BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis institusi, salah satunya adalah institusi rumah sakit. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan orang terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB I PENDAHULUAN. Dari anak kecil sampai orang dewasa mempunyai kegiatan atau aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin

LAMPIRAN I KUESIONER DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR

DATA PRIBADI. 2. Menurut anda kesulitan dalam mempelajari Fisika A. Ada, yaitu. B. Tidak ada, alasan..

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

Universitas Kristen Maranatha. Lampiran 1. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas. Kuesioner Self-efficacy

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

3. Tunjangan pensiun yang saya peroleh akan digunakan untuk. a. Modal usaha b. Tabungan c. Belum tahu. d..

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

LAMPIRAN 1. Metode Successice Internal (MSI) Kuesioner Self-Efficacy. Metode Successice Internal (MSI) Kuesioner Sumber-sumber Self-Efficacy

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. tingkat D3 Keperawatan, S1 Keperawatan dan juga profesi ners. Imbasnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. universitas, institut atau akademi. Sejalan dengan yang tercantum pasal 13 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

I. PENDAHULUAN. Tahapan proses penyelesaian studi strata satu (S1) di perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tinggi (KBBI, 1991). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat beberapa jenjang pendidikan, mulai dari Play Group

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan primer. Dunia pendidikan terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan perubahan demi perbaikan mutu, sehingga lulusan yang dihasilkan kompeten dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan dapat melengkapi dirinya dengan wawasan yang luas, keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan agar mereka dapat menempatkan diri dan beradaptasi dengan lingkungannya. Fakultas Kedokteran merupakan salah satu institusi pendidikan yang dapat memfasilitasi para lulusannya dengan ilmu, keterampilan, dan kemampuan. Para lulusan dari Fakultas Kedokteran saat ini diharapkan dapat terjun langsung ke masyarakat dan dapat menerapkan ilmu yang dimilikinya. Ilmu kedokteran adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut, sehingga mahasiswa Fakultas Kedokteran dituntut tidak hanya menghafal saja tetapi sampai dapat memahami materi yang diajarkan sekaligus dapat mempraktekkannya. Untuk dapat menjadi seorang dokter muda, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran di Universitas X Jakarta harus menyelesaikan program pendidikan 1

2 Program Pendidikan Sarjana Kedokteran (PPSK) dan Program Studi Profesi Kedokteran (PSPK). Pendidikan preklinik (Sarjana Kedokteran) biasanya di tempuh dengan jumlah beban studi 160 SKS, yang meliputi pengetahuan teori Mata Kuliah Umum (MKU) sebanyak 34 SKS, pengetahuan teori dan praktikum Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK) sebanyak 50 SKS, pengetahuan teori Mata Kuliah Keahlian (MKK) sebanyak 50 SKS dan pengetahuan teori Mata Kuliah Pilihan (MKP) sebanyak 12 SKS. Dari semua materi dan praktikum yang wajib diambil oleh setiap mahasiswa Kedokteran di Universitas X Jakarta, akan diakhiri dengan mengambil pendidikan klinik. Pendidikan klinik ini lebih dikenal dengan istilah co-ass atau praktek kerja langsung di Rumah Sakit atau tempat yang telah ditentukan oleh Universitas X Jakarta. Seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran di Universitas X Jakarta harus menempuh 40 SKS (4 semester atau 2 tahun) untuk menyelesaikan program pendidikan klinik untuk mendaparkan gelar Dokter. Co-ass adalah mahasiswa sarjana kedokteran yang menjalani magang di rumah sakit pendidikan atau rumah sakit umum yang memiliki jejaring dengan Fakultas Kedokteran tersebut. Masa co-ass adalah jenjang pendidikan profesi yang dijalani oleh seorang lulusan sarjana Kedokteran untuk dapat memperoleh gelar dokter umum. Masa co-ass merupakan jenjang pendidikan yang lebih menekankan pada unsur terapan dimana mahasiswa menjalani proses pembelajaran langsung di rumah sakit. Mahasiswa yang menjalani masa co-ass mengamati kasus pasien, mempelajari gejala, tanda dan patofisiologi dari penyakitnya serta tatalaksana

