BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

Pada isi pernyataan SKL yang kedua, memahami unsur-unsur dan sifatsifat bangun datar merupakan materi yang harus dikuasai siswa terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan di Indonesia sesungguhnya sudah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. harus dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pengajaran. 1. proses pembelajaran dapat dirasakan manfaatnya

BAB I PENDAHULUAN. Menara Kudus), Jilid II, hlm Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, (Kudus:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelajaran Matematika merupakan wahana yang dapat digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

PENGGUNAAN MEDIA MOBIL MAINAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

50. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Akuntansi dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Masrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

2013 PENERAPAN METODE KERJA KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA ANAK DIDIK

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Namun bagi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan perkembangan ilmu sosial sampai saat ini. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan salah satu ilmu yang berperan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia, dengan mempelajari matematika siswa lebih

BAB I PENDAHULUAN. dan materi yang berhubungan dengan pembagian. Adapun tujuan mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1130 ISSN:

A. Latar Belakang Masalah

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BILANGAN CACAH MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MANIK-MANIK

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Tindakan kelas (PTK), artinya penelitian ini berbasis pada masalah di kelas

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIB SDN Inpres Dodung Pada Materi Luas Permukaan Bangun Ruang Melalui Penggunaan Media Peraga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang dimuat dalam Standar Isi

BAB I PENDAHULUAN. 6). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem. nasional tersebut, maka diperlukan sebuah evaluasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

2015 PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA KELAS III SD

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG LUAS SEGITIGA MELALUI PENERAPAN METODE DEMONSTRASI BENDA RIIL

HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN MEDIA ARSIRAN KELAS IV SDN 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di madrasah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

51. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Teknologi, Kesehatan dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fatima Dwi Ratna, 2014

BAB I PENDAHULUAN. baik, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa akan terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini (Depdiknas, 2006). Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2006). 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, rnelakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dari tujuan mata pelajaran matematika tersebut, memahami konsep matematika merupakan tujuan yang harus dicapai terlebih dahulu agar tujuan yang berikutnya lebih mudah dicapai. Konsep-konsep matematika yang harus dipahami oleh siswa sekolah dasar meliputi aspek-aspek bilangan, geometri dan pengolahan data (Depdiknas, 2006). Pada aspek 1

2 bilangan terdapat konsep operasi perkalian bilangan cacah yang harus dipahami oleh siswa sekolah dasar kelas II. Untuk mencapai pemahaman konsep operasi perkalian bilangan cacah bukan hal yang mudah. Hingga saat ini banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran perkalian dan pembagian. Mereka tidak hafal perkalian dasar (perkalian dua bilangan satu angka) akibatnya pelajaran matematika berikutnya akan terasa menjadi semakin sulit dan akhirnya ditakuti dan dibenci (Raharjo, 2009: 5). Menurut Raharjo (2009: 5) cara membelajarkan peserta didik supaya terampil perkalian dan pembagian dasar masih menjadi masalah di lapangan. Berikut ini adalah penjelasannya: Cara membelajarkan peserta didik supaya terampil perkalian dan pembagian dasar masih menjadi masalah di lapangan. Masalah yang dimaksud adalah peserta didik sulit memahami dan sulit diajak terampil perkalian dasar (perkalian dua bilangan satu angka). Kesalahan itu selanjutnya dibebankan pada guru kelas II. Hal yang sama berlaku untuk pembagian dasar di kelas II. Akibatnya pelajaran perkalian dan pembagian lanjut di kelas-kelas berikutnya mengalami kesulitan. Sementara perkalian dan pembagian harus dikuasai peserta didik sejak dini karena selalu terkait dengan pelajaran matematika di kelas-kelas berikutnya bahkan hingga jenjang yang lebih tinggi. Keadaan di atas pun dialami oleh sebagian besar kelas II SDN Pancasila Lembang Kabupaten Bandung Barat. Hasil posttest pada pembelajaran matematika dengan standar kompetensi melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Dari 38 siswa dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 60, siswa yang mendapat nilai diatas KKM 30 orang, dan sisanya mendapat nilai dibawah KKM. Analisis hasil posttest tentang perkalian dan pembagian menunjukkan sebanyak 23 siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita perkalian dan pembagian.

