I. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia sebagai makhluk sosial yang juga sekaligus makhluk individual

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRACT THE PUBLIC PERCEPTION OF BALINESE AGAINST THE CASTE SYSTEM IN THE BUYUT BARU VILLAGE AT (I Made Darsana, Holilulloh, Hermi Yanzi)

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Ketenagaker

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS.

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

BAB IV ANALISIS. mereka yang menganut agama Hindu yang berdomisili di Banjarmasin mengenai

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. budi pekerti, dan gambaran kehidupan orang Hindu. Agama ini juga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI MAJENE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

Oleh : TIM DOSEN SPAI

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

PEMERINTAH DAERAH KOTA KOTAMOBAGU

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam buku Tri Widiarto yang berjudul Psikologi Lintas Budaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh propinsi yang ada di

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

K E P E N D U D U K A N

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 60 TAHUN 2015 TENTANG


BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

PENDIDIKAN KEWARAGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERSEPSI PELAJAR SMA NEGERI 1 BANJARMASIN DAN SMA NEGERI 2 BANJARMASIN TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

Transkripsi:

11 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Persepsi Manusia sebagai makhluk sosial yang juga sekaligus makhluk individual yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya menyebabkan berbagai macam pendangan dan sikap dalam menghadapi suatu obyek atau permasalahan. Seseorang dapat berpendapat suatu obyek menyenangkan namun bagi orang lain obyek tersebut membosankan. Perbedaan dalam menyikapi suatu obyek ditentukan oleh bagaimana persepsi individu terhadap suatu obyek atau permasalahan. Persepsi menurut Kartono Kartini (2001:67) adalah pandangan dan interprestasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan obyek yang diinformasikan kepada dirinya dan lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya. Persepsi menurut Ahmad Slameto (2003:102) adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia untuk mengolah lebih lanjut yang kemudian mempengaruhi seseorang dalam berprilaku.

12 Persepsi menurut Sugihartono, dkk (2007:8) adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulasi atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk kedalam alat indera manusia. Persepsi menurut Bimo Walgito (2004: 70) merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterprestasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia berupa stimulus yang diterima oleh individu sehingga dapat menentukan dan mempengaruhi seseorang dalam berprilaku. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersankutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain. Persepsi manusia memiliki perbedaan sudut pandang dalam penginderaan, ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.

13 2. Pengertian Masyarakat Bali Masyarakat merupakan individu yang hidup bersama dalam suatu tatanan pergaulan, yang tercipta karena individu melakukan hubungan dan interaksi dengan individu yang lainnya. Masyarakat menurut koentjaraningrat (2009: 146) adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat menurut Ralph Linton (dalam Soerjono Soekanto, 2006: 22) merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Masyarakat menurut Selo Soemardjan (dalam Soe rjono soekanto, 2006: 22) adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama dalam waktu yang cukup lama, saling berinteraksi dan mempunyai persamaan yang menimbulkan persatuan dan identitas bersama. Masyarakat Bali merupakan masyarakat mayoritas yang tinggal di pulau Bali, yang menggunakan bahasa Bali dan mengikuti adat istiadat serta kebudayaan Bali. Asal usul masyarakat Bali terbagi dalam tiga periode atau gelombang

14 migrasi, gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari persebaran penduduk yang terjadi selama zaman prasejarah, gelombang kedua terjadi selama masa perkembangan agama Hindu di Nusantara, dan gelombang yang ketiga berasal dari pulau jawa ketika kerajaan Majapahit runtuh pada abad ke-15. Sebagian besar masyarakat Bali beragama Hindu, kurang lebih 90% sedangkan sisanya beragama Islam, Kristen, Katolik dan Budha. Orang Bali juga banyak yang tinggal diluar pulau Bali misalnya di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Lampung dan daerah penempatan transmigrasi asal Bali lainnya. Walaupun suku Bali tinggal diluar pulau Bali namun tetap melestarikan adat istiadat dan kebudayaannya. Dalam pelestariannya, kebudayaan Bali dapat berbaur dengan budaya lokal dimana suku Bali tinggal sehingga menghasilkan suatu kebudayaan baru. 3. Persepsi masyarakat Bali Persepsi masyarakat adalah cara pandang sekelompok individu yang telah hidup bersama didalam suatu lingkungan terhadap suatu objek atau permasalahan yang diamati berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masing-masing individu, yang menyebabkan perbedaan cara pandang individu yang satu dengan yang lainnya walaupun obyek atau permasalahan yang dinilai sama. 4. Pengertian Sistem Kasta Secara sederhana, suatu sitem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang terorganisir, saling

