PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI ADALAH ASAS UNIVERSAL

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Bab XXV : Perbuatan Curang

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

Bab XII : Pemalsuan Surat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG KERTAS DI KOTA JAMBI. Oleh : Osriansyah Chairijah Iman Hidayat ABSTRAK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

Dr. AGUNG IRIANTORO,SH.,MH. Edisi Revisi, Jakarta:Pradnya Paramita, 1996.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILA N NEGERI MEDAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENGEDARAN MATA UANG PALSU

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

Transkripsi:

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penegakkan hukum dalam tindak pidana pemalsuan mata uang dollar. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu 1) Ketentuan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang diatur dalam Bab X buku II KUHP, Pasal 244, 245, 246, 247, 249, 250, 250 dan Pasal 251. Selain diatur di dalam KUHP, ketentuan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang juga diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yakni Bab VII mengenai larangan dari Pasal 23-Pasal 27 dan Bab X tentang ketentuan pidananya yaitu Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 34-Pasal 37. Dalam hal ini maka diperlukan Undangundang tersendiri yang khusus mengatur mengenai pemalsuan terhadap uang dollar dan pengedarannya, sehingga penegakan hukum terhadap kejahatan uang palsu dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, diharapkan dalam Undang-Undang tentang Mata Uang kelak, perlu dicantumkan ancaman pidana dan denda minimal agar tujuan pemidanaan lebih efektif yaitu untuk menimbulkan efek jera dapat dicapai. Pemerintah harus lebih serius untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan pemalsuan uang dan meningkatkan kinerja dari para penegak hukum di Indonesia. Para penegak hukum harus lebih menjunjung tinggi profesionalitas dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah di Indonesia. Kata Kunci : Tindak Pidana, Pemalsuan, Uang Dollar A. Latar Belakang Kejahatan terhadap mata uang, dalam sejarah peradaban manusia dianggap sebagai kejahatan yang sangat merugikan kepentingan negara. Oleh karena itu negara dilindungi dari hal-hal tersebut, sehingga dicantumkan dalam asas perlindungan yang di dalam KUHPidana tercantum dalam Pasal 4. Dalam Pasal 4 KUHPidana, yang berbunyi: (1) Ketentuan pidana dalam peraturan perundangundangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia sedangkan dalam ayat (2) Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 1

dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Negara Republik Indonesia terhadap setiap orang di luar Indonesia yang melakukan kejahatan terhadap mata uang RI. Dalam teori hukum pidana, ketentuan di atas disebut sebagai asas perlindungan. Asas perlindungan mengandung arti bahwa setiap negara dianggap mempunyai wewenang untuk memutuskan tindakan mana yang membahayakan keamanannya atau keuangannya. 1 Menurut Wirjono Prodjodikoro pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa ijin yang bersangkutan (illegal)/melanggar hak cipta orang lain. 2 Simons, merumuskan strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas 1 Starke, J. G., 2001., Pengantar Hukum Internasional 2., Edisi Kesepuluh. Jakarta. Sinar Grafika.hal 131 2 Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung : Refika. Aditama, 2003. Hal 34 tindakannya yang dinyatakan sebagai dapat dihukum. 3 Kejahatan pemalsuan mata uang yang berkaitan dengan judul diatas adalah kejahatan pemalsuan mata uang sebagaimana diatur dalam Pasal 245 KUHP. Pasal 245 KUHP berbunyi Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. Perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang palsu telah terwujud. Perihal mengedarkan atau menyuruh mengedarkan adalah berupa apa yang dituju oleh maksud pelaku, berupa unsur subjektif. Selesainya kejahatan ditentukan oleh perbuatan 3 Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, hal. 40 Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 3

