdiri dari: 1) penumpukan (tangki); 2) pengisian dari tangki ke truk tangki; 3) pembongkaran dari truk ke tangki; dan 4) pemanas. 4. tarif pelayanan jasa curah kering di terminal curah kering terdiri atas kegiatan: a) operasi kapal terdiri dari: 1) dermaga; 2) conveyor/pipa/excavator/grab; 3) plugging/unplugging; 4) monitoring/supervise; 5) pompa; 6) ramp door/moveable bridge; 7) hooper; 8) trimming; dan 9) cleaning. b) operasi lapangan terdiri dari: 1) penumpukan (stock pile); 2) bagging/unbagging; 3) hooper;

7 4) trimming; dan 5) bongkar/muat dari/ke truck. 5. tarif pelayanan jasa kendaraan di terminal kendaraan (car terminal) terdiri atas kegiatan: a) dermaga; b) penumpukan; c) flat bed on tire; d) stevedoring; e) perencanaan lapangan; f) monitoring/supervise; g) cleaning; h) car wash; i) minor repair; j) teknologi informasi; k) glosing; l) receiving/delivery; m) pas tiket masuk cargo; n) painting; o) tug master; dan p) labeling. 6. tarif pelayanan alih muat barang dari kapal ke kapal pada terminal terapung terdiri atas kegiatan: a) bongkar muat; b) mooring master; c) persewaan fender; d) hose; e) oil spill response; f) surveyor; g) incident oil spill response; h) ship chandler; i) penanganan limbah kapal; j) service boat; dan k) blending muatan.

8 7. tarif pelayanan jasa petikemas di terminal daratan (dry port) terdiri atas kegiatan: a) operasi lapangan; b) pelayanan pergudangan; dan c) pelayanan penerimaan/penyerahan. 8. tarif pelayanan di terminal Ro-Ro, terdiri atas kegiatan: a) dermaga b) naik/turun kendaraan; c) penumpukan/penyimpanan di lapangan; dan d) timbangan. c. tarif pelayanan penumpang di terminal penumpang adalah kegiatan pengunaan ruang tunggu. 4. Ketentuan Pasal 9 ayat (4) diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut: BAB V TARIF PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN Pasal 9 (1) Tarif pelayanan jasa kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Rupiah (Rp). (2) Tarif pelayanan jasa kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US $). (3) Tarif pelayanan jasa barang dan tarif pelayanan jasa di terminal untuk kegiatan antar pulau dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Rupiah (Rp). (4) Tarif pelayanan jasa barang dan tarif pelayanan jasa di terminal untuk kegiatan ekspor dan impor tanpa melakukan transhipment (alih muat) di pelabuhan dalam negeri, dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US $). (5) Tarif pelayanan jasa penumpang dalam negeri dan luar negeri dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang Rupiah (Rp). 5. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a dan huruf b diubah sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

9 Pasal 11 (1) Kapal angkutan laut berbendera Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri yang mengangkut barang ekspor/impor dengan kegiatan transhipment (alih muat) di pelabuhan dalam negeri dikenakan tarif pelayanan jasa kapal dalam negeri. (2) Barang ekspor/impor yang diangkut oleh kapal berbendera Indonesia dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di dalam negeri dengan kegiatan transhipment (alih muat) di pelabuhan dalam negeri dikenakan tarif pelayanan jasa barang dalam negeri. (3) Kapal asing yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri ditetapkan tarif pelayanan jasa kepelabuhanan dalam tarif jasa kepelabuhanan luar negeri. (4) Kapal asing yang melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri dikenai tarif jasa kapal angkutan laut luar negeri. 6. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Badan Usaha Pelabuhan menyusun konsep usulan tarif dengan memperhatikan kepentingan pelayanan umum, peningkatan mutu pelayanan jasa, kepentingan pemakai jasa, peningkatan kelancaran pelayanan jasa, pengembalian biaya dan pengembangan usaha, dilengkapi dengan data dukung sebagai berikut: 1) hasil perhitungan biaya pokok, perbandingan tarif yang berlaku dengan biaya pokok, kualitas pelayanan yang diberikan dan dapat dilengkapi dengan data tarif yang berlaku di pelabuhan laut baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang mempunyai jenis dan tingkat pelayanan yang relatif sama; 2) telaahan dan justifikasi usulan kenaikan tarif terhadap beban pengguna jasa; 3) penerapan Service Level Agreement (SLA), Service Level Guarantee (SLG), dan Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan; dan 4) masukan dan tanggapan pengguna jasa;

