PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1965 TENTANG DEWAN PERMUSYAWARATAN PEGAWAI. Presiden Republik Indonesia,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI GABUNGAN PERUSAHAAN SEJENIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1952 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN-KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 237 TAHUN 1961 TENTANG SUSUNAN, WEWENANG DAN TUGAS KEWAJIBAN DEWAN PENEMPATAN SARJANA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perlu menetapkan kembali ketentuan-ketentuan mengenai susunan dan tugas kewajiban Dewan Urusan Pegawai;

PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1965 (7/1965) 24 MEI 1965 (JAKARTA) Sumber: LN 1965/42; TLN NO.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1962 TENTANG PEMBENTUKAN GABUNGAN PERUSAHAAN SEJENIS BANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1957 TENTANG PANITIA NEGARA PERIMBANGAN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG TATA KERJA DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DAN SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN

Menetapkan : TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KECAMATAN DI LINGKUNGAN KABUPATEN SUBANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1952 TENTANG PERATURAN DEWAN KEHORMATAN MILITER. Presiden Republik Indonesia,

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1961 (4/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA)

WALIKOTA TASIKMALAYA,

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 34 TAHUN 2004 TENTANG

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN JABATAN DAN KEPANGKATAN KABUPATEN KAYONG UTARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1962 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI APARATUR PEMERINTAHAN NEGARA PADA TINGKAT TERTINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1963 TENTANG TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1965 TENTANG DEWAN TENAGA ATOM DAN BADAN TENAGA ATOM NASIONAL

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1954 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (Penetapan Presiden Nomor 12 Tahun 1963 Tanggal 24 Desember 1963) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1965 TENTANG DEWAN TENAGA ATOM DAN BADAN TENAGA ATOM NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1960 TENTANG PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 36 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PENERBANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : Pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 111 TAHUN 2000 (111/2000) TENTANG SEKRETARIAT KABINET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 26 TAHUN 1960 (26/1960) 2 JUNI 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/69 SUMPAH DOKTER

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1984 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) HUSADA BHAKTI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH WIRA USAHA WOLIO SEMERBAK KOTA BAUBAU

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN BADAN PIMPINAN UMUM TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1963 Tanggal 17 April 1963

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1965 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN POS DAN GIRO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERPRES 37/1964, PEMBENTUKAN LEMBAGA PERTAHANAN NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) PEMBENTUKAN LEMBAGA PERTAHANAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1966 TENTANG OTORITAS JALAN RAYA JAGORAWI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Pasal 6 Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI D ================================================================

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1964 TENTANG DEWAN PRODUKSI NASIONAL UNTUK BAHAN MAKANAN DAN BAHAN BAKAR EKSPOR PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 34 TAHUN 2000 (34/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan tentang kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua dan anggota M.P.R.S.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN KEHUTANAN NEGARA KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 80 TAHUN 1958 (80/1958) TENTANG DEWAN PERANCANG NASIONAL *) Presiden Republik Indonesia,

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 84/MPP/Kep/2/2003

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 (13/1994) TENTANG ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PERIKANAN NEGARA MALUKU. Presiden Republik Indonesia,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1965 TENTANG DEWAN PERMUSYAWARATAN PEGAWAI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan urusan kepegawaian berdasarkan Undang-undang Pokok Kepegawaian (Undang-undang No. 18 tahun 1961, Lembaran-Negara tahun 1961 No. 263), perlu dibentuk Dewan Permusyawaratan Pegawai yang mempunyai tugas membina kepentingan pegawai; b. bahwa dalam melaksanakan Undang-undang tersebut diperlukan pertimbangan konstruktif dari Dewan Permusyawaratan Pegawai yang mempunyai tugas memecahkan masalah-masalah yang menyangkut kepentingan-kepentingan pegawai negeri; Mengingat: 1. 2. pasal 5 ayat 2 Undang-undang Dasar; pasal 22 dan pasal 23 Undang-undang No. 18 tahun 1961 (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 263); Mendengar: Presidium Kabinet; Memutuskan: Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang Dewan Permusyawaratan Pegawai BAB I. TENTANG KEDUDUKAN DAN SUSUNAN. Pasal 1. (1) Untuk membina kepentingan pegawai negeri, maka di Jakarta dibentuk Dewan Permusyawaratan Pegawai yang berkedudukan langsung dibawah Menteri yang diserahi Urusan Pegawai dan terdiri atas anggota-anggota ahli yang mewakili Pemerintah dan anggota-anggota yang mewakili organisasi atau gabungan organisasi pegawai negeri. (2) Anggota-anggota Dewan Permusyawaratan Pegawai diangkat untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Sesudah habis waktu itu anggotaanggotanya dapat diangkat kembali. Pasal 2. (1) Anggota-anggota ahli yang mewakili Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai. Anggota-anggota yang mewakili organisasi/gabungan organisasi pegawai negeri diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai berdasarkan usul dari organisasi atau gabungan-organisasi yang bersangkutan.

