BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian target yang akan dicapai secara professional (Ismirani, 2011). pada perasaan tertekan atau stres (Badiah, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB II LANDASAN TEORI

Menurut Winkel (2004), prestasi belajar adalah bukti keberhasilan yang dicapai. Proses yang dialami siswa menghasilkan perubahanperubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pengembangan pendidikan, seperti dengan perbaikan kurikulum. seperti dari Inggris, Singapura dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional melalui Undang-undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan potensi siswa secara optimal. Pada jenjang SMA, upaya

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dalam lingkungan sekolah. Dengan memiliki para siswa dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR DIAGRAM... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

PENJURUSAN SISWA. Universitas. Negeri. Padang JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN. alizamar BK UNP Padang

BAB V PENUTUP 5.1 Pendahuluan 5.2 Kesimpulan Peta Kompetensi Siswa 1) Kelompok IPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kurang berkembang karena mereka tidak mengaktualisasikan seluruh potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi pada data penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

PERATURAN SMA NEGERI 1 KARANGANYAR Nomor : 800/ 303 /2010

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

persaingan yang terjadi dalam dunia industri, teknologi transportasi dan telekomunikasi bahkan dalam dunia pendidikan. Khususnya Indonesia

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari saat masih anak-anak yang mendapat pendidikan dari orang tuanya

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kuta. Jendela pariwisata di Bali yang baru menonjol adalah Seminyak. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja dalam perannya sebagai siswa Sekolah Menengah Atas, hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya (dalam Pusparia, 2008). Mereka mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan dan dapat mengendalikan perasaan serta mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. Kecerdasan emosi yang dimiliki oleh setiap siswa akan sangat mempengaruhi keberhasilan mereka dalam mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang dijalani menjadi sia-sia. Dorongan yang dimiliki oleh setiap siswa untuk mencapai suatu keberhasilan dan guna mempersiapkan diri dalam melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Semua hal tersebut dapat dicapai dengan adanya penjurusan program studi yang dilaksanakan masing-masing sekolah, diantaranya jurusan program studi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), yang dimana pembekalan yang didapat dari penjurusan tersebut pada nantinya akan diaktualisasikan baik secara langsung atau tidak langsung ke masyarakat.

Adapun perbedaan mata pelajaran jurusan IPA, antara lain: Matematika, Kimia dan Biologi sedangkan jurusan IPS, antara lain: Ekonomi, Geografi dan Sosiologi. Sejarah adanya IPA dan IPS sudah ada sejak tahun 70an pada waktu itu IPA dan IPS dikenal dengan sebutan Paspol dan Sol, sedangkan di tahun 80-90an IPA dan IPS dibagi menjadi 3; yaitu: A1: Fisika, A2: Biologi, A3: Sosial. Pada awal 2000 sampai sekarang (2010) sebutan IPA dan IPS dipakai kembali. Kecerdasan emosi menggambarkan kemampuan seseorang dalam mengendalikan, menggunakan, atau mengekspresikan emosi dengan suatu cara yang akan menghasilkan sesuatu yang baik (Salovey & Mayer dikutip Davis, 2006). Saat siswa mengalami beban tugas yang berlebih atau mengalami stres, peran kecerdasan emosi sangat dibutuhkan. Siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dapat mengelola stres dan menemukan cara yang tepat menghadapi stres tersebut. Namun akan terjadi sebaliknya jika siswa memiliki kecerdasan emosi yang rendah, mereka akan sulit menemukan cara menghadapi stres tersebut. Kecerdasan emosi juga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Mereka yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang tepat saat situasi kritis dan mendesak. Selain itu kecerdasan emosi juga berguna dalam penyesuaian diri dan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Mereka yang memiliki kecerdasan

emosi mengetahui perasaan dirinya dan orang lain, dapat menahan diri, dan bersikap empatik sehingga membuat orang lain merasa nyaman, tenang, dan senang bergaul dengannya. Hasil penelitian di Sukabumi pada siswa kelas XI SMAN 3 (dalam Arisandi dan Latifah, 2007) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kecerdasan emosi siswa kelas XI jurusan IPA dengan IPS, hasil tersebut diperoleh karena dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang sama, dalam artian semua siswa kelas XI memiliki gaya pengasuhan orangtua yang sama. Di SMA N 112 Jakarta Barat, menurut Ibu Sumartini selaku koordinator BK menyatakan bahwa sebagian siswa yang masuk jurusan IPA bukan karena keinginan mereka sendiri. Mereka terpaksa masuk jurusan IPA karena orang tua mereka yang menginginkan mereka untuk masuk jurusan IPA, ada juga beberapa siswa yang ingin masuk IPA dikarenakan banyak teman-temannya yang masuk ke IPA. Meskipun pada saat siswa kelas X dilakukan tes minat untuk membantu siswa dalam menentukan jurasan apa yang sesuai dengan mereka. Tetapi siswa masih banyak yang suka pindah jurusan dan merasa jurusan yang mereka pilih itu tidak sesuai dengan mereka, meskipun hasil minat menunjukkan hal yang sebaliknya. Beliau juga menambahkan dari sekian banyak siswa IPA dan IPS kelas XI, siswa IPS yang sering melanggar aturan sekolah diantaranya terlambat masuk kekelas, membolos dan mencotek.

