PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN RPERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DAN ATAU PENGGANDAAN PETA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KOTA METRO. Tahun 2009 Nomor 04 PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 04 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

Peraturan...

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

Salinan NO : 1/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2003 NOMOR 08 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDIDIKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2009

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DAN PENGABUAN MAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL PENUMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

BUPATI MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 18 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 05 TAHUN 2014 T E N T A N G RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMBORAN AIR BAWAH TANAH DAN IZIN PEMAKAIAN AIR BAWAH TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN UMUM DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN MEMBUKA DAN MEMANFAATKAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa perizinan usaha jasa konstruksi merupakan salah satu upaya pembinaan dan pengendalian pemerintah daerah terhadap usaha jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh masyarakat; b. bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin usaha jasa konstruksi. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950); 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997, Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3832); 1

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3639); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-undang 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15 Dari Hal Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Jawa Timur/Tengah/Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara tanggal 14 Agustus 1950); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3955); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3957); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001, Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 10. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 369/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional; 11. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Tahun 1987, Nomor 6 Seri D). Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN, 2

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Izin usaha jasa konstruksi adalah izin yang diberikan oleh pemerintah daerah yang diperlukan bagi perusahaan jasa konstruksi untuk dapat melaksanakan kegiatan di bidang jasa konstruksi. b. Lembaga adalah organisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang bertujuan untuk mengembangkan jasa konstruksi nasional. c. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi/rencana pekerjaan konsultan, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. d. Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut bidang dan sub bidang pekerjaan atau penggolongan profesi ketrampilan dan keahlian kerja orang perorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan atau ketrampilan tertentu dan atau kefungsian dan atau keahlian masing-masing. e. Kualifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan kemampuan usaha, atau penggolongan profesi ketrampilan dan keahlian kerja orang perorangan di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan kemampuan profesi dan keahlian. f. Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan dalam penetapan klasifikasi dan kualifikasi atau kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi yang berbentuk orang perorangan atau badan usaha yang selanjutnya disebut sertifikat badan usaha (SBU). g. Retribusi Izin usaha jasa konstruksi yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan jasa perencanaan konstruksi, jasa pelaksanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi. 3

h. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan lainnya. i. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. j. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan retribusi. k. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. l. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke kas daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati. m. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. n. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi. BAB II USAHA JASA KONSTRUKSI Bagian Kesatu Jenis dan Bentuk Usaha Jasa Konstruksi Pasal 2 (1) Jenis usaha jasa konstruksi meliputi jasa perencanaan konstruksi, jasa pelaksanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi. 4

(2) Usaha jasa perencanaan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa konsultansi perencanaan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan atau tata lingkungan. (3) Usaha jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan atau tata lingkungan. (4) Usaha jasa pengawasan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan konstruksi yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan atau tata lingkungan. Pasal 3 (1) Bentuk usaha dalam kegiatan jasa konstruksi meliputi usaha orang perorangan dan badan usaha baik nasional maupun asing. (2) Badan usaha nasional dapat berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum. Bagian Kedua Klasifikasi dan Kualifikasi Usaha Pasal 4 (1) Usaha orang perorangan dan badan usaha jasa konstruksi wajib mendapatkan klasifikasi dan kualifikasi dari lembaga yang dinyatakan dengan sertifikat. (2) Klasifikasi usaha jasa konstruksi terdiri dari: a. klasifikasi usaha bersifat umum diberlakukan kepada badan usaha yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang pekerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, b. klasifikasi usaha bersifat spesialis diberlakukan kepada usaha orang perorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan satu sub bidang atau satu bagian sub bidang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, c. klasifikasi usaha orang perorangan yang berketrampilan kerja tertentu diberlakukan kepada usaha orang perorangan yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan suatu ketrampilan kerja tertentu. 5

(3) Kualifikasi usaha jasa konstruksi didasarkan pada tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, dan dapat digolongkan dalam: a. kualifikasi usaha besar, b. kualifikasi usaha menengah, c. kualifikasi usaha kecil termasuk usaha orang perorangan. BAB III PERIZINAN Bagian Kesatu Izin Usaha Jasa Konstruksi Pasal 5 Setiap orang perorangan atau badan usaha baik nasional maupun asing yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi wajib memiliki Izin usaha jasa konstruksi. Pasal 6 Izin usaha jasa konstruksi berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali. Pasal 7 Izin usaha jasa konstruksi berlaku untuk melaksanakan kegiatan usaha jasa konstruksi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Bagian Kedua Perubahan Izin Usaha Jasa Konstruksi Pasal 8 (1) Pemilik izin usaha jasa konstruksi dapat melakukan perubahan. (2) Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi perubahan nama perusahaan, bentuk usaha, alamat kantor, nama pemilik usaha, dan nama penanggung jawab. (3) Segala perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan secara tertulis kepada Bupati. 6