(2) Kepala Kantor Urusan Pegawai diangkat sebagai Ketua merangkap anggota Dewan Permusyawaratan Pegawai, sedangkan Wakil Ketua diangkat dari golongan anggota-anggota yang mewakili organisasi/gabungan-organisasi pegawai negeri. (3) Sebagai Sekretaris Dewan Permusyawaratan Pegawai, yang tidak berkedudukan sebagai anggota, oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai diangkat seorang pejabat yang mempunyai cukup pengalaman dalam urusan kepegawaian Negara. Kepadanya dapat ditempatkan pembantu Sekretaris sebanyak- banyaknya tiga orang. Pasal 3. (1) Pejabat-pejabat ahli yang diangkat sebagai anggota dan mewakili Pemerintah didalam Dewan Permusyawaratan Pegawai terdiri atas: a. sekurang-kurangnya 2 (dua) dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang pejabat tinggi (perwira) dari Staf Angkatan Bersenjata yang berpengetahuan luas dalam personalia militer, personalia polisi dan personalia sivil, yang bekerja dalam lapangan Angkatan Bersenjata; b. seorang pejabat tinggi dari Kompartimen Keuangan yang berpengetahuan luas dalam soal-soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan tata-usaha berhubungan dengan kepegawaian; keuangan yang c. seorang pejabat tinggi dari Kompartimen Pendidikan dan Kebudayaan yang berpengetahuan luas mengenai soal personalia dan penggajian dalam hubungan dengan bidang pendidikan; d. seorang pejabat tinggi dari Departemen Dalam Negeri yang berpengetahuan luas dalam personalia daerah-daerah otonom; e. seorang pejabat tinggi dari Departemen Perburuhan yang berpengetahuan luas dalam soal-soal perburuhan; f. seorang pejabat tinggi dari Departemen Sosial yang berpengetahuan luas dalam soal-soal kesejahteraan umum; g. seorang pejabat tinggi dari Departemen Kesehatan yang berpengetahuan luas dalam soal-soal kedokteran sosial; h. seorang pejabat tinggi dari Sekretariat Badan Pusat Koordinasi Perusahaan-perusahaan Negara yang berpengetahuan luas dalam personalia perusahaan negara; i. seorang pejabat tinggi yang berpengetahuan luas dalam bidang latihan jabatan; j. seorang pejabat tinggi yang berpengetahuan luas mengenai soal kepegawaian dan penggajian dalam hubungan bidang teknik; k. dua orang pejabat tinggi, masing-masing ahli dalam: 1. soal-soal penggajian negeri, dan dan kepangkatan pegawai 2. soal-soal kepegawaian pada umumnya, termasuk hal pertanggungan sosial bagi pegawai negeri (pensiun dan sebagainya); dan selanjutnya pejabat-pejabat tinggi lainnya yang berhubung dengan keahliannya dipandang perlu duduk sebagai anggota dalam Dewan

