BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SESUAI PASAL 340 KUHP

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Pembunuhan Secara Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM. A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana

BAB II LANDASAN TEORI. hubungan antara variabel dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. dengan cara memerinci hubungan sebab-akibat yang terjadi.

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN YANG MENGHILANGKAN NYAWA

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB I PENDAHULUAN. dijatuhi pidana apabila terbukti memiliki kesalahan.dengan demikian penilaian

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

1. PERCOBAAN (POGING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB II LANDASAN TEORI. terlebih dahulu diuraikan pengertian Berdasarkan literatur hukum pidana

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA. dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu:

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN, TRANCE, PEMBUNUHAN

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

KONVENSI KETATANEGARAAN

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

SKRIPSI. TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Putusan No.39/Pid.B/2013/PN.Mks) OLEH : FEBRIANSYAH B

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak Pidana adalah tindakan yang tida hanya dirumuskan dalam undang-undang pidana

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

Transkripsi:

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana 1. Tindak pidana pembunuhan Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh kitab undangundang hukum pidana dewasa ini berlaku telah disebut sebagai suatu pembunuhan. untuk menghilangkan nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya itu harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut. Kiranya sudah jelas bahwa yang tidak dikehendaki oleh undang-undang itu sebenarnya ialah kesengajaan menimbulkan akibat meninggalnya orang lain 12. Akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang seperti itu didalam doktrin juga disebut sebagai constitutief-gevolg atau sebagai akibat konstitutif. Jadi tindak pidana pembunuhan itu merupakan suatu delik materiil atau materiil delict ataupun yang oleh Prof. Van Hamel juga telah disebut sebagai suatu delict met materiele omschrijving yang artinya delik yang dirumuskan secara materiil, yakni delik yang baru dapat dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki 12 P.A.F.Lamintang,Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, & Kesehatan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012 hal 1 25

26 oleh undang-undang. 13 Kejahatan terhadap nyawa(misdrijven tegen het leven) adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan yang merupakan objek kejahatan ini adalah nyawa (leven) manusia. Kejahatan terhdapa nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atas dua dasar yaitu(1) atas dasar unsur kesalahan dan (2) atas dasar objek nya (nyawa). Atas dasar kesalahan nya ada 2 kelompok kejahatan terhadap nyawa,ialah : 1. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus midrijven), adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal 338-350. 2. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja (cullpose misdrijeven), dimuat dalam Bab XXI(khusus pasal 359). 14 Menurut pasal 338 KUHP kejahatan terhadap jiwa orang ialah barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain dihukum, karena makar mati,dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. Kejahatan ini dinamakan makar mati atau pembunuhan (doodslag). Disini diperlukan perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain, sedangkan kematian itu disengaja, artinya dimaksud, termasuk dalam niatnya. Apabila kematiannya itu tidak dimaksud, tidak dimaksud dalam pasal ini mungkin masuk pasal 359(karena kurang hati-hatinya menyebabkan mati nya orang lain). 15 hal 55 13 Ibid hal 2 14 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh&Nyawa, jjakarta, Rajawali Press, 2001 15 R.soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Bogor, Politeia,1993 hal 240.

27 2.Pembunuhan Berencana (moord) Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manuasia, diatur dalam Pasal 340 KUHP yang dirumuskan: Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orsang lain, dipidana karena pembunuhan dengana rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti Pasal 338 ditambah dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat ancaman pidana pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam Pasal 338 maupun Pasal 339, diletakkan pada adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu itu. Dan pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri (een zelfstandingmisdrijf) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (338). 16 Dan Simons berpendapat orang hanya dapat berbicara tentang adanya perencanaan lebih dulu, jika untuk melakukan suatu tindak pidana itu pelaku telah menyusun keputusannya dengan mempertimbangkannya secara tenang, demikian pula telah mempertimbangkan tentang kemungkinan-kemungkinan dan tentang akibat-akibat dari tindakannya. Antara waktu seorang pelaku menyusun rencananya dengan waktu pelaksanaan dari rencana tersebut selalu harus terdapat 16 Adami Chazawi,Op.Cit, hal 80-81