3 penyakit tersebut, kemudian membandingkan dengan teori yang sudah dipelajari di saat preklinik. Tujuan dari co-ass adalah untuk memperoleh pengalaman belajar dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada dalam masyarakat. Umumnya tugas seorang mahasiswa co-ass adalah melakukan wawancara/anamnesis, pemeriksaan fisik, mengajukan usul terapi dan penatalaksanaan pasien kepada dokter pembimbingnya sampai dengan melakukan follow up pasien selama dirawat di ruang bangsal dalam bentuk pembuatan status rekam medik dan status dokter muda. Selain itu setiap mahasiswa co-ass juga diwajibkan mengikuti kunjungan yang dilakukan oleh dokter di bagian tempatnya stase, kemudian juga diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ilmiah. Selain mempelajari teori dan praktek, seorang mahasiswa co-ass diharapkan dapat menjalani hubungan baik dengan pasiennya, dengan para dokter pembimbing, para perawat rumah sakit dan dengan sesama mahasiswa co-ass. Mahasiswa co-ass harus membuat laporan tentang pasien atau CRS(Case Report Sesion) mulai dari anamnesis. Kemudian membuat makalah tentang suatu kasus mulai dari definisi, patofisiologi, tindakan pencegahan dan lain-lain hal ini disebut CSS (Case Science Session) yang nantinya akan dipresentasikan saat bimbingan dan dibahas bersama konsulen. Tugas CSS dibuat secara berkelompok 9-10 orang. Selain itu ada juga BST(Bed Site Teaching) dimana satu pasien didatangi oleh sekelompok mahasiswa co-ass dan konsulen kemudian dilakukan anamnesis oleh konsulen. Pada masa co-ass mahasiswa mengikuti ujian lisan (SOCA) belajar melalui list kasus yang diberikan, sedangkan ujian Praktik (OSCE) yang dilakukan

4 langsung pada pasien langsung sampai ke pengobatan namun diawasi oleh konsulen atau membuat anamnesis pasien dan dipresentasikan kepada penguji. Mahasiswa co-ass juga dituntut untuk dapat melakukan anamnesis secara cermat serta pemeriksaan fisik dengan terampil serta melakukan diagnosis pada pasien yang cukup banyak. tidak jarang mahasiswa co-ass melakukan anamnesis secara tidak sistematis, melakukan pemeriksaan fisik yang belum benar dan tidak hafal urutannya. walaupun dalam kondisi kelelahan mahasiswa co-ass tetap harus membantu pasien tidak jarang ruang IGD sangat penuh dan suster perawat sedang sibuk mengurus pasien lainnya. Terkadang mahasiswa co-ass mendapatkan teguran dari para konsulen, residen dan juga keluhan dari perawat senior. perselisihan dengan salah satu teman dalam kelompok kerap terjadi. namun mahasiswa co-ass harus pandai mengatur waktu dan menjaga kesehatan agar dapat menjalankan kewajiban stase dengan baik. Dalam survey melalui wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang mahasiswa yang sedang menjalani masa co-ass di fakultas kedokteran Universitas X Jakarta, menunjukan perbedaan pilihan saat mengikuti co-ass. Survey tersebut menunjukan 60% mahasiswa mengungkapkan bahwa saat diberikan tugas harian dan mingguan secara bersamaan, dia akan memilih untuk mengerjakan tugas mingguan dengan cara mencicil sedikit demi sedikit karena dia meyakini bahwa tugas mingguan memiliki bobot nilai yang lebih besar. Sedangkan 40% mahasiswa mengungkapkan bahwa saat menghadapi kuis dan presentasi pada hari yang sama, mereka akan memilih belajar untuk kuis walaupun bobot nilai presentasi lebih besar dari kuis.

