BAB V PEMBAHASAN. Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mulia, keterampilan untuk hidup mandiri, mengikuti pendidikan lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual.

BAB I PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membuat kalangan lain merasa dirugikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

PENDIDIKAN SENI PROSES PEMBENTUKAN MELALUI SENI. Zakarias S. Soeteja

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atas. Bahkan saat ini sudah banyak sekolah-sekolah dan lembaga yang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh manfaatnya secara langsung dalam perkembangan pribadinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar)

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar)

BAB I PENDAHULUAN. dan persaingan kualitas dalam dunia pendidikan. Salah satu faktor yang

BAB V. Simpulan yang peneliti paparkan mengacu kepada pertanyaan penelitian yang. telah dirumuskan pada bab I. Penjabaran oprasionalnya adalah:

14. Baum Garten mengungkapkan estetika sebagai suatu ilmu, bahwa estetika adalah ilmu tentang pengetahuan indriawi yang tujuannya adalah keindahan.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. SD Kristen Paulus Bandung merupakan lembaga pendidikan tingkat dasar

BAB I P E N D A H U L U A N. Pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi dan informasi memiliki pengaruh besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI. Mata Pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan seni budaya Indonesia merupakan warisan berharga bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sepanjang hayat (Long Life Education), merupakan kalimat yang telah

12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

RENCANA PEMBELAJARAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Nur Syarifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak

BAB I PENDAHULUAN. dan bermanfaat bagi perkembangan kepribadian peserta didik, yang terletak pada

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

RANGKUMAN. Bab 7. Rangkuman

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kontes pendidikan seni untuk sekolah dasar tidak menuntut siswa

60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini adalah studi aplikatif terhadap materi penyadapan seni tradisi

M PENGARUH MEDIA VIDEO DOKUMENTASI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MEMBUAT TOPENG DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

76. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB III METODE PENELITIAN. analisis atau descriptive research. Melalui metode deskriptif analisis peneliti

BAB I PENDAHULUAN. kini telah menjadi suatu kebutuhan. Berbagai literature dan laporan

BAB I PENDAHULUAN. baik, di antaranya disebabkan oleh kurangnya minat dan motivasi siswa. Salah satu

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia.

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan seni di sekolah umum SMA pada dasarnya diarahkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang sangat cepat dan merambah seluruh sendi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

KAJIAN TENTANG MOTIVASI BELAJAR SENI TARI MELALUI KEGIATAN APRESIASI SENI PADA MAHASISWA PGSD

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya sekedar mengawetkan budaya dan meneruskannya dari generasi ke generasi,

58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PANDUAN PENILAIAN KELOMPOK MATA PELAJARAN ESTETIKA

2015 PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO LAGU DALAM PROSES PEMBELAJARAN TERHADAP PENGUASAAN TABEL PERIODIK PADA MATA PELAJARAN KIMIA DI SMA


80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda untuk mengembangkan generasi muda yang berkualitas sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI STIMULUS ALAM SEKITAR DI SDN TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu pundi pokok untuk mencapai cita-cita suatu bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang cerdas

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil pengembangan, di mana wujud akhir dari produk yang dikembangkan setelah direvisi perlu dikaji secara objektif dan tuntas. Kajian ini didasarkan pada landasan teoritik yang telah dibahas dalam Bab II. Secara rinci sajian pembahasan/ kajian pada produk atau hasil pengembangan meliputi: (1) Kajian pada Model Pembelajaran Apresiasi Seni Berbasis Sikap Estetik (Pengalaman Afektif), (2) Kajian pada Buku Pegangan Guru, (3) Kajian pada Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Seni Taradisi Tari Topeng Malang, (4) Kajian pada Media Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang. 5.1 Kajian pada Model Pembelajaran Apresiasi Berbasis Sikap Estetik (Pengalaman Afektif) Salah satu produk hasil pengembangan dari penelitian ini berupa model pembelajaran apresiasi seni. Seperti diungkapkan oleh Tarjo (2006: 310), bahwa model pembelajaran merupakan gambaran pola, garis besar, atau skema tentang peristiwa dan proses pembelajaran beserta elemennya yang dapat digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran juga mencakup aspek filosofis, strategi, metode, media dan evaluasi. Sesuai dengan paparan di atas maka model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik pada seni tradisi tari topeng Malang yang dikembangkan dalam penelitian pemgembangan 104