Menurut Bpk. Wondo selaku wali kelas IPS sebelumnya menjabat sebagai wali kelas IPA, siswa IPS lebih susah diatur dibandingkan dengan siswa IPA. Ketika siswa IPS mendapati jam kosong mereka terlihat asik mengobrol atau jalan-jalan atau berkumpul dikantin. Sedangkan siswa IPA ketika mendapati jam kosong, mereka lebih suka membaca buku / belajar didalam kelas atau perpustakaan. Bpk. Wondo juga menambahkan, tidak semua siswa IPA memiliki semangat belajar yang tinggi. Tetapi karena adanya persaingan didalam kelas maka mereka termotivasi untuk belajar. Dengan adanya persaingan didalam kelas membuat para siswa lebih individual dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu. Sedangkan siswa IPS menurut beliau tidak sesemangat siswa IPA dalam belajar. Mereka cenderung santai dalam belajar dan suka menggampangkan sesuatu, dalam artian mereka sangat percaya diri bahwa mereka yakin dapat melakukannya. Beliau juga menambahkan siswa IPS memiliki sifat solidaritas yang lebih tinggi dan mudah bergaul dibandingkan siswa IPA. Peneliti menyimpulkan bahwa sebagian siswa IPA memiliki semangat tinggi dan motivasi untuk belajar, lebih egosentris / individual sehingga kurang dapat bergaul, hal ini mungkin terjadi karena siswa kurang memiliki rasa empati kepada teman. Sedangkan sebagian siswa IPS pernah melanggar aturan dan mudah bergaul sehingga lebih banyak memiliki teman, hal ini terjadi mungkin dikarenakan siswa IPS yang santai dan cuek serta rasa

solidaritas yang tinggi ini terlihat ketika ada salah satu temannya yang terlambat masuk ke kelas yang lainnya ikut terlambat juga. Hal sebaliknya, berdasarkan hasil observasi dan wawancara pihak sekolah peneliti memperoleh data bahwa beberapa siswa IPS yang pernah melanggar aturan memiliki semangat tinggi untuk belajar bahkan diantaranya pernah menjadi juara dalam perlombaan antar sekolah. Siswa IPA yang dikatakan kurang bisa bergaul dan lebih suka menyendiri ketika sedang menghadapi masalah tetapi mereka juga dapat menjalin hubungan yang baik setelah terjadi pertikaian diantara mereka. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini karena melihat fenomena yang belum jelas apakah siswa jurusan IPA dan IPS memiliki kecerdasan emosi yang berbeda. Beberapa permasalahan yang mendukung fenomena yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara pada siswa jurusan IPA yaitu ada beberapa siswa yang mengatakan kurang dapat memahami perasaan temannya, kadang-kadang merasa cemas ketika banyak ulangan, merasa kesal dengan guru karena banyak tugas dan ulangan harian, merasa kurang di perhatikan oleh lawan jenis, merasa kesal jika ditegur oleh guru atau dimarahi oleh orangtua. Sedangkan hasil wawancara pada siswa jurusan IPS yaitu mereka merasa senang kita mendapati jam kosong, kesal dengan guru karena banyak tugas individual, kesal dengan teman karena tidak diberi

contekan, merasa senang ketika diberi tugas kelompok, ada masalah dengan orangtua dan lain-lain. Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan siswa tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar. Permasalahan dan perbedaan diatas yang mendasari peneliti untuk mengukur kecerdasan emosi siswa jurusan IPA dan IPS. B. Identifikasi Masalah Dari uraian diatas, kecerdasan emosi sangat menentukan kualitas seorang siswa. Dalam latar belakang telah diuraikan tentang siswa IPA dan siswa IPS, dimana dari hasil observasi dan wawancara serta pernyataan yang diberikan oleh pihak sekolah siswa IPA lebih teratur dan individual sedangkan siswa IPS mudah bergaul tetapi paling banyak melanggar aturan disekolah. Hal tersebut mengindikasi tingkat kecerdasan emosi siswa. Siswa IPS yang mudah dalam bergaul dan tidak terlalu suka dengan keteraturan tidak mengindikasi bahwa kecerdasan emosi mereka rendah. Oleh karena beberapa hal di atas dan berdasarkan uraian latar belakang di atas maka identifikasi masalah yang akan diteliti adalah Apakah ada perbedaan kecerdasan emosi yang signifikan antara siswa jurusan IPA dengan IPS SMAN 112 Jakarta Barat?.

