GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 1 TAHUN TENTANG

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 63 TAHUN 2015

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR Nomor 1 Tahun 2016 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROPINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU NOMOR G TAHUN 2016 TENTANG

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 61 TAHUN 2014

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

NoMoR { s 2oo9 TENTANG /-\ sangat penting sehingga pengadaan dan penyalurannya perlu cermat, akurat, tepat waktu, tepat ukuran dan tepat sasaran;

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

Transkripsi:

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN UNTUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa pupuk mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan; Mengingat b. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan/SR.310/12/2015 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2016, telah ditetapkan alokasi pupuk bersubsidi sektor pertanian untuk masing- masing Provinsi Tahun 2016; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016; : 1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079); 7. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011; 8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/4/2007 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi; 9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/SR.140/8/2011 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pupuk An Organik; 10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah; 11. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/ 4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian; 12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Berita Negara Tahun 2013 Nomor 1055); 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan/ SR.310/12/2015 tentang Kebutuhan dan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Angaran 2015; 14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 669/Kpts/OT.160/ 2/2012 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Perumusan Kebijakan Pupuk; 15. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1971/Kpts/OT.160/5/2012 tentang Pembentukan Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN UNTUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016. BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Barat. 2. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat. 3. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota se Sumatera Barat. 4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota se Sumatera Barat. 5. Pupuk Bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan kelompok tani dan/atau petani disektor pertanian meliputi Pupuk Urea, Pupuk SP-36, Pupuk ZA, Pupuk NPK dan Jenis Pupuk bersubsidi lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 6. Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disebut HET adalah harga pupuk Bersubsidi yang dibeli oleh petani/kelompok tani di Penyalur Lini IV yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 7. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan usaha budidaya tanaman yang meliputi Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan Rakyat, Hijauan Pakan Ternak dan Budidaya Ikan/Udang.

8. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan/atau peternakan. 9. Produsen adalah perusahaan yang memproduksi pupuk Urea, SP-36, ZA, dan atau NPK serta Pupuk Organik di dalam negeri. 10. Distributor pupuk adalah badan usaha yang sah, yang ditunjuk oleh produsen pupuk untuk melakukan penyimpanan, penjualan serta pemasaran pupuk bersubsidi dalam partai besar untuk dijual kepada pengecer resmi. 11. Pengecer resmi adalah perorangan atau badan usaha yang ditunjuk oleh Distributor untuk melakukan penjualan pupuk bersubsidi secara langsung kepada konsumen akhir (petani/pekebun) 12. Kelompoktani adalah kumpulan petani atau petambak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumberdaya, kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggotanya. 13. Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok yang selanjutnya disingkat RDKK adalah rencana kebutuhan pupuk bersubsidi untuk satu tahun yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani yang merupakan alat pesanan pupuk bersubsidi kepada gabungan kelompok tani atau penyalur sarana produksi pertanian. 14. Dinas Provinsi terkait adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Perkebunan. 15. Gudang lini II adalah gudang Produsen yang berlokasi di wilayah ibukota Provinsi dan Unit Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar wilayah pelabuhan. 16. Gudang lini III adalah gudang Produsen dan/atau Distributor di wilayah Kabupaten/Kota yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Produsen 17. Dinas Kabupaten/Kota adalah dinas yang membidangi fungsi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan perdagangan. 18. Gudang lini IV adalah lokasi gudang pengecer di wilayah Kecamatan dan/atau Desa yang ditunjuk dan ditetapkan oleh distributor. 19. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida yang selanjutnya disingkat KPPP adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat Provinsi dan oleh Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota. BAB II PERUNTUKAN Pasal 2 (1) Pupuk Bersubsidi diperuntukan bagi Petani yang telah bergabung dalam Kelompoktani dengan ketentuan: a. Petani yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan sesuai areal yang diusahakan setiap musim tanam; b. Petani yang melakukan usaha tani di luar bidang tanaman pangan dengan total luasan maksimal 2 (dua) hektar setiap musim tanam. (2) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperuntukan bagi perusahaan tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan, atau perusahaan perikanan budidaya. BAB III ALOKASI Pasal 3 (1) Kebutuhan Pupuk Bersubsidi dihitung berdasarkan usulan rencana kebutuhan pupuk dari Kabupaten/Kota dengan memperhatikan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar teknis serta kebutuhan Pupuk Bersubsidi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kebutuhan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut Kabupaten/Kota, jenis, jumlah, sub sektor dan sebaran bulanannya sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. (3) Kebutuhan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci lebih lanjut menurut kecamatan, jenis, jumlah, sub sektor dan sebaran bulanan yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. (4) Kebutuhan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan rekapitulasi RDKK yang disusun oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan diketahui Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten/Kota setempat. BAB IV REALOKASI Pasal 4 (1) Dalam hal kebutuhan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) di Kabupaten/Kota terjadi kekurangan, akan dipenuhi melalui realokasi antar Kabupaten/Kota, waktu dan sub sektor, dengan ketentuan sebagai berikut:, a. realokasi antar Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi. b. realokasi antar Kecamatan dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. (2) Kabupaten/Kota yang mengalami perubahan alokasi Pupuk Bersubsidi sebagai akibat dilakukannya realokasi antar Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau realokasi antar Kecamatan dalam suatu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, wajib menindaklanjuti dengan melakukan realokasi antar Kecamatan yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. (3) Apabila alokasi Pupuk Bersubsidi di suatu Kabupaten/Kota dan Kecamatan pada bulan berjalan tidak mencukupi, penyaluran Pupuk bersubsidi di wilayahnya dapat dilakukan dengan menggunakan sisa alokasi bulan sebelumnya dan/atau dari alokasi bulan berikutnya dengan tidak melampaui alokasi 1 (satu) tahun, melalui penetapan realokasi. Pasal 5 (1) Realokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilakukan apabila serapan Pupuk Bersubsidi terus menerus melebihi 100 (seratus) persen. (2) Apabila realokasi di daerah tidak dapat dilakukan karena daya serap Pupuk Bersubsidi melebihi 100 (seratus) persen untuk subsektor, dan Kabupaten/Kota, maka Gubernur mengusulkan tambahan alokasi Pupuk Bersubsidi kepada Menteri Pertanian. BAB V JENIS, HARGA ECERAN TERTINGGI DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI Bagian Kesatu Jenis Pasal 6 Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari jenis pupuk Urea, SP-36, ZA, NPK dan Pupuk Organik yang diadakan oleh Produsen.

