II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi wilayah pesisir menurut Soegiarto (1976) yang diacu oleh

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

BAB I PENDAHULUAN. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

Transkripsi:

6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang didefinisikan sebagai wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Untuk memberikan manfaat yang luas dan berkelanjutan terhadap suatu ruang atau wilayah diperlukan perencanaan terhadap penataan ruang, yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara. Perencanaan tata ruang sendiri lebih terfokus pada pemanfaatan ruang daratan itu sendiri, karena di wilayah inilah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya berinteraksi menjaga keseimbangan ekosistem. Artinya perencanaan tata ruang tidak dapat dipisahkan dari usaha-usaha menjaga kelestarian lingkungan, keseimbangan ekosistem dan bermuara pada tercapainya kenyamanan hidup bagi segenap penghuninya (BKTRN 2004). Ruang laut memungkinkan adanya lebih dari satu pemanfaatan dalam ruang yang sama. Permukaan laut dapat dimanfaatkan sebagai jalur pelayaran, sedangkan ruang kolom air dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penangkapan ikan, lokasi selam wisata bahari atau wilayah konservasi dan ruang dipermukaan dasar laut dapat dipergunakan untuk meletakkan kabel ataupun pipa bawah laut. Disamping itu, tanah di bawah dasar laut dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pertambangan (Rais et al. 2004). Adanya berbagai kepentingan dalam pemanfaatan ruang laut sering menimbulkan konflik pemanfaatan ruang di laut. Hal ini terjadi karena laut belum ditata secara baik sebagaimana tercermin pada kebijakan terkait dengan

7 pengelolaan laut yang berkembang selama ini. Pengelolaan laut secara sektoral masih belum serasi, karena didasarkan pada kepentingan masing-masing (Rais et al. 2004). Konflik tata ruang pada umumnya merupakan konflik antara kepentingan konservasi dan pembangunan ekonomi di beberapa kawasan pesisir, terutama yang padat penduduk dan tinggi intensitas pembangunannya. Konflik-konflik ini banyak terjadi antara lain di Pantai Timur Aceh, Sumatera Utara (Sumut), Riau, Pantai Utara (Pantura) Jawa, Bali, Bontang, Ujung Pandang, dan Muara Sungai Aijkwa (pesisir sebelah selatan Irian). Eksploitasi sumberdaya pesisir di daerah tersebut sudah mencapai tingkat yang dapat mengancam kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem pesisir untuk mendukung pembangunan ekonomi selanjutnya (Maskun 1996). Pada sisi lain, luasnya sumberdaya pesisir dan lautan menimbulkan permasalahan, berupa ketidakterpaduan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Pada skala tertentu hal ini dapat menyebabkan atau memicu konflik antar kepentingan sektor, swasta dan masyarakat. Kegiatan yang tidak terpadu itu selain kurang bersinergi juga sering saling mengganggu dan merugikan antar kepentingan, seperti kegiatan industri yang polutif dengan kegiatan budidaya perikanan yang berdampingan (Rais et al. 2004). Keputusan terhadap konflik kepentingan dalam kegiatan pemanfaatan ruang yang terjadi antara para pelaku pembangunan dapat diselesaikan melalui pendekatan musyawarah dan media partisipatif lainnya (Maskun 1996). 2.2. Batasan Wilayah Pesisir Definisi wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri et al. 2004). Ditinjau dari garis pantai, wilayah pesisir memiliki dua macam batas yaitu batas yang sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai. (Soegiharto 1976, diacu dalam Dahuri et al. 2004) mengemukakan bahwa definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang

8 surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mendefinisikan wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir terdiri dari ekosistem alami (terumbu karang, hutan bakau, padang lamun, dst.) dan ekosistem buatan (tambak, sawah, kawasan pariwisata, dst.). Sumberdaya di wilayah pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih meliputi sumberdaya perikanan, rumput laut, terumbu karang, hutan bakau, padang lamun, serta sumberdaya alam yang tidak dapat pulih seperti minyak dan gas, mineralmineral serta bahan tambang lainnya. Sumberdaya pesisir penting bagi ekonomi, sosial budaya dan tradisi masyarakat lokal serta media pertahanan-keamanan (Idris et al. 2007). Dalam studi ini, pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir didekati dengan konsep bahwa wilayah pesisir memiliki sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainability principles) mengingat kegiatan yang dikembangkan adalah kegiatan yang bergantung pada sumberdaya alam (resources-based economy). Dengan kata lain, pengembangan kawasan pesisir harus mempertimbangkan faktor ketersediaan sumberdaya dan kelayakan ekologis. 2.3. Pembangunan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Berkelanjutan Dahuri et al. (2004) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan yang berkelanjutan dapat dilakukan secara langsung dengan melibatkan daya dukung keseimbangan ekosistem dan lautan. Aspek keberlanjutan dari kegiatan ekowisata pesisir dan laut tidak terlepas dari sejauh mana daya dukung kawasan secara ekologis dan sosial ekonomi mampu menopang kegiatan tersebut.

