BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penambahan 1/3 Hukuman dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

BAB IV STUDI KOMPARATIF HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP MALPRAKTEK MEDIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN PADA JANIN

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN [LN 2007/65, TLN 4722]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV ANALISIS. A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU. Khairuddin Tahmid., Moh Bahruddin, Yusuf Baihaqi, Ihya Ulumuddin,

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PAMEKASAN TENTANG HUKUMAN AKIBAT CAROK MASAL (CONCURSUS) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB IV ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN MILITER III-12 SURABAYA NOMOR: 220-K/PM.III-12/AD/XI/2010 TENTANG TINDAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gambaran Peristiwa Tindak Pidana Pencurian Oleh Penderita

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF

BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB II LANDASAN TEORI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBUKA RAHASIA NEGARA SOAL UJIAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAKAN MENGEMIS DI MUKA UMUM. A. Analisis terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengemis Menurut Pasal 504

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF FIQH JINAYAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SECARA MUTILASI

Bab XXV : Perbuatan Curang

1. PERCOBAAN (POGING)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

BAB I PENDAHULUAN. atau terjepit maka sangat dimungkinkan niat dan kesempatan yang ada

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

Bab XII : Pemalsuan Surat

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

Hukum dibagi menjadi dua yaitu hukum formil dan hukum. mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil.

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

Transkripsi:

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara hukum Islam dan hukum positif mengenai delik penganiayaan yang masuk ke dalam sebuah kasus penganiayaan terhadap ibu hamil sehingga janin yang dikandungnya mengalami keguguran, maka dalam bab ini akan dianalisis mengenai hal-hal yang berkaitan, baik mengenai tindak pidana penganiayaan itu sendiri sehingga mengakibatkan keguguran janin maupun berkenaan dengan sanksi hukuman yang harus ditanggung oleh pelaku penganiayaan tersebut dilihat dari dua sistem hukum yang berbeda yaitu hukum pidana Islam dan hukum pidana positif. Sehingga dengan analisis ini dapat diketahui persamaan dan perbedaan antara hukum pidana Islam dan hukum pidana positif dalam menangani kasus tersebut. A. Analisis Dari Segi Tindak Pidana 1. Persamaan Berdasar pada pembahasan Bab II dan Bab III, penyusun menyimpulkan bahwa antara hukum pidana Islam dan hukum pidana positif sama-sama melarang adanya perbuatan penganiayaan dan telah mengaturnya dengan memberikan ancaman hukuman tertentu. Kedua sistem hukum tersebut juga pada dasarnya sama dalam merumuskan delik penganiayaan, yaitu penganiayaan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit terhadap orang lain secara melawan hukum. Berkenaan dengan kasus yang dikemukakan di sini, yaitu tentang penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan keguguran janin, dapat dilihat bahwa dalam kasus tersebut 31

32 perbuatan yang dilakukan oleh pelaku jelas merupakan sebuah delik. Baik itu dipandang dari segi hukum pidana Islam maupun dari segi hukum pidana positif. Dalam kasus tersebut terdapat satu macam delik. Yaitu delik penganiayaan yang ditujukan terhadap si ibu. Di samping hal tersebut, kasus tersebut telah lengkap mengandung unsur-unsur yang telah disebutkan di atas. Sehingga apabila ada orang yang melakukan perbuatan itu dia dapat dikenakan pidana sesuai dengan aturan yang telah ditentukan masing-masing sistem hukum. 2. Perbedaan Kedua sistem hukum tersebut sama dalam memandang bahwa dari segi tindak pidana perbuatan yang dilakukan dalam kasus itu merupakan delik penganiayaan serta delik pembunuhan, akan tetapi dalam merumuskan jenis dari tindak pidana tersebut ada beberapa perbedaan. Hukum pidana Islam membagi penganiayaan menjadi berbagai jenis. Pembagian tersebut berdasar bentuk perbuatan serta akibat yang ditimbulkan. Sedangkan dalam tindak pidana pembunuhan hukum pidana Islam membaginya berdasarkan sifat dari perbuatan tersebut. Secara garis besar penganiayaan dalam hukum Islam terbagi atas jinayah al-atraf, asy-syijjaj, serta aljirah. Dalam hukum pidana positif pembagiannya berdasarkan atas berat ringannya tindakan, akibat yang ditimbulkan serta unsur-unsur lain yang ada, seperti adanya perencanaan terlebih dahulu dan lain sebagainya. Kasus yang dikemukakan dalam pembahasan kali ini dilihat dari segi tindak pidana menurut hukum pidana Islam belum dapat dispesifikkan ke dalam jenis mana, hal tersebut hanya dapat dilihat dari akibat yang diderita oleh si ibu, apakah itu berupa luka-luka, terpotong anggota tubuhnya, atau luka dalam. Sehingga sanksi yang harus diterima oleh pelaku juga tergantung dari