Bagian Kedua Harga Eceran Tertinggi Pasal 7 (1) HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan sebagai berikut : a. Pupuk Urea = Rp.1.800,- per/kg; b. Pupuk SP-36 = Rp.2.000,- per/kg; c. Pupuk ZA = Rp.1.400,- per/kg; d. Pupuk NPK = Rp.2.300,- per/kg; dan e. Pupuk Organik = Rp. 500,- per/kg. (2) HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk pembelian oleh Petani di kios Pengecer resmi secara tunai dalam kemasan karung sebagai berikut : a. Pupuk Urea = 50 Kg; b. Pupuk SP-36 = 50 Kg; c. Pupuk ZA = 50 Kg; d. Pupuk NPK = 50 Kg; e. Pupuk Organik = 40 Kg. Pasal 8 (1) Kemasan karung Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus diberi label tambahan yang berbunyi Pupuk Bersubsidi Pemerintah Barang Dalam Pengawasan yang mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus. (2) Khusus penyediaan dan penyaluran Pupuk Urea bersubsidi berwarna merah muda (pink) dan Pupuk ZA bersubsidi berwarna jingga (orange) Bagian Ketiga Penyaluran Pupuk Bersubsidi Pasal 9 (1). Penyaluran Pupuk Bersubsidi dilakukan oleh Produsen, Distributor pupuk dan Pengecer resmi pupuk yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (1) Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu PT. Pupuk Iskandar Muda dan PT. Petrokimia Gresik. Pasal 10 (1) Distributor pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ditetapkan oleh Produsen setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Distributor pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai gudang pada Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah tanggung jawabnya. Pasal 11 (1) Pengecer resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ditetapkan oleh Distributor setelah mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi pertanian dan atau yang membidangi perdagangan. (2) Pengecer resmi hanya dapat melakukan penebusan Pupuk Bersubsidi dari 1 (satu) Distributor yang menunjuknya.

