BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian inti dalam pendidikan adalah pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar antara siswa dan guru untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Makna dalam pembelajaran menekankan pada siswa untuk belajar dan guru menfasilitasi apa yang dibutuhkan siswa untuk belajar. Pembelajaran yang dilaksanakan akan menentukan proses dan hasil dalam pendidikan, yang sekaligus memberikan dampak pada kualitas pendidikan yang diharapkan. Menurut Prastowo (2013:65), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan untuk membuat siswa belajar dengan melibatkan beberapa unsur, baik ekstrinsik maupun intrinsik yang melekat dalam diri siswa dan guru, termasuk lingkungan, guna tercapainya tujuan belajar-mengajar yang telah ditentukan. Hubungan guru, siswa dan unsur pendukung dalam pembelajaran sangat berkaitan. Pembelajaran akan berlangsung baik dan bermakna ketika komunikasi antara semua komponen mendukung, siswa berperan aktif, dan dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang diperolehnya, serta guru harus menjadi fasilitator yang baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Freudental (Wijaya, 2012: 20) bahwa proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa. Pembelajaran bukan hanya menghafalkan suatu materi yang kemudian dilupakan, namun pembelajaran bermakna yang sesungguhnya yakni seorang guru mampu menjadi fasilitator bagi siswa untuk mengalami langsung pengetahuan yang akan dipelajari. Pembelajaran akan bermakna bila siswa berpastisipasi aktif dengan mengalami langsung konsep materi yang dipelajari sehingga menghasilkan pemahaman yang utuh. Pembelajaran bermakna harus diterapkan dalam semua mata pelajaran, yang salah satu mata pelajaran dasar yakni mata pelajaran matematika. 1
2 Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang berperan penting bagi kehidupan manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa matematika manusia tidak akan bisa menghitung atau mengukur segala kebutuhannya. Menurut Faidi (2013:86) matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang abstrak, tidak bisa diraba. Pengertian matematika yang merupakan ilmu abstrak menunjukkan matematika menggunakan cara berfikir yang rasional, faktual, dan sistematis. Pembelajaran matematika seharusnya dapat meningkatkan proses berfikir siswa, tidak serta merta pelajaran matematika hanya diajarkan guru dengan menyampaikan ilmu matematika yang sudah siap pakai tanpa siswa mengalami langsung bagaimana suatu materi atau konsep tersebut dapat terbentuk. Kriteria soal pada pembelajaran matematika yang berkaitan dengan menyelesaikan masalah adalah soal cerita. Soal cerita menyajikan berbagai permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan berpikir untuk mencari gagasan utama dengan menganalisis, menafsirkan kata-kata, dan melatih kemampuannya melakukan operasi hitung yang sudah mereka pelajari untuk dapat mengerjakan soal cerita, sehingga pembelajaran soal cerita matematika akan bermakna bagi siswa. Padahal dalam kenyataannya, kebanyakan siswa masih mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal cerita dan membuat kalimat matematikanya. Langkah awal untuk memperbaiki pemahaman siswa tentang soal cerita yakni pada kelas III. Pada kelas III mulai dihadapkan pada menyelesaikan soal cerita yang sedikit rumit. Siswa perlu memahami dengan baik pembelajaran soal cerita agar pembelajaran yang dilakukan bermakna bagi siswa. Dalam pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang dilaksanakan tanggal 25 November 2015 di SD Negeri Purwotomo No.97 menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran menyelesaikan soal cerita materi pecahan. Siswa terkesan kebingungan apa yang dimaksud dalam soal