33 akibat yang diderita si korban. Sedangkan dalam hukum pidana positif, apabila mencermati KUHP lebih dalam terdapat pasal yang menyinggung tentang gugurnya janin dalam kandungan, yaitu pada Pasal 90 KUHP tentang pengertian luka berat, dalam pasal tersebut disebutkan. Luka berat berarti: 1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; 2) Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian; 3) Kehilangan salah satu pancaindra; 4) Mendapat cacat berat (verminking); 5) Menderita sakit lumpuh; 6) Terganggu daya pikir selama empat minggu lebih; 7) Gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan 39 Sedangkan Pasal 355 berbunyi: 1) Penganiayaan berat dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. 40 Maka harus ada unsur perencanaan terlebih dahulu dalam penganiayaan itu atau pada Pasal 358 KUHP yang berbunyi: apabila matinya janin itu dikatagorikan pada pembunuhan, maka 44-45. 39 Moeljatno, KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana, cet. ke-16 (Jakarta:Bumi Aksara, 1990), hlm. 40 Ibid.

34 pasal yang berkenaan adalah Pasal 347 KUHP tentang pengguguran janin tanpa persetujuan si ibu. Dalam pasal tersebut dijelaskan: Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seseorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. B. Analisis Dari Segi Pidana 1. Persamaan Baik di dalam hukum pidana Islam maupun pidana positif telah dirumuskan tentang sanksi hukuman bagi setiap perbuatan yang melawan hukum. Mengenai delik penganiayaan terhadap ibu hamil sehingga mengakibatkan keguguran janin yang dikandung apabila ditinjau dari kedua sistem hukum, hukum pidana Islam dan hukum pidana positif pada dasarnya hanya ada sedikit persamaan akibat hukumnya. Persamaan tersebut terletak pada masalah pemberian pidana serta tujuan dari diadakannya sanksi pidana, yaitu bahwa dengan adanya hukuman atau sanksi pidana sama-sama bertujuan untuk menegakkan hukum dan memberikan perlindungan serta pengayoman kepada masyarakat serta individu. Dalam hukum pidana Islam delik penganiayaan merupakan suatu delik dengan ancaman sanksi tertentu yang telah ditetapkan. Pasal 352 KUHP bunyinya sebagai berikut : 1) Lain daripada hal tersebut dalam Pasal 353 dan 356 penganiayaan yang tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan, dihukum sebagai penganiayaan ringan dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah. Hukuman itu boleh

35 ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau yang di bawah perintahnya. 2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak boleh dihukum. 41 Pasal 353 KUHP bunyinya sebagai berikut: Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun. Pasal 354 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: 1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun. 2) Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun. 42 Pemberian pidana atau sanksi dalam hukum pidana Islam dapat dikenakan apabila pelaku penganiayaan ataupun pembunuhan telah memenuhi kualifikasi dan syarat-syarat dari suatu delik penganiayaan atau pula delik pembunuhan, demikian juga berlaku dalam hukum pidana positif. 2. Perbedaan Ditinjau dari hukum pidana Islam, secara umum ketentuan hukuman bagi pelaku penganiayaan yang tertuang dalam al-qur'an maupun beberapa hadis yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa jenis hukuman untuk delik penganiayaan, yang besar kecilnya tergantung dari tingkat penganiayaan itu sendiri. 41 Ibid. 42 Ibid. hlm. 151.