28 suatu jangka waktu tertentu, dalam hal seorang pelaku dengan segera melaksanakan apa yang ia maksud untuk dilakukan, kiranya sulit untuk berbicara tentang adanya suatu perencanaan lebih dulu. Dan pertimbangan secara tenang itu bukan hanya diisyaratkan bagi pelaku pada waktu ia menyusun rencananya dan mengambil keputusannya melainkan juga pada waktu ia melakukan kejahatannya. 17 B. Unsur-unsur tindak pidana pembunuhan dan pembunuhan berencana 1. Unsur-unsur tindak pidana pembunuhan Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (pembunuhan) dalam bentuk pokok, dimuat dalam pasal 338 KUHP yang rumusannya adalah barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Apabila rumusan tersebut dirinci unsur-unsurnya, maka terdiri dari: a) Unsur obyektif: 1) Perbuatan, menghilangkan nyawa 2) Obyeknya: nyawa orang lain b) Unsur subyektif: dengan sengaja. Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain)terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi,yaitu: 1) Adanya wujud perbuatan: 2) Adanya suatu kematian orang lain 17 P.A.F.Lamintang,,Theo Lamintang,,Op.Cit,Hal 53

29 3) Adanya hubungan sebab dan akibat (causal verband) antara perbuatan dan akibat kematian(orang lain) Antara unsur subyektif sengaja dengan dengan wujud perbuatan menghilangkan terdapat syarat yang juga harus di buktikan, ialah pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) harus tidak lama setelah timbulnya kehendak(niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain itu. Oleh karena apabila terdapat tenggang waktu yang cukup lama sejak timbuklnya atau terbentuknya kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaanya, dimana dalam tenggang waktu yang cukup lama itu penindak dapat memikirkan tentang berbagai hal, misalnya memikirkan apakah kehendaknya itu akan diwujudkan dalam pelaksanaan ataukah tidak, dengan cara apa kehendak itu akan diwujudkan dan sebagainya, maka pembunuhan itu akan masuk dalam pembunuhan berencana (340), dan bukan lagi pembunuhan biasa. Rumusan pasal 338 KUHP dengan menyebut unsur tingkah laku sebagai menghilangkan nyawa orang lain, menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan adalah suatu tindak pidana materiil. Tindak pidana materiil adalah suatu tindak pidana yang melarang menimbulkan akibat tertentu (akibat yang dilarang) untuk dapat terjadi atau timbulnya tindak pidana materiil secara sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah menimbulkan akibat yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila karenanya (misalnya membacok) belum menimbulkan akibat hilangnya nyawa orang

30 lain, kejadian ini baru merupakan percobaan pembunuhan (338 jo 53), dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksud pasal 338 KUHP. 18 2. Unsur tindak pidana pembunuhan berencana Tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu yang oleh pembentuk undang-undang telah disebut dengan kata moord itu diatur dalam pasal 340 KUHP, yang rumusannya ialah barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, karena bersalah telah melakukan suatu pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu, dipidana dengan pidana mati atau dipidana penjara seumur hidup atau dengan pidana penjara sementara selamalamanya dua puluh tahun. Dari rumusan ketentuan pidana pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu diatas dapat diketahui bahwa tindak pidana pembunuhan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 340 KUHP itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: A. Unsur subjektif: dengan sengaja dan atau direncanakan terlebih dahulu B. Unsur obyektif: menghilangkan, nyawa, orang lain. Semua unsur tindak pidana pembunuhan di atas itu telah dibicarakan pada waktu membicarakan tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok, kecuali unsur dengan direncanakan terlebih dahulu. 19 18 Adami Chazawi,Op.Cit, hal.57-58

31 Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam pasal 338, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni dengan rencana terlebih dahulu. Oleh karena dalam pasal 340 mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri, lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok(338). Apalagi pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan. Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat yaitu, 1) Memutuskan kehendak dalam suasana tenang. 2) Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak. 3) Pelaksanaan kehendak dalam suasana tenang. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana (batin) yang tenang. Suasana (batin) yang tenang, adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Sebagai indikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh itu, telah dipikirnya dan dipertimbangkannya, telah dikaji untung dan ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti itu hanya dapat 19 P.A.F.Lamintang,,Theo Lamintang,,op.cit,kejahatan terhadap nyawa,tubuh dan kesehatan, hal 52

32 dilakukan apabila ada dalam suasana tenang, dan dalam suasana tenang sebagaimana waktu ia memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat. Ada tenggang waktu yang cukup, antara sejak timbulnya/diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup ini relatif, dalam arti tidak diukur dari lama nya waktu tertentu, melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongkrit yang berlaku. Tidak terlalu singkat karena jika terlalu singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir karena tergesa-gesa, waktu yang demikian sudah tidak menggambarkan suasana yang tenang. Begitu juga tidak boleh terlalu lama, sebab bila sudah terlalu lama sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan antara pengambilan putusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan. Dalam tenggang waktu itu masih tampak adanya hubungan antara pengambilan putusan kehendak dengan pelaksanaan pembunuhan. Sebagai adanya hubungan itu dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam waktu itu: (1) dia masih sempat untuk menarik kehendaknya dalam membunuh, (2) bila kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkan misalnya bagaimana cara dan dengan alat apa melaksanakannya, bagaimana cara untuk menghilangkan jejak, untuk menghindari dari tanggung jawab, punya kesempatan untuk memikirkan rekayasa.