3 Berikut adalah contoh pekerjaan siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita : Gambar 1.1 (a) Gambar 1.1 (b) Gambar 1.1 (c) Gambar 1.1 (a), 1.1 (b), 1.1. (c) Pekerjaan Siswa yang Kesulitan Mengerjakan Soal Cerita Dari contoh pekerjaan siswa di atas, siswa kesulitan menentukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian yang harus digunakan. Ini juga terlihat ketika mereka mengerjakan soal cerita tersebut, mereka bertanya kepada guru "Bu, ditambah atau dikurang?", "Bu, dikali atau dibagi?". Selain itu, siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal pemahaman matematika dan soal yang bervariasi (berbeda sedikit dari sebelumnya). Berikut adalah contoh pekerjaan siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal variasi.

4 Gambar 1.2 (a) Gambar 1.2 (b) Gambar 1.2 (c) Gambar 1.1 (d) Gambar 1.1 (a), 1.2 (b), 1.2 (c), 1.2 (d) Pekerjaan Siswa yang Kesulitan Mengerjakan Soal yang Bervariasi Pada saat menghadapi soal pemahaman matematika dan soal yang bervariasi siswa sering bertanya kepada guru "Bu ini harus diapain?", "Bu ini kan belum dipelajari?". Melihat kondisi pembelajaran tersebut, beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu: (1) siswa terlihat kebingungan pada saat menyelesaikan soal cerita.

5 Siswa kesulitan menerjemahkan soal cerita untuk menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan serta dalam menentukan operasi hitung yang akan digunakan; (2) siswa menerima materi secara pasif. Siswa hanya menghapal cara-cara tanpa memahami makna dan manfaat dari materi yang dipelajari; (3) siswa belum paham terhadap operasi hitung perkalian. Beberapa penyebab siswa kesulitan menyelesaikan soal cerita tersebut sebagai berikut: (1) guru tidak menggunakan alat peraga yang relevan dalam pembelajarannya, guru hanya menggunakan gambar; (2) guru menggunakan pendekatan yang tidak tepat dalam pembelajarannya; (3) guru kurang menanamkan konsep pada setiap materi; (4) guru tidak memperhatikan tahap-tahap dalam proses belajar siswa, tetapi guru langsung memberikan cara penyelesaian soal. Masalah utama yang dialami siswa adalah siswa tidak memahami konsep perkalian. Ini terlihat pada saat mengerjakan soal siswa mengalami hal-hal berikut: (1) belum bisa mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan symbol atau sebaliknya; (2) belum bisa mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk yang lain. Penyebabnya adalah proses belajar yang tidak memperhatikan tahap belajar siswa, guru langsung memberikan cara penyelesaian tanpa melalui proses, padahal menurut Bruner (Aisyah, 2007) syarat individu agar berhasil dalam belajar harus melalui tahap-tahap belajar. Jika kondisi pembelajaran yang demikian terus berlangsung, maka pemahaman konsep perkalian yang diharapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, sebagai guru yang professional, hendaknya dapat mengatasi masalah ini dengan menerapkan berbagai cara melalui penerapan pendekatan, model dan metode pembelajaran untuk

