DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA PRODUKSI APEL BATU Oleh : Ruminta dan Handoko

dokumen-dokumen yang mirip
Dampak perubahan iklim pada produksi apel di Batu Malang. Impacts of climate change on production of apple in Batu Malang

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

Pohon Apel itu masih (bisa) berbuah lebat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

I PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNIK SINKRONISASI PENYEDIAAN BATANG BAWAH DAN MATA TEMPEL PADA PERBENIHAN APEL (Mallus Sylvestris Mill.)

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman buah- buahan

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

BAB I PENDAHULUAN. Tropis. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki posisi geografi yang sangat

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI APEL (Malus sylvestris L.)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP USAHA APEL DI KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VI ANALISIS RISIKO HARGA

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

20% dari basket IHK, sementara untuk bahan pangan (raw food) total sekitar 23% dari basket IHK.

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

BUDIDAYA TANAMAN MANGGA

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. keadaan lingkungan (agroklimat) yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

Pengembangan Pertanian Dengan Berbisnis. Tanaman Cabe untuk di Pasarkan dan meningkatkan Kualitas

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. Komoditi hortikultura dalam negara agraris seperti Indonesia sangat besar,

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. Bagi Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan di

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, isi kebun di Indonesia adalah berupa tanaman buah-buahan,

JURNAL PRODUKSI TANAMAN VOLUME 1 No.1

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

TEBU. (Saccharum officinarum L).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

Pe n g e m b a n g a n

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pangan di mata dunia. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil

I. PENDAHULUAN. bekerja pada bidang pertanian. Menurut BPS tahun 2013, sekitar 39,96 juta orang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Transkripsi:

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA PRODUKSI APEL BATU Oleh : Ruminta dan Handoko 1. Pertumbuhan Apel dan Pengaruh Iklim Apel (Malus sylvestris Mill) merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat dengan iklim sub tropis. Di Indonesia apel telah ditanam sejak tahun 1934 hingga saat ini. Apel dapat tumbuh dan berbuah baik di daerah dataran tinggi yang memiliki temperatur rendah. Sampai saat ini belum banyak daerah yang mengembangkan tanaman ini secara luas. Salah satu daerah tersebut adalah kawasan Malang Propinsi Jawa Timur, dimana sentra produksinya terletak di Kota Batu dan Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang.. Di daerahtersebut, perkebunan apel telah diusahakan sejak tahun 1950, dan berkembang pesat pada tahun 1960 hingga saat ini. Selain itu apel juga banyak dibudidayakan provinsi lain seperti Jawa Timur (Kayumas- Situbondo, Banyuwangi, Nongkojajar-Pasuruan), Jawa Tengah (Tawangmangu- Karanganyar), Bali (Buleleng dan Tabanan), Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Tanaman apel telah masuk ke Indonesia sejak jaman Belanda, namun secara komersial baru diusahakan sejak tahun 1960-an setelah ditemukan sistem pengguguran daun secara buatan dengan cara merompes daun secara manual. Ada bermacam-macam varietas apel di Indonesia yang memiliki ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble dan Wangli/Lali jiwo. Tanaman apel menghendaki lingkungan dengan karakteristik yaitu temperatur rendah, kelembaban udara rendah dan curah hujan tidak terlalu tinggi. Syarat tumbuh tanaman apel adalah sebagai berikut (Soelarso, 1996) : 1) Curah hujan yang ideal adalah 1.000-2.600 mm/tahun dengan hari hujan 110-150 hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah. 2) Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60% setiap harinya, terutama pada saat pembungaan. 3) Temperatur yang sesuai berkisar antara 16-27 0 C. 4) Kelembaban udara yang dikehendaki tanaman apel sekitar 75-85%. 5) Tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik pada ketinggian 700-1200 m dpl dengan ketinggian optimal 1000-1200 m dpl Agroklimat dataran tinggi beriklim kering yang dimiliki, menempatkan daerah wisata agro ini sebagai sentra produksi utama apel di Indonesia. Potensi usahatani apel ditunjukkan dengan kehidupan sosial ekonomi dan kesejahteraan pelaku usaha apel yang relatif tinggi terutama pada era tahun 1980 hingga pertengahan tahun 1990-an. Perkembangan produksi apel telah memacu berkembangnya simpul-simpul agribisnis lainnya seperti pemasok agroinput, jasa angkutan, industri olahan dan menjadikan daya tarik tersendiri bagi