itu oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai. (2). Anggota-anggota tersebut pada ayat (1) pasal ini pada penunaian tugasnya wajib memegang teguh kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan pada peninjauan persoalan-persoalan senantiasa mempertimbangkan kepentingan-kepentingan dinas/negara terhadap kepentingan-kepentingan lain. Pasal 4. (1) Pemerintah atas usul Menteri yang diserahi Urusan Pegawai menetapkan organisasi/gabungan-organisasi mana harus diwakili dalam Dewan Permusyawaratan Pegawai. (2) Organisasi/gabungan-organisasi pegawai negeri yang telah mempunyai wakil dalam Dewan Permusyawaratan Pegawai berhak mengusulkan penggantian wakilnya. Usul ini disampaikan secara tertulis kepada Menteri yang diserahi Urusan Pegawai untuk diputuskan. BAB II. TENTANG TUGAS DAN KEKUASAAN. Pasal 5. (1)Dewan Permusyawaratan Pegawai mempunyai tugas-tugas: a.memecahkan masalah-masalah yang menyangkut kepentingankepentingan pegawai negeri pada umumnya; b.atas permintaan memberikan pertimbangan kepada Pemerintah atau Menteri yang diserahi Urusan Pegawai tentang rencanarencana peraturan kepegawaian atau soal-soal lain yang menyangkut kepentingan pegawai negeri pada umumnya. (2)Dalam hubungan dengan tugas tersebut pada ayat (1) pasal ini, maka Dewan Permusyawaratan Pegawai berwenang mengajukan usul kepada Menteri yang diserahi Urusan Pegawai dan pula dapat menghubungi setiap instansi Pemerintah untuk minta keterangan-keterangan tentang soal-soal kepegawaian atau untuk mengumpulkan bahan-bahan mengenai masalah kepegawaian. (3)Pertimbangan atau usul dari Dewan Permusyawaratan Pegawai yang diajukan kepada Menteri yang diserahi Urusan Pegawai didasarkan atas kebulatan pendapat dalam musyawarah. (4)Apabila timbul selisih pendapat yang tidak dapat diatasi, maka persoalan itu diajukan kepada Menteri yang diserahi Urusan Pegawai untuk mendapat penyelesaian. BAB III. TENTANG RAPAT DAN RISALAH. Pasal 6. (1)Pembicaraan tentang persoalan-persoalan dilakukan secara musyawarah dalam sidang paripurna, sidang seksi atau sidang regu kerja atas dasar sifat gotong-royong dengan saling harga-menghargai menuju kepada tercapainya kebulatan pendapat. (2)Ketua atau dalam hal Ketua berhalangan, Wakil Ketua memimpin

rapat-rapat Dewan Permusyawaratan Pegawai dan menentukan tanggal dan acara rapat. Rapat Dewan diadakan setiap kali dipandang perlu oleh Ketua atau Wakil Ketua. Undangan untuk rapat disertai dengan acara rapat dan bahan-bahan yang akan dibicarakan. (3)Untuk dapat mengadakan musyawarah yang sah rapat harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya separoh dari jumlah anggota ditambah satu anggota. (4)Ketua dapat mengundang pejabat atau orang lain yang bukan anggota untuk menghadiri rapat Dewan Permusyawaratan Pegawai untuk memberikan penjelasan/keterangan mengenai soal yang dibicarakan. (5)Tentang pembicaraan dalam suatu rapat dibuatkan risalah yang setelah disetujui oleh anggota-anggota yang menghadiri rapat yang bersangkutan ditetapkan oleh Ketua, dan kemudian disampaikan kepada para anggota. Risalah mengenai pembicaraan suatu persoalan, tentang mana diajukan pertimbangan atau usul kepada Pemerintah/Menteri yang diserahi Urusan Pegawai, jika dikehendaki dapat turut dikirim sebagai lampiran dari pertimbangan/usul itu. Pasal 7. (1)Ketua dapat menentukan supaya hal yang dibicarakan dirahasiakan oleh para anggota untuk waktu yang ditentukan. (2)Mereka yang ternyata melalaikan kewajiban menyimpan rahasia sebagai termaksud pada ayat (1) dapat dilarang oleh Ketua untuk bekerja lebih lanjut dalam Dewan Permusyawaratan Pegawai, hal mana: diberitahukannya segera kepada Menteri yang diserahi Urusan Pegawai untuk mendapat keputusan lebih lanjut. BAB IV. TENTANG KEPUTUSAN PEMERINTAH. Pasal 8. Setiap keputusan yang diambil oleh Pemerintah/Menteri yang diserahi Urusan Pegawai terhadap pertimbangan/usul dari Dewan Permusyawaratan Pegawai diberitahukan kepada tertulis, disertai dengan alasan-alasan yang Dewan menjadi secara dasar keputusan ini. BAB V. TENTANG TUNJANGAN, BIAYA PERJALANAN DAN BIAYA-BIAYA LAIN. Pasal 9. (1)Kepada Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota Dewan Permusyawaratan Pegawai dapat diberikan tunjangan bulanan yang tetap. Selain tunjangan tersebut kepada Ketua dan Wakil Ketua dapat diberikan semacam tunjangan jabatan. (2)Kepada Pembantu Sekretaris yang menjalankan pekerjaan dalam Dewan Permusyawaratan Pegawai disamping tugas pekerjaan

