KENAIKAN HARGA GULA DAN PENGELOLAAN STOK PUPUK NASIONAL Kamis, 03 September 2009 Memasuki bulan Ramadhan, harga kebutuhan kembali merambat naik. Perilaku konsumen, struktur oligopoli dan kurang lancarnya distribusi membuat kenaikan itu sulit ditahan. Permintaan masyarakat akan bahan pokok meningkat 10%-20%, sehingga wajar harga jualnya juga naik 5%-20%. Apalagi menjelang Lebaran adalah fenomena khas Indonesia, dapat dipatiskan akan terus terjadi kenaikan permintaan. Adanya peningkatan pendapatan dari pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) cenderung membuat masyarakat menjadi tidak rasional. Demi Lebaran, apa pun mereka beli, berapa pun harganya. Sebagaimana harga kebutuhan pada umumnya, harga kebutuhan pokok juga cenderung naik pada awal bulan puasa ini. Pergerakan harga komoditi seperti: beras, tepung terigu, gula pasir, minyak goreng, dan kedelai yang dipantau dan  dilaporkan Departemen Perdagangan dapat dilihat pada tabel berikut: Pada seminggu terakhir kenaikan harga terjadi hampir pada seluruh komoditi pokok yang diamati, yaitu beras sebesar Rp. 4,- (0,08%), tepung terigu sebesar Rp. 16,- (0,21%), gula pasir lokal sebesar Rp. 623,- (6,66%), minyak goreng kemasan sebesar Rp. 33,- (0,39%), minyak goreng curah sebesar Rp 54,- (0,59%) dan kedelai impor sebesar Rp. 23,- (0,29%). Sedangkan penurunan harga hanya terjadi pada komoditi kedelai lokal sebesar Rp. 59,- (0,68%). Dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Juli 2009, maka komoditi pokok beras,â tepung terigu, gula pasir lokal,â minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah mengalami kenaikan harga pada 31 Agustus 2009. Penurunan harga terjadi pada kedelai impor dan kedelai lokal. Jika dibandingkan dengan harga
rata-rata bulan Juni 2009, maka komoditi pokok beras, tepung terigu dan gula pasir lokal mengalami kenaikan harga pada 31 Agustus 2009. Penurunan harga terjadi pada komoditi minyak goreng kemasan, minyak goreng curah, kedelai impor dan kedelai lokal. Pergerakan harga komoditi tersebut juga dapat digambarkan melalui grafik berikut: Sekretariat Negara Republik Indonesia
Kenaikan Harga Gula Kenaikan harga gula pasir yang terus terjadi selama sebulan terakhir dipicu oleh meningkatnya kebutuhan pasar. Hal ini tidak terlepas dari tingginya permintaan dari kalangan industri makanan dan minuman yang sebelumnya menggunakan gula rafinasi. Penyerapan gula dalam negeri pun meningkat dari biasanya sebesar 250.000 ton per bulan menjadi 390.000 ton pada bulan Juli. Sementara hingga pertengahan Agustus (dalam dua pekan saja), penyerapan gula dalam negeri bahkan telah mencapai 260.000 ton. Jika pada dua pekan terakhir bulan Agustus diasumsikan tingkat penyerapannya sama dengan dua pekan pertama, maka total penyerapan pada bulan Agustus akan mendapai 520.000 ton. Artinya kebutuhan gula meningkat 108% dari kebutuhan biasanya. Oleh karena itu, operasi pasar perlu dilakukan secara menyeluruh untuk mengimbangi permintaan yang meningkat. Namun operasi pasar tersebut perlu dipantau dengan ketat agar tidak salah sasaran. Jangan sampai pedagang besar yang diuntungkan oleh operasi pasar tersebut. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan stok gula pasir di pasaran menjadi penyebab terus menanjaknya harga bahan pokok tersebut. Pada bulan Ramadhan ini, kebutuhan rumah tangga dan industri kecil terhadap gula pasir umumnya naik dua kali lipat, sedangkan stok gula di pasaran tak berubah. Kenaikan harga gula yang disebabkan oleh terbatasnya pasokan selalu terulang tiap tahun, khususnya pada saat Ramadhan dan menjelang Lebaran. Tetapi sampai saat ini kelihatannya belum ditemukan cara yang ampuh untuk mengatasinya.