Pasal 9 Akibat dari dilakukannya perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan izin usaha jasa konstruksi perubahan. Bagian Ketiga Penggantian Izin Usaha Jasa Konstruksi Pasal 10 Apabila surat izin usaha jasa konstruksi mengalami kerusakan atau hilang maka pemegang izin wajib melaporkan dan mengajukan permohonan penggantian secara tertulis kepada Bupati. Bagian Keempat Kewajiban Pemilik Izin Usaha Jasa Konstruksi Pasal 11 (1) Pemilik izin usaha jasa konstruksi wajib memberikan laporan kegiatan tahunan perusahaan kepada Bupati. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pelaporan ditetapkan oleh Bupati. Bagian Kelima Pembinaan Pasal 12 Pemerintah daerah menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi dalam rangka pelaksanaan tugas otonomi daerah dengan cara: a. melaksanakan kebijakan pembinaan jasa konstruksi, b. menyebarluaskan peraturan perundang-undangan jasa konstruksi, c. melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenangannya untuk terpenuhinya tertib pemanfaatan dan penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi. Pasal 13 Pembinaan jasa konstruksi dilakukan untuk menumbuhkan pemahaman akan peran strategis jasa konstruksi dalam pembangunan nasional, kesadaran akan hak dan kewajibannya masing-masing guna meningkatkan kemampuan dalam mewujudkan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi. 7

Bagian Keenam Sanksi Administrasi Perizinan Pasal 14 Penyedia jasa konstruksi dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha jasa konstruksi. Pasal 15 (1) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan apabila: a. pemegang izin usaha jasa konstruksi melanggar ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. b. tidak menyampaikan laporan tepat pada waktunya. c. menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. (2) Pencabutan izin usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturutturut dengan tenggang waktu masing-masing 14 (empat belas) hari kerja. (3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin usaha jasa konstruksi untuk jangka waktu satu bulan. (4) Jika pembekuan izin usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) habis jangka waktunya dan tidak ada perbaikan, maka izin usaha jasa konstruksi dicabut. Pasal 16 Izin usaha jasa konstruksi dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan izin, apabila perusahaan yang bersangkutan: a. melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara, b. memperoleh izin usaha jasa konstruksi dengan cara tidak sah, c. sertipikat dicabut oleh lembaga. 8

Bagian Ketujuh Sistem dan Prosedur Pengajuan Izin Pasal 17 (1) Permohonan izin usaha jasa konstruksi diajukan secara tertulis kepada Bupati. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang sistem, mekanisme, prosedur dan persyaratan pengajuan izin ditetapkan oleh Bupati. BAB IV KETENTUAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Nama, Obyek, dan Subyek Retribusi Pasal 18 Dengan nama retribusi izin usaha jasa konstruksi dipungut retribusi bagi setiap orang atau badan yang menyediakan usaha jasa konstruksi. Pasal 19 Obyek retribusi adalah setiap pelayanan yang diberikan atas pemberian izin usaha jasa konstruksi. Pasal 20 Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh dan melakukan usaha pelayanan jasa konstruksi. Pasal 21 Wajib retribusi adalah orang atau badan yang memperoleh izin usaha jasa konstruksi. Bagian Kedua Golongan Retribusi Pasal 22 Retribusi izin usaha jasa konstruksi termasuk golongan retribusi perizinan tertentu. 9

Bagian Ketiga Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 23 Tingkat penggunaan jasa izin usaha jasa konstruksi diukur berdasarkan jenis dan kualifikasi usaha jasa konstruksi. Bagian Keempat Prinsip dan Komponen Biaya dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 24 (1) Prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin usaha jasa konstruksi dengan memperhitungkan komponen biaya retribusi. (2) Komponen biaya retribusi meliputi: a. biaya pendaftaran b. biaya penelitian, c. biaya pengawasan dan pengendalian, d. biaya pembinaan. Bagian Kelima Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 25 (1) Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis dan kualifikasi usaha jasa konstruksi. (2) Tarif retribusi sebagai berikut: a. Tarif untuk permohonan baru dan perpanjangan izin usaha jasa konstruksi: 1. jasa perencanaan konstruksi: a) golongan kecil : Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), b) golongan menengah : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), c) golongan besar : Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). 10

2. jasa pelaksanaan konstruksi: a) golongan kecil dua (K 2 ) : Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), b) golongan kecil satu (K 1 ) : Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), c) golongan menengah : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), d) golongan besar : Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). 3. jasa pengawasan konstruksi: a) golongan kecil : Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), b) golongan menengah : Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah), c) golongan besar : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). b. Tarif untuk izin usaha jasa konstruksi perubahan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari besaran tarif sebagaimana tersebut pada huruf a, c. Tarif penggantian surat izin usaha jasa konstruksi yang hilang atau rusak sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per surat izin usaha jasa konstruksi, d. Tarif untuk permohonan izin yang terlambat sebesar 2x (dua kali) jumlah retribusi yang harus dibayar. Pasal 26 Penyesuaian komponen dan tarif retribusi sebagaimana diatur dalam ayat (2) Pasal 25 dan Pasal 26 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati dengan persetujuan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Bagian Keenam Wilayah Pemungutan Pasal 27 Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah. Bagian Ketujuh Penetapan Retribusi dan Tata Cara Pemungutan 11