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendukung informasi secara empirik mengenai : 1. Gambaran kecerdasan emosi pada siswa IPA dan IPS. 2. Gambaran kecerdasan emosi siswa IPA dan IPS berdasarkan data penunjang / tambahan. 3. Perbedaan kecerdasan emosi pada siswa IPA dengan IPS. 4. Dimensi yang dominan dalam kecerdasan emosi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan penerapan Psikologi Pendidikan, terutama yang berkaitan dengan perkembangan remaja yaitu mengenai perkembangan emosi dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada serta dapat memberi gambaran mengenai perbedaan kecerdasan emosi pada siswa jurusan IPA dengan siswa jurusan IPS. 2. Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan kepada orang tua, remaja dan para pendidik di sekolah agar dapat memahami akan

pentingnya peranan kecerdasan emosi sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan dan pengetahuan serta mengembangkan kepribadian untuk melaksanakan fungsinya sebagai bagian dari masyarakat. E. Kerangka Pemikiran Kecerdasan emosi atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan untuk merasakan, menilai, dan mengekspresikan emosi secara akurat dan adaptif; kemampuan untuk mengenal dan memahami emosi; kemampuan untuk mengakses emosi ketika melakukan aktivitas kognitif dan adaptasi; dan kemampuan untuk mengatur emosi diri sendiri dan orang lain (Salovey, Mayer, & Caruso, 2000). Siswa SMA adalah para remaja yang masih mencari jati diri mereka yang sesungguhnya, mereka masih sering berubah pikiran, ikut-ikutan dan belum dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Berdasarkan fenomena yang telah dikatakan diawal dan jika dilihat dari penjelasan kecerdasan emosi seharusnya kita dapat melihat perbedaan kecerdasan emosi siswa jurusan IPA dan siswa jurusan IPS, terutama dari setiap dimensidimensi yang dipaparkam oleh Salovey. Siswa jurusan IPS yang mudah bergaul dan memiliki banyak teman menunjukkan bahwa siswa jurusan IPS dapat mempersepsi dan mengekspresi emosi lebih baik dibandingkan siswa jurusan IPA.

Siswa jurusan IPA yang memiliki semangat tinggi untuk terus belajar menunjukkan bahwa siswa jurusan IPA dapat menggunakan emosi lebih baik dibandingkan siswa jurusan IPS. Disini siswa IPA lebih mampu untuk memprioritaskan pikiran dalam keadaan emosi dibandingkan siswa jurusan IPS yang merasa senang ketika mendapati jam kosong. Siswa jurusan IPA dan IPS kurang mampu dalam memahami emosi, pada kedua jurusan IPA dan IPS siswa memiliki masalah dengan orangtua dan merasa kesal dengan guru juga teman. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang mampu dalam merasakan sebab dan akibat dari emosi yang terjadi. Siswa jurusan IPS memiliki manajemen emosi yang lebih baik dibandingkan siswa jurusan IPA. Siswa jurusan IPA kurang mampu untuk terbuka terhadap perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam memberi kesan yang baik tentang dirinya, memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, menggunakan emosinya dengan sehat dan efektif, mengendalikan perasaan serta kemampuan dalam mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2000) bahwa kecerdasan emosi merupakan kualitas untuk mengenali emosi pada diri sendiri kemudian emosi tersebut dikelola dan digunakan untuk memotivasi diri sendiri dan memberi manfaat dalam hubungannya dengan orang lain sehingga individu akan dapat membangun hubungan yang produktif dan meraih keberhasilan

secara optimal sekalipun individu tersebut sedang menghadapi masalah. Siswa yang memiliki kecerdasan emosi tinggi lebih mampu dalam mengidentifikasi dan merasakan emosi, dapat menggunakan emosi secara efektif dalam pemikiran dan pemecahan masalah, dapat memahami makna emosi lebih mendalam, dan siswa lebih mampu mengelola emosi diri dan emosi orang lain lebih baik dibandingkan siswa dengan kecerdasan emosi rendah (Mayer dalam Afrianto, 2008). Kecerdasan emosi yang rendah menyebabkan individu mengalami kesulitan untuk menghayati hubungan interpersonal, hubungan sosial dan penghayatan terhadap nilai-nilai moral (Maslow & Mittlemann dalam Sari, 2005). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan remaja kurang berusaha memahami orang lain sehingga remaja cenderung lebih berorientasi pada diri sendiri (egosentris). Hal ini seperti yang terjadi pada siswa IPA yang mandiri dan kurang bisa bergaul dibandingkan siswa IPS yang terlihat lebih santai dalam menjalani hidup, hal ini terlihat dari penampilan mereka, kurang suka dengan keraturan semau gue dan dengan mudah bergaul dengan siapa saja. F. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kecerdasan emosi yang signifikan antara siswa jurusan IPA dan IPS.