105 ini terepresentasi dalam langkah-langkah pembelajaran yang tercantum dalam Bab IV dan dalam Buku Pegangan Guru. Hasil pengembangan pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik meliputi pedekatan multisensori/ empatik dan pendekatan aplikatif/ simultan, yang dirancang untuk kegiatan siswa secara individual (bukan aktivitas kelompok). Pengembangan model dan pendekatan dengan rancangan pada kegiatan apresiasi seni yang dilaksanakan siswa dalam kegiatan/ aktivitas individual berpegang pada pandangan bahwa pada dasarnya aktivitas apresiasi sifatnya sangat personal, seperti diungkapkan oleh Mulyadi (1991: 78-87), bahwa proses interpretasi melibatkan peran pengalaman, sebagai akumulasi keseharian dengan lingkungan. Pengalaman inilah yang pada dasarnya berbeda antara seseorang dengan orang lain. Tidak ada pengalaman yang sama antara orang yang berbeda. Pengalaman juga membentuk persepsi, jadi pada dasarnya persepsi terbentuk atas dasar informasi yang datang melalui penginderaan. Interpretasi yang lahir sebenarnya sudah mengalami pengolahan faktor intelektualitas dan pengalaman seseorang. Pengalaman seseorang tidak bisa terlepas dari lingkungan di mana seseorang itu ada. Perubahan pengalaman dan sikap seseorang juga dapat merubah persepsinya. Menurut Tabrani (2000: 22), apresiator juga memiliki imajinasi, perasaan, dan gerak (limas citra manusia jabaran 1 sampai 3), yang perimbangan kekuatan tiap jabarannya sangat tergantung kepada mutu si apresiator, karena tidak ada dua orang yang persis sama. Dengan demikian model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik yang dikembangkan sangat sejalan dengan hakekat aktivitas apresiasi seni,

106 dimana interpretasi yang dihasilkan dari proses apresiasi seni sifatnya sangat personal. Seperti diungkapkan oleh Soehardjo (2005: 183), bahwa domain teori estetika yang lebih banyak melibatkan respon rasa, disebut sebagai apresiasi seni bebasis sikap estetik (pengalaman afektif). Dalam pembelajaran apresiasi seni, proses apresiasi seni akan menghasilkan pengalaman estetik, yang menurut Munro (1970, dalam Soehardjo, 2005: 182), pengalaman estetik merupakan cara merespon stimulus (karya seni) lewat pengalaman dengan melibatkan perasaan. Karena setiap manusia (termasuk siswa) selalu memiliki bekal kemampuan naluriah berupa impuls estetik, maka dengan modal impuls estetik itulah seseorang dapat dibimbing untuk melakukan pengalaman estetik sehingga bisa menumbuhkan sikap estetik dalam dirinya. Dengan demikian melalui model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik ini, usaha menumbuhkan sikap estetik itu dilakukan dengan sengaja dan dengan cara formal, yang prosesnya berlangsung lewat pengarahan serta bimbingan. Dengan demikian pengembangan pendekatan dalam model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik (pengalaman afektif) pada seni tradisi tari topeng Malang ini (melalui pendekatan multisensori/ empatik dan pendekatan aplikatif/ simultan), hanya dibedakan pada ungkapan hasil refleksi atau interpretasinya, karena sesuai pendapat Soehardjo (2005: 192), bahwa salah satu isi bahan pelajaran apresiasi seni dalam model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik, adalah berupa penyusunan deskripsi sikap estetik, yaitu uraian tekstual yang menggambarkan proses kemunculan rasa estetik sebagai respon pengamat terhadap objek estetik tertentu. Uraian tersebut dapat

