Studi Eksperimental Sistem Kondensasi Uap Hasil Evaporasi pada Sistem Desalinasi Tenaga Matahari

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Eksperimental Sistem Kondensasi Uap Hasil Evaporasi pada Sistem Desalinasi Tenaga Matahari

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Analisa Kinerja Alat Destilasi Penghasil Air Tawar dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Surya. Oleh: Dewi Jumineti

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH PERBEDAAN JENIS PLAT PENYERAP KACA DAN PAPAN MIKA TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS AIR MINUM PADA PROSES DESTILASI ENERGI TENAGA SURYA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

PENGOLAHAN AIR LAUT MENJADI AIR BERSIH DAN GARAM DENGAN DESTILASI TENAGA SURYA

BAB II LANDASAN TEORI

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

KAJI EKSPERIMENTAL ALAT PENGOLAHAN AIR LAUT MENGGUNAKAN ENERGI SURYA UNTUK MEMPRODUKSI GARAM DAN AIR TAWAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kaji Eksperimental Pemisah Garam dan Air Bersih Dari Air LAut Mengunakan Kolektor Plat Alumunium Dengan Mengunakan Energi Surya

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

BAB II PESAWAT PENGUBAH PANAS (HEAT EXCHANGER )

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Analisa Kinerja Alat Destilasi Penghasil Air Tawar dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Surya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

BAB III DESAIN SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI

RANCANGAN EVAPORATOR DAN KONDENSOR PADA PROTIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS AIR LAUT (OCEAN THERMAL ENERGY CONVERSION/ OTEC)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) G-184

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

PRESTASI SISTEM DESALINASI TENAGA SURYA MENGGUNAKAN BERBAGAI TIPE KACA PENUTUP MIRING

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

UPAYA PENGADAAN AIR BERSIH BAGI KELOMPOK USAHA BERSAMA NELAYAN PANTAI BOOM DI KELURAHAN KEPATIHAN KABUPATEN BANYUWANGI

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB II LANDASAN TEORI

Penerapan Hukum Termodinamika II dalam Bidang Farmasi 1. Penggunaan Energi Panas dalam Pengobatan, misalnya diagnostik termografi (mendeteksi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

BAB IV ANALISA KOMPONEN MESIN

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

PENGARUH BILANGAN REYNOLDS TERHADAP KARAKTERISTIK KONDENSOR VERTIKAL TUNGGAL TIPE CONCENTRIC TUBE COUNTER CURRENT

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Studi Alat Destilasi Surya Tipe Basin Tunggal Menggunakan Kolektor Pemanas

PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB III METODOLOGI STUDI KASUS. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak

BAB II LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

Transkripsi:

Studi Eksperimental Sistem Kondensasi Uap Hasil Evaporasi pada Sistem Tenaga Matahari Khilmi Affandi 1) Sutopo P.F. 2) Alam Baheramsyah 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS, Surabaya 60111, email: khilminitihardjo@gmail.com 2) 3) Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS, Surabaya 60111 1 Abstrak - Pada daerah pesisir umumnya memiliki masalah akses air bersih. Sumber air yang ada biasanya berasal dari sumur air tanah yang airnya berasa asin. Rasa asin ini dikarenakan air tanah yang bercampur dengan air laut, sehingga airnya menjadi payau. Upaya yang dapat dilakukan untuk penyediaan air bersih adalah dengan memanfaatkan air yang ada, salah satunya adalah air payau. Untuk dapat dimanfaatkan maka air laut perlu diolah terlebih dahulu. Dalam penelitian ini, pengolahan air payau ini dilakukan dengan cara mendestilasi. Dimana dilakukan pembuatan prototype sistem destilasi air payau. Supaya air hasil dari destilasi air payau maksimal, yakni air yang dihasilkan banyak, maka ditambahkan sistem kondensasi, berupa kondensor berpendingin air. Pada sistem ini, air payau diuapkan dengan sistem Solar Water Heater, menggunakan panas dari energi matahari, kemudian uap air yang dihasilkan keluar dari panel pemanas yang kemudian dialirkan menuju kondensor. Dari penelitian ini analisa volume air yang dihasilkan dan kandungan air hasil destilasi, dengan membandingan antara satu kali proses destilasi dan dua kali proses destilasi. Dan hasil yang diharapkan adalah, dengan adanya sistem kondensasi hasil air yang dikeluarkan lebih maksimal, dan dengan adanya dua kali pendestilasian kandungan air destilasi mendekati dengan kandungan yang ada air tawar konsumsi. Kata Kunci: Solar water heater, destilasi, kondensasi, kondensor. I. PENDAHULUAN Pada daerah pesisir umumnya memiliki masalah akses air bersih. Sumber air yang ada biasanya berasal dari sumur air tanah yang airnya berasa asin. Rasa asin ini dikarenakan air tanah yang bercampur dengan air laut, sehingga airnya menjadi payau. Upaya yang dapat dilakukan untuk penyediaan air bersih adalah dengan memanfaatkan air yang ada, salah satunya adalah air laut. Untuk dapat dimanfaatkan maka air laut perlu diolah terlebih dahulu. Salah satunya adalah dengan sistem desalinasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana metode pengolahan air payau yang efisien dengan cara desalinasi, berikut untuk mengetahui kinerja sistem kondensasi uap hasil evaporasi pada sistem desalinasi ini. Agar tercapai air desalinasu dengan kadar garam dan ph yang sesuai dengan standar dari PerMenKes. II. TINJAUAN PUSATAKA Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Dalam proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin. Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin, proses pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar condenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut. [2] 2.1. Solar Water Evaporator Solar water heater merupakan water heater yang menggunakan energi matahari sebagai sumber energi penghasil panas. Alat pemanas ini merupakan alat pemanas yang paling hemat listrik, dan tidak membutuhkan biaya operasional yang besar karena menggunakan tenaga surya yang tersedia secara gratis. Jenis yang satu ini memang paling hemat listrik karena menggunakan tenaga matahari sebagai sumber panas, tetapi harga jenis ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan tipe lainnya. Solar water heater sangat cocok untuk daerah tropis yang dilimpahi sinar matahari sepanjang tahun. Cara kerja water heater tipe ini adalah menggunakan prinsip penyerapan tenaga matahari. Panas matahari diserap oleh panel kolektor panas. Dimana panas matahari tersebut memanaskan air pada pipa kapiler yang ada di dalamnya. Konsep pada alat desalinasi tenaga matahari ini adalah berupa panel kolektor panas matahari, seperti pada Solar Water Heater. Namun, pada hal ini panel kolektor panas tidak hanya berfungsi memanaskan tetapi juga mengubah fase cair air payau menjadi uap air. [2] 2.2. Kondensasi Proses pengembunan adalah proses perubahan wujud gas menjadi wujud cair karena adanya perbedaan temperature. Temperatur pengembunan berubah sejalan dengan tekanan uap. Oleh karena itu temperatur pengembunan didefinisikan sebagai temperatur pada kondisi jenuh akan dicapai bila udara didinginkan pada tekanan tetap tanpa penambahan kelembaban. Untuk menghasilkan pengembunan dilakukan dua cara, yaitu [3] Menurunkan temperatur sehingga mereduksi kapasitas dari uap air.