33 Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu mana ada kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain sebagainya, sebagaimana yang diterangkan diatas, dapat disimak dalam suatu arrest yang menyatakan bahwa untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka adalah perlu adanya suatu tenggang waktu pendek atau panjang dalam mana dilakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku harus dapat memperhitungkan makna dan akibat-akibat perbuatannya dalam suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir 20 Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana (batin) tenang. Bahkan syarat ketiga ini diakui oleh banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya. Tiga unsur/syarat dengan rencana lebih dulu sebagaimana yang diterangkan sebelumnya bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah/terputus maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu. 21 20 Loc.cit hal 54 21 Adami chazawi,op.cit, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa hal 81-84

34 C. Penyertaan tindak pidana pembunuhan berencana(perkara in casu) Masalah penyertaan (deelneming) diatur dalam buku pertama tentang aturan umum, bab V pasal 55 sampai dengan pasal 62 KUHP Ajaran tentang penyertaan ini lahir pada abad ke 18, dipelopori oleh Von Fauerbach yang menemukan suatu paham bahwa dalam mengusut tindak pidana harus dibedakan antara pelaku dan peserta. Yang dimaksud dengan pelaku adalah orang atau orang-orang yang memegang peranan utama dalam pelaksanaan suatu tindak pidana sedangkan peserta adalah orang atau orang-orang yang ikut melakukan perbuatan yang pada dasarnya membantu atau melancarkan terlaksananya tindak pidana tersebut. Sebelum abad ke18, tidak dipersoalkan peranan seseorang dalam suatu tindak pidana itu, apakah ia itu sebagai pelaku atau hanya sebagai peserta. Dalam menguraikan penyertaan melakukan tindak pidana, harus diketahui lebih dahulu siapa pelaku tindak pidana, sebab pada hakikatnya penyertaan dalam suatu tindak pidana akan mencari siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya suatu tindak pidana. Dalam hal ini pelaku tindak pidana dibedakan antara pelaku menurut doktrin dan pelaku menurut KUHP. Pelaku tindak pidana menurut doktrin adalah mereka yang telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dituduhkan. Sedangkan pelaku menurut KUHP adalah sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam KUHP, sehingga terjadi kemungkinan seseorang yang tidak memenuhi unsur dari tindak pidana dapat diklasifikasikan sebagai pelaku. Subjek hukum yang disebutkan dan dimaksudkan dalam rumusan tindak pidana adalah satu orang (Misalnya lihat pasal 338 dan 362 KUHP). Kata barang siapa

35 yang terdapat didalam ketentuan pasal 338 dan 362 KUHP itu merujuk pada satu orang, bukan banyak orang, jika terjadi suatu peristiwa pembunuhan dimana A membunuh B dengan sebuah pisau, sedangkan C yang hanya memegang tangan B agar B tidak melawan tidaklah mengakibatkan kematian pada B, tetapi B mempunyai andil dalam kelancaran peristiwa pembunuhan ini. Dalam hal ini jika hanya didasarkan pada rumusan pasal 338 KUHP saja maka B tidak dapat dipidana atas keterlibatannya dalam peristiwa pembunuhan tersebut, karena apa yang dilakukan oleh B itu tidak memenuhi unsur dari tindak pidana pembunuhan ( pasal 338 KUHP). Agar C dapat dipidana harus ada ketentuan lain yang mengatur tentang hal ini. Pasal 55 dan pasal 56 KUHP diberikan klasifikasi tentang siapa orang yang dianggap sebagai pelaku dan pembantu dalam suatu tindak pidana. Ternyata didalam pasal tersebut yang dianggap sebagai pelaku bukan saja mereka yang memenuhi unsur suatu kejahatan, akan tetapi juga mereka yang terlibat dalam tindak pidana itu. UTRECHT mengatakan bahwa Pelajaran umum penyertaan ini justru dibuat untuk menuntut pertanggungan jawaban mereka yang memungkinkan pembuat melakukan peristiwa pidana, biarpun perbuatan mereka itu sendiri tidak memuat semua anasir peristiwa pidana tersebut, pembuat yaitu perbuatan mereka tidak memuat semua anasir-anasir peristiwa pidana, masih juga mereka bertanggung jawab atas dilakukannya peristiwa pidana, karena tanpa turut sertanya mereka sudah tentu peristiwa pidana itu tidak pernah terjadi. Tindak pidana dapat diselesaikan oleh bergabungnya beberapa atau banyak orang, yang

