I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

19 Oktober Ema Umilia

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB 2 Perencanaan Kinerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

this file is downloaded from

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA KUNINGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam juga semakin besar, termasuk kekayaan alam yang ada dalam kawasan hutan lindung sekalipun. Pada sisi yang lain keberadaan kawasan baik kawasan hutan konservasi, hutan lindung, maupun hutan produksi harus tetap dipertahankan untuk menyediakan jasa lingkungan, perlindungan sistem penyangga kehidupan, estetika, berperan strategis sebagai sumber plasma nutfah, perlindungan keanekaragaman hayati dan segala ekosistemnya, menunjang pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan segala ekosistemnya. Dalam upaya mempertahankan kelestarian potensi kawasan HL. Wosi Rendani dan kawasan hutan lainnya, maka beberapa konsep pengelolaan yang selama ini diterapkan berupa pemberikan peringatan seperti penyuluhan, pengamanan dan patroli kawasan, evakuasi masyarakat dan segala aktivitasnya dari dalam kawasan hutan, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan hasil hutan dan penggunaan lahan hutan. Konsep ini masih belum tepat dan bersifat sepihak, karena pada dasarnya masyarakat di sekitar kawasan hutan selalu mengharapkan manfaat berupa jasa hutan dalam proses interaksi. Hal ini harus diakui bahwa, hutan merupakan suatu mata rantai dalam ekosistem yang merupakan fungsional dasar dalam ekologi, karena secara fungsional ekosistem, (Odum, 1998), berperan sebagai ; 1) sirkuitsirkuit/aliran energi, 2) rantai-rantai makanan, 3) Pola-pola keanekaragaman dalam ruang dan waktu, 4) daur- daur makanan (daur biogeokimia), 5) perkembangan dan 6) Pengendalian serta pertahanan dalam keseimbangannya (homeostatis ecosystem). 1

Keberhasilan pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani masih membutuhkan sebuah konsep yang sesuai dengan karakteristik masyarakat sekitar kawasan, kondisi sosial ekonominya dan adat istiadat (Hak Ulayat) serta budaya mereka sendiri. Masyarakat sekitar kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani sebagain besar dari pertanian dan perladangan yang berpindah-pindah, berburu dan meramu tetumbuhan (nabatah). Oleh kerenanya sebuah program hanya dapat berhasil apabila dapat menangani masalah-masalah sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya yang merupakan faktor penentu. Dengan kata lain gangguan terhadap kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani hanya akan berkurang bila kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sudah dapat terpenuhi dari hasil usaha di luar pemanfaatan hutan. Untuk itu diperlukan solusi yang tepat tanpa mengurangi akses masyarakat terhadap kawasan hutan, sebab masyarakat telah hidup dan berdiam di sekitar kawasan hutan tersebut jauh sebelum kawasan ini dijadikan sebagai kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani. Pemahaman terhadap kepentingan masyarakat secara sosial ekonomi perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan, sebab masyarakat berpotensi sebagai pendukung upaya kelestarian hutan sekaligus ancaman terhadap upaya pelestarian hutan. Daerah kawasan hutan (baik konservasi, lindung dan taman hutan raya) bila dipandang belum memberikan kontribusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya serta mendatangkan manfaat bagi masyarakat, maka masyarakat sekitar kawasanlah yang akan menjadi ancamannya. Sebaliknya jika kawasan pelestarian alam dianggap sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat pulalah yang menjadi pendukung dalam usaha pelestariannya. Oleh karenanya konsep pengelolaan dengan memanfaatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat sangat berarti dalam pengelolaan selanjutnya. 2

Kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR) merupakan salah satu kawasan lindung yang ) memiliki potensi kawasan strategis bagi pembangunan daerah, nasional bahkan internasional kedepan terutama perlindungan Bandara Udara Rendani Manokwari dari ancaman banjir, perlindungan tata air dan jasa lingkungan untuk pengembangan ilmu pengetahuan Budidaya Ikan Air Tawar pada Balai Benih Ikan DKP Kabupaten Manokwari. Potensi biofisik kawasan berupa keanekaragaman flora dan fauna indemik Papua, mengandung aneka tumbuhan yang berkhasiat obat tradisional (herba) dan keunikkan fisik kawasan, memiliki Air Terjun dan Goa Alam yang Unik, sebagai areal edukasi lingkungan, serta potensi pemanfaatan Jasa Lingkungan sebagai sumber air bersih dan aliran air bersih dalam mendukung penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manokwari masa depan sektor kehutanan, sekaligus mengukuhkan Manokwari sebagai Kota Tiga Pilar Obyek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) penting yaitu Wisata Sejarah di TWA Gunung Meja, Wisata Religi di Pulau Mansinam dan Wisata Air Terjun dan Goa Alam Unik di Kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani. Hutan Lindung Wosi Rendani merupakan aset sekaligus merupakan kebanggaan daerah yang bernilai estetika, ilmiah, ekologis, sosial-ekonomis dan politik serta pemgembangan budaya setempat yang harus dikelola dengan baik untuk kepentingan pembangunan daerah. Dilihat dari tujuan penetapan tersebut maka kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani diharapkan mampu memberikan peran dan sebagai sumber pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) jika dikelola secara baik dengan tidak mengesampingkan manfaat dan nilai lain yang utama (perlindungan sistem penyangga kehidupan dan sumber plasma-nutfah). Namun saat ini kerusakan atau degradasi akibat salah pemanfaatan lahan di kawasan ini akan berdampak negatif pada sistem ekologis kawasan, yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai ekosistem hutan, keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya 3

