1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dimaknai sebagai suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meier, 1995: 7). Dari pengertian tersebut, pembangunan ekonomi dipandang sebagai suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus dan berkelanjutan. Selain itu, pembangunan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari kenaikan pendapatan per kapita atau output total dibagi jumlah penduduk negara tersebut dalam jangka waktu yang panjang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National Product (GNP) riil dibagi jumlah penduduk dan tidak hanya kenaikan GNP pada harga konstan, menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Apabila pertumbuhan penduduk lebih tinggi atau sama dengan pertumbuhan pendapatan nasional, maka pendapatan per kapita menurun atau tidak berubah, jika demikian maka tidak dapat dikatakan bahwa terjadi pembangunan ekonomi (Kuncoro, 2006: 17-18). Lebih lanjut Kuncoro (2006: 18) mengklasifikasikan indikator kunci pembangunan secara garis besar menjadi 2 (dua) yaitu indikator sosial dan indikator ekonomi. Salah satu indikator ekonomi adalah laju pertumbuhan 1
2 ekonomi. Menurut Kuznets (1971), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa komponen pokok dari definisi tersebut, yaitu kenaikan output secara berkesinambungan, merupakan manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang sebagai tanda kematangan ekonomi dari suatu negara (Todaro dan Smith, 2003: 99). Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diluncurkan pada tahun 2011, Indonesia diproyeksikan akan menjadi negara maju (high-income economies) pada tahun 2025. Hal ini akan dapat terwujud jika perekonomian terus didorong dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi atau PDB riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode 2011-2014 dan 8,0-9,0 persen pada periode 2015-2025. 7.00 6.50 6.00 Persen (%) 5.50 5.00 4.50 4.00 Indonesia Lampung 3.50 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 sumber : diolah dari data BPS, 2013 Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Provinsi Lampung Tahun 2002-2011
3 Jika dilihat dari data statistik sebagaimana Gambar 1.1 di atas, laju pertumbuhan PDB riil Indonesia pada tahun 2002 sebesar 3,69 persen. Meskipun mengalami fluktuasi, laju pertumbuhan ini terus meningkat hingga mampu mencapai angka pertumbuhan tertinggi dalam satu dekade terakhir pada tahun 2011 yaitu 6,46 persen. Kondisi ini merupakan pencapaian awal yang baik untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 sebagaimana target MP3EI. Pencapaian pertumbuhan nasional pada dasarnya merupakan agregasi dari pertumbuhan daerah. Provinsi Lampung menyumbang 1,7 persen dari total PDB riil nasional tahun 2011. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung juga cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2002, angka pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yaitu sebesar 5,62 persen atau pada urutan ke-5 (lima) jika dibandingkan provinsi lainnya. Pada tahun 2011, Provinsi Lampung mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dari laju pertumbuhan nasional yaitu sebesar 6,39 persen atau berada pada urutan ke- 21 (dua puluh satu) secara nasional. Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Sumatera, angka pertumbuhan ini berada pada posisi ke-7 (tujuh) di bawah Provinsi Bengkulu dan di atas Provinsi Sumatera Barat. Dengan demikian, pencapaian laju pertumbuhan Provinsi Lampung relatif masih rendah jika dibandingkan provinsi lain nya di Indonesia sebagaimana diilustrasikan Gambar 1.2.
4 Papua Sultra Gorontalo NTT Lampung Sulteng Banten Babel Kaltim Sulsel Indonesia Riau Jambi Bengkulu Sumbar Sumut D.I.Y Jakarta Sulut Jabar Kalsel NTB Sumsel Jateng Jatim Kalteng Bali Maluku Malut Kalbar NAD 2002 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Persen (%) Pertumbuhan Indonesia sumber : diolah dari data BPS, 2013 Papua Barat Sulbar Sulteng Sultra Jambi Gorontalo Sulsel Sulut Jatim Kalteng Jakarta Kepri Sumut Sumsel Bali Jabar Indonesia Banten Malut Babel Bengkulu Lampung Sumbar Kalsel Maluku Jateng Kalbar NTT D.I.Y NAD Riau Kaltim NTB Papua 2011-6 0 6 12 18 24 Persen (%) Pertumbuhan Prov. Lampung Gambar 1.2 Perbandingan Regional Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Tahun 2002 dan 2011 Indikator ekonomi lainnya yang dapat menggambarkan pembangunan suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.1, PDRB per kapita Provinsi Lampung mengalami peningkatan yang tajam dari tahun 2002 ke 2011. Kendati demikian, relatif masih kecil dan berada di bawah PDB per kapita Indonesia. Dibandingkan dengan provinsi lain, PDRB per kapita Provinsi Lampung berada pada urutan ke- 21 (dua puluh satu) secara nasional dan ke-9 (sembilan) dalam regional Sumatera. PDRB per kapita Provinsi Lampung yang relatif kecil menunjukkan bahwa masih relatif rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Lampung.