Pasal 28 (1) Penetapan retribusi berdasarkan SPTRD dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan. (2) Dalam hal SPTRD tidak dipenuhi oleh wajib retribusi sebagaimana mestinya, maka diterbitkan SKRD secara jabatan. (3) Bentuk dan isi SKRD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. Pasal 29 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRD Tambahan. Pasal 30 Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Bagian Kedelapan Sanksi Administrasi Retribusi Pasal 31 Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. Bagian Kesembilan Tata Cara Penagihan Retribusi Pasal 32 (1) Pengeluaran surat teguran atau surat lainnya yang sejenis sebagai awal penagihan retribusi dikeluarkan setelah habis masa jatuh tempo pembayaran, jangka waktu surat teguran adalah 7 hari sejak diterimanya surat teguran oleh wajib retribusi. 12

(2) Pengeluaran surat peringatan atau surat lain yang sejenis setelah masa jatuh tempo surat teguran berakhir, jangka waktu jatuh tempo surat peringatan adalah 7 hari sejak diterima oleh wajib retribusi. (3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surta peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (4) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (5) Bentuk-bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan keputusan Bupati. Bagian Kesepuluh Tata Cara Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi Pasal 33 (1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Bagian Kesebelas Kedaluwarsa Penagihan Pasal 34 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila: a. diterbitkan surat teguran; dan atau b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. 13

Bagian Kedua belas Tata Cara Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang Kedaluwarsa Pasal 35 (1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melaksanakan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan (2) Penghapusan piutang yang kedaluwarsa dapat dilaksanakan setelah diadakan pemeriksaan oleh Pejabat. (3) Keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa ditetapkan oleh Bupati. Bagian Ketiga belas Tata Cara Pemeriksaan Retribusi Pasal 36 (1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan retribusi. (2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek retribusi yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. BAB V KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 37 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum acara pidana yang berlaku. 14

(2) Wewenang penyidik atas pelanggaran di bidang retribusi daerah adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf c; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat polisi negara sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana yang berlaku. BAB VI KETENTUAN PIDANA 15

Pasal 38 (1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya 4 (empat) kali retribusi terutang. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Pasal 39 (1) Setiap orang dan atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. BAB VII PELAKSANAAN Pasal 40 Pelaksanaan peraturan daerah ini dilakukan oleh instansi teknis yang ditetapkan oleh Bupati. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41 Izin usaha jasa konstruksi yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan masih berlaku selama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini berlaku. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 42 Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 43 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 16

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sleman. Ditetapkan di Sleman. Pada tanggal 22 Agustus 2002 BUPATI SLEMAN, Cap/ttd IBNU SUBIYANTO Disetujui dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sleman: Nomor : 5/K.DPRD/2002 Tanggal : 22 Agustus 2002 Tentang : Persetujuan Penetapan 7 (tujuh) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman tentang: 1. Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, 2. Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame, 3. Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 11 Tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan, 4. Pajak Parkir, 5. Retribusi Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas, 6. Tarif dan Tatalaksana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah bagi Peserta PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia dan Anggota Keluarganya, 7. Izin Usaha Jasa Konstruksi, dan Penundaan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman tentang Retribusi Obyek dan Daya Tarik Wisata. Diundangkan di Sleman. Pada tanggal 19 September 2002 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SLEMAN, Cap/ttd SUTRISNO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2002 NOMOR 1 SERI C 17

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI I. UMUM Keberadaan dan posisi usaha di bidang jasa konstruksi yang sangat strategis merupakan sebuah asset dalam pelaksanaan pengembangan dan pembangunan, khususnya di bidang pembangunan fisik. Keberadaan usaha jasa konstruksi selain mendukung berbagai bidang pembangunan juga mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Guna memberikan kepastian hukum atas pembebanan retribusi bagi pemberian izin yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah serta pengaturan mengenai kewajiban adanya izin usaha jasa konstruksi, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin usaha jasa konstruksi. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Yang dimaksud dengan: a. Jasa perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. b. Jasa pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. 18

c. Jasa pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi. Ayat (2) Yang dimaksud dengan: a. bidang pekerjaan arsitektural mencakup antara lain pengolahan bentuk dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi. b. bidang pekerjaan sipil mencakup antara lain pembangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan, reklamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan. c. bidang pekerjaan mekanikal mencakup antara lain pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak dan gas. d. bidang pekerjaan elektrikal mencakup antara lain pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya. e. bidang pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain pekerjaan pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya. Ayat (3) Ayat (4) Pasal 3 Ayat (1) Ayat (2) Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Pasal 6 19

Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Yang dimaksud dengan retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas 20

tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 21

Pasal 41 Yang dimaksud dengan pelaksanaan peraturan daerah ini adalah segala kegiatan yang meliputi sosialisasi, penyuluhan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini. Pasal 42 Pasal 43 ************************** 22