meniru atau memalsu, bukan pada telah terjadinya perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan. Uang palsu yang telah diedarkan tidak termasuk kejahatan Pasal 244 KUHP tetapi masuk dalam kejahatan Pasal 245 KUHP. Dalam rumusan Pasal 245 tersebut di atas, menurut adami chazawi ada 4 (empat) bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu, yaitu: 4 1. Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, uang palsu mana ditiru atau dipalsu olehnya sendiri. 2. Melarang orang yang waktu menerima mata uang atau uang kertas Negara atau uang kertas bank diketahuinya sebagai palsu, dengan sengaja mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu. 3. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu, yang mana uang palsu itu ditiru atau dipalsu oleh dirinya 4 Ibid hal 42 sendiri dengan maksud untuk mengedakan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu. 4. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang pada waktu diterimanya diketahuinya sebagai uang palsu, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seperti uang asli dan tidak dipalsu. Unsur kesengajaan kini berarti bahwa si pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Ia juga tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung dengan barangbarang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli (Wirjono; 2003:25). Tindak pidana pemalsuan uang merupakan delik formil yaitu delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu tindakan yang terlarang. Dalam delik formil hubungan kausal mungkin juga diperlukan tetapi berbeda Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 4

dengan yang diperlukan dalam delik materiil. Dalam delik materiil, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam perundang-undangan tetapi apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dengan demikian dikatakan bahwa delik materiil tidak dirumuskan secara jelas, lain dengan formil yang dilarang dengan tegas adalah perbuatannya. Delik materiil perumusannnya dititikbertkan kepada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini dikatakan selesai apabila akibat yang tidak dikendaki itu telah terjadi. Dalam delik formil yaitu apabila perbuatan dan akibatnya terpisah menurut waktu, jadi timbulnya akibat yang tertentu itu baru kemudian terjadi. Pengaturan ancaman terhadap tindak pidana pemalsuan uang secara spesifik diatur dalam KUHP pada Pasal 244 dan Pasal 245. Pasal 244 KUHP Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. Pasal 245 KUHP Barangsiapa dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang pada waktu diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian, dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. Perbedaan kedua pasal tersebut adalah hanya perbedaan unsur saja, jika pada Pasal 245 mengancam pelaku yang dengan sengaja mengedarkan atau menyimpan uang palsu. Sedangkan pada Pasal 244 dijelaskan terhadap ancaman pidana terhadap orang yang dengan sengaja meniru atau membuat uang palsu. Khusus untuk kejahatan Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 5

pemalsuan mata uang, yang beberapa waktu terakhir sering terjadi, sangat merisaukan, baik Bank Indonesia sebagai otorisator, maupun masyarakat sebagai penerima uang palsu. Direktur Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia (BI), sebetulnya pasal itu tidak bisa menjangkau kasus pemalsuan valuta asing termasuk dollar AS. Pasal tersebut hanya bisa untuk menjerat kasus pemalsuan rupiah. Kondisi ini mengakibatkan Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia. Kepolisian juga secara teknis akan mengalami kesulitan. Sebab, untuk mengatasi pemalsuan dollar AS, polisi harus memiliki specimen atau uang contoh dollar AS. Masalah lain yang juga muncul adalah siapakan yang nanti berwenang menentukan keaslian uang dollar AS. Bank Indonesia dalam hal ini jelas tidak punya kewenangan untuk mengatakan, apakah uang dollar AS itu palsu atau tidak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik perumusan masalahnya yaitu : Bagaimana penegakkan hukum dalam tindak pidana pemalsuan mata uang dollar? C. Batasan Masalah Untuk memperjelas serta memberi arah yang tepat dalam pembahasan ini dan berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi permasalahan pada penegakkan hukum dalam tindak pidana pemalsuan mata uang dollar. D. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penegakkan hukum dalam tindak pidana pemalsuan mata uang dollar. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan wacana ilmu pengetahuan, khususnya dibidang penegakkan hukum dalam tindak pidana pemalsuan mata uang dollar. F. Tinjauan Pustaka Tindak Pidana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana istilah tindak pidana menggunakan perkataan stafbaar feit Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 6

tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan strafbaar feit tersebut. Perkataan feit sendiri dalam bahasa Belanda berarti sebagian dan kenyataan atau een gedeelte van de werkelijkheid, sedang strafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, karena yang dapat dihukum sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. 5 Pemalsuan Mata Uang Kejahatan peniruan dan pemalsuan mata uang dan uang kertas, yang disingkat dengan pemalsuan uang adalah berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum atas kepercayaan terhadap uang sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagai alat pembayaran, kepercayaan terhadap uang harus dijamin. G. Hasil dan Pembahasan Pemidanaan terhadap kejahatan pemalsuan mata uang sebagaimana terjadi 5 P.A.F Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti,. 1997. Hal. 46 di antara para ahli hukum pidanapun, diskusi mengenai pemidanaan masih terus berlangsung. Sebagian berpandangan bahwa pemidanaan adalah sebuah persoalan yang murni hukum (purely legal matter). 6 J. D. Mabbot, misalnya, memandang seseorang penjahat sebagai seseorang yang telah melanggar hukum bukan orang jahat. Seorang yang tidak bersalah adalah seseorang yang belum melanggar suatu hukum, meskipun ia bisa jadi merupakan orang jahat dan telah melanggar hukum-hukum lain. Mabbot memandang, pemidanaan merupakan akibat wajar yang disebabkan bukan dari hukum, tetapi dari pelanggaran hukum. Artinya, jahat atau tidak jahat, bila seseorang telah bersalah melanggar hukum maka orang itu harus dipidana. 7 Beberapa di antara para ahli hukum pidana menyadari betul persoalan pemidanaan bukanlah sekedar masalah tentang proses sederhana memidana seseorang denganmenjebloskannya kepenjara. Refleksi yang paling kecil saja, dengan mudah menunjukkan bahwa memidana sesungguhnya mencakup pola 6 Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 15 7 Ibid Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 7

pencabutan (peniadaan), termasuk proses pengadilan itu sendiri. Oleh karenaitu, kesepakatan tentang apa pemidanaan itu merupakan hal yang Penting sebelum menempatkan perintah (putusan) keberbagai aplikasi paksaan publik pada individu, Misalnyaatas nama kesehatan, pendidikan, ataupun kesejahteraan umum. 8 Dalam sistem hukum pidana Indonesia kejahatan terhadap mata uang dan uang kertas adalah berupa kejahatan berat. Setidak-tidaknya ada 2 (dua) alasan yang mendukung pernyataan itu, yakni: 9 a) Ancaman pidana maksimum pada kejahatan ini rata-rata berat. Ada 7 Bentuk rumusan kejahatan mata uang dan uang kertas dalam Bab X buku II KUHP, duadiantaranya diancam dengan pidana penjara maksimum 15 tahun (Pasal 244 danpasal 245), duadengan pidana penjara maksimum 12 tahun (Pasal 246 danpasal 247), satu dengan pidana penjara maksimum 6 tahun (Pasal 250). Selebihnya, diancam dengan pidana penjara maksimum 1 (satu) tahun (Pasal 250bis) dan maksimum pidana penjara 4 8 Teguh Prasetyodan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal.73-74 9 Adami Chazawi, op.cit, hal. 21-22. bulan dua minggu (Pasal 249) dan b) Untuk kejahatan mengenai mata uang dan uang kertas berlaku asas universaliteit, artinyahukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang yang Melakukan kejahatan ini di luar wilayah Indonesia di manapun (Pasal 4 sub 2 KUHP). Kejahatan-kejahatan yang oleh Undangundang ditentukan berlaku asas universaliteit bukan saja berhubungan terhadap kepentingan hukum masyarakat Indonesia dan kepentingan hukum negara Republik Indonesia, Tetapi juga bagi kepentingan hukum masyarakat internasional. Sebagai contoh hukum pidana Indonesia dapat digunakan untuk menghukum seorang warga negara asing yang memalsukan uang negaranya yang kemudian melarikan diri ke Indonesia, di mana negara tersebut tidak mempunyai perjanjian mengenai ekstradisi dengan Indonesia. Selain diatur di dalam KUHP, ketentuan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang jugadiatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yakni Bab VII mengenai larangan dari Pasal 23-Pasal 27. Perumusan tindak pidana terhadap pemalsuan mata uang dalam KUHP diatur dalam Pasal 244 dan Pasal 252 KUHP. Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 8