107 diwujudkan dalam ungkapan lisan maupun tulisan, bahkan dapat pula diwujudinderakan dalam tata rupa, tata gerak dan tata nada/ suara; dalam hal ini kegiatan apresiasi seni dapat diintegrasikan dengan kegiatan kreatif. Karena itulah dalam pendekatan aplikatif/ simultan dalam penelitian pengembangan ini, pengungkapan hasil refleksinya dalam wujud tata susun dari media visual/ gambar, sehingga sejalan dengan ungkapan Tarjo (2006: 331), bahwa model pembelajaran apresiasi lainnya yaitu model simultan, merupakan model pembelajaran apresiasi seni yang terintegrasi dengan praktik (pembelajaran terpadu). Pada dasarnya dari evaluasi oleh ahli pendidikan seni dan guru Seni Budaya SMAK St. Albertus, secara umum model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik yang dikembangkan sudah dinilai baik dan bisa digunakan oleh guru dalam pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang. Revisi yang telah dilakukan pada model ini adalah pada struktur prosedur pembelajaran dari pendekatan multisensori/ empatik dan pendekatan aplikatif/ simultan, yaitu pada langkah-langkah pokok tahap 1 dalam model, di mana siswa dalam mengkaji hakekat, tujuan, prosedur, dan materi apresiasi melalui aktivitas membaca buku petunjuk pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni adalah dengan bimbingan guru. Hal itu sejalan dengan pernyataan Soehardjo (2005: 190), sebagai berikut: Dalam pembelajaran, usaha menumbuhkan sikap estetik itu dengan sengaja dan secara formal, prosesnya akan berlangsung lewat pengarahan serta pembimbingan. Keunggulan dari model pembelajaran apresiasi berbasis sikap estetik ini adalah, bahwa melalui pendekatan multisensori/ empatik dan pendekatan aplikatif/ simultan, afeksi siswa yang meliputi imajinasinya, emosinya, kekuatan rasanya,

108 dan spiritualnya yang menunjang kekuatan kepribadiannya dapat dibantu perkembangannya secara personal, seperti dikatakan oleh Soehardjo (2005), bahwa prinsip dalam pembelajaran seni yang memfungsi didikkan seni, di mana apresiasi seni sebagai bahan ajarnya, maka dalam konteks ini, apresiasi seni sebagai kegiatan dan bahan ajar difungsikan sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan peserta didik. Aktivitas apresiasi menghasilkan pengalaman afektif yang sifatnya sangat mempribadi, karena sangat mempertimbangkan dan tergantung pada pengalaman dan persepsi pribadi siswa. Sikap estetik atau kemampuan afektif, yang berupa perilaku yang diarahkan oleh perasaan yang berdasarkan nilai-nilai dari pengalaman akan menghasilkan keputusan rasa. Menurut Jazuli (2008: 82), kegiatan apresiasi seni sebagai bentuk pembelajaran rasa-emosi memberi manfaat dengan perolehan pengalaman baru, karena itu dengan pengalaman baru yang terus menerus diperkaya, maka siswa akan memiliki keberanian untuk mengungkapkan potensi persepsi dan kreasinya. Namun di antara keunggulan dari model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik (pengalaman afektif) ini, dapat diidentifikasi kelemahannya, yaitu sifatnya yang terlalu subjektif. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Chapman (1978), yaitu karena dalam model pembelajaran seni berbasis sikap estetik dengan pendekatan multisensori/ empatik ini siswa dilatih untuk menemukan rasa melalui perenungan atas dasar argumen pribadi, sehingga analisanya berupa deskripsi opini yang sifatnya subjektif.