36 Hukuman tersebut adalah berupa qisas, diyat, ta zir serta kifarah. Penetapan dari sanksi tersebut disesuaikan pada bentuk dari kejahatan yang dilakukan. Dalam hukum pidana positif, ketentuan sanksi hukuman bagi pelaku penganiayaan disertakan dalam pasal yang mengatur ketentuan mengenai penganiayaan itu sendiri, yaitu pada Pasal 351-358 KUHP. Dalam Pasal-pasal tersebut termuat ancaman hukuman bagi pelaku penganiayaan sesuai dengan jenis penganiayaannya, sanksi hukuman tersebut berupa hukuman penjara serta hukuman denda. Dalam hal delik penganiayaan ini tidak ditetapkan adanya hukuman mati, karena hukuman mati dalam hal kejahatan hanya ada dalam delik pembunuhan, itupun tidak semua pembunuhan diancam dengan hukuman mati. Dalam KUHP ancaman hukuman mati untuk delik pembunuhan hanya pada jenis pembunuhan berencana yang tertuang dalam Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun. Sedangkan dalam delik penganiayaan sendiri hukuman penjara paling lama adalah lima belas tahun, yaitu pada jenis penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan kematian si korban, hal ini tertuang dalam Pasal 354 KUHP selain mengatur penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. Berdasarkan pada ketentuan hukuman dari kedua sistem hukum tersebut terdapat perbedaan jenis hukuman untuk delik penganiayaan, yaitu adanya hukuman penjara dalam hukum pidana positif, sedangkan dalam hukum pidana Islam tidak mengenal adanya hukuman penjara. Dalam hukum pidana Islam qisas juga bisa berupa balasan terhadap tindak penganiayaan, yaitu dengan cara membalas serupa apa yang dilakukan oleh pelaku baik itu yang menyebabkan cacat, seperti terpotong tangan atau hanya menimbulkan rasa sakit seperti dalam hal penempelengan.

37 Kemudian mengenai hukuman yang berupa pidana penjara, dalam hukum pidana Islam secara jelas tidak disebutkan, namun sebagaimana pendapat sebagian besar ulama hukuman penjara adalah sebagai wujud dari hukuman pengasingan. Hukuman pengasingan tersebut ada di dalam ketentuan mengenai jarimah perampokan yang pelakunya hanya menakut-nakuti masyarakat tanpa melakukan perampasan harta maupun pembunuhan. Akan tetapi ketentuan lamanya pengasingan tersebut tidak ditentukan, yaitu sampai si pelaku bertaubat. Dalam KUHP, pidana penjara merupakan salah satu pidana pokok yang berwujud perampasan atau pengurangan kemerdekaan seseorang, dalam arti bahwa seseorang tidak dapat bertindak dengan bebas selama dalam penjara, ia harus mematuhi segala perturan yang ada dalam penjara tersebut. Lamanya berada dalam penjara tergantung pada jenis hukuman dari perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Selain hukuman penjara, KUHP juga terkadang menyertakan pidana pokok lain yaitu pidana denda, seperti dalam KUHP Pasal 352 tentang penganiayaan ringan, di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penganiayaan ringan yang tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah. Pidana denda ini oleh pembuat undang-undang hukum pidana tidak ditentukan batas maksimum secara umum, yang ditentukan hanya batas minimumnya saja, sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) KUHP sebesar dua puluh lima sen (dikalikan 15 menurut Undang-undang No. 18/Prp/1960). 43 Dalam rancangan KUHP yang baru minimum pidana denda ini ditentukan sebesar paling sedikit lima ratus rupiah. Ketentuan yang mengatur hukuman denda ini dicantumkan dalam Pasal 30-33 KUHP. Pembayaran denda tidak ditentukan harus si terhukum, maka akan dapat dilakukan oleh setiap 43 Rudy T. Erwin dan J.T.Prasetyo, Himpunan Undang-undang., hlm. 342-346.