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal-Pasal tersebut,jenis-jenis tindak pidana terhadap mata uang terdiri dari: 1) Perbuatan memalsukan mata uang; 2) Perbuatan mengedarkan mata uang palsu; 3) Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang palsu; 4) Perbuatan merusak mata uang berupa perbuatan mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk mengedarkan; 5) Mengedarkan mata uang yang dirusak; 6) Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang dikurangi nilainya; 7) Perbuatan mengedarkan matauang palsu atau dirusak; 8) Membuat atau mempunyai persediaan bahan untuk pemalsuan uang; 9) Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia kepingkeping atau lembaran-lembaran perak tanpa izin. Pengaturan sanksi pidana terhadap jenis-jenis tindak pidana tersebut dirumuskan dalam 2 bentuk perumusan, yaitu perumusan sanksi secara tunggal (hanya satu jenis pidana saja, yaitu pidana penjara) dan secara alternatif, yaitu pidana penjara atau denda. Jenis sanksi pidana yang diancamkan selain pidana penjara dan denda juga ada sanksi perampasan uang palsu atau dirusak atau bahan-bahan yang digunakan untuk memalsukan uang dan pencabutan hak-hak terdakwa. Perumusan sanksi pidana secara tunggal diancamkan kepada pelaku pemalsuan dan perusakan mata uang (butir 1-6), sedangkan sanksi pidana alternatif diancamkan kepada pelaku yang mengedarkan dan menyimpan atau memasukkan bahan-bahan untuk pemalsuan mata uang (butir 7-9). Mengingat pengaturan tindak pidana terhadap mata uang mempunyai fungsi perlindungan terhadap kepentingan publik dalam hal ini kepentingan ekonomi masyarakat dan Negara, maka disamping pidana penjara, penjatuhan pidana denda kepada pelaku tindak pidana mata uang sangat penting sebagai kompensasi dari kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut. Sanksi pidana penjara dalam KUHP menganut sanksi penjara minimum umum dan maksimum umum, yaitu minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun. Ketentuan hukum pidana terhadap tindak Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 9

pidana pemalsuan uang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yaknibab X tentang ketentuan pidananya yaitu Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 34-Pasal 37. H. Penutup Kesimpulan yang dapat diambil yaitu: 1) Ketentuan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang diatur dalam Bab X buku II KUHP, Pasal 244, 245, 246, 247, 249, 250, 250 dan Pasal 251. Selain diatur di dalam KUHP, ketentuan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yakni Bab VII mengenai larangan dari Pasal 23-Pasal 27 dan Bab X tentang ketentuan pidananya yaitu Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 34-Pasal 37dan 2) Pertanggungjawaban pidana terhadap jenis-jenis tindak pidana tersebut dirumuskan dalam 2 bentuk perumusan, yaitu perumusan sanksi secara tunggal dan secara alternatif. Dalam hal ini maka diperlukan Undang-undang tersendiri yang khusus mengatur mengenai pemalsuan terhadap uang kertas rupiah dan pengedarannya yang dapat mengancam perekonomian Negara kita ini, sehingga penegakan hukum terhadap kejahatan uang palsu dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, diharapkan dalam Undang- Undang tentang Mata Uang kelak, perlu dicantumkan ancaman pidana dan denda minimal agar tujuan pemidanaan lebih efektif yaitu untuk menimbulkan efek jera dapat dicapai. Pemerintah harus lebih serius untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan pemalsuan uang dan meningkatkan kinerja dari para penegak hukum di Indonesia. Para penegak hukum harus lebih menjunjung tinggi profesionalitas dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah di Indonesia. I. DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, 2001, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. P.A.F Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung : Refika. Aditama. Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 10

Starke, J. G., 2001., Pengantar Hukum Internasional 2., Edisi Kesepuluh. Jakarta : Sinar Grafika. Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2005, Politik Hukum Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 11