jabatan pada Badan Pemerintah dimana ia bekerja, dapat diberikan tunjangan bulanan tetap untuk pekerjaan rangkap. (3)Tunjangan-tunjangan termaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini ditetapkan oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai dengan memindahkan peraturan-peraturan yang berlaku dalam hal ini. Pasal 10. (1)Untuk keperluan pekerjaan Dewan Permusyawaratan Pegawai oleh Ketua, Wakil Ketua atau anggota, Sekretaris, Pembantu Sekretaris atau petugas lainnya dapat dilakukan perjalanan dinas atau dasar Peraturan Perjalanan Dinas Dalam Negeri yang berlaku. Surat perintah jalan ditanda-tangani oleh Ketua atau, jika ia berhalangan, oleh Wakil Ketua, dan harus diketahui oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai atau seorang pejabat yang dikuasakan olehnya untuk itu. (2)Kepada Ketua, Wakil Ketua, Anggota, Sekretaris dan Pembantu Sekretaris dapat diberikan penggantian ongkos jalan setiap kali ada sidang, yang jumlahnya ditetapkan oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai, dengan mengindahkan peraturanperaturan yang berlaku dalam hal ini. Pasal 11. (1)Selain untuk pengeluaran-pengeluaran tersebut dalam pasal 9 dan pasal 10, untuk Dewan Permusyawaratan Pegawai disediakan lagi dana-kerja guna: a.biaya pembelian alat tulis-menulis, meterai-pos, tilpon, tilgram, pengiriman barang-barang dan keperluan tatausaha lain; b.biaya mengetik dan stensil; c.biaya pembelian sekedar hidangan pada waktu sidang; dan d.biaya pengeluaran satu kali untuk pembelian inventaris dan persediaan ruangan-kerja permanen. (2)Pengeluaran-pengeluaran untuk Dewan Permusyawaratan Pegawai dibebankan pada Anggaran Belanja Menteri yang diserahi Urusan Pegawai. BAB VI. HAL-HAL YANG MASIH PERLU DIATUR. Pasal 12. Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam peraturan ini ditetapkan oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai. BAB VII. PENUTUP. Pasal 13. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan.

pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Pebruari 1965 Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Pebruari 1965. Presiden Republik Indonesia, SUKARNO. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH No. 13 TAHUN 1965 tentang DEWAN PERMUSYAWARATAN PEGAWAI UMUM Pada penyelenggaraan urusan kepegawaian Negara diusahakan supaya sedapat mungkin ada keseimbangan antara kepentingankepentingan Negara dan kepentingan-kepentingan dari para pegawai Negeri. Untuk tujuan itu, maka disamping badan-badan Pemerintah yang melaksanakan urusan kepegawaian perlu pula ada suatu badan khusus yang berkewajiban membina kepentingan-kepentingan para pegawai Negeri pada umumnya. Adapun untuk Korps pegawai Negeri Republik Indonesia hal tersebut telah ditentukan dalam pasal 23 Undang-undang Pokok Kepegawaian (Undang-undang No. 18 tahun 1961. Lembaran-Negara tahun 1961 No. 263). Menurut ketentuan pada ayat (2) dari pasal tersebut badan termaksud diadakan dipusat pemerintahan Negara dalam bentuk Dewan Permusyawaratan Pegawai, yang anggotaanggotanya terdiri atas pejabat-pejabat ahli yang mewakili Pemerintah dan wakil-wakil dari Organisasi/gabungan-gabungan pegawai Negeri. Dengan adanya Dewan tersebut, maka untuk selanjutnya segala keinginan dan tuntutan dari para pegawai dapat disalurkan dengan cara yang teratur kedalam Dewan itu, dimana kepentingankepentingan umum mereka ditinjau dan dipertimbangkan bersama dalam hubungan yang luas dan dengan memperhatikan batas-batas kemungkinan yang ada. Dengan kedudukan dan susunan dari pada Dewan Permusyawaratan Pegawai sebagai ditentukan itu, dapat diharapkan bahwa hasilhasil pekerjaannya akan merupakan kristalisasi dari pada penelitian persoalan-persoalan dari segala segi, dimana baik kepentingan umum para pegawai Negeri maupun kepentingan dinas/negara diperhitungkan secukupnya. Dalam hubungan ini perlulah soal perwakilan organisasi-

