BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak. dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Beberapa dekade lalu, pajak hanya dianggap sebagai pelengkap

BAB 1 PENDAHULUAN. penerimaan negara. Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. subjek pajak badan. Penjelasan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan umum (Siti Resmi, 2011:1). Fungsi pajak ada 2 yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. pajak di Indonesia pada tahun 2010 mencapai Rp milyar dan terus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan tersebesar kas negara. Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

DAFTARISI HALAMAN PENGESAHAN/PERSETUJUAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri yaitu berupa pajak (Waluyo, 2013:2). pembayar/pemotong/pemungut pajak (Siti Resmi, 2016:1).

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 1, pengertian Pajak adalah kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 2009 yaitu kontribusi wajib kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sektor pajak. Lebih dari 70 % pengeluaran Negara dibiayai oleh pajak

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara terbesar yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan suatu penduduk dapat tercapai apabila di dalam suatu negara

BAB 1 PENDAHULUAN. APBN melalui sektor perpajakan (Candra, 2012). Pentingnya peranan pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. berlimpah dan terletak pada kondisi geografis yang strategis, tidak mengherankan

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan negara diatur dengan undang undang. Hal ini. tarif pajak yang tertuang pada Undang-Undang No.36 tahun 2008 pasal 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fokus utama dari sebuah negara yang sedang berkembang. Menurut Waluyo (2008;

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan perpajakan (

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak disebutkan dalam akuntansi sosial dan lingkungan (Tilling, masyarakat (Kuznetsov dan Kuznetsova, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

d. Hasil Uji Heteroskedastisitas b. Hasil Uji Koefisien Determinasi BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, perencanaan diperlukan agar laba dapat dicapai dalam perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia kini cukup pesat dilihat dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Gambar 1.1 Sumber Pendapatan Negara. Berdasarkan Gambar 1.1 menujukkan bahwa di Negara Indonesia, sumber

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi melalui pembangunan infrastruktur, aset-aset publik, dan fasilitas umum

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendapatan negara maupun pembiayaan.ibarat sebuah bahtera, berlayar hingga akhirnya mampu berlabuh. APBN menjadi motor

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. 2012, penerimaan pajak Indonesia menyentuh 980,5 trilyun rupiah atau 73% dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan suatu Negara sangatlah bergantung kepada besarnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan terpenting bagi negara untuk

BAB V PENUTUP. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara. Pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Gencarnya Pengembangan dan Pembangunan di Indonesia dewasa ini

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sektor terbesar dari penerimaan negara. Hal ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya alam yang berlimpah, sehingga banyak

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. dapat tercapai apabila didukung melalui pembiayaan dari dalam negeri.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran atau pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu. yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2).

@UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masyarakat sedang dihebohkan dengan adanya penerapan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan negara. Karena pajak mempunyai kontribusi yang tinggi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara (APBN berasal dari pajak dan, realisasi penerimaan perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, namun bagi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15,30%, sedangkan pertumbuhan alamiahnya rata-rata. dibandingkan dengan pertumbuhan alamiahnya. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan informasi tentang kondisi perusahaan public (emiten) berharga bagi

BAB I PENDAHULUAN. Laba perusahaan dalam perpajakan digunakan sebagai dasar. perhitungan pajak. Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007, pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar

BAB I PENDAHULUAN. Widyawati, 2016). Bahkan secara persentase, setidaknya pajak memenuhi kurang

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini adalah berasal dari sektor perpajakan.

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang untuk kelangsungan negara dan kesejahtraan dari masyarakat. pendapatan negara melalui sektor penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. berlaku diberbagai negara. Pandiangan (2008:5) menunjukkan bahwa. Hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar, terbukti. (

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara sebesar 1.201,7 triliun. Namun dalam perubahan pada APBNP,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibagi akan dua yaitu fungsi budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

BAB I PENDAHULUAN. negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak penghasilan yang. suka manajemen perusahaan melakukan tindakan pajak agresif.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penerimaan negara dalam arti penerimaan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. besar yang digali terutama dari kemampuan sendiri. Usaha pemerintah untuk. diantaranya dari sektor pajak (Lumbantoruan, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak hingga saat ini masih menjadi primadona dalam penerimaan negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahannya, negara membutuhkan. pendapatan atau penghasilan. Negara menetapkan dua kelompok utama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini sebagai sumber penerimaan terbesar negara. yang terlihat dalam Tabel 1.1 berikut.