15 berinteraksi, saling bergantung satu sama lain, dan terpadu (Tata Sutabri 2012:16). Menurut Gordon B. Davis dalam bukunya menyatakan, sistem bisa berupa abstrak atau fisis. Sistem yang abstrak adalah susunan yang teratur dari gagasan-gagasan atau konsepsi yang saling bergantung. Sedangkan sistem yang bersifat fasis adalah serangkaian unsur yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan (Tata Sutabri 20012:17). Menurut Mustakini (2009:34) sistem dapat didefinisikan dengan pendekatan prosedur dan pendekatan komponen, sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari prosedur-prosedur yang mempunyai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang terorganisir, saling berinteraksi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Kasta berasal dari bahasa Portugis yaitu Casta yang berarti pembagian masyarakat. Kasta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah golongan (tingkat atau derajat) manusia dalam masyarakat beragama Hindu. Pengolongan masyarakat terdiri dari: a. Brahmana, orang yang mengabdikan dirinya di bidang spiritual dan kerohanian. b. Ksatria, orang yang melaksanakan tugas di bidang pemerintahan. c. Waisya, orang yang melaksanakan kegiatan dibidang perekonomian. d. Sudra, orang yang bertugas membantu dan melayani ketiga kasta lainnya.

16 Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa sistem kasta adalah suatu himpunan dari golongan-golongan masyarakat yang saling berinteraksi, saling membutuhkan satu sama lainnya dan bekerjasama untuk melaksanakan peran masing-masing golongan masyarakat yang bersifat vertikal. 5. Sistem Kasta pada Masyarakat Bali Sistem Kasta Bali adalah suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta india. Kemiripan ini bisa terjadi karena kedua sistem ini berasal dari akar yang sama, yaitu kekeliruan dalam penerapan sistem warna yang bersumber dari Veda. Akan tetapi, sistem kasta india jauh lebih rumit daripada Bali, dan hanya ada empat kasta dalam sistem kasta Bali yaitu: Brahmana, Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Terdapat beberapa jenis sistem kasta yang ada didalam masyarakat Bali, yaitu: a. Caturwangsa Pembagian kasta yang mengikuti sistem kasta di india yaitu Brahmana, Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Selain itu masyarakat Bali juga mengenal istilah jaba atau luar, yaitu orang-orang yang berada diluar keempat kasta tersebut. b. Triwangsa Pembagian kasta dengan hanya mengambil tiga kelas teratas dari sistem Caturwangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, triwangsa memiliki arti tiga kasta (Brahmana, Ksatriya, Waisya). Berdasarkan

17 triwangsa, semua gelar diperoleh secara askriptif atau turun-temurun dan ditentukan berdasarkan garis keturunan. c. Pembagian berdasarkan golongan 1) Wong majapahit yaitu orang-orang Bali yang masih keturunan Kerajaan Majapahit. 2) Bali Aga yaitu orang Bali asli yang sudah berada di Bali sebelum ekspansi Kerajaan Majapahit. Umumnya, masyarakat Bali asli ini tidak membaur dan terdesak hingga kedaerah terpencil (pegunungan) dan memiliki konotasi sebagai masyarakat terbelakang, oleh sebab itu sebutan Bali Aga tidak disukai oleh mereka. Logat masyarakat ini juga berbeda dari masyarakat Bali yang lain, yaitu mereka tetap melafalkan huruf a diakhir kata sebagai huruf a bukan menjadi huruf e. Contoh dari penduduk Bali Aga adalah masyarakat daerah Danau Batur. 6. Perbedaan Pemahaman Sistem Kasta dengan Catur Warna Dalam agama hindu, istilah kasta tidak dikenal dalam veda, tetapi yang ada adalah warna. Akar kata warna berasal dari bahasa sansakerta Vrn yang berarti memilih (sebuah Kelompok). Catur warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian hidup dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan keterampilan (karma seseorang), serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu

18 pekerjaan. Empat golongan tersebut kemudian dikenal dengan istilah Catur Warna yaitu: a. Brahmana Warna Golongan fungsional didalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya dibidang kerohanian keagamaan serta memberikan pembelajaran tentang ilmu pengetahuan, contoh golongan ini adalah pandita, pinandita, guru, dosen, dan lain-lain. b. Ksatriya Warna Golongan fungsional didalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan, dan pertahanan keamanan negara. Ksatriya merupakan golongan orang-orang yang ahli dalam bidang militer dan mahir menggunakan senjata. Kewajiban golongan Ksatriya adalah melindungi golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. Contoh golongan ini adalah PNS, TNI, Polri, serta pejabat Negara, perangkat pemerintahan lainnya baik ditingkat kabupaten maupun tingkat desa. c. Waisya Warna Golongan fungsional didalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya dibidang kesejahteraan masyarakat (perekonomian, perindustrian dan lain-lain). Waisya merupakan