Para pedagang berharap pemerintah segera menggelar operasi pasar agar stok gula meningkat dan harga normal kembali. Di pihak lain, sebagian masyarakat menyarankan agar operasi pasar tersebut tidak digelar di pasar, melainkan langsung menuju ke rumah tangga. Hal ini sangat penting untuk menghindari pembelian oleh pedagang-pedagang besar. Selain itu, pemerintah diminta pula untuk mengawasi dan memperketat rantai perdagangan gula dari penyalur pertama sampai ke pengecer supaya tidak terjadi rembesan ke industri makanan-minuman. Sebagaimana diketahui bahwa pada titik distribusi, perusahaan hanya berperan (bertanggungjawab) sampai di titik penjualan di gudang kepada penyalur pertama. Untuk sampai ke konsumen akhir, produsen gula tidak mengawasinya, dan inilah yang perlu diawasi secara ketat oleh pemerintah (instansi berwenang). Kenaikan harga gula yang terjadi pada saat ini dinilai oleh sebagian kalangan merupakan peluang untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri sehingga nantinya tidak lagi bergantung pada impor. Saat ini dianggap waktu yang paling tepat bagi industri gula dalam negeri, khususnya milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memperbaiki pabrik gula (revitalisasi pabrik) dan bagi petani untuk memperluas areal tanam tebu. Kenaikan harga gula di pasar internasional telah membuat pihak industri gula rafinasi sulit untuk mengimpor produk tersebut, dan ini merupakan kesempatan untuk mendorong pabrik gula rafinasi menyerap gula tebu dari pabrik guna (PG) dalam negeri. Pengelolaan Stok Pupuk Nasional Stok pupuk nasional tahun ini mencapai satu juta ton, telah melebihi kapasitas idealnya yang cuma 300 ribu ton. Menumpuknya stok pupuk nasional ini tentu tidak menguntungkan produsen pupuk, apalagi mereka harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang terus melonjak, termasuk penyediaan gedung tambahan untuk penyimpanan. Sehubungan dengan hal tersebut, produsen pupuk telah mengajukan permohonan kepada Pemerintah untuk diizinkan mengekspor pupuk, guna mengurangi kerugian perusahaan yang terus berproduksi meski stok telah berlebih. Apalagi pada saat ini harga pupuk di pasar internasional lebih kompetitif dibanding harga di dalam negeri. Namun, sampai saat ini Departemen Pertanian belum memberikan rekomendasi untuk ekspor pupuk karena perlu memastikan terlebih dahulu terjaminnya stok dalam negeri, setidaknya hingga musim tanam usai pada akhir 2009, serta tersedianya cadanganâ pupuk untuk antisipasi kemungkinan gangguan musim oleh El Nino. Keluhan petani mengenai kelangkaan pupuk yang kerap terjadi di dalam negeri, kini tidak terdengar lagi. Saat ini, PT Pupuk Kaltim (PKT) memiliki stok pupuk sebanyak 600 ribu ton. Sebanyak 400 ribu ton stok pupuk lainnya tersebar di PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) dan PT Petrokimia Gresik. Ketua Umum Asosiasi
Niaga Pupuk Indonesia (ANPI), Johan Unggul, berpendapat bahwa menumpuknya stok pupuk nasional disebabkan tiga faktor. Pertama, dampak krisis yang membuat rendahnya penyerapan pupuk. Kedua, ada faktor siklus musim tanam yang bergeser. Ketiga, pasokan gas untuk pabrik pupuk sekarang ini sudah lebih lancar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, PT Pusri telah mendapat kepastian pasokan gas hingga lima tahun ke depan. Kelebihan stok pupuk tersebut ingin diekspor oleh produsen. Produsen pupuk akan mendapat banyak untung jika melakukan ekspor selama stok dalam negeri melimpah. Banderol pupuk urea di pasar dunia saat ini sudah sekitar US$ 278 per metrik ton, sedangkan harga pasaran di dalam negeri masih sekitar US$ 265 per metrik ton. Namun demikian, pemerintah belum memberikan lampu hijau untuk melakukan ekspor. Sementara itu, Departemen Pertanian meminta kepada produsen untuk memenuhi cadangan pupuk nasional sebanyak 500 ribu ton, di luar kebutuhan petani kita selama dua bulan (saat musim tanam tiba). Jika produsen tidak bisa menjaga cadangan pupuk, maka produsen harus menanggung biaya impor pupuk untuk kebutuhan dalam negeri. Â ( Ibnu Purna / Hamidi / Elis )