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. negeri yaitu pajak (Waluyo, 2014). Pajak merupakan sumber pendapatan negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pajak menjadi tumpuan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Waluyo (2011) menyebutkan bahwa salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Peranan pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang terbesar, sehingga pemerintah menaruh perhatian khusus pada sektor pajak. Pemerintah di Indonesia sendiri melakukan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi dalam upaya untuk mengoptimalkan sektor perpajakan. Berdasarkan hal tersebut besar kecilnya penerimaan pajak dapat menentukan besarnya anggaran APBN. Menurut data penerimaan pajak pada tahun 2014, Direktorat Jenderal Pajak(DJP) hanya mampu mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 981,9 triliun atau 91,5 persen dari target Rp 1.072 triliun di APBNP 2014. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan shortfall pajak Rp 90 triliun disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi, pelemahan impor, dan 1

penurunan harga minyak sawit (CPO) di pasar internasional. Menurut Menteri Keuangan, penyumbang terbesar shortfall tahun 2014 adalah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 70,9 triliun, dengan hanya membukukan penerimaan Rp 404,7 triliun atau 85,1 persen dari target Rp 475,6 triliun. Kemudian diikuti oleh pajak penghasilan (PPh) non-migas yang meleset sebesar Rp 55,9 triliun, dengan pencapaian sebesar Rp 460,1 triliun atau 94,7 persen dari target Rp 486 triliun. Sementara itu, realisasi penerimaan negara yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada 2014 sebesar Rp 161,63 triliun atau 93,04 persen dari target APBNP Rp 173,73 triliun. Secara kumulatif, realisasi pendapatan negara sebesar Rp 1.537,2 triliun atau 94 persen dari target APBNP 2014 yang sebesar Rp 1.635,4 triliun. Sementara anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk belanja negara mencapai Rp 1.764,6 triliun atau 94 persen dari pagu Rp 1.876,9 triliun. Oleh karena penurunan pencapaian penerimaan pajak yang terjadi pada tahun 2014, Kementerian Keuangan diharuskan untuk dapat mencapai target penerimaan pajak sebesar Rp. 1.296 Triliun di tahun 2015. Salah satu target Pajak yang merupakan penyumbang pajak terbesar adalah Pajak Penghasilan dari perusahaan. Perusahaan adalah salah satu subjek pajak penghasilan, yaitu subjek pajak badan. Penjelasan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 2 ayat (1) huruf b menjelaskan bahwa: 2

Subjek pajak badan adalah Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroanlainnya,badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, danapensiun, persekutuan, perkumpulan,yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap lainnya. Untuk mendorong pengusaha melakukan usaha yang lebih giat lagi, pemerintah memberikan insentif penurunan tarif Pajak badan dalam negeri. Penjelasan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 2b menjelaskan bahwa : Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif 5% lebih rendah dari tarif sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dan ayat 2 yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Tidak hanya itu, dengan adanya berlakunya Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 tentang penyederhanaan perhitungan pajak, yaitu apabila penghasilan dari usaha yang diperoleh wajib pajak badan tidak lebih dari 4,8 miliar dalam setahun maka akan dikenakan tarif 1%. Dengan turunnya tarif pajak ini, diharapkan dapat menguntungkan wajib pajak sehingga penerimaan dari wajib pajak badan lebih meningkat. Pajak merupakan beban bagi perusahaan yang dapat mengurangi laba suatu perusahaan. Salah satu Usaha Perusahaan untuk menekan Kewajiban pajaknya adalah dengan cara mengurangi Beban Pajak. Beban pajak merupakan utang pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, baik yang telah dipotong pihak 3