38 orang yang sanggup membayarnya. Dalam hukum pidana Islam denda diistilahkan dengan diyat, merupakan pilihan kedua setelah qisas dalam hal pembunuhan, apabila pihak wali korban tidak menghendaki qisas, maka akan beralih kepada hukuman diyat, begitu juga dalam penganiayaan apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan qisas maka secara otomatis akan beralih pada hukuman diyat. Besar dari diyat telah ditetapkan oleh syara melalui beberapa hadis yang mengatur tentang jarimah selain jiwa (penganiayaan). Pada mulanya pembayaran diyat menggunakan unta, tapi jika unta sulit ditemukan maka pembayarannya dapat menggunakan barang lainnya, seperti emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan dengan unta. Menurut kesepakatan ulama, yang wajib adalah 100 ekor unta bagi pemilik unta, 200 ekor sapi bagi pemilik sapi, 2.000 ekor domba bagi pemilik domba, 1.000 dinar bagi pemilik emas, 12.000 dirham bagi pemilik perak dan 200 setel pakaian untuk pemilik pakaian. 44 Dalam kasus yang dikemukakan oleh penyusun dalam penelitian ini, yaitu penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan keguguran janin, berdasarkan apa yang telah dikemukakan pada babbab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa menurut hukum pidana positif sebagaimana tercantum dalam KUHP, terdapat delik, yaitu delik penganiayaan. Jika melihat pada kasus yang ada, maka yang dapat dikenakan untuk memberikan ancaman pidana lebih mengarah pada Pasal 347 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: 1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seseorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya dua belas tahun 44 As-Sayyid Sabiq, Fiqh., II : 552-553.

39 2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. 45 Dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara jelas mengenai jenis tindakan yang menyebabkan gugurnya janin. Jadi, bisa dikatakan bahwa setiap perbuatan yang tidak dikehendaki oleh sang ibu dan sengaja ditujukan untuk menggugurkan janin yang ada dalam kandungan, baik itu berupa penganiayaan atau yang lain dapat dikenai Pasal 347 KUHP dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun, dan apabila perbuatan tersebut mengakibatkan si ibu dari janin tersebut ikut mati, maka pelaku diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. Apabila berdasarkan Pasal 90 KUHP dalam mengartikan luka berat dan diterapkan dalam pasal-pasal penganiayaan, maka dalam Pasal 351 KUHP ayat (2) tentang penganiayaan biasa yang mengakibatkan luka berat yang menyatakan: Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun 46, maka perbuatan penganiayaan dalam kasus yang dibicarakan merupakan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya lima tahun. Pasal yang lain dari penganiayaan yang mengakibatkan luka berat adalah Pasal 353 KUHP tentang penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu, bunyi dari pasal tersebut: 1) Penganiayaan dengan sudah direncanakan lebih dahulu dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun. 2) Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun. 45 Moeljatno, KUHP., hlm. 44-45. 46 Ibid., hlm. 150.