3 cerita materi pecahan dan siswa tidak mengerti kalimat matematika yang terdapat dalam soal cerita tersebut. Konsep pemahaman siswa tentang pecahan juga rendah, siswa masih kesulitan dalam mengoperasikan bilangan pecahan, khusunya perbandingan pecahan. Selain itu, pembelajaran matematika yang dilakukan guru hanya dengan menyampaikan informasi atau materi yang siap pakai dalam buku pelajaran matematika. Siswa tidak terlibat langsung dalam pembelajaran, siswa hanya menerima pembelajaran dari apa yang disampaikan oleh guru sehingga pembelajaran matematika soal cerita menjadi tidak bermakna. Pembelajaran yang seperti itu mengakibatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi pecahan masih rendah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru dan siswa kelas III di SD Negeri Purwotomo No.97 pada tanggal 25 November 2015 (lampiran 5, halaman 146 dan lampiran 7, halaman 150) tentang pembelajaran matematika khususnya tentang penyelesaian soal cerita materi pecahan menyatakan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita. Pada umumnya mereka merasa kesulitan dalam memahami konsep pecahan, bagaimana cara mengoperasikan pecahan dalam bentuk soal cerita. Siswa sulit untuk memahami apa yang dimaksud dalam soal tersebut, dan mereka juga tidak mengerti tentang kalimat matematika dalam soal cerita. Nilai ulangan harian pada penyelesaian soal cerita materi pecahan belum memenuhi syarat yang dikatakan tuntas belajar. Selain itu, respon siswa juga kurang baik terhadap materi menyelesaikan soal cerita, akibatnya hasil tes yang dilakukan masih rendah pada kelas tersebut. Hasil pretest yang diperoleh peneliti pada 25 November 2015 pada siswa kelas III SD Negeri Purwotomo No. 97 tentang pembelajaran pemecahan soal cerita pada operasi hitung pecahan diperoleh nilai rata-rata kelas yakni 47,08 dari kriteria ketuntasan minimal ( KKM) sebesar 70 yang dapat dilihat pada lampiran 3
4 (halaman 143 ). Dari 24 siswa, sebanyak 4 siswa atau 16,66 % nilainya di atas tuntas dan 20 siswa atau 83,33 % nilainya dibawah batas tuntas. Data tersebut menunjukkan bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita dalam materi operasi hitung pecahan masih sangat rendah. Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi pecahan jika dibiarkan akan berdampak pada pemahaman materi yang akan diterima siswa di kelas selanjutnya. Materi soal cerita pecahan yang diperoleh di kelas III merupakan langkah awal untuk materi bilangan pecahan yang lebih kompleks yang akan diterima di kelas selanjutnya. Perlu adanya keadaan yang membuat siswa nyaman dan tertarik untuk belajar. Hal tersebut dapat diciptakan guru dengan menggunakan suatu strategi atau pendekatan yang dapat menjadikan pembelajaran matematika menjadi bermakna dan efektif. Strategi atau pendekatan matematika yang sesuai dengan kebermaknaan pembelajaran dimana siswa dapat mengkonstruksikan matematika sebagai ilmu abstrak menjadi pembelajaran yang bersifat nyata, maupun dari hal nyata yang ditransisikan menjadi ilmu abstrak, dengan tujuan meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita, yakni dengan Realistic Mathematics Education (RME). Shoimin (2014: 149), menyatakan Realistic Mathematics Education (RME) adalah situasi ketika siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Strategi pembelajaran konstektual Realistic Mathematics Education (RME) menekankan pada siswa yang terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang mereka miliki dan pengetahuan yang akan mereka alami. Realistic Mathematics Education (RME) memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih dekat dan mengalami langsung bagaimana ilmu matematika dapat diterapkan untuk memecahkan masalah sehari-hari. Siswa akan tertarik dan tertantang untuk menyelesaikan soal cerita tersebut dengan cara dan proses yang mereka kembangkan sendiri.
