DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Prosedur. Kartu Tanda Anggota.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

2016, No Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SELAYAR. dan BUPATI SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA. No.10, 2007 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. KEPEGAWAIAN. PPNS. Pengangkatan. Mutasi. Pemberhentian. Pencabutan.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KABUPATEN CILACAP

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 04 TAHUN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA

Transkripsi:

www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai penyidik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat dan belum dapat sepenuhnya berperan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya; b. bahwa dalam rangka meningkatkan peran penyidik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, perlu dilakukan tertib administrasi, pendataan, dan syarat rekrutmen bagi penyidik terutama pejabat penyidik pegawai negeri sipil; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 5 diubah dan setelah angka 5 ditambah 1 (satu) angka, yakni angka 6 sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

2. Rumah Tahanan Negara yang selanjutnya disebut RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 3. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang selanjutnya disebut RUPBASAN adalah tempat benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. 4. Benda sitaan adalah benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. 5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hokum dan hak asasi manusia. 6. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut pejabat PPNS adalah pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, baik yang berada di pusat maupun daerah yang diberi wewenang khusus oleh undangundang. 2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 Penyidik adalah: a. pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan b. pejabat pegawai negeri sipil. 3. Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 2A, Pasal 2B dan Pasal 2C yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 2A (1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, calon harus memenuhi persyaratan: a. berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara; b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun; c. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal; d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. (3) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 2B Dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada Inspektur Dua Polisi yang berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk dapat menunjuk Inspektur Dua Polisi lain sebagai penyidik. Pasal 2C Dalam hal pada suatu sektor kepolisian tidak ada penyidik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (1), Kepala Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Inspektur Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik. 4. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3 (1) Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi; b. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal; c. bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun; d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi. (2) Penyidik pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. (3) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 5. Di antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan 10 (sepuluh) pasal, yakni Pasal 3A sampai dengan Pasal 3J yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 3A (1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat PPNS, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. masa kerja sebagai pegawai negeri sipil paling singkat 2 (dua) tahun; b. berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a; c. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang setara; d. bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum; e. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pada rumah sakit pemerintah; f. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan pegawai negeri sipil paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan g. mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f diajukan kepada Menteri oleh pimpinan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pegawai negeri sipil yang bersangkutan. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bekerja sama dengan instansi terkait. Pasal 3B (1) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f terpenuhi, Menteri memberitahukan nama calon kepada pimpinan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pegawai negeri sipil yang bersangkutan. (2) Pimpinan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pegawai negeri sipil yang bersangkutan mengajukan nama calon yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan. Pasal 3C (1) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1), calon pejabat PPNS harus mendapat pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia. (2) Pertimbangan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diberikan masingmasing dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan pertimbangan diajukan.

(3) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia dianggap menyetujui. Pasal 3D (1) Calon pejabat PPNS yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) dan Pasal 3C, diangkat oleh Menteri atas usul dari pimpinan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pegawai negeri sipil tersebut. (2) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Pasal 3E (1) Sebelum menjalankan jabatannya, calon pejabat PPNS wajib dilantik dan mengucapkan sumpah atau menyatakan janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2) Lafal sumpah atau janji pejabat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: Demi Allah, saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya, untuk diangkat menjadi pejabat penyidik pegawai negeri sipil, akan setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah; Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat pejabat penyidik pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya". Pasal 3F (1) Pegawai negeri sipil yang telah diangkat menjadi pejabat PPNS diberi kartu tanda pengenal. (2) Kartu tanda pengenal pejabat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Menteri. (3) Kartu tanda pengenal pejabat PPNS merupakan keabsahan wewenang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pasal 3G (1) Dalam hal terjadi perubahan struktur organisasi, mutasi pejabat PPNS baik antar unit di dalam kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian maupun antarkementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang dasar hukum kewenangannya berbeda, pimpinan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pejabat PPNS yang bersangkutan wajib melaporkan perubahan tersebut kepada Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal keputusan tentang perubahan struktur atau mutasi ditetapkan. (2) Selain kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pejabat PPNS yang bersangkutan dapat mengajukan usul pengangkatan kembali pejabat PPNS dimaksud kepada Menteri.

Pasal 3H Menteri dapat melakukan kerja sama dengan pimpinan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pejabat PPNS dalam rangka pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang pejabat PPNS yang bersangkutan. Pasal 3I (1) Pejabat PPNS diberhentikan dari jabatannya karena: a. diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil; b. tidak lagi bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum; atau c. atas permintaan sendiri secara tertulis. (2) Pemberhentian pejabat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh pimpinan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pejabat PPNS kepada Menteri disertai dengan alasannya. (3) Menteri mengeluarkan surat keputusan pemberhentian pejabat PPNS dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat pengusulan pemberhentian. Pasal 3J Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan, pemberhentian, mutasi, dan pengambilan sumpah atau janji pejabat PPNS, dan bentuk, ukuran, warna, format, serta penerbitan kartu tanda pengenal diatur dengan Peraturan Menteri. 6. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 37A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 37A Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (1) huruf a, wajib menyesuaikan dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. b. pejabat PPNS yang telah diangkat sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku tetap menjalankan tugas sampai masa tugasnya selesai. c. pegawai negeri sipil yang sedang dalam proses pengangkatan menjadi pejabat PPNS tetapi belum selesai, proses pengangkatan tersebut diselesaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. d. kartu tanda pengenal yang sudah ada sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan wajib diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. 7. Di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 39A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 39A Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2B dan Pasal 2C berlaku untuk waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Juli 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PATRIALIS AKBAR Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Juli 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 90

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA I. UMUM Penyidik mempunyai peranan penting dan merupakan ujung tombak dalam proses penegakan hukum pidana. Kinerja penyidik berpengaruh besar dalam proses penanganan perkara pidana. Dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 ayat (1) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa ada dua pejabat yang berkedudukan sebagai penyidik, yaitu pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Pengaturan lebih lanjut mengenai penyidik sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) namun dalam perkembangannya sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum dapat sepenuhnya berperan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Oleh karenanya, perlu mengubah ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut, khususnya yang mengatur mengenai penyidik terutama pejabat penyidik pegawai negeri sipil (pejabat PPNS). Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dilakukan dengan tujuan agar dapat meningkatkan kinerja dan profesionalitas penyidik dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya, yaitu salah satunya dengan meningkatkan persyaratan untuk dapat diangkat menjadi penyidik seperti pendidikan paling rendah, pangkat/golongan, dan bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum. Adapun substansi lain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain mengenai proses pengangkatan, pengambilan sumpah atau janji, kartu tanda pengenal, mutasi, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas, dan pemberhentian pejabat PPNS. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Pasal 1 Pasal 2 Pasal 2A Pasal 2B Pasal 2C Pasal 3 Pasal 3A Ayat (1) Ayat (2)

Ayat (3) Yang dimaksud dengan bekerja sama dengan instansi terkait antara lain dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kejaksaan Republik Indonesia, terutama dalam penyusunan kurikulum pendidikan. Pasal 3B Pasal 3C Pasal 3D Pasal 3E Ayat (1) Yang dimaksud dengan pejabat yang ditunjuk adalah Kepala Kantor Wilayah untuk pejabat PPNS yang akan dilantik di daerah. Ayat (2) Pasal 3F Pasal 3G Pasal 3H Pasal 3I Ayat (1) Huruf a Alasan diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil antara lain karena meninggal dunia, telah mencapai usia pensiun, melanggar disiplin kepegawaian atau terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Huruf b Huruf c Ayat (2) Ayat (3) Pasal 3J Pasal 37A Pasal 39A Pasal II TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5145