36 setiap orang melakukan wujud-wujud tingkah laku mereka, dari tingkah laku itulah melahirkan suatu tindak pidana. Pada peristiwa senyatanya, kadang sulit dan kadang juga mudah untuk menentukan siapa diantara mereka perbuatannya benar-benar telah memenuhi rumusan tindak pidana, artinya dari perbuatannya yang melahirkan tindakan pidana itu. Ketentuan penyertaan yang dibentuk dan dimuat dalam KUHP bertujuan agar dapat dipertanggungjawabkan dan dipidananya orang-orang yang terlibat dan mempunyai andil baik secara fisik (obyektif) maupun psikis (subyektif). Pembentuk Undang-Undang merasa perlu membebani tanggung jawab pidana dan yang sekaligus besarnya bagi orang-orang yang perbuatannya semacam itu untuk menjadi pegangan hakim dalam menjatuhkan pidana. Terkait pada kasus penyertaan pembunuhan berencana yang saya ambil ialah jika kita melihat pada isi dakwaan jaksa penuntut umum yakni dakwaan pertama yang berbunyi Jaksa Penuntut Umum mengajukan terdakwa ke persidangan dengan tuduhan melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan itu dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain yaitu korban khowito dan dora halim. Dan dengan dakwaan kedua nya yang berbunyi melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan itu dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain yaitu korban khowito dan korban dora halim. Bahwa dari dakwaan pertama dan dakwaan kedua terlihat jaksa penuntut umum sangat keliru dalam menyusun pertanggungjawaban pidana terhadap

37 terdakwa, dimana pada satu sisi disebut melakukan kemudioan ditambah menyuruh melakukan lalu ditambah turut serta melakukan. Bilamana dipenggal perkalimat, maka terdapat penafsiran antara lain: 1) Melakukan artinya orangnya ikut langsung bekerja. 2) Menyuruh melakukan artinya menyuruh orang lain. 3) Turut serta melakukan artinya ikut bersama-sama melakukan. Bahwa dengan dakwaan demikian tidak relevan uraian dakwaan yang berisi tudingan kepada terdakwa yang dituduh melakukan kejahatan dengan berbagai posisi. Tudingan tersebut harusnya dapat dirinci dengan tepat pada posisi apa terdakwa berada, apakah pada posisi melakukan? Menyuruh? Atau turut serta?. Lebih lanjut lagi dalam dakwaan jaksa penuntut umum menjelaskan bahwasanya terdakwa bersama dengan angho,acui,acuan,hok khian dan hok khim dan akok merencanakan pembunuhan terhadap sarwo pranoto. Bahwa setelah achui (belum tertangkap) menetapkan waktu pembunuhan ternyata empat orang laki-laki pelaku pembunuhan tersebut salah sasaran dalam pelaksanaannya, mereka malah membunuh khowito dan Dora Halim, akan tetapi hingga saat ini ke-4(empat) orang yang katanya laki-laki tersebut (dalam dakwaan) belum tertangkap. Bahwa jika diteliti lebih jauh pada surat dakwaan tersebut, peristiwa hukum tindak pidana perencanaan pembunuhan ataupun pelaku pembunuhan tidak dilakukan oleh terdakwa. Melainkan dilakukan oleh Achui sebagai otak pelaku dan 4 (empat) orang laki-laki tidak dikenal sebagai pelaksana atau dapat disebut sebagai pleger. Sedangkan didalam dakwaan tercantum peran terdakwa

38 Sun An Alang hanya sebatas menyiapkan mobil rental tanpa menguraikan hubungan hukum untuk apa mobil tersebut dirental oleh terdakwa, dan terdakwa bukan sebagai pelaku yang ikut melakukan pembunuhan terhadap Khowito dan Dora Halim, karena yang diduga sebagai pelaku pembunuhan didalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah orang lain ( empat orang laki-laki yang belum tertangkap). Berdasarkan uraian saya diatas maka Jaksa Penuntut Umum telah salah dalam meminta pertanggungjawaban pidana terhadap terdakwa. Karena yang seharusnya bertanggungjawab adalah para eksekutor pembunuh korban Kho Wi To dan Dora Halim.