PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ANGKUTAN BARANG PADA JEMBATAN TIMBANG

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006 1

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KOTA BATU

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346); 3. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembara

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 75 TAHUN : 2007 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ANGKUTAN BARANG ATAU ALAT BERAT YANG MELEBIHI KELAS JALAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI JASA DIBIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TRANSPORTASI DARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1991 TENTANG TERMINAL KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

LEMBARAN DAERAH. c. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a dan b perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap.

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

Transkripsi:

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GEBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas angkutan jalan yang aman tertib dan mengurangi penyebab kerusakan jalan dan keselamatan lalu lintas angkutan jalan (pengguna jalan) perlu pengawasan dan penertiban terhadap mobil barang; b. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kewenangan mengoperasikan unit penimbangan kendaraan bermotor; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Kelebihan Muatan Angkutan Barang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955, Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya Undang- Undang Nomor 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 8. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 Nomor 7); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA dan GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Kelebihan Muatan adalah jumlah berat muatan mobil barang yang diangkut melebihi daya angkut yang diijinkan yang tertera dalam kartu uji dan tanda uji. 2. Jumlah Berat yang Diijinkan yang selanjutnya disingkat JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diijinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui. 3. Mobil Barang adalah Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk angkutan barang. 4. Unit Penimbangan adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan bermotor yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta muatannya. 5. Muatan Sumbu Terberat yang selanjutnya disingkat MST adalah jumlah tekanan roda pada suatu sumbu kendaraan yang menekan jalan. 6. Kartu Uji adalah bukti lulus uji berkala yang memuat keterangan tentang identifikasi kendaraan bermotor, identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil uji, dan masa berlaku hasil uji. 7. Tanda Uji adalah tanda yang memuat keterangan tentang identifikasi kendaraan bermotor dan masa berlaku hasil uji. 2

8. Daerah adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 9. Dinas adalah dinas yang bertugas di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 2 (1) Pengawasan dan Penertiban muatan angkutan barang dimaksudkan untuk melindungi keselamatan pengemudi, pemakai jalan lain, muatan yang diangkut, dan mobil angkutan barang dengan mengutamakan asas kepentingan umum, dan kesadaran hukum dalam berlalu lintas. (2) Pengawasan dan penertiban kelebihan muatan angkutan barang bertujuan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, kenyamanan berlalulintas serta menjaga kondisi jalan dari kerusakan yang disebabkan oleh pengangkutan barang yang melebihi muatan. BAB II TERTIB OPERASIONAL ANGKUTAN BARANG Pasal 3 (1) Pengoperasian mobil barang di jalan wajib memenuhi persyaratan teknis dan ambang batas laik jalan. (2) Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang atau kendaraan khusus sesuai peruntukannya. (3) Pengoperasian mobil barang di jalan wajib sesuai dengan kelas jalan dan jaringan lintas yang ditetapkan. BAB lii PENIMBANGAN Pasal 4 Setiap orang dalam mengoperasikan mobil barang yang mengangkut barang wajib melakukan penimbangan pada unit penimbangan yang telah ditentukan. Pasal 5 (1) Penimbangan mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan oleh Dinas. (2) Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara menimbang langsung berat kendaraan beserta muatannya atau dapat dilakukan pada masing-masing sumbu. (3) Perhitungan berat muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan dengan JBI yang tertera dalam kartu uji dan tanda uji atau penjumlahan hasil penimbangan masing-masing sumbu dengan JBI yang tertera dalam kartu uji dan tanda uji. (4) Setiap Mobil barang yang sudah ditimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mendapat tanda bukti hasil penimbangan. (5) Tanda Bukti Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan pada unit penimbangan pertama, dan hanya untuk satu kali perjalanan di daerah. 3