109 5.2 Kajian pada Buku Pegangan Guru Dari hasil survey awal tentang persepsi guru, dapat dijaring data tentang kurangnya pemahaman guru terhadap kegiatan apresiasi seni pada umumnya dan kurangnya pemahaman guru terhadap berbagai pendekatan dalam pembelajaran apresiasi seni. Karena itulah dirasa sangat urgen jika salah satu produk pengembangan yang dihasilkan adalah berupa Buku Pegangan Guru. Buku Pegangan Guru secara sistematis berisi: (1) Konsep Model Pembelajaran Apresiasi Seni Berbasis Sikap Estetik (Pengalaman Estetik) yang meliputi subbab: Pendahuluan, Proses Apresiasi Seni, Ruang Lingkup Bahan Ajar Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang, Model Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang Berbasis Sikap Estetik (Pengalaman Afektif); (2) Silabus dan RPP Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang, yang meliputi sub-bab: Pengembangan Silabus, dan Pengembangan RPP. Dengan demikian, pada dasarnya Buku Pegangan Guru tersebut dikembangkan untuk membantu dan mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran apresiasi seni, khususnya seni tradisi daerah setempat, karena buku ini memuat tentang pembelajaran apresiasi seni dari sisi konsep sampai aplikasinya. Buku Pegangan Guru yang dikembangkan juga merupakan bagian dari pengembangan model pembelajaran, yang sejalan dengan pendapat Tarjo (2006: 310-311), bahwa model pembelajaran mencakup aspek filisofi, strategi, metode, media, dan evaluasi. Dari Buku Petunjuk Guru yang dikembangkan, guru akan mendapatkan wawasan tentang proses apresiasi seni dan model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik sebagai aktivitas yang tidak sederhana melainkan kompleks,

110 seperti dikatakan oleh Tabrani (2000: 59), bahwa apresiasi bukan semata dimulai secara objektif berdasarkan norma yang baku, bukan pula sekedar analisis dan sintesis atau dialektik. Bahkan Mulyadi (1991: 76-77), juga menyatakan bahwa apresiasi seni bukan merupakan proses yang sederhana. Demikian juga Jazuli (2008: 70), yang menyatakan pula bahwa pengalaman estetik sebagai perolehan dari aktivitas apresiasi seni tidak sekedar hanya berhenti pada keingintahuan (unsur-unsur kognitif), melainkan mengikutsertakan kemampuan lain seperti minat, kemauan, analisis, penilaian, emosi, termasuk unsur-unsur moral dan religius. Pada dasarnya dari hasil evaluasi oleh ahli dan guru, dapat diperoleh gambaran bahwa Buku Pegangan Guru sudah dinilai baik dan dapat digunakan sebagai buku pegangan guru dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang di SMAK St. Albertus. Dengan demikian dapat diidetifikasi keunggulan dari buku ini adalah, bahwa dengan adanya buku pegangan guru ini, guru memiliki sarana yang dapat mempermudah dan membantunya dalam melaksanakan pembelajaran seni tradisi tari topeng Malang. Namun kelemahan dari buku ini yang dapat diidentifikasi adalah, tampaknya buku ini terlalu khusus, karena hanya untuk pelaksanaan satu bahan ajar dari satu standar kompetensi, sehingga hanya bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran seni tradisi tari topeng Malang saja. 5.3 Kajian pada Buku Petunjuk Pelaksanaan Apesiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang merupakan buku pegangan atau buku pedoman bagi siswa dalam