5 Pada 70% mahasiswa mengungkapkan bahwa saat menjelang ujian mereka mencari bahan dan catatan dari senior mereka karena handout yang mereka dapat dari foto copy transparansi sudah kurang jelas karena ada coretan dari dosen yang bersangkutan, selain itu buku sumber susah didapat karena harganya cukup mahal dan sebagian besar berbahasa asing. Sedangkan 30% mahasiswa mengungkapkan bahwa mereka tetap memakai bahan yang ada saja dari handout dan tidak berusaha lagi untuk melengkapi bahan. Pada 40% mahasiswa mengungkapkan bahwa saat mereka mengumpulkan laporan dari hasil praktek kemudian dikritik keras oleh dokter pembimbing, mereka tetap berusaha untuk merevisi laporan mereka. Sedangkan 60% mahasiswa mengungkapkan saat mereka menerima kritik keras oleh dokter pembimbing, mereka cenderung malas untuk melakukan revisi laporan mereka walaupun mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Pada 50% mahasiswa mengungkapkan bahwa saat mereka mendapatkan nilai yang memuaskan dalam setiap kuis dan mendapatkan feedback yang baik dari dokter pembimbing, mereka optimis bahwa mereka dapat menyelesaikan masa co-ass tepat waktu. Sedangkan 50% mahasiswa mengungkapkan bahwa saat mereka mendapatkan nilai yang tidak memuaskan dan mendapatkan kritik dari dokter pembimbing, mereka merasa pesimis dapat menyelesaikan masa co-ass tepat waktu. Berdasarkan paparan di atas penghayatan yang kuat mengenai self efficacy mendorong prestasi sesorang dan kesejahteraan pribadi dalam banyak cara. Orang yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka, menganggap tugas yang sulit

6 sebagai tantangan yang harus dikuasai, bukan sebagai sesuatu yang harus dihindari. Usaha yang penuh keyakinan tersebut memunculkan minat yang berasal dari dalam diri dan berkomitmen terhadap tujuan tersebut. Mereka meningkatkan dan mempertahankan usaha mereka pada waktu menghadapi kegagalan. Hal-hal tersebut di atas mempengaruhi self efficacy seseorang. Self efficacy adalah penilaian diri seseorang akan kemampuan dirinya untuk memulai dan dengan sukses melakukan tugas spesifik pada level tertentu, mengerahkan usaha yang lebih kuat, dan bertahan dalam menghadapi kesulitan (Bandura, 1977, 1986). Menurut Bandura, peran self efficacy dan kaitannya dengan bagaimana manusia berfungsi dikatakan bahwa tingkat motivasi, keadaan afektif, dan tindakan seseorang lebih berdasarkan pada apa yang dia percaya dari pada apa yang secara objektif benar (Bandura, 1997). Terdapat empat sumber yang mempengaruhi self efficacy dari mahasiswa yang menjalani masa co-ass, sebanyak 70% mahasiswa mengatakan bahwa pengalaman keberhasilan mereka selama menjalani masa kuliah Program Studi Sarjana Kedokteran, seperti mendapatkan nilai yang baik saat ujian akhir semester dan berhasil melakukan setiap tugas praktikum dengan baik sehingga lulus dengan IPK yang memuaskan. Sebanyak 30% mahasiswa mengatakan bahwa pengalaman mereka ketika mendapatkan nilai yang baik saat ujian akhir semester tapi gagal dalam praktikum, maka mereka terhambat untuk lulus tepat waktu. Keberhasilan membangun keyakinan terhadap self efficacy sesorang sedangkan kegagalan menghambat self efficacy seseorang, penghayatan tersebut didapat melalui Mastery

7 Experiences yaitu pengalaman seseorang untuk mampu menguasai keterampilan tertentu (Bandura, 1997). Sebanyak 40% mahasiswa mengatakan saat dia menjalani kuliah sarjana dan melihat bahwa temannya bisa berhasil mendapatkan nilai yang baik dalam mata kuliah praktikum, dia merasa bahwa dia juga mampu untuk mendapatkan nilai yang baik untuk mata kuliah praktikum tersebut. Sedangkan 60% mahasiswa mengatakan saat temannya mendapatkan nilai yang baik untuk mata kuliah praktikum, mereka merasa memang temannya memiliki kemampuan yang lebih baik dari mereka. Melalui pengalaman yang dapat diamati dari seseorang yang mengalami sukses dan juga mengamati kegagalan orang lain di sekitarnya dapat meningkatkan kepercayaan seseorang atau menurunkan penilaian seseorang terhadap self efficacy seseorang, hal ini merupakan Vicarious Experiences(Bandura, 1997). Sebanyak 30% mahasiswa mengatakan saat diberikan feedback oleh dosen mereka mengenai laporan yang sudah dibuat mengenai contoh kasus pasien yang dipresentasikan berupa masukan untuk membuat presentasi yang lebih baik atau tidak menyalahkan cara penyampaian materi dalam handout tapi merubah tata bahasa yang semestinya, mereka mengarahkan usaha yang cukup kuat untuk bisa berhasil menyelesaikan kuliah sarjana mereka. Sedangkan 70% mahasiswa mengatakan bahwa saat mereka kuliah dahulu beberapa dosen terkadang tidak memberikan dorongan untuk beberapa mata kuliah praktikum bahkan ada yang ketus dalam memberikan komentar saat mereka melakukan presentasi. Saat mahasiswa yang diberikan keyakinan bahwa mereka