masyarakat. Keberadaan dan kelestarian kawsan Hutan Lindung Wosi Rendani menjadi semakin penting mengingat Propinsi Papua Barat mencanangkan pengembangan usaha kepariwisataan pada tahun-tahun mendatang. Hutan Lindung Wosi Rendani sangat rentan dan labil akan perubahan kawasan karena luasnya hanya 300,65 Ha, terletak pada posisi 134ᵒ02 05 sampai dengan 134ᵒ02 47 BT dan 00ᵒ00 52 sampai dengan 00ᵒ00 53 LS, dengan elevasi antara 16 sampai dengan 212 meter dari permukaan laut. Kondisi iklim mikro selama 20 tahun terakhir dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.312,95 mm atau rerata intensitas hujan harian sebesar 12,86 mm/hh, (Sinery dan Mahmud 2014). Daerah Manokwari yang menurut informasi dari BMG merupakan daerah rawan gempa dan tsuname karena letaknya berada pada daerah sesar lempeng Indo- Australia. Perubahan yang terjadi terhadap sumberdaya hutan akan berdampak luas pada semakin menipisnya luasan kawasan hutan, sumberdaya hutan dan jasa hutan lainnya seperti penyediaan tata air, perlindungan erosi tanah dan mempengaruhi kondisi iklim mikro serta kualitas udara bersih. Selama jangka pengelolaannya Hutan Lindung Wosi Rendani dijumpai beberapa permasalahan pokok yang merupakan potensi konflik sosial, konflik kepemilikan hak adat/hak ulayat serta konflik penetapan kawasan. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa penelitian sebelumnya bahwa masih dijumpai issue konflik dalam pengelolaan kawasan terdiri atas permasalahan kawasan seperti minimnya pemahaman masyarakat terhadap peranan hutan, akses dan nilai kemanfaatan, status kepastian hukum kawasan hutan dan kepemilikan kawasan hutan Lindung Wosi Rendani oleh masyarakat yang mengelilingi kawasan. Aksi-aksi ini diwujudkan dalam setiap aktivitas secara perlahan-lahan namun pasti akan semakin mengancam masa depan kelestarian Hutan Lindung Wosi Rendani. 4

1.2. Perumusan Masalah Indikator keberhasilan pengelolaan kawasan lindung Hutan Lindung Wosi Rendani terjadi pada beberapa kemungkinan antara lain ; pertama, dapat direalisasikannya tujuan pengelolaan kawasan dengan memaksimalkan manfaat kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani selaras dengan peningkatan kapasitas kelembagaan secara ekonomis yang dapat dirasakan oleh semua pihak (stakeholders) termasuk masyarakat sekitar kawasan sekaligus sebagai upaya menjaga kelestarian ekosistem pada masa datang, jika perencanaan dan implementasinya disusun secara holistik tepat sasaran, lebih cepat dan lebih baik. serta kedua Jika tidak memuaskan banyak pihak maka dapat menimbulkan dampak negatif pada kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani sendiri seperti (degradasi lahan, penurunan kualitas air, minat rekreasi dan satwa liar serta pengurasan segala sumberdaya hutan dan jasa lingkungan lain) yang berakibat pada menurunnya kualitas kelestarian ekosistemnya dan selanjutnya berdampak pada krisis sosial ekonomi masyarakat yang lebih besar lagi kalau perencanaannya sepihak, kurang tepat, lambat dan sangat buruk. Undang-undang Nomor : 41/1999 menekankan bahwa peruntukannya fungsi hutan ditetapkan menjadi 3 (tiga) yaitu : 1) Hutan Konservasi untuk fungsi konservasi, 2) Hutan Lindung untuk fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, dan 3) Hutan Produksi untuk fungsi produksi. Namun dari ketiga fungsi tersebut pada hakikatnya hutan dikelola dengan tujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan cara, (Marsono, 2000 dalam Marsono, 2004), antara lain ; 1) Memberikan jaminan keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; 2) Mengoptimalkan aneka fungsi (konservasi, Lindung dan produksi) dan mencapai manfaat lingkungan, sosial- 5