111 melaksanakan pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang, yang menggunakan model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik. Buku ini berisi informasi esensial tentang: (1) Pengertian, (2) Tujuan, (3) Pengantar tentang tari topeng Malang, (4) Prosedur pembelajaran apresiasi seni tari topeng Malang, dan (5) Lembar Kerja Siswa (LKS). Jadi, selain untuk memberikan wawasan kepada siswa tentang pengertian, tujuan, prosedur, dan wawasan materi tari topeng Malang, buku ini juga memuat lembar kerja siswa (LKS). Menurut Soehardjo (2005: 191), bahwa bahan pelajaran apresiasi seni bisa berupa kegiatan dan kajian teoritik. Bahan kajian teoritik berguna untuk meningkatkan kemampuan pemahaman estetik, sedang bahan kajian berupa kegiatan berguna untuk meningkatkan kesadaran estetik. Selanjutnya dalam konteks materi pembelajaran dalam pembelajaran apresiasi seni yang berupa bahan kajian teoritik dan kegiatan, Soehardjo (2005: 179), juga menegaskan sebagai berikut: Kontemplasi perlu dilakukan mendahului keputusan, bahkan keputusan penerimaan sekalipun, sehingga semuanya didasarkan bukan atas suka dan tidak suka semata. Paling tidak diperlukan sikap untuk mendahulukan pemahaman serta pengertian sebelum sampai pada penilaian dengan keputusan suka dan tidak suka tersebut. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam model pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik, perilaku siswa dalam aktivitas apresiasi seni berupa perilaku yang diarahkan oleh perasaan berdasarkan nilai-nilai. Karena itu keputusan sikap estetik adalah berupa keputusan rasa yang mempribadi sifatnya (Soehardjo, 2005: 184). Jadi aktivitas apresiasi seni bukan keputusan pikir, melainkan keputusan rasa yang ditunjang oleh pikir (Soehardjo, 2005: 179).

112 Dalam proses apresiasi seni, hadirnya karya seni sebagai objek apresiasi seni menunjukkan bahwa estetika dalam karya seni tidak berkaitan dengan suatu kebenaran (logika), tetapi berkaitan dan disebabkan oleh perhatian khusus yang terbentuk oleh sikap estetik maupun sikap artistik dari pengamat terhadap objek karya seni (Soehardjo, 2005: 181). Karena itulah dalam prosedur pembelajaran apresiasi seni yang terpapar dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang ini, kegiatan apresiasi seni diawali dengan kegiatan proses pengkajian dengan membaca buku petunjuk pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni. Demikian juga menurut Jazuli (2008: 78), bahwa agar siswa bisa mengalami pengalaman estetik, perlu dibekali dengan pemahaman mengenai berbagai aspek tentang seni, sehingga mereka mampu mengembangkan perasaan, hati, serta berpikir reflektif dan kritis. Penanaman pemahaman ini juga tidak harus dilaksanakan secara terpisah, melainkan dapat menyatu dan terintegrasi dengan pemberian pengalaman estetik. Karena tanpa integrasi semacam itu, maka alokasi waktu belajar yang disediakan hanya akan habis dipakai untuk pembelajaran yang bersifat kognitif (pengetahuan teoritis), sehingga pemberian pengalaman estetik sebagai esensi pendidikan seni tidak terlaksana. Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang juga merupakan bagian dari pengembangan model pembelajaran, guna membantu dan mempermudah siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang. Seperti diungkapkan oleh Tarjo (2006: 310-311), bahwa model pembelajaran mencakup aspek filosofi, strategi, metode, media, dan evaluasi.

113 Hasil evaluasi ahli pendidikan seni dan ahli materi serta guru Seni Budaya SMAK St. Albertus terhadap Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang ini, sudah memberi penilaian baik pada buku ini, dan sudah menyimpulkan bahwa buku ini dapat digunakan oleh siswa SMAK St. Albertus dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang. Dari uji kelompok kecil siswa, buku ini dinilai cukup baik untuk digunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang. Hasil penilaian kelompok kecil siswa terhadap Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Seni Tradisi Tari Topeng Malang ini tampaknya juga didasari oleh adanya persepsi siswa yang mempertanyakan urgensi dari pembelajaran apresiasi seni tradisi di sekolah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Jazuli (2008: 83), bahwa sebagian besar generasi muda sekarang kurang mengenal warisan seni budaya nenek moyangnya yang diyakini memiliki nilai filosofis yang tinggi. Padahal salah satu manfaat dari kegiatan apresiasi seni adalah untuk meningkatkan ketahanan budaya, karena melaui pengenalan dan pembelajaran tentang kekayaan serta keragaman budaya Nusantara yang sangat luar biasa kepada siswa, akan mampu melahirkan sikap menghargai dan memahami keragaman dan perbedaan budaya yang berasal dari berbagai latar belakang budaya. Dengan demikian pembelajaran apresiasi seni akan dapat merupakan wahana utama untuk menanamkan cinta bangsa dan cinta sesama, yang pada gilirannya dapat pula meningkatkan ketahanan budaya bangsa. Padahal kekayaan dan keragaman seni budaya Nusantara sangat luar biasa, masing-masing daerah memiliki kekhasan dan keunikan sendiri, yang apabila keragaman seni