8 memiliki hal-hal yang dibutuhkan untuk berhasil dan dipersuasi secara verbal bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk menguasai aktivitas tertentu, hal ini merupakan penguatan dari Verbal Persuation (Bandura, 1997). Sebanyak 40% mahasiswa mengatakan saat menghadapi ujian adalah masamasa yang paling tidak menyenangkan, karena mereka kurang istirahat sementara bahan yang harus dipelajari cukup banyak. Dalam kondisi demikian menimbulkan stress dan ketegangan yang mengakibatkan mereka sakit tapi mereka tetap bertahan dalam kondisi tersebut. Sedangkan 60% mahasiswa mengatakan saat menjelang ujian memang merupakan masa-masa dimana mereka harus mempelajari materi yang cukup banyak tetapi di sisi lain kesehatan mereka menurun yang mengakibatkan mood mereka untuk belajar menurun, dalam kondisi tersebut mereka memilih untuk istirahat daripada mereka tidak bisa mengikuti ujian keesokan hari. Sebagian orang bergantung pada keadaan fisik dan emosional mereka dalam menilai kemampuan diri sendiri, hal ini merupakan Physiological & Affective States (Bandura,1997). Hal-hal yang diungkapkan di atas menjadi tuntutan pada mahasiswa/ mahasiswi co-ass Universitas X Jakarta dalam menjalani masa co-ass. Selain itu ada pula tuntutan yang harus dihadapi oleh mahasiswa co-ass yaitu semakin tingginya penilaian dan semakin ketatnya peraturan yang diajukan oleh Universitas X Jakarta, serta peningkatan kompetensi kelulusan yang diberikan oleh Universitas X Jakarta. Hal ini membuat mahasiswa/mahasiswi co-ass harus semakin bekerja keras untuk menyelesaikan masa co-ass tepat waktu.

9 Dalam menghadapi tuntutan di program studi yang semakin tinggi seperti peningkatan standar nilai kelulusan dari setiap mata kuliah, maka untuk dapat berhasil menghadapi dan melalui tantangan tersebut dibutuhkan keyakinan dalam diri mahasiswa akan kemampuannya untuk menghadapinya. Hal-hal yang sudah dijabarkan tersebut menjadi perhatian peneliti untuk mengetahui bagaimana keyakinan para mahasiswa akan kemampuan dalam menjalani dan menghadapi keadaan tersebut, yang disebut sebagai Self Efficacy. Self efficacy tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan berdasarkan pemaknaan dan penghayatan mahasiswa akan sumber-sumber pembentuk self efficacy. Keyakinan diri akan kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa co-ass untuk mengorganisir dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghadapi situasi tertentu disebut self efficacy. Mahasiswa co-ass yang memiliki self efficacy yang tinggi akan merasa yakin dalam menentukan pilihan langkah, atau cara yang tepat untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh dokter pembimbingnya, dapat bertahan lama dalam mempertahankan usahanya dan tidak mudah menyerah serta cenderung mempunyai penghayatan positif terhadap setiap hambatan dan tuntutan yang dihadapi. Mahasiswa yang sedang menjalani masa co-ass di Fakultas Kedokteran Universitas X Jakarta diharapkan dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam menempuh masa co-ass tersebut dengan lancar. Untuk mengatasi hambatan yang ada mahasiswa co-ass tersebut harus memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya,