ekonomi, yang seimbang, serasi dan lestari; 3) Meningkatkan daya dukung lingkungan dan Daerah Aliran Sungai; 4) Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial-ekonomi dan pangan-sandang dan papan, lapangan kerja; dan 5) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan keberlanjutan. Dalam hal pengelolaan kawasan dalam era otonomi saat ini, masih terjadi permasalahan yang sering muncul dalam tatanan pemerintahan (baik pusat dan daerah maupun masyarakat setempat) terutama pembagian kewenangan (sharing of power) sehingga menjadi penyebab gagalnya atau kurang berhasilnya upaya pemberdayaan kepada masyarakat sekitar kawasan hutan yang masih ketergantungan pada sumber daya hutan. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta masih kurangnya perhatian pihak pengelola kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani terhadap karakteristik masyarakat di sekitar kawasan hutan akan semakin berdampak negatif terhadap kelestarian di masa datang. Salah satu indikator kegagalan pihak pengelola kawasan dalam program pembinaan yang selama ini diterapkan adalah masih kurang dipahaminya peranan hutan dalam menyediakan jasa untuk kehidupan semua manusia dan tetap tingginya intensitas masyarakat masuk dalam kawasan dengan pengambilan segala semberdaya hutan yang ada. Sebelum membuat program pemberdayaan masyarakat, terutama melalui usaha kepariwisataan alam misalnya maka terlebih dahulu dilakukan upaya pemahaman karakteristik masyarakat sekitar kawasan untuk mencari bentuk interaksi yang ideal bagi masyarakat dan bagi pengelolaan kawasan hutan lindung Wosi Rendani untuk menjamin terciptanya kondisi ideal dalam mewujudkan keberlanjutan fungsi kelestarian kawasan. 6

Dari beberapa uraian yang telah dimukakan di atas, maka secara umum permasalahan penelitian ini dapat mencoba dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi biofisik kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani dalam mendukung pembangunan daerah dalam era otonomi daerah? 2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani selama pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani? 3. Bagaimana peran fungsi, wewenang dan konflik kebijakan serta kepentingan instansi teknis terkait selama pengelolaan kawasan? 4. Bagaimana solusi, alternatif kebijakan pengembangan pengelolaan kawasan dan alternatif penyelesaian konflik yang multi pihak terhadap eksistensi kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani sebagai benteng terakhir perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya? 1.3. Tujuan Penelitian Salah satu tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui potensi biofisik kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani dalam mendukung pembangunan daerah dalam era otonomi daerah 2. Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat dan Bentuk bentuk Interaksi mereka dengan kawasan HLWR. 3. Mengetahui peran fungsi, konflik kewewenang dan kepentingan instansi teknis terkait selama pengelolaan kawasan 4. Mengetahui alternatif kebijakan pengembangan pengelolaan kawasan dan alternatif penyelesaian konflik yang multi pihak terhadap eksistensi kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani sebagai benteng terakhir perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 7

1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan upaya awal guna untuk mengatasi masalah-masalah terkait pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani. Dengan pendekatan Analytical Hierarchi Process (AHP) maka dapat merumuskan suatu kebijakan prioritas yang dipilih untuk pengembangan pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi pengelola Dinas Kehutanan sesuai kewenangannya dapat mengoptimalkan pemanfaatan potensi biofisik kawasan dengan keberpihakkan pada masyarakat dalam memberikan akses kemanfaatan sumber daya kawasan HLWR. 2. Bagi masyarakat sekitar adalah memberikan pola perubahan sikap dan perilaku sosial ekonomi serta motivasi untuk meningkatkan kesejahteraannya berdasarkan potensi sumber daya yang dimiliki, tanpa harus mengorbankan kawasan perlindungan. 3. Bagi Instansi Teknis Terkait agar selalu membangun koordinasi teknis secara baik guna memberikan kepastian pelayanan sesuai kewenangannya demi tertibnya pelayanan publik. 4. Memberikan solusi pembagian kewenangan untuk penyelesaian konflik kepentingan dan kewenangan antara instansi pengelola dengan instansi teknis terkait maupun masyarakat sekitar kawasan.. 8