(6) Satu kali perjalanan di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas : a. mengangkut barang berasal dari dalam Daerah dengan tujuan ke Daerah setempat; b. mengangkut barang berasal dari Daerah dengan tujuan keluar Daerah; c. mengangkut barang berasal dari luar Daerah dengan tujuan di Daerah; atau d. mengangkut barang berasal dari luar Daerah dengan tujuan keluar Daerah. BAB IV PENGGOLONGAN MOBIL BARANG Pasal 6 Penggolongan mobil barang ditetapkan sebagai berikut : a. Mobil Barang dengan JBI 2.000 kg sampai dengan 8.000 kg dikategorikan sebagai golongan I. b. Mobil Barang dengan JBI lebih besar dari 8.000 kg s/d 14.000 kg dikategorikan sebagai golongan II. c. Mobil Barang dengan JBI lebih besar dari 14.000 kg s/d 21.000 kg dikategorikan sebagai golongan III. d. Mobil Barang dengan JBI lebih besar dari 21.000 kg dikategorikan sebagai golongan IV. BAB V PENGANGKUTAN MUATAN BARANG Pasal 7 (1) Setiap orang yang melakukan pengangkutan muatan barang jumlah berat muatannya hanya diperbolehkan melebihi sampai dengan 5% (lima persen) dari JBI yang tertera dalam kartu uji. (2) Pengangkutan barang dengan kelebihan muatan lebih dari 5% s/d 15% dari JBI yang tertera dalam kartu uji dikategorikan sebagai pelanggaran tingkat I. (3) Pengangkutan barang dengan kelebihan muatan lebih dari 15 s/d 25% dari JBI yang tertera dalam kartu uji dikategorikan sebagai pelanggaran tingkat II. (4) Pengangkutan barang dengan kelebihan muatan lebih dari 25% dari JBI yang tertera dalam kartu uji dikategorikan sebagai pelanggaran tingkat III. (5) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan (3) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebagai berikut : NO GOLONGAN KENDARAAN PELANGGARAN TINGKAT I >5 15 % dari JBI (Rp) PELANGGARAN TINGKAT II >15-25% dari JBI (Rp) 1. Gol I 10.000 30.000 2. Gol II 20.000 40.000 3. Gol III 30.000 50.000 4. Gol IV 40.000 60.000 4

(6) Dalam hal pelanggaran tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selain dikenakan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pelanggar wajib menurunkan kelebihan muatan barang. BAB VI PENURUNAN DAN PEMUATAN KEMBALI MUATAN LEBIH Pasal 8 Kegiatan penurunan, penyimpanan atau penumpukan barang dan pemuatan kembali di tempat yang ditunjuk serta resiko kehilangan dan/atau kerusakan sebagai akibat kegiatan bongkar muat dan penyimpanan barang menjadi tanggung jawab pelanggar. Pasal 9 Dalam hal kegiatan penurunan dan pemuatan kembali muatan lebih yang menggunakan barang milik daerah, diberlakukan sewa barang milik daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. BAB VII PENGGUNAAN GUDANG DAN/ATAU LAHAN Pasal 10 (1) Penggunaan gudang dan/atau lahan untuk penyimpanan barang yang diturunkan selama kurang dari 1 (satu) hari dihitung sama dengan 1 (satu) hari. (2) Penggunaan gudang dan/atau lahan untuk penyimpanan barang dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari terhitung mulai tanggal penyimpanan. (3) Barang yang tidak diambil sesuai ketentuan pada ayat (2), disita dan menjadi milik Daerah dan akan dilelang atau dimusnahkan sesuai ketentuan yang berlaku. (4) Penyimpanan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan biaya sewa sesuai dengan peraturan perundang-undangan BAB VIII TATA CARA PENGENAAN DENDA Pasal 11 (1) Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), dikenakan 1 (satu) kali pada penimbangan pertama dan untuk satu kali perjalanan kecuali ditemukan penambahan muatan pada penimbangan kendaraan pada unit penimbangan berikutnya. (2) Pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar secara tunai dan diberikan tanda bukti pembayaran (3) Apabila dalam penimbangan berikutnya terdapat selisih berat muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), (3) dan ayat (4). 5

(4) Setiap orang yang melakukan pelanggaran Tingkat I dan/atau Tingkat II lebih dari 3 (tiga) kali dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari dikenakan sanksi administrasi denda 5 (lima) kali lipat sesuai tingkat pelanggaran terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5). (5) Apabila orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak bisa memenuhi sanksi administrasi denda maka dikenakan sanksi pelanggaran Tingkat III. (6) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah Pasal 12 (1) Pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas. (2) Petugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pengenaan denda, diwajibkan untuk : a. menerima pembayaran denda dan membuat tanda bukti penerimaan denda yang mencantumkan besaran denda; b. menyerahkan penerimaan denda kepada Bendahara Penerima paling lambat satu kali 24 (dua puluh empat) jam dengan menggunakan tanda bukti penyetoran yang dilampiri tembusan tanda bukti penerimaan denda pelanggaran; c. membuat dan menanda tangani Berita Acara Penurunan Barang bagi pelanggaran Kelebihan Muatan Tingkat II dan Tingkat III yang akan melanjutkan perjalanan;dan d. membuat dan menanda tangani berita acara Penitipan Mobil Barang bagi pelanggaran Kelebihan Muatan Tingkat II yang tidak bisa melanjutkan perjalanan. Pasal 13 (1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran denda, maka Surat Tanda Uji Kendaraan Bermotor, dan/atau Surat Tanda Nomor Kendaraan, dan/atau Surat Ijin Mengemudi dapat dijadikan jaminan. (2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran tidak dapat menunjukkan surat-surat kendaraan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai jaminan dapat dilakukan penyitaan terhadap kendaraan yang digunakan untuk mengangkut barang. (3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikembalikan tanpa syarat apabila kewajiban pembayaran denda telah dipenuhi. BAB IX PENYIDIKAN Pasal 14 Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 6

BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 15 (1) Setiap orang yang mengoperasikan mobil barang di jalan tidak memenuhi persyaratan teknis dan ambang batas laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Setiap orang yang mengangkut barang dengan kendaraan bermotor tidak menggunakan mobil barang atau kendaraan khusus sesuai peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Setiap orang yang melakukan pelanggaran tingkat III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dikenakan sanksi pidana berupa denda paling banyak Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) atau denda kurungan paling lama 2 (dua) bulan, dan perintah penurunan atau pengembalian kendaraan ke tempat asal. (4) Dalam hal orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak bersedia kembali ke tempat asal, maka pengemudi kendaraan harus menurunkan kelebihan muatan barang pada tempat yang ditunjuk dengan berita acara pelanggaran, dan dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Pasal 8. (5) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) disetor ke kas Daerah. (6) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah pelanggaran. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelanggaran kelebihan muatan menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawab Kepala Dinas. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Penertiban dan Pengendalian Kelebihan Muatan Barang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2002 Nomor 6 Seri E), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 7

Pasal 18 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 9 April 2010 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, HAMENGKU BUWONO X Diundangkan di Yogyakarta pada tanggal 9 April 2010 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, TRI HARJUN ISMAJI LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010 NOMOR 4 8

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG I. UMUM Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri. Disamping itu, transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata untuk mewujudkan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, aman dan nyaman, diantaranya dengan mengendalikan mobil barang yang melebihi muatan, untuk mencegah kerusakan jalan yang dapat menghambat kelancaran, keselamatan, kenyamanan pengguna jalan lainnya. Kelebihan muatan angkutan barang menimbulkan kerugian ekonomi dan financial yang dapat menghambat laju pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah. Selanjutnya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menegaskan bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki urusan pengoperasian dan pemeliharaan unit penimbangan kendaraan bermotor. Penimbangan Kendaraan Bermotor merupakan upaya pengawasan dan penertiban kelebihan muatan angkutan barang, dan untuk itu penertiban kelebihan muatan dan penanganan muatan lebih perlu diatur dengan Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Pasal 2 Ayat (1) : Ayat (2) : Yang dimaksud pengawasan Kelebihan muatan dan tertib pemanfaatan Ayat (3) : jalan adalah serangkaian kegiatan pengaturan, penimbangan dan pemeriksaan mobil barang beserta muatannya, serta kegiatan penyidikan. Pasal 3 : Ayat (1) Ayat (2) : : Ayat (3) : Ketentuan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan ditetapkan sebagai berikut : 9

a. Jalan kelas II merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter dan muatan sumbu terberat ( MST ) 10 ton. b. Jalan kelas IIIA merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui oleh kendaraan termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter dan muatan sumbu terberat ( MST ) 8 ton. c. Jalan kelas IIIB merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter dan muatan sumbu terberat ( MST ) 8 ton. d. Jalan kelas IIIC merupakan jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter dan muatan sumbu terberat ( MST ) 8 ton. Pasal 4 : Pasal 5 : Pasal 6 : Pasal 7 : Pasal 8 Pasal 9 : Pasal 10 : Pasal 11 : Ayat (4) Pada saat melakukan pelanggaran yang ke-3 (tiga), maka petugas harus memberikan pemberitahuan kepada pelanggar tersebut mengenai sanksi administrasi denda 5 (lima) kali lipat jika melakukan pelanggaran lagi. Pasal 12 : Pasal 13 : Pasal 14 : Pasal 15 : Pasal 16 : Pasal 17 : Pasal 18 : 10

11