berkembangnya industri wisata agro di kota Batu. Varietas batang atas apel yang telah beradaptasi dan dikenal di pasaran dari Kota Batu saat ini jumlahnya hanya 3 varietas (Rome Beauty, Manalagi, dan Anna). Usahatani apel yang semula diusahakan di pekarangan selanjutnya berkembang meluas ke lahan tegal yang sebelumnya ditanami sayuran dengan pemeliharaan kebun yang semakin intensif. Jumlah tanaman mencapai 1,974,366 pohon dengan produksi 842,799 kuintal (BPS dan Bapeda Kota Batu, 2010), Peningkatan kegiatan agribisnis komoditas apel ke arah intensifikasi pengelolaan kebun, tanpa disadari, seiring dengan perubahan iklim global, mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan tumbuh di sekitar pertanaman apel yang secara terus menerus mengikuti perubahan yang diinginkan oleh petani untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. 2. Produksi Apel dan Kaitannya dengan Iklim Produksi apel sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya, kesuburan tanah, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengendalian gulma, dan kondisi iklim. Unsur iklim yang sangat mempengaruhi produksi apel adalah temperatur dan curah hujan. Tanaman apel menghendaki temperatur rendah dan curah hujan yang tidak terlalu tinggi. Adanya perubahan temperatur dan curah hujan di wilayah kota Batu sangat berpotensi terhadap perubahan produksi apel di wilayah tersebut. Produksi apel di Kota Batu mengalami perubahan dari waktu ke waktu seperti ditunjukan pada Tabel 1 dan Gambar 1 hingga Gambar 4. Selama periode 1999 hingga 2010 produktivitas apel berkisar antara 10.9 kg/pohon (tahun 2002) hingga 58.6 kg/ pohon (tahun 2009). Sementara itu produksi apel Kota Batu berkisar antara 172,489 kwintal (tahun 2002) hingga 2.097.514 kwintal (tahun 2006). Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa selama periode 1999 hingga 2010 produktivitas apel di Kota Batu tidak bisa dikatakan turun atau naik. Jadi selama ini ada isu bahwa produktivitas apel mengalami penurunan tidak seluruhnya betul.

Tabel 1. Data Produksi Apel, Termperatur, dan Curah Hujan Kota Batu Year Sum of Production Productivity Temperature Apple Tree (kw) (kg/ Pohon) ( O C) Rainfall (mm) 1999 1,802,717 461,895 19.6 21.4 2171 2000 2,874,753 522,433 37.3 21.4 2007 2001 3,452,010 450,268 13.4 21.5 1924 2002 1,471,760 172,489 10.9 21.9 1878 2003 1,539,842 272,933 14.6 22.0 1838 2004 1,707,052 674,313 45.9 21.9 2081 2005 4,685,468 1,628,316 38.4 22.2 1897 2006 4,091,321 2,097,514 42.7 22.1 1643 2007 4,035,058 611,000 14.0 21.3 2101 2008 4,349,203 1,230,079 28.8 21.8 1912 2009 3,608,375 1,690,736 58.6 22.0 1726 2010 1,974,366 842,799 17.0 22.3 3344 22.4 22.2 22.0 21.8 21.6 21.4 21.2 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 70 60 50 40 30 20 10 0 Temperature (oc) Productivity (kg/ Pohon) Gambar 1. Poduktivitas Apel dan Temperatur Kota Batu

3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 70 60 50 40 30 20 10 0 Rainfall (mm) Productivity (kg/ Pohon) Gambar 2 Poduktivitas Apel dan Curah Hujan Kota Batu 22.4 22.2 22.0 21.8 21.6 21.4 21.2 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0 Temperature (oc) Production (kw) Gambar 3 Poduksi Apel dan Temperatur Kota Batu 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 70 60 50 40 30 20 10 0 Rainfall (mm) Productivity (kg/ Pohon) Gambar 4 Poduksi Apel dan Curah Hujan Kota Batu 3. Model Hubungan Produktivitas Apel dan Faktor-Faktor Iklim di Kota Batu Hubungan produktivitas apel dengan temperatur dan curah hujan di Kota Batu sesunggunya tidak begitu kuat seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Korelasi antara