5 No. Tabel 1.1 PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan Prosentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi se-indonesia Tahun 2002 dan 2011 Provinsi PDRB per Kapita (ribu rupiah) IPM Prosentase Penduduk Miskin 2002 2011 2002 2011 2002 2011 1. NAD 8.783,9 18.606,1 66,00 72,16 29,83 19,48 2. Sumatera Utara 7.378,9 23.974,9 68,80 74,65 15,84 10,83 3. Sumatera Barat 6.772,5 20.168,8 67,50 74,28 11,57 8,99 4. Riau 12.570,5 72.030,5 69,10 76,53 13,61 8,17 5. Jambi 5.483,9 19.959,6 67,10 73,3 13,18 7,90 6. Sumatera Selatan 6.795,9 23.980,0 66,00 73,42 22,32 13,95 7. Bengkulu 3.571,5 12.140,8 66,20 73,4 22,70 17,36 8. Lampung 4.056,5 16.696,0 65,80 71,94 24,05 16,58 9. Bangka Belitung 7.903,9 23.978,7 65,40 73,37 11,62 5,16 10. Kepulauan Riau - 45.469,4-75,78-6,79 11. DKI Jakarta 30.233,9 100.985,3 75,60 77,97 3,42 3,64 12. Jawa Barat 5.767,5 19.645,7 65,80 72,73 13,38 10,57 13. Jawa Tengah 4.921,0 15.376,2 66,30 72,94 23,06 16,21 14. D.I.Yogyakarta 5.283,5 14.848,6 70,80 76,32 20,14 16,14 15. Jawa Timur 6.443,1 23.459,8 64,10 72,18 21,91 13,85 16. Banten 6.762,5 17.594,8 66,60 70,95 9,22 6,26 17. Bali 6.829,9 18.502,5 67,50 72,84 6,89 4,59 18. Nusa Tenggara Barat 3.802,0 10.719,9 57,80 66,23 27,76 19,67 19. Nusa Tenggara Timur 2.201,1 6.532,9 60,30 67,75 30,74 20,48 20. Kalimantan Barat 5.150,5 15.081,1 62,90 69,66 15,46 8,48 21. Kalimantan Tengah 7.038,6 21.818,3 69,10 75,06 11,88 6,64 22. Kalimantan Selatan 6.725,4 18.466,2 64,30 70,44 8,51 5,35 23. Kalimantan Timur 34.764,5 105.849,2 70,00 76,22 12,20 6,63 24. Sulawesi Utara 5.440,3 18.075,5 71,30 76,54 11,22 8,46 25. Sulawesi Tengah 4.898,7 16.514,0 64,40 71,62 24,89 16,04 26. Sulawesi Selatan 4.412,1 16.929,0 65,30 72,14 15,88 10,27 27. Sulawesi Tenggara 4.152,6 14.067,7 64,10 70,55 24,22 14,61 28. Gorontalo 2.622,6 8.612,1 64,10 70,82 32,12 18,02 29. Sulawesi Barat - 10.843,7-70,11-13,64 30. Maluku 2.924,3 6.088,3 66,50 71,87 34,78 22,45 31. Maluku Utara 2.688,4 5.697,4 65,80 69,47 14.03 10,00 32. Papua Barat - 45.842,7-69,65-28,53 33. Papua 9.802,2 25.530,9 60,10 65,36 41,80 31,24 Indonesia 8.828,0 30.812,9 65,80 72,77 18,20 12,36 Sumber : diolah dari data BPS, 2013
6 Indikator sosial pembangunan antara lain dapat dilihat dari tingkat kemiskinan. Jumlah penduduk Provinsi Lampung yang berada di bawah garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan per September 2011, masih relatif tinggi dan berada di atas angka nasional. Pada tahun 2002, jumlah penduduk miskin sebanyak 1.650,7 juta jiwa atau 24,05 persen, sedangkan pada tahun 2011 berjumlah 1.277,9 juta jiwa atau 16,58 persen, berada pada urutan ke- 8 (delapan) secara nasional dan ke-3 (tiga) di Sumatera. Indikator sosial lainnya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Provinsi Lampung mengalami peningkatan 6,14 poin dari 65,80 atau sama dengan angka IPM nasional pada tahun 2002, menjadi 71,94 pada tahun 2011. Akan tetapi, angka IPM Provinsi Lampung tahun 2011 berada di bawah angka IPM nasional dan berada pada urutan ke-20 (dua puluh) dibandingkan provinsi lainnya. Dalam lingkup regional Sumatera, angka IPM Provinsi Lampung merupakan angka pencapaian terendah dari 10 (sepuluh) provinsi di Pulau Sumatera. Dari indikator-indikator pembangunan tersebut di atas, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung terlihat sangat lambat. Pada tahun 2002, pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung berada di atas laju pertumbuhan nasional sedangkan pada tahun 2011, berada di bawah angka pertumbuhan nasional. Jika dilihat lebih lanjut pada tingkat kabupaten dan kota, pada tahun 2011 terdapat 4 (empat) kabupaten/kota yang laju pertumbuhannya melebihi pertumbuhan provinsi yaitu Kota Bandar Lampung dan Metro serta Kabupaten Pringsewu dan Pesawaran. Sepuluh kabupaten lainnya mengalami laju pertumbuhan PDRB di bawah