lain maupun yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak. Bagi pelaku bisnis, beban pajak akan menjadi pengurang laba. Sehingga mereka akan melakukan berbagai cara untuk mengurangi beban pajak perusahaan. Dalam bidang perpajakan, dikenal istilah statutory tax rate (STR) atau tarif pajak statutori (TPS) dan effective tax rate (ETR) atau tarif pajak efektif (TPE). Tarif pajak statutori adalah tarif pajak yang ditetapkan oleh hukum atas dasar pengenaan tertentu.tarif tersebut dapat berupa tarif progresif yaitu nilai tarif yang meningkat setiap peningkatan penghasilan, bisa berupa tarif regresif yaitu nilai tarif yang menurun setiap penurunan tarif, dan bisa juga berupa tarif datar (flat) yang nilai tarifnya tetap berapapun jumlah penghasilan yang dikenakan sebagai dasar penentuan tarif. Walaupun tarif statuter merupakan tarif yang berlaku diatas kertas secara jelas, akan tetapi secara faktual persentase tarif yang nyata-nyata dikenakan terhadap penghasilan diukur dengan tarif efektif. Tarif efektif dipergunakan untuk menilai berapa besar sebenarnya nilai persentase pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Sebagai contoh, tarif statuter sebesar 25% bukanlah jumlah tarif sebenarnya yang dikenakan terhadap usaha kecil karena ada beberapa pengecualian tertentu semisal untuk usaha kecil dan menengah pada pasal 31E UU PPh terdapat perbedaan penghitungan untuk peredaran usaha (omzet) sampai dengan 4,8 miliar, antara 4,8 50 miliar, dan diatas 50 miliar. Walaupun tarif atas usaha kecil tertentu menjadi berubah flat dengan munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, akan tetapi pengurangan atas tarif sesuai pasal 31E tersebut menjadi contoh betapa berbedanya antara tarif efektif dengan tarif 4

statuter. Tarif juga dapat berbeda tergantung kepada insentif pajak yang berlaku di suatu negara. Sebagai contoh, pengurangan tarif pajak untuk usaha strategis di daerah regional tertentu menjadikan tarif efektif jenis usaha tersebut menjadi lebih rendah dibandingkan dengan jenis usaha lain. Bahkan, jenis usaha yang sama tetapi berada di daerah yang berbeda bisa jadi tarif efektifnya akan berbeda karena perbedaan instentif yang didapat. Selain itu insentif berupa penyusutan dipercepat serta pengurangan atas biaya-biaya tertentu menjadikan tarif pajak efektif akan relatif berbeda. Karena tingkat relativitas perbedaan tarif efektif antara satu entitas usaha dengan entitas usaha lain sangat tinggi, maka penentuan tarif efektif secara umum relatif lebih sulit untuk dilakukan. Akan tetapi, menentukan tarif efektif secara umum relatif sulit. Hal tersebut terjadi karena perbandingan dengan penghitungan tarif efektif memerlukan riset yang ekstensif. Tambahan lagi, tarif efektif relatif tidak dikenal. Sementara itu tarif pajak statuter suatu negara banyak tersedia dan dapat diketahui dengan mudah. Dengan demikian, pembandingan secara umum dengan menggunakan dasar tarif statuter secara rasional dapat diterima. Hal-hal tersebut menjadikan tarif statuter sebagai pilihan yang lebih baik. Tarif pajak efektif menunjukan efektivitas manajemen pajak suatu perusahaan. Selain itu, tarif pajak efektif juga menunjukan respon dan dampak insentif pajak terhadap sebuah perusahaan. ETR dapat membantu wajib pajak untuk mengetahui berapa bagian dari penghasilan yang sebenarnya kita bayarkan untuk pajak. GAO [15] menyatakan bahwa rata-rata tarif pajak efektif 5