114 budaya tersebut dikenalkan dan dibelajarkan kepada siswa di sekolah, maka mereka akan mampu menghargai dan memahami keragaman serta perbedaan bentuk dan jenis seni budaya yang berasal dari berbagai latar belakang budaya (Jazuli, 2008: 82-84). Revisi yang telah dilakukan pada Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang meliputi: (1) LKS, di mana aplikasi pendekatan multisensori/ empatik dan pendekatan aplikatif/ simultan dalam pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang adalah merupakan alternatif pendekatan yang dapat dipilih oleh guru bersama siswa dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik pada seni tradisi tari topeng Malang, (2) cover buku juga dibuat menjadi lebih memanfaatkan multi warna. Keunggulan dari buku ini yang dapat diidentifikasi antara lain sebagai berikut: (1) dapat membantu siswa dalam mengefektifkan dan mengefesienkan pembelajaran karena tujuan, materi dan kegiatan pembelajaran bisa diikuti melalui buku petunjuk ini, (2) belajar menjadi lebih realistik dan menarik karena adanya gambar-gambar dalam buku yang lebih menjelaskan konsep secara visual, dan adanya media audio-visual yang melengkapi pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang ini. Dengan demikian keberadaan media audio-visual sebagai sebuah media pembelajaran yang melengkapi buku petunjuk apresiasi seni untuk seni tradisi tari topeng Malang ini akan menjadikan pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang ini akan

115 menjadi lebih bermakna, sejalan dengan pendapat Jazuli (2008: 80), sebagai berikut: ketika siswa memfokuskan perhatian untuk mendengarkan musik, menyaksikan sebuah tarian, atau mengamati sebuah lukisan, maka secara alamiah emosinya akan terlibat karena karya seni tersebut memiliki kemampuan merangsang aspek kejiwaan (menjadikan dirinya bersedih, marah, atau riang gembira) dan aspek fisik (mempengaruhi tekanan darah, detak jantung, dan menimbulkan gerakan refleks). Keterlibatan intelektual (kognisi) seseorang dalam berapresiasi terjadi pada saat berlangsungnya kontak mendalam dengan karya seni, yaitu ketika seseorang mengadakan analisis, tanggapan, dan evaluasi. Keterlibatan psikomotor seseorang dalam berapresiasi tampak ketika mendengarkan musik, secara sadar atau tidak, tubuhnya akan bergerak, menari, bahkan ikut menyanyikan lagu tersebut. 5.4. Kajian pada Media Pembelajaran Apresiasi Seni Tradisi Tari Topeng Malang Dalam aktivitas apresiasi seni, kehadiran karya seni sebagai objek merupakan hasil dari sebuah entitas yang unik dan kaya, yang mampu memberikan rangsangan-rangsangan kepada penikmatnya/ penontonnya untuk menimbulkan banyak kemungkinan imajinasi. Objek karya seni tersebut adalah sebuah artefak yang memiliki potensi untuk menjadi visual form (Soedarso SP, 2006; Soetopo, 1991). Objek estetik atau karya seni berisi bentuk-bentuk yang mencerminkan dan memacu pengalaman, objek tersebut merupakan pacu atau stimulus untuk terjadinya proses penghayatan. Jazuli (2008: 15) juga menyatakan bahwa dalam aktivitas apresiasi seni, penghayatan terhadap karya seni sebagai hasil ungkapan terpilih dari senimannya, yang selalu memiliki kekhasan dan keunikan, yang dengan sengaja disajikan oleh penciptanya. Soehardjo (2005: 180), juga menyatakan bahwa kapasitas karya seni sebagai hasil kreasi seniman atau penciptanya, dalam proses apresiasi seni adalah sebagai media yang