7 pertumbuhan provinsi. Kabupaten Pringsewu tecatat sebagai wilayah dengan tingkat pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 7,10 persen, sedangkan yang terendah dialami oleh Kabupaten Lampung Barat dengan laju pertumbuhan sebesar 4,54 persen sebagaimana Gambar 1.3 berikut: Pringsewu * Bandar Lampung Pesawaran ** Metro Mesuji * Tanggamus Lampung Utara Tulang Bawang Barat * Lampung Timur Lampung Selatan Lampung Tengah Tulang Bawang Way Kanan Lampung Barat 2002 2011 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Persen (%) rata-rata pertumbuhan 2002 rata-rata pertumbuhan 2011 * baru terbentuk tahun 2008 ** baru terbenruk tahun 2007 sumber : diolah dari data BPS Provinsi Lampung, 2013 Gambar 1.3 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2002 dan 2011 (persen) Kondisi ini menuntut adanya pemahaman dan perencanaan kebijakan pembangunan yang komprehensif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi Lampung. Salah satu konsep penting dalam pertumbuhan ekonomi regional adalah konsep pusat pertumbuhan (growth poles) yang dipelopori oleh Perroux (1955). Konsep ini bertujuan untuk mencapai pertumbuhan yang dinamis dalam perekonomian dengan memperhatikan keterkaitan spasial yang kuat antarwilayah (Richardson,1978: 164).
8 Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, salah satu faktor yaitu akumulasi modal (Arsyad, 2010: 270). World Bank (2001) mengklasifikasikan modal dalam arti luas menjadi modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital) dan modal alam (natural capital) sebagai faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, dikatakan bahwa dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, modal fisik dan modal manusia dapat saling melengkapi di mana kemajuan dalam modal manusia dapat meningkatkan produktivitas dan tingkat pengembalian modal fisik (Abbas, 2010: 2). Peranan human capital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sudah banyak disebutkan dalam literatur ekonomi pembangunan. Pentingnya human capital dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pertama kalinya dipelopori oleh Schultz (1962) yang menekankan pentingnya investasi di bidang human capital (Abbas, 2010: 2). Dalam Teori ekonomi tentang kapital dan investasi juga telah mulai mengalami perubahan setelah terbukti bahwa sumber daya manusia memainkan peranan vital dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembangunan ekonomi (Rachbini, 2002: 95). Peningkatan kemampuan sumber daya manusia merupakan salah satu dari 3 (tiga) strategi utama pelaksanaan MP3EI. Diidentifikasi bahwa peran SDM yang berpendidikan menjadi kunci utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Pengembangan program pendidikan akademik diarahkan pada penyelarasan bidang dan program studi dengan potensi pengembangan ekonomi di setiap koridor ekonomi. Peningkatan produktivitas menuju keunggulan kompetitif
9 akan dapat dicapai seiring dengan upaya memperkuat sumber daya manusia dari ekonomi sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive secara bertahap menuju skilled labor intensive kemudian menjadi human capital intensive dalam tahap innovation-driven economies atau ekonomi berbasis inovasi. Beberapa hasil studi empiris juga telah membuktikan bahwa faktor human capital merupakan determinan utama yang berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Studi tersebut antara lain yang dilakukan oleh Amir, Mehmood, dan Shahid (2012), Kumar (2006), Krueger dan Lindahl (2001), Mankiw, Romer, dan Weil (1992), Martin dan Herranz (2004), Vinod dan Kaushik (2007), Athosra dan Muhyiddin (2009), Ljungberg dan Nilsson (2009) serta Tsai, Hung, dan Harriott (2010). Hasil studi empiris ini, merekomendasikan adanya kebijakan investasi di bidang human capital untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dalam teori pertumbuhan endogen, investasi pemerintah dan swasta dalam human capital diasumsikan menghasilkan penghematan eksternal dan peningkatan produktivitas yang menolak kecenderungan diminishing return (Kuncoro, 2006: 73). Todaro dan Smith (2012: 365) mendefinisikan human capital sebagai istilah yang digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut ditingkatkan. Sejalan dengan definisi tersebut, kondisi human capital antara lain dapat dilihat dari indeks pendidikan (knowledge) yang merupakan komponen dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut Kuncoro (2006: 30), IPM terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu usia panjang (longevity) yang diukur