10 apabila mahasiswa co-ass tersebut yakin dengan diri sendiri maka mahasiswa tersebut akan lebih mudah untuk mengatasi hambatan. Dari hasil wawancara terhadap koordinator mahasiswa co-ass di Fakultas Kedokteran Universitas X Jakarta, mahasiswa co-ass yang sedang menjalani praktek di Rumah Sakit mengalami beberapa hambatan, dimana hambatan tersebut antara lain mahasiswa tersebut tidak yakin akan pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, daya tahan dan penghayatan perasaan mereka. Hambatan-hambatan ini terjadi pada saat mahasiswa melakukan feedback dengan dokter pembimbing mereka, masalah biaya praktek yang cukup besar, waktu praktek atau jaga yang panjang, mengerjakan tugas-tugas teori dan menguasai keterampilan klinis sesuai standar kompetensi dokter umum secara bersamaan. Keterampilan klinis yang harus dipelajari mahasiswa co-ass seperti menjahit luka, memasang infus, menyuntik obat, memasang pembalut luka dan melakukan tindakan untuk keadaan-keadaan emergency. Berdasarkan hasil wawancara ini, peneliti memperoleh fakta bahwa mahasiswa Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass di Fakultas Kedokteran Universitas X Jakarta, memiliki beberapa hambatan untuk menyelesaikan masa coass mereka tepat waktu. Hal-hal yang sudah dijabarkan tersebut menjadi perhatian peneliti untuk mengetahui bagaimana keyakinan para mahasiswa akan kemampuan dalam menjalani dan menghadapi keadaan tersebut, yang disebut sebagai self efficacy. Self efficacy tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan berdasarkan pemaknaan dan penghayatan mahasiswa akan sumber-sumber informasi pembentuk

11 self efficacy. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai self efficacy pada mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass di Universitas X Jakarta. 1.2 Identifikasi Masalah Bagaimana derajat self efficacy untuk menyelesaikan tepat waktu pada mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass di Universitas X Jakarta. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai self efficacy untuk menyelesaikan tepat waktu pada mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa coass di Universitas X Jakarta. 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai self efficacy untuk menyelesaikan tepat waktu guna memahami secara mendalam melalui sumber-sumber yang mempengaruhi derajat self efficacy pada mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass di Universitas X Jakarta agar dapat menyelesaikan masa co-ass tepat waktu. 1.4 Kegunaan Penelitian

12 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Memberikan informasi tambahan bagi ilmu kedokteran, khususnya pendidikan profesi dokter mengenai self efficacy pada mahasiswa Kedokteran yang sedang menjalani co-ass. 2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai self efficacy pada mahasiswa Kedokteran yang sedang menjalani co-ass. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Sebagai masukan bagi dosen pengajar atau dokter pembimbing mengenai self efficacy serta faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam program pengajaran dengan harapan dapat meningkatkan self efficacy mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass agar dapat menyelesaikan masa co-ass tepat waktu. Membantu mahasiswa melalui bimbingan konseling selama menjalani masa co-ass.. 2. Memberi informasi terutama bagi mahasiswa yang sedang menjalani masa co-ass di Fakultas Kedokteran Universitas X Jakarta mengenai derajat self efficacy serta faktor-faktor yang mempengaruhi selama mahasiswa menjalani masa co-ass, sehingga mahasiswa dapat mengoptimalkan diri dalam belajar dan meningkatkan motivasi agar mahasiswa dapat menjalankan tuntutannya selama menjalani masa co-ass.

13 1.5 Kerangka Pemikiran Melalui Santrock (1995) disebutkan bahwa masa dewasa awal (± 20-30 Tahun) merupakan masa dimana individu mengembangkan suatu kemandirian secara personal. Mahasiswa yang menjalani masa co-ass berada pada tahap perkembangan dewasa awal. Sebagai mahasiswa co-ass, perubahan yang mereka alami salah satunya adalah pengambilan tanggung jawab pribadi dan memiliki motivasi yang kuat untuk tetap menjalankan tanggung jawab tersebut. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan motivasi adalah keyakinan bahwa mahasiswa tersebut dapat menyelesaikan masa co-ass tepat waktu. Dengan mengikuti berbagai praktikum serta presentasi dalam masa co-ass mereka. Berkaitan dengan tugas dewasa awal yang penting adalah pengambilan tanggung jawab. Individu secara personal merasakan bahwa setiap apa yang dilakukan memiliki tanggungan atas tanggung jawab pribadi. Salah satu kunci utama kesuksesan dalam menjalankan tanggung jawab adalah motivasi yang kuat untuk tetap menjalankannya. Faktor yang dapat meningkatkan motivasi adalah keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan melakukan sesuatu atau lebih dikenal dengan istilah self efficacy. Menurut Bandura (2002), self efficacy adalah keyakinan akan kemampuan seorang individu untuk dapat mengorganisir dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai situasi yang diharapkan. Self efficacy seseorang dapat mempengaruhi besar keyakinan dalam menetapkan rangkaian tindakan yang dipilih untuk diteruskan,