116 menghubungkan antara kreator seni dengan pengamat seni. Dengan demikian penghargaan atau apresiasi seni itu dapat dikatakan ditujukan kepada dua sasaran sekaligus, yaitu kepada tampilan karya seni dan kepada kreatornya. Dalam pembelajaran apresiasi seni di kelas dengan segala situasi yang sarat dengan keterbatasan, kehadiran objek tersebut bisa digantikan dengan media. Pengembangan media pembelajaran apresiasi seni dalam penelitian ini merupakan bagian dari pengembangan model pembelajaran apresiasi seni, karena pada hakekatnya kegiatan apresiasi seni merupakan aktivitas penikmatan terhadap kehadiran sebuah karya seni. Seperti dikatakan oleh Tarjo (2006: 130-131), bahwa model pembelajaran mencakup aspek filosofi, strategi, metode, media, dan evaluasi. Mulyadi (1991: 3), juga menyatakan bahwa aktivitas seni meliputi: aktivitas mencipta, aktivitas menghayati atau menikmati bentuk ciptaan seni, dan aktivitas evaluasi karya seni atau aktivitas kritik. Dengan demikian, mengacu kepada pembelajaran seni di sekolah yang memanfaatkan seni sebagai aktivitas, maka pembelajaran apresiasi seni juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan potensi siswa sebagai manusia utuh yang berkembang mental, fisik, kognisi, imajinasi dan emosinya. Pengembangan media pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang ini berupa rekaman video tari tradisi topeng Malang sebagai bagian dari pertunjukan wayang topeng Malang. Produk ini dikemas dalam bentuk CD. Menurut Soehardjo (2005: 186), untuk melaksanakan pengalaman berbasis sikap estetik (pengalaman afektif) tidak memasalahkan persyaratan yang harus disandang oleh pelakunya (apresiatornya), melainkan persyaratan dikenakan pada

117 objek estetik yang akan dijadikan sasaran pengamatan, di mana setiap objek estetik atau objek karya seni adalah objek yang menyandang nilai estetik. Dengan demikian sajian seni tradisi tari topeng Malang sebagai objek estetik merupakan prasyarat untuk pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni berbasis sikap estetik pada seni tradisi tari topeng Malang. Dari hasil evaluasi oleh ahli dan guru terhadap media pembelajaran seni tradisi tari topeng Malang ini, maka media ini secara umum dinilai baik dan dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang. Revisi yang dilakukan pada produk ini adalah pada cover CD, yang dibuat dengan tema yang lebih etnik tradisi. Keunggulan dari keberadaan produk ini adalah, bahwa pembelajaran apresiasi seni tradisi tari topeng Malang dapat dilaksanakan dengan efisien, karena objek apresiasi seni bisa dibawa ke dalam kelas. Apalagi menurut Jazuli (2008: 81), bahwa keterbatasan dari seni pertunjukan adalah bahwa bila kita mengamati objek seni pertunjukan (musik, tari, teater), sifat realitas objektif dari seni pertunjukan dapat berubah karena ruang dan waktu. Padahal pada objek-objek yang sifat realitas objeknya tidak berubah oleh ruang dan waktu (karya seni rupa) saja dapat dinikmati dengan cara yang berbeda menurut tingkat persepsi setiap orang yang berbeda. Sedang kelemahan dari produk media ini adalah, bahwa produk yang sudah dikemas dalam bentuk soft-ware dalam format CD ini hanya bisa diamati dan dinikmati dengan membutuhkan perlengkapan dalam bentuk perangkat keras pembelajaran berupa laptop dan LCD. Dengan demikian dalam kondisi sementara ini, pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni yang

118 memanfaatkan media tersebut terbatas di SMAK St Albertus-Malang, atau di sekolah-sekolah di sekitar Malang yang sudah memiliki sarana-prasarana yang memadai untuk pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni yang memanfaatkan media semacam ini.