produktivitas dan produksi apel dengan temperatur bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sampai batas tertentu (hingga sekitar 22.2 o C) meningkatknya temperatur dapat meningkatkan produktivitas tanaman apel seperti ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6. Namun jika peningkatan temperatur terus berlanjut hingga di atas temperatur tersebut maka produksi tanaman apel akan levelling off (produktivitas tidak naik lagi) atau bahkan produksinya menjadi turun. Berdasarkan Gambar 6, temperatur optimum untuk produktivitas tanaman apel di Kota Batu adalah 22.2 o C. Sementara itu hubungan produktivitas dan produksi dengan curah hujan bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi curah hujan menyebabkan penurunan produktivitas tanaman apel di Kota Batu seperti ditunjukan pada Gambar 5 dan 7. Makin tinggi curah hujan menyebabkan bunga dan buah muda gugur serta hama dan penyakit tanaman apel berkembang pesat sehingga produksi apel menjadi berkurang. Berdasarkan model hubungan produktivitas apel dengan curah hujan dapat diidentifikasi bahwa curah hujan terbaik untuk produktivitas apel terbaik berada pada kisaran curah hujan 2200 hingga 2800 mm per tahun. Tabel 2. Korelasi Produktivitas dan Produksi Apel dengan Temperatur dan Curah Hujan Kota Batu Correlation Temperature Rainfall Production of Apple 0.579-0.239 Productivity of Apple 0.346-0.339

Gambar 5. Hubungan antara Produktivitas Apel dengan Temperatur dan Curah Hujan Kota Batu

Gambar 6. Hubungan antara Produktivitas Apel dengan Temperatur Kota Batu

Gambar 7. Hubungan antara Produktivitas Apel dengan Curah Hujan Kota Batu 4. Analisis Perubahan Iklim di Kota Batu Berdasarkan analisis data temperatur dan curah hujan dari 1981 hingga 2030 (Skenario SRA1B), wilayah Kota Batu akan mengalami perubahan iklim hingga tahun 2030 seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Demikian juga untuk hitergraf, wilayah Kota Batu akan mengalami perubahan hitergraf seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Secara umum temperatur akan sedikit mengalami peningkatan sementara itu curah hujan akan mengalami peningkatan. Rerata temperatur dan curah hujan masing-masing akan meingkat dari 21.8 o C menjadi 22.3 O C dan dari 2327 mm menjadi 2941 mm per tahun. Sementara itu untuk tipe iklim berdsarkan Klasifikasi Schmidth-Ferguson juga mengalami perubahan dari tipe iklim C (iklim sedang) menjadi tipe iklim A (iklim basah) Adanya perubahan iklim tersebut sampai batas tertentu akan mempengaruhi produksi pertanian termasuk produksi apel di Kota Batu.

Tabel 3. Perubahan Iklim di Kota Batu Indicator of Climate Climate 1999-2010 2011-2030 (SRA1B) Mean of Temperature ( o C) 21.8 22.3 Maximum Temperatue ( o C) 22.5 22.8 Minimum Temperatue ( o C) 20.8 21.2 Sum of Rainfall (mm) 2327 2941 Maximum Rainfall (mm) 325 393 Minimum Rainfall (mm) 10 68 Wet Mounth 7 10 Dry Mounth 4 0 Schnidth-Ferguson Classification C A Gambar 8. Perubahan Hitergraf Kota Batu 5. Isu Penurunan Produksi Apel di Kota Batu Pada awalnya perkebunan apel mengalami masa kejayaan pada 1980-an hingga 1996. Menurut catatan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu, total luas lahan perkebunan apel di Kota Batu pada 1980 mencapai 2.015 hektare, dengan jumlah produksi per tahun