6 memperbaiki pembelajaran. Adapun cara-cara yang dilakukan berdasarkan pengembangan pembelajaran matematika sekolah dasar yang ditawarkan oleh Nyimas Aisyah dkk. (2007) berupa: (1) Aplikasi Teori Belajar Bruner; (2) Aplikasi Teori Belajar Dienes; (3) Aplikasi Teori Belajar Gagne; (4) Aplikasi Teori Belajar Van Hiele; (5) Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika; (6) Pendekatan Keterampilan Proses (7) Pendekatan Matematika Realistik. Dari tujuh alternatif cara untuk mengatasi masalah di atas dipilih salah satu yaitu Aplikasi Teori Belajar Bruner, Ada beberapa teori yang belajar yang dikembangkan Bruner seperti Tahap-tahap Belajar, Dalil-dalil Bruner yang berkaitan dengan pengajaran matematika, dan Metode Penemuan. Dari tiga teori yang dikembangkan Bruner, dipilih Teori Tahap-tahap Belajar, karena penyebab utama masalah pembelajaran perkalian adalah proses belajar yang tidak memperhatikan tahap belajar siswa, guru langsung memberikan cara penyelesaian tanpa melalui proses. Adapun Teori Tahaptahap Belajar Bruner meliputi: Tahap Enactive, Iconic dan Symbolic. Menurut Aisyah (2007; 1.6) Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan tiga model tahapan yaitu model tahap enactive, tahap iconic, dan tahap symbolic. Berikut pendapatnya: Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), maka materi ini perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguhsungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enactive, tahap iconic, dan tahap symbolic. Tahap Enactive, yaitu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkrit atau

7 menggunakan situasi nyata. Tahap Iconic, yaitu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang rnenggambarkan kegiatan kongkrit yang terdapat pada tahap enactive. Tahap Symbolic, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbol, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat, lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya. Menurut Syarifudin (2003) anak usia sekolah dasar berfikir dari kongkrit menuju abstrak. Dengan keadaan psikologis anak yang seperti ini seharusnya dalam pembelajaran matematika pun diarahkan pada pembelajaran yang kongkrit menuju abstrak. Teori Tahap-tahap Belajar Enactive, Iconic dan Symbolic sangat sesuai dengan perkembangan siswa sekolah dasar yang berfikir dari kongkrit menuju abstrak. Dalam proses pembelajaran perkalian di kelas II SDN Pancasila siswa mengalami hal-hal berikut: (1) belum bisa mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan symbol atau sebaliknya; (2) belum bisa mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk yang lain. Hal-hal tersebut menandakan siswa belum memahami konsep perkalian. Penyebab terjadinya hal-hal tersebut adalah proses belajar yang tidak memperhatikan tahap belajar siswa, guru langsung memberikan cara penyelesaian tanpa melalui proses. Untuk menyelesaikan masalah ini dilakukan perbaikan pembelajaran dengan memperhatikan tahap belajar siswa. Pada kesempatan ini perbaikan

8 pembelajaran konsep perkalian bilangan cacah di Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat melalui Model Enactive, Iconic, Symbolic. B. Rumusan Masalah Dalam pembelajaran perkalian di kelas II siswa belum memahami konsep perkalian. Hal ini dapat dilihat dari proses belajar yang dilakukan siswa menunjukkan hal-hal berikut: (1) belum bisa mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan symbol atau sebaliknya; (2) belum bisa mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk yang lain. Penyebab dari keadaan di atas adalah proses belajar yang tidak memperhatikan tahap belajar siswa, guru langsung memberikan cara penyelesaian tanpa melalui proses. Kemudian dipilih jalan penyelesaian menggunakan model tahap belajar Bruner berupa Model Enactive, Iconic, Symbolic, karena menurut Bruner (Aisyah, 2007) syarat individu agar berhasil dalam belajar harus melalui tahap-tahap belajar. Model Enactive, Iconic, Symbolic cukup efektif diterapkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa tentang operasi bilangan bulat (Eka, 2006) dan untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD tentang volume kubus dan volume balok (Faridah, 2007). Masalah secara umum adalah "Bagaimana Model Enactive, Iconic, Symbolic untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Perkalian Bilangan Cacah pada Siswa Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat". Adapaun rumusan masalah secara rinci adalah sebagai berikut:

9 1. Bagaimana Model Enactive, Iconic, Symbolic dalam Pembelajaran Konsep Perkalian Bilangan Cacah di Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 2. Bagaimana aktivitas siswa dalam Pembelajaran Konsep Perkalian Bilangan di Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dengan Model Enactive, Iconic, Symbolic. 3. Bagaimana pemahaman siswa dalam Pembelajaran Konsep Perkalian Bilangan Cacah di Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lemban Kabupaten Bandung Barat dengan Penerapan Model Enactive, Iconic, Symbolic. C. Asumsi dan Hipotesis Tindakan 1. Asumsi a. Syarat individu agar berhasil dalam belajar harus melalui tahap-tahap belajar (Bruner dalam Aisyah, 2007). b. Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual, maka metode ini perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut (Aisyah, 2007: 1.6). c. Model Enactive, Iconic, Symbolic cukup efektif diterapkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa tentang operasi bilangan bulat (Eka, 2006) d. Model Enactive, Iconic, Symbolic untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD tentang volume kubus dan volume balok (Faridah, 2007).