40 3) Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun. 47 Pembagian dari jenis ini dikatagorikan berdasar akibat yang ditimbulkannya yaitu luka berat dan kematian, jadi apabila kasus yang dikemukakan dikatagorikan ke dalam jenis ini maka ancaman hukumannya adalah selama-lamanya delapan tahun dan yang terakhir adalah Pasal 355 KUHP yaitu tentang penganiayaan berat dan berencana. Pasal ini merupakan gabungan dari dua pasal sebelumnya. Dalam pasal ini disebutkan: 1) Penganiayaan berat dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. 48 Dalam Pasal di atas khususnya pada ayat (1) dijelaskan bahwa penganiayaan berat yang direncanakan lebih dahulu diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, penggolongan penganiayaan tersebut juga berdasarkan dari akibat yang ditimbulkan yaitu luka berat serta kematian, jadi kasus yang dikemukakan juga bisa dimasukkan ke dalam jenis penganiayaan ini apabila memang ada unsur direncanakan terlebih dahulu. Sedangkan dari segi hukum pidana Islam, dijelaskan bahwa apabila ada janin yang mati karena adanya jinayah atas ibunya baik secara sengaja atau kesalahan dan ibunya tidak ikut mati, maka dalam hal tersebut diwajibkan hukuman yang berupa gurrah, baik janin itu mati setelah keluar dari kandungan atau mati di dalam kandungan serta baik janin itu laki-laki atau perempuan. 47 Ibid., hlm.150-151. 48 Ibid.

41 Gurrah dalam hal hukuman tersebut adalah sebesar lima ratus dirham seperti yang dikatakan Sya bani dan Ahnafi, atau sebanyak seratus kambing seperti dalam hadisnya Abu dawud dan Nasa i dari Abu Buraidah. Dan juga dikatakan besarnya adalah lima puluh unta. Apabila janin tersebut keluar dalam keadaan hidup kemudian mati, maka sanksinya adalah membayar diyat utuh, apabila janin itu laki-laki maka jumlah diyatnya adalah seratus ekor unta. Apabila janin itu perempuan, diyatnya sebanyak lima puluh ekor unta. Keadaan janin itu mati atau hidup bisa diketahui dengan ada tidaknya nafas, tangis, batuk, gerakan atau yang lainnya. Imam Syafi i mensyaratkan dalam hal janin yang mati di dalam kandungan ibunya, yaitu diketahui bahwa benar-benar sudah terbentuk mahluk hidup dan sudah adanya ruh dalam janin, beliau menjelaskan dengan pertanda adanya gambaran bentuk manusia yaitu adanya tangan dan jari-jari. Dan apabila hal itu tidak ada, maka menurut beliau tidak ada tanggungan apa-apa baik itu berupa gurrah ataupun diyat. Sedangkan apabila seorang ibu mati karena penganiayaan dan janin keluar dalam keadaan hidup kemudian setelah itu mati, maka wajib dalam hal tersebut dua diyat, yaitu diyat atas si ibu dan diyat atas si janin, karena matinya si ibu merupakan salah satu sebab dari matinya janin. 49 Menurut Imam Malik dan sahabat-sahabatnya, Hasan Basri serta ulama Basrah bahwa diyat atas janin tersebut dibayarkan dari harta pelaku, sedangkan menurut ulama Hanafiyah, Syafi iyah serta ulama Kuffah diyat tersebut dibayarkan oleh aqilah, karena perbuatan tersebut dianggap sebagai jinayah khata. Dan diyat janin tersebut dibayarkan kepada ahli waris si janin, akan tetapi juga dikatakan bahwa diyat tersebut dibayarkan kepada si ibu, karena janin bagaikan satu anggota dari tubuh si ibu untuk itu diyatnya hanya dibayarkan kepada si ibu saja. 50 49 Ibid., V : 373. 50 As-Sayyid Sabiq, al-fiqh., III : 64.

42 Para ulama sepakat bahwa dalam hal janin yang mati setelah keluar dari kandungan, selain diwajibkan diyat juga diwajibkan kifarah. Sedangkan mengenai janin yang mati di dalam kandungan ibunya masih dipertanyakan, namun as-syafi i dan yang lainnya berpendapat tetap diwajibkan kifarah, karena menurutnya kifarah diwajibkan dalam perbuatan sengaja maupun karena kesalahan. 51 51 Ibid., III : 373.