14 besar keyakinan untuk mampu mengerahkan dan mengarahkan usaha, besar keyakinan untuk tekun dan memiliki daya tahan saat berhadapan dengan kegagalan, dan besar keyakinan untuk mengarahkan penghayatan perasaannya. Dalam menjalani masa co-ass tersebut mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas X Jakarta, diharapkan mampu mengatasi hambatan dan menyelesaikan setiap tugas yang diberikan dengan tepat waktu, untuk itu mahasiswa Fakultas Kedokteran memerlukan keyakinan akan kemampuan dalam diri mereka yang disebut self efficacy. Self efficacy yang diproses secara kognitif oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran menghasilkan self efficacy yang dikeluarkan dalam bentuk tingkah laku. Self efficacy menentukan bagaimana mahasiswa Fakultas Kedokteran merasa, berpikir, memotivasi diri dan bertingkah laku dalam menyelesaikan masa co-ass selama kurang lebih 2 tahun. Self efficacy pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dapat dilihat dari pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, berapa lama mahasiswa dapat bertahan saat dihadapkan pada hambatan saat menjalani masa co-ass, serta bagaimana penghayatan perasaannya selama menjalani masa co-ass. Tinggi rendahnya derajat self efficacy pada mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass dapat dilihat dari pilihan yang dibuat oleh mahasiswa tersebut dimana kemampuan mahasiswa Kedokteran dalam menentukan prioritas pada kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, misalnya pada saat mahasiswa Kedokteran harus memilih untuk mengerjakan tugas teori dan praktek klinis atau memilih ajakan teman untuk bermain. Mahasiswa juga dapat menentukan pilihan berdasarkan kemampuan yang ia miliki, misalnya mahasiswa yang memiliki

15 pemahaman akan pentingnya masa co-ass yang sedang dijalani dapat menentukan prioritas dan banyaknya kesulitan selama mengerjakan tugas-tugasnya akan memilih untuk berusaha lebih keras agar dapat lulus dengan hasil optimal. Usaha yang dikeluarkan merupakan kemampuan mahasiswa Kedokteran mengerahkan usahanya dalam menjalani masa co-ass. Pengerahan usahanya dapat bermacam-macam, misalnya berusaha mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara bertahap, sehingga tidak menganggap tugas-tugasnya terlalu banyak ataupun meminta jadwal feedback tambahan diluar jadwal yang sudah ditetapkan. Bila mahasiswa Kedokteran tidak dapat mengerahkan usahanya selama menjalani masa co-ass, maka hal tersebut akan menjadi penghambat dalam mencapai kelulusan tepat pada waktunya. Daya tahan dalam menghadapi kesulitan dan kegagalan merupakan kemampuan untuk bertahan dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul maupun kegagalan dalam mencapai target kelulusan untuk tiap bagian teori dan praktek klinis selama masa co-ass. Daya tahan dapat tercermin dari kemampuan mahasiswa Kedokteran untuk tetap mengerjakan tugas teori dan praktek klinis secara bersamaan meskipun tetap harus melaksanakan jadwal piket jaga yang panjang ataupun kondisi fisik yang tidak baik. Sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan bertahan selama menjalani tugas-tugas tersebut menunjukkan sikap dengan menunda mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, tidak pernah hadir pada jadwal feedback yang telah ditentukan, selalu terlambat untuk jadwal piket jaga, dan