9 Suatu kawasan pembangunan termasuk pesisir dan laut, secara ekologis berkelanjutan apabila sumberdaya alamnya dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi secara berlebihan terhadap sumberdaya yang dapat diperbaharui dan pengembangan pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui secara memadai (Dahuri et al. 2004). Gunn (1988) mengemukakan bahwa untuk mencapai pembangunan pariwisata bahari yang optimal dan berkelanjutan harus mampu memenuhi empat aspek, yaitu mempertahankan kelestarian dan keindahan lingkungan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, menjamin kepuasan pengunjung dan meningkatkan keterpaduan dan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan pengembangan ekowisata bahari. 2.4. Definisi Pariwisata, Wisata Bahari dan Wisata Pantai Pariwisata merupakan sebuah bentuk kegiatan rekreasi. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Pariwisata menurut UU Kepariwisataan No. 9 Tahun 1999 Pasal 1 (5) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidangnya. (Holloway dan Plant 1989, diacu dalam Yulianda 2007) mengemukakan bahwa pariwisata merupakan kegiatan perpindahan atau perjalanan orang secara temporer dari tempat mereka biasanya bekerja dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau di tempat tujuan. UI, ITB, UGM (1997) menyatakan bahwa penyelenggaraan pengembangan pariwisata harus menggunakan prinsip berkelanjutan dimana secara ekonomi memberikan keuntungan, memberikan kontribusi pada upaya pelestarian sumberdaya alam, serta sensitif terhadap budaya masyarakat lokal. Oleh karena itu pengembangan pariwisata harus berpegang pada prinsip-prinsip dasar sebagai berikut : A. Prinsip Keseimbangan Pengelolaan pariwisata harus didasarkan pada komitmen pola keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial budaya dan konservasi.

10 B. Prinsip Partisipasi Masyarakat Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan usaha pariwisata. C. Prinsip Konservasi Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan (alam dan budaya). Pengembangan harus diselenggarakan secara bertanggung jawab dan mengikuti kaidah-kaidah ekologi serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. D. Prinsip Keterpaduan Pengelolaan pariwisata harus direncanakan secara terpadu dengan memperhatikan ekosistem dan disinerjikan dengan pembangunan berbagai sektor. E. Prinsip Penegakan Hukum Pengelolaan pariwisata harus dikembangkan sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada, serta dilaksanakan dengan penegakan hukum maupun peraturan yang berlaku untuk menjamin kepastian hukum dalam pengelolaan pariwisata. Dengan demikian, pengembangan pariwisata di pesisir dan laut hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan di atas agar dapat dinikmati tidak hanya oleh generasi sekarang, tetapi juga generasi yang akan datang. Peraturan Menteri Nomor: Km.67/Um.001/Mkp/2004 menyatakan bahwa tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil, Pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan saat ini dengan tetap menjaga dan meningkatkan kesempatan pemenuhan kebutuhan dimasa yang akan datang. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dicitrakan menjadi patokan dalam pengaturan sumberdaya sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetik tercapai, dengan tetap menjaga integritas budaya, proses-proses dan keanekaragaman hayati. Perkembangan pariwisata telah mampu memberikan berbagai keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan pada berbagai wilayah pesisir. Kecenderungan wisatawan untuk menikmati wisata di wilayah pesisir telah mendorong pertumbuhan

11 di wilayah tersebut, mengakibatkan pula semakin banyaknya masyarakat terlibat dalam kegiatan pariwisata seperti peningkatan fasilitas dan aksesibilitas (Zia 2006). Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine), maupun kegiatan yang dilakukan di permukaan laut (submarine). Menurut Direktorat Jendral Pariwisata, wisata bahari disebut juga wisata minat khusus yaitu suatu bentuk perjalanan wisata yang mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan khusus terhadap suatu objek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi atau daerah tujuan wisata. Wisata bahari merupakan wisata lingkungan (eco-tourism) yang berlandaskan daya tarik bahari di lokasi atau kawasan yang didominasi perairan atau kelautan. Wisata pantai merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan pantai sebagai objek wisata. Dahuri et. al (2004) mendefinisikan pariwisata pantai sebagai kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai. Pariwisata semacam ini sering diasosiasikan dengan tiga S yaitu Sun, Sea, Sand artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai berpasir putih. Pembangunan pariwisata bahari dan pantai pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan potensi objek serta daya tarik sumberdaya di kawasan pesisir dan lautan Indonesia, berupa kekayaan alam yang indah seperti pantai yang landai dan berpasir putih, keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias. Beberapa jenis kegiatan wisata bahari dan wisata pantai pada saat ini sudah dikembangkan oleh pemerintah dan swasta, diantaranya wisata alam, pemancingan, berenang, selancar, berlayar, rekreasi pantai dan wisata pesiar. Wisata pantai terdiri dari dua kategori yaitu kategori rekreasi dan wisata mangrove (Yulianda 2007).