sebesar 72 ribu ton yang bersumber dari 5,64 juta pohon apel.. Karena itulah, apel pun dijadikan maskot Kota Batu. Kecamatan Bumiaji menjadi sentra tanaman apel dibandingkan dua kecamatan lain di Kota Batu, yakni Junrejo dan Batu. Namun kemudian luas lahan apel dari tahun ke tahun terus menyusut. Data pada tahun 2009 menyebutkan bahwa luas lahan apel tinggal 600 hektare, dengan jumlah pohon apel sebanyak 2.506.546 yang hanya menghasilkan 24.625 ton per tahun. Dinas tersebut kemudian melakukan penelitian untuk mengetahui penyebab tak suburnya tanaman apel di Desa Bumiaji, Sidomulyo, dan Punten. Penelitian yang dilakukan pada 2009 itu menyimpulkan bahwa banyaknya kerusakan hutan di Kota Batu telah menyebabkan kenaikan temperatur, perubahan kelembaban udara yang kemudian berdampak pada penurunan produksi tanaman apel (Dinas Pertanian Kota Batu, 2010).. Data BMKG Karangploso mencatat, pada 1991, temperatur rata-rata mencapai 22,9-28,3 0 C, yang selanjutnya terus naik menjadi 22,96-28,6 0 C pada 1993. Pada 1994, temperatur turun menjadi 22,56-26 0 C, tapi kemudian naik drastis pada 1998 yang mencapai 23,8-27,3 0 C. Pada 2008, temperatur turun lagi hingga mencapai 22,97-28,6 0 C, namun naik kembali menjadi 23,6-27,5 0 pada 2009. Adapun kelembapan udara naik dari 16-27 persen pada 1999 menjadi 20-31 persen pada 2009. Di lain pihak, data produksi apel serta temperatur dan curah hujan selama 1999 hingga 2010 (Tabel 1) menunjukkan bahwa isu penurunan produksi apel sebagai akibat dari naiknya temperatur atau perubahan iklim tidak sepenuhnya betul. Berdasarkan pengamatan di lapangan penurunan produksi apel tersebut lebih disebabkan oleh faktorfaktor sebagai berikut : a. Adanya konversi lahan tanaman apel menjadi lahan tanaman lain (non apel). b. Tanaman apel yang masih ada sudah berumur tua sehingga kurang produktif lagi c. Budidaya apel menjadi kurang intensif lagi sehingga banyak tanaman apel tidak terpelihara lagi d. Petani apel tidak bersemangat lagi membudidayakan tanaman apel karena harga apel Batu yang semakin turun akibat kurang kompetitif terhadap banyaknya buah apel impor membanjiri pasar. 6. Potensi Produksi Apel Batu di Masa Datang Berdasarkan proyeksi iklim Kota Batu pada tahun 2030 (seperti ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 8), produksi apel di Kota Batu berpotensi dapat mengalami penurunan di masa mendatang akibat kenaikan temperatur dan peningkatan curah hujan di Kota Batu hingga tahun 2030. Kenaikan temperatur sehingga berada di atas temperatur optimum produksi apel dapat menyebabkan levelling off seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Sementara itu peningkatan curah hujan akan menyebabkan proses pembungaan apel terganggu dan buah apel muda akan rontok sehingga menurunkan produksi apel (Gambar 7). Di samping itu peningkatan curah hujan menyebabkan peningkatan kelembaban udara sehingga sangat berpotensi bagi berkembangnya hama dan penyakit yang mengancam produksi tanaman apel.

Namun demikian penurunan produksi apel Batu akibat perubahan temperatur dan curah hujan tersebut tidak akan tidak terlalu drastis dibanding penurunan produksi akibat faktor non-iklim seperti konversi lahan tanaman apel menjadi lahan usaha lain dan persaingannya dengan apel impor. 7. Strategi Adaptasi untuk Mengantisipasi Penurunan Produksi Apel Batu Penurunan produksi apel di kota Batu akibat berbagai faktor seperti dijelaskan di atas perlu dicegah sehingga ikon Bota Batu sebagai pusat Apel di Indonesia bisa dipertahankan. Ada beberapa strategi untuk mencegah terjadinya penurunan produksi apel Kota Batu yaitu : a. Merevitalisasi penggunaan lahan tanaman apel berdasarkan keseuaian tanaman apel dengan kondisi lingkungannya. b. Menanam bibit apel yang unggul yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim, terutama perubahan temperatur dan curah hujan. c. Mengintensifkan teknik budidaya apel yang berorientasi pada pertanian yang berkelanjutan. d. Meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan pestisida yang mengarah pada upaya konservasi lahan dan pertanian ramah lingkungan. e. Merehabilitasi penanaman apel dengan cara mengganti tanaman apel yang sudah tua oleh tanaman apel muda. f. Mencegah konversi lahan tanaman apel menjadi lahan tanaman non apel, bahkan lahan non-pertanian. g. Memberikan insentif bagi petani tanaman apel sehingga petani tetap bergairah menanan apel dan tidak beralih profesi menjadi petani non apel. Insentif tersebut dapat berupa bantuan promosi, bantuan teknis untuk mengurangi biaya produksi terutama pupuk, serta intervensi pasar untuk menaikkan harga jual. Daftar Pustaka 1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2009. Rancangan Bangun Pengembangan Agribisnis Apel di Kota Batu. Batu Malang. 2. BPS. 2010.. Kota Batu Dalam Angka Tahun 2010. Batu Malang 3. Dinas Pertanian Kota Batu. 2010. Laporan Statistik Pertanian Kota Batu. Tahun 2010. Batu Malang. 4. Dinas Pertanian Kota Batu. 2010. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kota Batu Tahun 2010. Batu Malang. 5. Soelarso, R.B. 1996. Budidaya Apel, Kanisius. Yogyakarta.