16 menjadikan kondisi fisik sebagai alasan untuk menghindari tanggung jawabnya sebagai mahasiswa Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass. Penghayatan perasaan juga merupakan hal yang sangat penting, agar mahasiswa Kedokteran mampu untuk mengelola apa yang ada dipikirannya terhadap emosi yang dirasakannya, harus mampu mengelola tindakan yang dilakukan untuk mengelola perasaan secara efektif, dan harus mampu mengatur persepsi terhadap emosi tersebut. Misalnya jika mahasiswa Kedokteran mengalami kegagalan dengan memperoleh nilai rendah pada suatu bagian praktek dan merasa kecewa, maka mahasiswa dengan self efficacy tinggi akan menghayati perasaan kecewa tersebut sebagai suatu kegagalan yang disebabkan usahanya tidak optimal, sehingga ia akan berjuang lebih keras lagi untuk mencapai target keberhasilan menjalankan tuntutannya mahasiswa co-ass dengan hasil optimal. Self efficacy pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dapat diperoleh melalui empat sumber utama. Sumber yang pertama adalah mastery experience, yaitu pengalaman keberhasilan yang dapat membuat seseorang semakin memperkuat penghayatannya terhadap self efficacy yang dimiliki, sedangkan kegagalan dapat menurunkan self efficacy terutama jika self efficacy belum terbentuk dengan mantap sebelum peristiwa kegagalan terjadi. Individu yang telah memiliki pengalaman berhasil mengenai suatu keterampilan tertentu akan memiliki self efficacy yang tinggi terhadap keterampilan yang sama dan akan mencapai suatu keberhasilan dengan lebih mudah saat kembali dihadapkan pada situasi yang menuntut keterampilan tersebut. Kemudian sebaliknya jika seseorang pernah mengalami kegagalan dalam suatu

17 keterampilan tertentu maka self efficacy-nya akan rendah saat dihadapkan kembali pada situasi yang menuntut keterampilan tersebut. Begitu pula dengan pengalaman kegagalan mahasiswa Fakultas Kedokteran ketika menjalani masa co-ass di satu bagian tertentu lebih dari satu kali. Bagaimana penghayatan mahasiswa tersebut atas pengalaman kegagalan mempengaruhi derajat self efficacy-nya ketika dihadapkan pada situasi dimana mahasiswa tersebut harus mengulang bagian yang gagal. Sumber yang kedua adalah vicarious experience, yaitu pengalaman yang diamati oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dari individu lain yang dianggap sebagai seorang model oleh dirinya. Pengamatan ini akan semakin tinggi pengaruhnya apabila model yang diamati memiliki lebih banyak kesamaan dengan dirinya. Sebagai contoh, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass mengamati rekannya yang memiliki kesamaan usia, jenis kelamin, dan sedang menjalani bagian praktek yang sama. Apabila rekannya berhasil menjalankan setiap tuntutan selama menjalani bagian tertentu dan mampu menghadapi segala hambatan atau kesulitan, maka bagaimana penghayatan mahasiswa tersebut atas keberhasilan model yang diamati sehingga dapat membuat derajat self efficacy tinggi saat mereka menjalani masa co-ass tersebut. Demikian sebaliknya apabila rekan sesama co-ass tidak berhasil menjalankan setiap tuntutan selama menjalani masa co-ass dibagian tertentu dan tidak mampu menghadapi segala hambatan atau kesulitan, maka bagaimana penghayatan mahasiswa Fakultas Kedokteran tersebut atas kegagalan model yang diamati sehingga dapat membuat derajat self efficacy rendah saat mereka menjalani masa co-ass tersebut.

18 Sumber yang ketiga adalah verbal persuasion. Persuasi verbal meliputi nasehat atau anjuran, peringatan yang dilakukan oleh orang lain atau pun diri sendiri. Persuasi verbal yang disampaikan orang lain terhadap seorang individu termasuk didalamnya adalah bentuk-bentuk pernyataan verbal. Contohnya mahasiswa Fakultas Kedokteran dipersuasi secara verbal dengan diberi pujian secara langsung oleh dokter pembimbingnya, rekan sesama co-ass atau orang tua yang menyatakan bahwa mahasiswa Fakultas Kedokteran tersebut memiliki kemampuan untuk menjalani masa co-ass tersebut, maka bagaimana penghayatan mahasiswa Fakultas Kedokteran tersebut atas pujian yang diberikan sehingga ia akan memiliki keyakinan yang lebih tinggi terhadap kemampuannya selama menjalankan semua tuntutan dan akan meningkatkan usahanya ketika menhadapi hambatan atau kesulitan. Sebaliknya bagaimana penghayatan mahasiswa Fakultas Kedokteran bila dikritik dan dipersuasi secara langsung bahwa mahasiswa Fakultas Kedokteran tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan tuntutan maupun mengatasi hambatan atau kesulitan, maka ia akan mudah menyerah saat menghadapi hambatan atau kesulitan selama menjalani masa co-ass tersebut. Sumber terakhir adalah physiological and affective states. Seseorang yang menganggap bahwa dirinya sedang berada dalam keterbatasan secara fisik atau mengalami sedikit gangguan emosional cenderung menganggap bahwa ia tidak mampu untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dan pasti akan mengalami kegagalan jika mencobanya. Ini disebabkan oleh ketergantungan mereka pada keadaan fisik dan emosional dalam menilai kemampuan dirinya. Hal tersebut menunjukkan self efficacy