Pasal 12 (1) Penyaluran Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilaksanakan sebagai berikut : a. Produsen melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi di gudang Lini II dan lini III Produsen kepada Distributor di wilayah tanggung jawabnya. b. Distributor melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi dari gudang Lini III Distributor kepada Pengecer Resmi di wilayah tanggung jawabnya. c. Dalam pelaksanaan pengangkutan, Distributor menggunakan sarana angkutan yang terdaftar pada Produsen dengan mencantumkan identitas khusus sebagai angkutan pupuk bersubsidi. d. Pengecer resmi melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi dari Lini IV kepada Petani/Kelompok Tani/Pekebun. e. Penyaluran Pupuk Bersubsidi dari kios Pengecer resmi ke Kelompok Tani/Petani/Pekebun dilakukan dengan berpedoman kepada RDKK yang disampaikan oleh masing- masing Dinas Kabupaten/Kota pada awal tahun dan diberlakukan untuk satu tahun. f. Jika kebutuhan jumlah Pupuk Bersubsidi kurang dibandingkan dengan kebutuhan pupuk sebagaimana tercantum dalam rekap RDKK, maka penyaluran pupuk kepada Kelompoktani/Petani oleh Pengecer resmi dihitung dengan berpedoman kepada proporsi alokasi pupuk dan kebutuhan pada rekapitulasi RDKK. (2) Optimalisasi pemanfaatan Pupuk Bersubsidi di tingkat Petani, dan/atau Kelompoktani dapat dilakukan melalui pendampingan oleh Petugas Penyuluh di wilayah tanggung jawabnya. Pasal 13 Pengecer resmi harus memasang papan nama dilengkapi dengan papan harga Pupuk Bersubsidi sebagaimana ditetapkan pemerintah di tempat yang mudah terlihat dan terbaca oleh pembeli. BAB VI KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 14 (1) Produsen, Distributor pupuk dan Pengecer resmi wajib menjamin ketersediaan Pupuk Bersubsidi saat dibutuhkan Petani sesuai alokasi yang ditetapkan. (2) Distributor dan Pengecer resmi wajib menyediakan Pupuk Bersubsidi untuk kebutuhan selama 2 (dua) minggu ke depannya. (3) Pengecer resmi yang ditunjuk harus menjual Pupuk Bersubsidi sesuai HET. Pasal 15 Distributor pupuk dan Pengecer resmi dilarang memperjual belikan Pupuk Bersubsidi di luar peruntukannya dan/atau di luar wilayah tanggung jawabnya. BAB VII PENGAWASAN DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Pengawasan Pasal 16 (1) Pengawasan terhadap pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi meliputi jenis, jumlah, mutu, wilayah pemasaran dan HET, serta waktu pengadaan dan penyaluran.

(2) Produsen berkewajiban melakukan monitoring/pengawasan penyediaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi di masing masing wilayah tanggung jawabnya. (3) KPPP Provinsi, wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi di wilayah daerah. (4) KPPP Kabupaten/Kota wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi di Daerah Kabupten/Kota. (5) KPPP Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh penyuluh. Bagian Kedua Pelaporan Pasal 17 (1) Produsen wajib menyampaikan laporan bulanan pengadaan, penyaluran, dan persediaan Pupuk Bersubsidi secara berkala kepada Dinas Provinsi terkait dan KPPP Provinsi. (2) Distributor pupuk wajib menyampaikan laporan pengadaan, penyaluran, dan persediaan pupuk bersubsidi yang dikuasainya setiap bulan kepada Produsen dan KPPP Provinsi dengan tembusan kepada Dinas Provinsi terkait dan KPPP Kabupaten/Kota terkait. (3) Pengecer resmi wajib menyampaikan laporan realisasi pengadaan, penyaluran, dan persediaan pupuk bersubsidi setiap bulan secara berkala kepada Distributor pupuk dengan tembusan kepada Dinas Kabupaten/Kota terkait. (4) Laporan penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dirinci menurut Kabupaten/Kota dan subsektor. Pasal 18 (1) KPPP Provinsi menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur. (2) KPPP Kabupaten/Kota menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Bupati/Walikota. Pasal 19 (1) Bupati/Walikota menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur. (2) Gubernur menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan. BAB VIII SANKSI Pasal 20 (1) Gubernur dan/atau Bupati/Walikota dapat memberikan sanksi administrasi terhadap Produsen, Distributor dan Pengecer resmi yang melanggar ketentuan Pasal 12 dan Pasal 13. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. teguran tertulis; dan/atau; b. mengusulkan kepada Produsen untuk dicabut sebagai Distributor pupuk atau Pengecer resmi pupuk bersubsidi.

Pasal 21 (1) Apabila Distributor Pupuk Bersubsidi dan kios Pengecer resmi terbukti melakukan penyimpangan/penyelewengan penyaluran Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mencabut rekomendasi mengenai usaha perdagangan Pupuk Bersubsidi. (2) Dalam hal pencabutan rekomendasi terhadap Distributor Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Produsen berkewajiban memberhentikan yang bersangkutan sebagai Distributor. (3) Dalam hal terjadi pencabutan rekomendasi terhadap Pengecer resmi, Distributor wajib memberhentikan Pengecer resmi yang bersangkutan sebagai Pengecer. Pasal 22 (1) Apabila Distributor pupuk tidak menyalurkan Pupuk Bersubsidi kepada Pengecer resmi sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kios Pengecer resmi yang tidak menyalurkan Pupuk Bersubsidi kepada Petani yang menjadi tanggung jawabnya dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Distributor wajib memberikan sanksi kepada Pengecer resmi yang melanggar ketentuan perundang-undangan dan melaporkannya kepada KPPP Kabupaten/Kota. (4) KPPP Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi administrasi berupa teguran kepada Distributor yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Sumatera Barat. Ditetapkan di Padang pada tanggal 29 Desember 2015 Ditetapkan di Padang pada tanggal 29 Desember 2015 SEKRETARIS DAERAH, dto ALI ASMAR BERITA DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 NOMOR 80