5 Realistic Mathematics Education (RME) pada dasarnya menekankan suasana realistis untuk membangun konsep dan sebagai sumber belajar, hal ini sesuai dengan pembelajaran berbasis ilmiah atau disebut scientific approach. Kegiatan pembelajaran pendekatan scientific bertujuan untuk melatih pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Pendekatan scientific melatih siswa untuk aktif, berfikir kritis dan analitis mengkonstruksikan konsep matematika melalui kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan untuk memecahkan masalah soal cerita serta mengaplikasikan materi soal cerita dalam kehidupan sehari-hari. Menurut penelitian Masduqi (2012) dalam penelitiaannya menyatakan bahwa pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dengan memanfaatkan lembar kerja siswa (LKS) lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional dengan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen 58,29 dan nilai rata-rata posttest kelas kontrol 41,33. Seperti halnya perhitungan uji t dua sampel independen 1 sisi, diperoleh bahwa Ho ditolak, artinya bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Dalam penelitian tersebut variabel bebas yang sama dengan variabel peneliti yakni Realistic Mathematics Education (RME) Penelitian oleh Pratiwi, Hairida, dan Rasmawan, (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit antara siswa yang diajarkan menggunakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik dan yang diajar menggunakan model cooperative learning dengan pendekatan saintifik. Pembelajaran menggunakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik memberikan pengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis
6 siswa sebesar 28,23% dengan perhitungan Effect Size sebesar 0,78. Dalam penelitian ini variabel bebas sama dengan variabel bebas peneliti. Dari kedua penelitian tersebut penelitian ini harus dilakukan untuk dapat mengetahui Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan scientific dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita materi pecahan dengan menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan scientific mempunyai pengertian melaksanakan pembelajaran matematika menggunakan masalah yang nyata atau realistic dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah yang dilakukan dengan kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam menyelesaikan soal cerita dapat diatasi dengan diterapkan Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan scientific, karena pada pembelajaran tersebut dapat membantu siswa mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari siswa, kemudian siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah sehari-hari tersebut. Hal tersebut sesuai dikarenakan soal cerita merupakan pembelajaran matematika yang menyajikan cerita atau pengalaman ehari-hari siswa yang pernah dialaminya, sehingga peneliti berpendapat bahwa Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan scientific dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal cerita materi pecahan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Melalui Realistic Mathematics Education (RME) dengan Pendekatan Scientific Pada Siswa Kelas III SD Negeri Purwotomo No. 97 Tahun Ajaran 2015/2016
7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah penerapan Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan Scientific dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita materi pecahan pada siswa kelas III SD Negeri Purwotomo No. 97 Tahun Ajaran 2015/2016? 2. Bagaimana cara penerapan Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan Scientific dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita materi pecahan pada siswa kelas III SD Negeri Purwotomo No. 97 Tahun Ajaran 2015/2016? C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan pada penelitian ini adalah 1. Untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita materi pecahan dengan Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan Scientific pada siswa kelas III SD Negeri Purwotomo No. 97 Tahun Ajaran 2015/2016. 2. Untuk memaparkan cara penerapan Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan Scientific dalam menyelesaikan soal cerita materi pecahan pada siswa kelas III SD Negeri Purwotomo No. 97 Tahun Ajaran 2015/2016.
8 D. Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Bertambahnya ilmu pengetahuan mengenai penggunaan Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan scientific untuk menyelesaikan soal cerita materi pecahan. b. Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan kepada pembelajar matematika, umumnya pada peningkatan mutu pendidikan matematika melalui Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan scientific. c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian sejenis yang lebih kompleks, d. Secara khusus penelitian ini memberikan kontribusi pada strategi pembelajaran berupa penggeseran dari alternatif mengajar menuju ke alternatif pembelajaran yang mementingkan pada proses untuk mencapai hasil. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa 1) Meningkatnya kemampuan menyelesaikan soal cerita materi pecahan sehingga dapat mengembangkan potensi diri secara optimal terutama dalam belajar matematika selanjutnya melalui Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan Scientific. 2) Mudahnya siswa dalam memahami materi penyelesaian soal matematika pecahan melalui Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan Scientific.
9 b. Bagi guru 1) Mudahnya guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika khususnya materi soal cerita pecahan Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan Scientific 2) Realistic Mathematics Education (RME) dengan pendekatan Scientific dapat memberikan informasi pada guru dalam menerapkan salah satu 11 alternatif dalam KBM matematika. c. Bagi sekolah 1) Meningkatnya kualitas pembelajaran sehingga berdampak pada peningkatan mutu sekolah. 2) Terwujudnya pembelajaran yang efektif di sekolah.