10 b. konsep usulan besaran tarif pelayanan jasa kapal, tarif pelayanan jasa barang yang disusun oleh Badan Usaha Pelabuhan sebelum dikonsultasikan kepada Menteri terlebih dahulu disosialisasikan dan disepakati antara Badan Usaha Pelabuhan dan asosiasi penyedia jasa yang terkait langsung dengan jenis pelayanan yang tarifnya diusulkan serta pengguna jasa kepelabuhanan setempat, yaitu: Indonesia National Shipowners Association (INSA), Pelayaran Rakyat (PELRA), Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) yang dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani bersama serta diketahui oleh Penyelenggara Pelabuhan; c. selanjutnya Badan Usaha Pelabuhan menyampaikan usulan besaran tarif secara tertulis kepada Menteri disertai data pendukung secara lengkap sebagaimana tersebut pada huruf a; d. usulan tarif sebagaimana tersebut pada huruf c, dibahas oleh unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Perhubungan bersama Badan Usaha Pelabuhan; e. berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana tersebut pada huruf d, Menteri memberikan arahan dan pertimbangan secara tertulis kepada Badan Usaha Pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya usulan lengkap dari Badan Usaha Pelabuhan; f. Badan Usaha Pelabuhan dalam menetapkan besaran tarif pelayanan masing-masing jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), wajib memperhatikan arahan dan pertimbangan Menteri; g. apabila dalam jangka waktu yang ditetapkan belum ada arahan dan pertimbangan secara tertulis dari Menteri sebagaimana ditetapkan pada huruf e, Badan Usaha Pelabuhan dapat menetapkan besaran tarif sesuai hasil kesepakatan dengan pengguna jasa; h. Badan Usaha Pelabuhan wajib mengumumkan dan mensosialisasikan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada huruf f atau huruf g kepada seluruh pengguna jasa atas penetapan tarif tersebut dalam jangka waktu sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sebelum tarif tersebut diberlakukan; i. besaran tarif pelayanan jasa kapal dan pelayanan jasa barang di terminal yang telah ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan dilaporkan kepada Menteri.

11 7. Ketentuan Pasal 20 ayat (1) diubah sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut: BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 20 (1) Terhadap perusahaan angkutan laut nasional yang mengoperasikan kapalnya pada trayek tetap dan teratur diberikan insentif antara lain berupa pemberian prioritas sandar, penyediaan bunker sesuai dengan trayek dan jumlah hari layar, dan keringanan tarif jasa kepelabuhanan. (2) Keringanan tarif jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tarif jasa labuh, tarif jasa tambat, dan tarif jasa pemanduan yang besarannya akan ditentukan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau Penyelenggara Pelabuhan. (3) Terhadap barang berbahaya atau barang mengganggu sesuai dengan klasifikasi tingkat bahaya dari barang yang bersangkutan menurut International Maritime Organization (IMO) yang memerlukan penanganan khusus dikenakan tambahan tarif. (4) Terhadap petikemas yang memerlukan penanganan khusus seperti flat track, opentop, openside, petikemas rusak dan lainlain yang memerlukan penanganan khusus dikenakan tambahan tarif sesuai dengan tingkat kesulitan pelayanan yang diberikan. 8. Ketentuan Pasal 21 ditambahkan ayat (3) sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut: Pasal 21 (1) BUP wajib memenuhi standar kinerja operasional (Level of Services/LS) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. (2) Pengawasan penerapan besaran tarif jasa kepelabuhanan, pemenuhan standar kinerja operasional (Level of Services/LS), dan persaingan usaha dilakukan oleh Penyelenggara Pelabuhan. (3) Penyelenggara Pelabuhan dan Badan Usaha Pelabuhan dilarang memungut tarif jasa kepelabuhanan yang tidak ada pelayanan jasanya. 9. Di antara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 21a sehingga berbunyi:

12 Pasal 21a (1) Dalam hal kondisi tertentu yang mengakibatkan diperlukannya tambahan tarif pelayanan jasa petikemas yang bukan merupakan jasa kepelabuhanan dan bukan merupakan pendapatan dari Badan Usaha Pelabuhan, tambahan tarif dimaksud harus terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Menteri. (2) Tambahan tarif pelayanan petikemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis oleh perwakilan perusahaan angkutan laut asing (owners representative) atau DPP INSA kepada Menteri, setelah usulan tambahan tarif dimaksud diaudit oleh Penyelenggara Pelabuhan dan dilakukan kesepakatan antara perwakilan perusahaan angkutan laut asing (owners representative) atau DPP INSA dengan pengguna jasa angkutan laut (ALFI/ILFA, GINSI, dan GPEI) yang dituangkan dalam suatu berita acara. (3) Setelah dilakukan evaluasi terhadap pengajuan tambahan tarif pelayanan petikemas, Menteri memberikan arahan dan pertimbangan secara tertulis kepada perwakilan perusahaan angkutan laut asing (owners representative) atau DPP INSA. (4) Tarif yang dipungut oleh perwakilan perusahaan angkutan laut asing (owners representative) atau DPP INSA dilaporkan kepada Menteri. Pasal II Peraturan Menteri Perhubungan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

13 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Perhubungan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 April 2014 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 April 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, E.E. MANGINDAAN AMIR SYAMSUDIN