10 dengan usia harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa (adult literacy) dan rata-rata tahun bersekolah (mean years of schooling), serta standar hidup layak (standard of living) yang diukur dengan pendapatan riil per kapita dengan paritas daya beli (purchasing power parity) mata uang masing-masing negara. Komponen IPM di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut: Tabel 1.2 Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Lampung Tahun 2002 dan 2011 Komponen IPM 2002 2011 Harapan Hidup (tahun) 66,1 69,75 Angka Melek Huruf (%) 93,00 95,02 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Pengeluaran per Kapita Riil disesuaikan (Ribu Rupiah) 6,90 7,82 583,3 621,77 IPM 65,80 71,94 sumber : BPS Provinsi Lampung, 2003 dan 2012 Angka melek huruf masyarakat Lampung mengalami peningkatan sebesar 2,02 poin dari tahun 2002 hingga 2011. Kendati demikian, angka melek huruf sebesar 95,02 persen menunjukkan bahwa pada tahun 2011, penduduk Lampung belum seluruhnya dapat membaca dan menulis, masih terdapat 4,98 persen penduduk yang buta huruf. Angka rata-rata lama sekolah 7,82 tahun menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat pendidikan masyarakat belum memenuhi program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun. Sebagai ilustrasi, Tabel 1.3 menyajikan data rata-rata lama sekolah untuk masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Lampung pada tahun 2007 sampai
11 2011. Terlihat bahwa pencapaian rata-rata lama sekolah tertinggi adalah Kota Bandar Lampung dan Metro serta terdapat perbedaan yang tajam antara kedua kota tersebut dengan seluruh Kabupaten. Tabel 1.3 Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Lampung Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002 dan 2011 No. Kabupaten/Kota Angka Melek huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 2002 2011 2002 2011 1. Lampung Barat 93,80 97,33 6,90 7,46 2. Tanggamus 92,10 95,47 6,50 7,40 3. Lampung Selatan 91,10 94,91 6,43 7,49 4. Lampung Timur 90.20 93,63 6,20 7,58 5. Lampung Tengah 93,50 93,74 6,90 7,41 6. Lampung Utara 96,00 95,32 7,20 8,10 7. Way Kanan 94,50 94,89 6,00 7,32 8. Tulang Bawang 92,30 94,52 6,10 7,20 9. Pesawaran - 95,58-7,51 10. Pringsewu - 94,72-8,60 11. Mesuji - 93,30-6,37 12. Tulang Bawang Barat - 93,03-7,47 13. Bandar Lampung 96,50 98,47 9,60 10,18 14. Metro 96,50 98,38 9,50 10,12 Provinsi Lampung 93,00 95,02 6,90 7,82 sumber : BPS Provinsi Lampung, 2003 dan 2012 Meskipun telah banyak studi yang membuktikan peran penting human capital dalam pertumbuhan ekonomi, menurut Cohen dan Soto (2007) bahwa hingga saat ini masih terdapat perdebatan mengenai sampai sejauh mana peran human capital terhadap pertumbuhan ekonomi. Beberapa penelitian lain seperti
12 Benhabib dan Spiegel (1994), Pritchett (2001), serta Bils dan Klenow (2000), justru menghasilkan penemuan yang bertolak belakang, di mana dinyatakan bahwa peran modal manusia dalam pertumbuhan ekonomi selama ini sangat dilebih-lebihkan (Cohen dan Soto, 2007: 52). Benhabib dan Spiegel (1994) menemukan bahwa dalam spesifikasi yang mereka gunakan, koefisien regresi variabel human capital ternyata secara statistik tidak signifikan dan terkadang bahkan cenderung negatif. Studi ini menyarankan model pertumbuhan alternatif untuk mendapatkan peran yang lebih positif dari human capital. Terkait perbedaan hasil studi ini, Cohen dan Soto (2007: 52) menyatakan bahwa hasil penelitian yang menolak pengaruh modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi memiliki dua kelemahan yaitu kesalahan pada proxy dan kualitas data yang digunakan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa indikator pembangunan di Provinsi Lampung baik indikator ekonomi yaitu laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita, maupun indikator sosial yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), masih relatif rendah jika dibandingkan dengan pencapaian nasional dan provinsi lainnya. Di samping itu juga, tingkat kemiskinan masih tinggi yang dapat dilihat dari prosentase jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dari indikator-indikator tersebut, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung sangat lambat. Pada tahun 2002, pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung berada di atas laju pertumbuhan nasional atau pada urutan ke-5 (lima)
13 jika dibandingkan dengan provinsi lainnya, sedangkan pada tahun 2012 berada di bawah angka pertumbuhan nasional atau urutan ke-21 (dua puluh satu). Di sisi lain, kondisi human capital yang dapat dilihat dari komponen IPM yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah (years of schooling) masyarakat Provinsi Lampung, menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat pendidikan masyarakat masih pada level pendidikan primer atau sekolah dasar. Selain itu juga, masih adanya pertentangan hasil studi empiris para ahli ekonomi terkait peranan human capital dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi. Hal ini membuat menarik untuk meneliti peranan human capital di Provinsi Lampung dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Kabupaten/kota manakah yang menjadi kutub pertumbuhan (growth poles) dan bagaimanakah efek limpahan pertumbuhan di Provinsi Lampung tahun 2002-2011? 2. Apakah terdapat ciri yang dominan antara klasifikasi kabupaten/kota sebagai kutub pertumbuhan dan bukan kutub pertumbuhan di Provinsi Lampung tahun 2002-2011? 3. Bagaimana pengaruh human capital (rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi Lampung tahun 2002-2011? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk. 1. Menganalisis kabupaten/kota yang merupakan kutub pertumbuhan (growth
14 poles) dan efek limpahan pertumbuhan di Provinsi Lampung tahun 2002-2011. 2. Menganalisis apakah pengklasifikasian Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung sebagai kutub pertumbuhan dan bukan kutub pertumbuhan memiliki ciri-ciri yang dominan. 3. Menganalisis pengaruh human capital (rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi Lampung tahun 2002-2011. 1.3.2 Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Memperkaya khasanah studi empiris bagi kalangan akademisi dalam memahami dampak human capital terhadap pertumbuhan ekonomi regional khususnya di Provinsi Lampung. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah khususnya pemerintah kabupaten/kota serta pemerintah Provinsi Lampung dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional dan pembangunan sumber daya manusia. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab dan akan mengikuti format sebagai berikut: Bab I Pengantar, akan menguraikan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, berisikan uraian
15 tentang landasan teori yang relevan dengan penelitian. Selain itu juga akan diidentifikasi studi empiris sebelumnya terkait topik penelitian serta keaslian penelitian. Bab III Metoda Penelitian, akan mengulas mengenai pendekatan penelitian, definisi operasional variabel yang diamati, jenis dan sumber data, serta alat analisis yang digunakan dalam penelitian. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisikan perkembangan variabel pertumbuhan ekonomi dan kondisi human capital serta pembahasan terhadap hasil analisis data. Bab V Kesimpulan dan Saran, memuat kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran guna perumusan kebijakan lebih lanjut. Selain itu, bab ini juga memuat keterbatasan dalam penelitian ini.