yang diukur dari pajak penghasilan yang dibayar dibagi dengan penghasilan sebelum pajak, sangat berguna untuk mengukur beban pajak yang sebenarnya. Keberadaan nilai effective tax Rate merupakan salah satu bentuk perhitungan nilai tarif ideal pajak yang dihitung dalam sebuah perusahaan, oleh karena itu keberadaan Effective Tax Rate (ETR) menjadi suatu perhatian yang khusus pada berbagai penelitian karena dapat merangkum efek kumulatif dari berbagai insentif pajak dan perubahan tarif efektif pajak Perusahaan. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham, 1996). Tetapi dalam hal itu harus diperhatikan faktor utama yang mempengaruhi nilai perusahaan terhadap struktur modal yaitu posisi perpajakan perusahaan. Banyak faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan struktur modal yang secara umum terdiri dari faktor stabilitas penjualan, struktur aktiva, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan ( Brigham dan Houston, 2001;39). Hal tersebut menjadi salah satu faktor perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan harus wajib untuk membayar pajak dengan cara hati hati dalam menggunakan keputusan terhadap pajak, pajak memiliki dampak positif atas penilian total perusahaan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh perusahaan. Upaya mengurangi beban pajak yang dihasilkan oleh perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti perencanaan pajak (tax planning), penghindaran pajak(tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). 6

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk membayar pajak, Komisaris Independen misalnya. Dengan adanya komisaris independen yang bertugas untuk menjaga manajemen agar dalam menjalankan kegiatannya tidak bertentangan dengan hukum maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan, maka akan dihasilkan laba yang berkualitas. laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan yang nantinya dapat memberikan perlindungan efektif bagi para pemegang saham dan stakeholders. Ada juga faktor Profitabilitas. Dengan adanya profitabilitas, maka perusahaan akan mendapatkan laba dan hal itu berpengaruh terhadap aset perusahaan dan tingkat hutang perusahaan sehingga berpengaruh terhadap pembayaran pajak. Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Effective Tax Rate(ETR) menunjukkan hasil yang beragam. Seperti contoh, penelitian yang dilakukan oleh Andri Adi Nugroho (2011) menemukan bahwa faktor Reformasi perpajakan yang menurunkan tarif pajak statutory terbukti berpengaruh terhadap penurunan effective tax Rate perusahaan, sedangkan faktor Perusahaan yang terindikasi mempunyai hubungan politik dengan penguasa pemerintahan tidak memiliki tarif pajak efektif yang rendah. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanum (2013) menunjukkan bahwa faktor Corporate Governance yang terdiri dari Kepemilikan institusional, Komite Audit dan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap Effective Tax Rate. Faktor lain yang berpengaruh terhadap Effective Tax 7

Rate adalah Kecakapan Manajerial, Set Kesempatan investasi dan Kepemilikan pemerintah seperti penelitian yang dilakukan oleh Desi Handayani (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Darmadi (2013) yang menggunakan faktor Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, tingkat hutang, Intensitas Aset tetap, Intensitas Persediaan dan Fasilitas perpajakan terhadap manajemen pajak dengan indikator tarif pajak efektif menemukan bahwa Ukuran perusahaan dan Tingkat Hutang berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif, sedangkan Profitabilitas, Intensitas Aset Tetap, Intensitas Persediaan dan Fasilitas Perpajakan berpengaruh positif terhadap tarif pajak efektif. Dari uraian di atas dan banyaknya perbedaan hasil penelitian dari peneliti sebelumnya, saya tertarik untuk menguji kembali penelitian yang telah ada. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu untuk melihat analisis pengaruh Effective Tax Rate pada suatu perusahaan, penulis menggunakan variable Komisaris Independen, Profitabilitas, Tingkat Hutang, Intensitas Aset tetap dan Intensitas Persediaan. Tahun yang digunakan dalam penelitian sebelumnya yaitu tahun 2011 sampai tahun 2012. Pada penelitian ini tahun yang digunakan adalah tahun 2013 sampai tahun 2014. Adapun Perbedaan penelitian ini dari penelitian yang terdahulu yaitu : 1. Penelitian ini menggunakan tahun yang lebih up-date yaitu tahun 2013 sampai tahun 2014. 2. Penelitian ini tidak memasukkan variabel independensi Ukuran Perusahaan dan Fasilitas perpajakan sebagai variabel independen. Pada 8