10 2. Hipotesis Tindakan Model Enactive, Iconic, Symbolic dapat meningkatkan pemahaman konsep perkalian bilangan cacah siswa kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. D. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gambaran Model Enactive, Iconic, Symbolic dalam Pembelajaran Konsep Perkalian Bilangan Cacah di Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 2. Mengetahui gambaran aktivitas siswa dalam Pembelajaran Konsep Perkalian Bilangan di Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dengan Model Enactive, Iconic, Symbolic. 3. Mengetahui gambaran pemahaman siswa dalam Pembelajaran Konsep Perkalian Bilangan Cacah di Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dengan Penerapan Model Enactive, Iconic, Symbolic. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari perbaikan pembelajaran ini berupa: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan: a. Memperkaya model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran perkalian bilangan cacah.

11 b. Sebagai bukti bahwa Model Enactive, Iconic, Symbolic dapat meningkatkan pemahaman konsep perkalian bilangan cacah. 2. Bagi siswa: a. Siswa akan mengalami hal yang baru karena ada metode dan alat peraga yang beda setiap pokok bahasan. b. Siswa akan mengalami pembelajaran sesuai tahap-tahap belajar. 3. Bagi guru: a. Merupakan sarana untuk menambah wawasan tentang pembelajaran. b. Mendapat satu alternatif metode pembelajaran dalam pembelajaran Konsep perkalian bilangan cacah. F. Definisi Operasional 1. Model Enactive, Iconic, Symbolic adalah suatu tipe atau desain pembelajaran yang dalam prosesnya terdapat tahap Enactive, Iconic, dan Symbolic. Adapun definisi dari Enactive, Iconic, dan Symbolic dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Enactive adalah tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkrit atau menggunakan situasi nyata. b. Iconic adalah tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkrit yang terdapat pada tahap enactive.

12 c. Symbolic adalah tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. 2. Pemahaman Konsep adalah tingkat kemampuan siswa dalam menyusun kembali konsep yang telah didapatkan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki tanpa mengubah makna. Pemahaman konsep ini diukur dengan tes pemahman konsep setelah pembelajaran. Dalam penelitian ini terdapat tiga pemahaman konsep yaitu: a. Translasi adalah mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. b. Interpretasi adalah menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik dalam simbol verbal maupun non verbal. 3. Perkalian Bilangan Cacah adalah penambahan berulang suatu bilangan cacah. Dalam penelitian ini yang dimaksud bilangan cacah adalah bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. G. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alur yang digunakan adalah model yang dikemukakan oleh Kemmis & Taggart. Pada model ini terdapat 4 kegiatan dalarn PTK yang terjadi pada setiap siklus, yaitu: Perencanaan (plan), Pelaksanaan (act), Pengamatan (observe), Refleksi (reflect).

13 Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran dan instrumen pengumpul data berupa lembar observasi, pengamatan sikap, wawancara dan tes pemahaman konsep. Penelitian ini diadakan di Kelas II SDN Pancasila Lembang. Lokasi SDN Pancasila Lembang di Jalan Peneropongan Bintang No. 52 Desa Gudangkahuripan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Subjek Penelitian adalah guru dan siswa kelas II. Jumlah siswa kelas II adalah 38 dengan sebaran laki-laki 23 orang dan perempuan 15 orang. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan mulai dari bulan Maret sampai bulan Juni 2010. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan pada data hasil observasi, pengamatan sikap dan wawancara dengan triangulasi. Sedangkan Analisis kuantitatif digunakan pada data hasil tes pemahaman konsep siswa dengan statistika deskriptif.