19 golongan para pedagang, petani, nelayan, pemilik lahan pertanian perkebunan, investor, pemilik usaha/perusahaan dan profesi lainnya yang termasuk bidang perniagaan atau pekerjaan yang menanggani segala sesuatu yang bersifat material, seperti misalnya makanan, pakaian, harta benda dan sebagainya.kewajiban golongan ini adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra. d. Sudra Warna Golongan fungsional didalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan. Sudra merupakan golongan para pelayan yang membantu golongan Brahmana, Ksatriya, dan Waisya agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi. Dalam filsafat Hindu, tanpa adanya golongan Sudra, maka kewajiban ketiga kasta tidak dapat terwujud. Dengan adanya golongan Sudra, maka ketiga kasta dapat melaksanakan kewajibannya secara seimbang dan saling memberikan kontribusi. Contoh golongan Sudra adalah karyawan, buruh, penggarap tanah dari golongan Waisya, pembantu rumah tangga serta golongan lainnya yang mengabdikan diri atau bekerja dibawah perintah tiga golonggan lainnya. Dalam catur warna, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga Sudra ataupun Waisya, apabila ia menekuni bidang kerohanian

20 sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana (rohaniawan). Berbeda dengan sistem kasta yang status seseorang didapatkan semenjak lahir, jika seseorang lahir didalam keluarga Brahmana maka ia menyandang status Brahmana. Jadi berdasarkan Catur Warna, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam bidang tertentu. Pemahaman yang kurang terhadap catur Warna menyebabkan kesalahpahaman didalam masyarakat Bali, yang menyamakan antara Kasta dengan Warna. Didalam sistem Kasta, golongan Brahmana merupakan golongan tertinggi, namun didalam catur Warna semua golongan memiliki kedudukan yang sejajar, baik itu Sudra, Waisya, Ksatriya, dan Brahmana, sama-sama memiliki kedudukan yang mulia. Seseorang dapat mengabdi sebesar mungkin dan dapat melaksanakan tugasnya dengan rasa cinta kasih serta keikhlasan. Sistem Warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan didalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang kemudian disebut dengan kasta. Walaupun disadari bahwa sistem kasta yang ada didalam masyarakat Bali saat ini salah dan keliru dalam penafsiran sistem warna yang bersumber dari ajaran veda, tetapi banyak pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini dengan alasan melestarikan adat dan budaya leluhur.

21 7. Dampak Akibat Sistem Kasta Dengan adanya perlakuan vertikal terhadap masing-masing golongan dalam sistem Kasta dari sudra yang terendah sampai Brahmana yang tertinggi menyebabkan perkawinan beda kasta sangat dihindari. Terjadinya perkawinan beda kasta menyebabkan keluarga yang memiliki status lebih tinggi akan malu dengan lingkungan sosialnya terutama jika keluarga wanita yang memiliki kasta lebih tinggi. Masih banyak keluarga-keluarga yang memiliki kasta tinggi tidak mau menikahkan anaknya dengan orang lain yang memiliki kasta lebih rendah, tentu saja ini menimbulkan dampak berupa perlakuan yang berbeda antara seseorang dengan orang yang lainnya berdasarkan status yang dimilikinya, termasuk dalam pendiskriminasian terhadap orang lain. Menurut pasal 4 ayat a Undang-Undang NO. 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis, yang berbunyi: memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Berdasarkan Undang-Undang tersebut setiap orang dilarang melakukan pendiskriminasian terhadap orang lain dibentuk apapun. Menurut Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 dijelaskan pengertian perkawinan yang berbunyi: perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

22 membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan sahnya perkawinan sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 yaitu: a. Dalam pasal 6 disebutkan perkawinan harus ada persetujuan dari kedua calon mempelai dan mendapatkan izin kedua orang tua. b. Menurut pasal 7 ayat 1, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. c. Selain itu persyaratan administrasi untuk catatan sipil yang perlu disiapkan oleh calon pengantin, antara lain:surat keterangan untuk nikah, surat keterangan asal usul, surat keterangan tentang orang tua, akta kelahiran, surat keterangan kelakuan baik, serta keterangan dokter, pas foto bersama 4x 6, surat keterangan domisili, surat keterangan belum pernah kawin, foto copy KTP, foto copy kartu keluarga dan surat izin orang tua. Berdasarkan hal tersebut menurut hukum nasional tidak ada ketentuan yang secara tegas tertulis mengenai larangan maupun dampak perkawinan beda kasta. Jadi selama perkawinan tersebut memenuhi syarat yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974, secara hukum perkawinan tersebut dapat dikatakan sah.

23 B. Kerangka Pikir Kerangka pikir diperlukan dalam menyelesaikan suatu permasalahan baik kecil maupun besar, agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan mudah. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik suatu krangka pikir sebagai berkut: Persepsi Masyarakat Bali: 1. Pemahaman 2. Tanggapan 3. Harapan Sistem Kasta dalam masyarakat Bali: 1. Pengelompokan atau kelas sosial 2. Sistem perkawinan adat 3. Pergaulan dilingkungan kekerabatan. Gambar 2.1 Skema Krangka Pikir