penelitian ini menggunakan variabel Komisaris Independen, Profitabilitas, Tingkat Hutang, Intensitas Aset tetap dan Intensitas Persediaan. 3. Pada Penelitian ini menggunakan populasi dan sampel seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena perusahaan mannufaktur cukup mendominasi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Penelitian ini menggunakan Effective Tax Rate sebagai variable dependen sedangkan Penelitian sebelumnya menggunakan manajemen pajak sebagai variable dependen dan Tarif pajak efektif nya menjadi Indikator. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penlitian dengan judul: Pengaruh Komisaris Independen, Profitabilitas, Tingkat Hutang, Intensitas Aset Tetap dan Intensitas Persediaan terhadap Effective Tax Rate. 1.2 Perumusan Masalah Pemerintah mengharapkan penerimaan pajak sesuai dengan yang ditargetkan, salah satunya berasal dari pajak badan atau perusahaan,namun beberapa perusahaan berusaha untuk meminimalkan pajak dan mengoptimalkan laba perusahaan dengan berbagai cara melalui kebijakan perusahaan tetapi masih dalam koridor pengawasan dan tidak bertentangan dengan hukum. Banyaknya faktor yang cukup penting dalam meningkatkan efisiensi ekonomi serta memaksimalkan laba yang berkualitas membuat perusahaan melakukan upaya untuk menurunkan beban pajak sehingga biaya yang dikeluarkan untuk 9

membayaar pajak bisa diminimalisir. Beberapa faktor yang dapat dijadikan acuan untuk melihat tariff pajak efektif adalah Komisaris Independen, Profitabilitas, Tingkat Hutang, Intensitas Aset Tetap dan Intensitas Persediaan. Sesuai dengan Karayan dan Swenson (2007) salah satu cara untuk mengukur seberapa baik perusahaan mengelola pajaknya adalah dengan melihat tariff efektifnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan penlitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Komisaris Independen berpengaruh terhadap Effective tax rate(etr)? 2. Apakah Profitabilitas berpengaruh terhadap Effective tax rate(etr)? 3. Apakah Tingkat Hutang Perusahaan berpengaruh terhadap Effective tax rate(etr)? 4. Apakah Intensitas Aset Tetap berpengaruh terhadap Effective tax rate(etr)? 5. Apakah Intensitas Persediaan berpengaruh terhadap Effective tax rate(etr)? 6. Apakah Komisaris Independen, Profitabilitas, Tingkat Hutang, Intensitas Aset Tetap dan Intensitas Persediaan berpengaruh secara simultan terhadap Effective Tax Rate(ETR)? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk: 10

1. Untuk memberikan bukti empiris dan menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh Komisaris Independen terhadap Effective tax rate(etr) 2. Untuk memberikan bukti empiris dan menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh Profitabilitas Perusahaan terhadap Effective tax rate(etr) 3. Untuk memberikan bukti empiris dan menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh Tingkat Hutang terhadap Effective tax rate(etr) 4. Untuk memberikan bukti empiris dan menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh Intensitas Aset Tetap terhadap Effective tax rate(etr) 5. Untuk memberikan bukti empiris dan menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh Intensitas Persediaan terhadap Effective tax rate(etr) 6. Untuk memberikan bukti empiris dan menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan secara simultan oleh Komisaris Independen, Profitabilitas, Tingkat Hutang, Intensitas Aset Tetap, Intensitas Persediaan terhadap Effective Tax Rate(ETR)? 1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini Penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara lain sebagai berikut : 1. Bagi akademisi dan peneliti, dapat digunakan sebagai bukti empiris ilmu pengetahuan serta dapat menambah wawasan dan referensi untuk penelitian selanjutnya. 11

2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai sikap perusahaan terhadap kewajiban perpajakannya. 3. Bagi penulis, penelitian ini menambah wawasan dan pengetahuan mengenai peraturan perpajakan pada perusahaan. 12