organisasi pegawai Negeri didalam Dewan Permusyawaratan pegawai diatur sedemikian rupa, sehingga kepentingan-kepentingan dari setiap Serikat Sekerja atau Serikat Buruh Pegawai Negeri akan cukup terjamin didalamnya, namun tidaklah dimaksudkan bahwa tiaptiap organisasi pegawai harus diwakili didalam Dewan itu oleh seorang anggota. Jaminan akan kepentingan mereka sebagai termaksud diatas ini dapat pula terlaksana melalui dari gabunganorganisasi dimana Serikat Sekerja atau Serikat Buruh itu tergabung ataupun melalui keanggotaan suatu organisasi tersendiri lain yang sama sifatnya dan meliputi golongan pegawai yang mempunyai kepentingan yang sama pula. Selanjutnya, anggota-anggota ahli yang mewakili Pemerintah pada peninjauan persoalan-persoalan harus sanggup memperhitungkan segala kepentingan dinas/negara yang tersangkut pada persoalanpersoalan itu disamping kepentingan pegawai Kedua kepentingan itu. berhubung dengan kedudukan mereka, wajib dipertimbangkannya atau terhadap yang lain. Maka dari itu sebagai anggota yang mewakili Pemerintah didalam Dewan Permusyawaratan Pegawai pertama-tama perlu diangkat pejabat-pejabat yang telah mempunyai pengetahuan luas dan cukup berpengalaman dalam materi kepegawaian, dan selanjutnya perlu diangkat pejabat-pejabat ahli dibidang lain tetapi lapangan pekerjaan mereka juga mempunyai hubungan dengan masalah kepegawaian Negara. Perlu ditegaskan lagi, bahwa walaupun kepada Dewan Permusyawaratan Pegawai diberikan wewenang untuk meninjau dan mengajukan usul tentang soal-soal kepegawaian yang tidak dimintakan kepadanya oleh Pemerintah/Menteri yang diserahi Urusan Pegawai, akan tetapi tidaklah dimaksudkan bahwa Dewan itu akan turut pula mengurus persoalan-persoalan kepegawaian yang mengenai kepentingan pribadi dari seorang pegawai yang misalnya telah merasa dirugikan. Hal demikian tergolong soal-soal bandingan yang diselesaikan oleh Dewan Peradilan Kepegawaian yang akan diatur tersendiri dengan suatu Undang-undang. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 dan 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat 1 : Untuk pekerjaan Dewan Permusyawaratan Pegawai perlu diketahui soal-soal praktek penyelenggaraan administrasi kepegawaian yang mengenai masing-masing golongan pegawai negeri. Karenanya perlu duduk dalam Dewan itu Pejabat-pejabat yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman luas dalam administrasi kepegawaian dari golongan pegawai Angkatan Bersenjata, Kepolisian Negara, daerah-daerah swatantra, perusahaan-perusahaan Negara dan pegawai-pegawai sipil. Pejabat-pejabat ahli dari Kompartimen-kompartimen Keuangan dan Pendidikan/Kebudayaan, Departemen-departemen Dalam Negeri, Perburuhan, Kesehatan dan Sosial diperlukan karena bidang pekerjaan dari Departemen-departemen tersebut mempunyai hubungan

dengan administrasi kepegawaian Negara. Ayat 2 : Menuju kepada terdapatnya jaminan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan dinas/negara dan kepentingankepentingan pegawai dalam hasil-hasil kerja dari Dewan. Pasal 4 Ketentuan pada ayat (2) merupakan kelanjutan dari pada hubungan antara organisasi/gabungan organisasi pegawai yang bersangkutan dengan wakilnya dalam Dewan. Pasal 5 Cukup jelas. Periksa selanjutnya kalimat terakhir penjelasan umum. Cukup jelas. Mengetahui: Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN Pasal 6 s/d 13 -------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1965 YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber:LN 1965/20; TLN NO. 2731