19 yang rendah dan dalam segala situasi mereka akan menilai kemampuannya berdasarkan keadaan fisik dan emosionalnya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan self efficacy seseorang harus berani mengubah penilaiannya terhadap kondisi fisik dan emosionalnya yang kurang menguntungkan, bagaimana penghayatan mahasiswa Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass terhadap kondisi fisik maupun emosionalnya yang kurang mendukung selama menjalani masa co-ass. Melalui kondisi fisik dan emosional, bagaimana penghayatan seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass dapat memiliki self efficacy dengan mengubah penilaian, pandangan, interpretasi terhadap apa yang ada dalam dirinya. Seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran merasa kecewa karena mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dokter pembimbingnya. Mahasiswa Fakultas Kedokteran tersebut merasa hal ini disebabkan karena kurangnya usaha yang diberikan saat mengerjakan setiap tugas dan praktek klinis, sehingga mahasiswa tersebut berusaha lebih keras lagi untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya. Hal ini akan meningkatkan self efficacy dalam dirinya, namun bila mahasiswa Fakultas Kedokteran tersebut menginterpretasi rasa kecewanya kearah negatif akan menyebabkan rendahnya self efficacy dalam diri. Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass dengan self efficacy tinggi akan memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya menentukan pilihan saat menyelesaikan setiap tugas teori dan praktek klinis secara bersamaan, kemudian berusaha mengerjakan dengan giat, tidak mudah menyerah pada saat menghadapi hambatan seperti saat akan melakukan feedback dan berusaha lebih keras

20 lagi, mampu mengelola apa yang dipikirkan terhadap emosi yang dirasakan dan mampu mengelola perasaan secara efektif serta mampu mengatur persepsi terhadap emosi tersebut. Sedangkan mahasiswa yang memilki self efficacy yang rendah akan merasa ragu terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh dokter pembimbingnya, sehingga tidak mendapatkan hasil yang optimal. Mereka akan berusaha sebisa mungkin menghindari situasi-situasi yang mengharuskan untuk dapat memperoleh hasil yang optimal dengan tantangan dan tingkat kesulitan yang tinggi, seperti menghindari untuk mengerjakan laporan secara bertahap, maupun berdiskusi dengan rekan sekoas atau dokter pembimbingnya. Apabila mereka menemui hambatan dan kegagalan selama menjalani tiap bagian pada masa co-ass, mereka akan menganggap bahwa memang mereka tidak mampu untuk menjalani bagian tersebut dengan hasil yang optimal dan menyerah begitu saja. Mereka juga tidak mampu untuk mengontrol sumber stres agar tidak mempengaruhi kesehatan fisik mereka.

21 Untuk memperjelas konsep di atas, maka dapat diamati melalui bagan berikut ini : Tugas Mahasiswa Co-ass: -Melakukan wawancara/anamnesis - Pemeriksaan fisik -Mengajukan usul terapi -Follow up pasien -Pembuatan status rekam medic -Melakukan kunjungan/visite -Mengikuti kegiatan ilmiah/teori Tinggi Mahasiswa co-ass di Universitas X Proses Kognitif Self Efficacy Rendah 1. Mastery experiences 2. Vicarious experiences 3. Social persuasion 4. Physiological and affective states 1. Usaha yang dikeluarkan 2. Pilihan yang dibuat 3. Daya tahan 4. Penghayatan perasaan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

22 1.6 Asumsi Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat diasumsikan bahwa : Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass pada usia 20-30 memiliki derajat self efficacy yang berbeda-beda. Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass melakukan penilaian kognitif dalam membentuk self efficacy-nya. Penilaian kognitif (cognitive appraisal) menentukan tinggi rendahnya derajat self efficacy yang dihayati oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang menjalani masa co-ass.