2 Menambah jumlah uap air Kondensasi diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya [6] 1. Jenis kondensasi: homogenous, heterogenous, dropwise, film, atau direct contact. 2. Kondisi uap: satu komponen; banyak komponen dengan semua komponen mampu terkondensasi; banyak komponen beserta komponennya yang tidak mampu terkondensasi. 3. Geometri sistem: plane surface, external, internal, dan lain-lain. 2.3. Kondensor Proses konden Proses kondensasi untuk mengendalikan/ menyisihkan gas polutan dibedakan atas teknik kondensasi kontak langsung dan tidak langsung (surface). Dalam teknik kondensasi kontak langsung, gas polutan berkontak langsung dengan media pendingin, dan kondensat (polutan yang terkondensasi) akan bercampur dengan media pendingin. Sedangkan dalam teknik tidak langsung, gas polutan dan pendingin dipisahkan oleh suatu permukaan Kondensor, permukaan disebut pula shell-andtube heat exchanger. Dalam kondensor permukaan atau heat exchanger, panas ditransfer dari gas menuju pendingin melalui permukaan heat exchanger. Laju tranfer panas tergantung kepada tiga faktor yaitu: Total luas permukaan kondensor, Hambatan untuk transfer panas, dan Perbedaan temperatur antara gas dengan pendingin Koefisien perpindahan panas (U) diukur dari total hambatan transfer panas. Dalam shell-and-tube condenser, air dingin mengalir dalam tabung yang menyebabkan uap (gas) terkondensasi pada permukaan luar tabung. Panas ditransfer dari gas ke pendingin. Kondisi idealnya transfer panas tersebut terjadi tanpa kehilangan panas (heat resistence). [5] Untuk menyatakan koefisien perpindahan panas total, maka luas bidang tempat koefisien tersebut didasarkan harus diketahui. Sehingga koefisien perpindahan panas total bisa dinyatakan dalam persamaan berikut: q = U o A o (T o T i ) dan q = U i A i (T o T i ) dimana U o = koefisien perpindahan kalor total berdasar pada luas permukaan luar (W/m 2.K) U i = koefisien perpindahan kalor total berdasar pada luas permukaan luar dalam (W/m 2.K) A o = luas permukaan luar pipa (m 2 ) A i = luas permukaan dalam pipa (m 2 ) T o = suhu refrigerant (K) = suhu air (K) T i 2.4. Insulasi Termal Insulasi termal adalah material yang berguna untuk mengurangi laju perpindahan panas, atau metode atau proses untuk mengurangi laju perpindahan panas. Panas bisa dipindahkan dengan cara konduksi, konveksi, dan radiasi atau ketika terjadi perubahan wujud. Mengenai insulasi termal, hanya dibicarakan perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Kemampuan insulasi sebuah material diukur dari konduktivitas termal (k). konduktivitas termal yang rendah setara dengan kemampuan i solasi tinggi (R-value). Dalam rekayasa termal, sifat penting lainnya dari bahan isolasi adalah densitas produk (ρ) dan kapasitas panas spesifik (c). Konduktivitas termal k material yang rendah akan mengurangi fluks panas. Semakin kecil nilai k, maka semakin besar nilai tahanan panas R material. Konduktivitas termal diukur dalam Watt per meter per Kelvin (W/mK). Selain itu pula ketebalan dari material insulasi juga memengaruhi nilai resistansi, di mana semakin tebal material maka semakin besar pula nilai resistansi. [7] 2.4.1. Insulasi sistem pendingin Untuk menghindari beban panas dan mengurangi efisiensi sistem pendingin, kondensasi air pada permukaan,dan masalah korosi potensial, pipa-pipa sistem pendingin harus selalu terisolasi. Sebagai aturan praktis ketebalan isolasi air dingin, pendinginan dan air garam sistem harus tidak kurang dari yang ditunjukkan di bawah: Tabel 1. Tabel Ketebalan Insulasi pada Sistem Pendingin Ukuran Pipa (inchi) Operation < 1 1 ¼ 2 ½ 5 Sistem Temperature 2 4 6 > 8 F C Tebal Insulasi (inci) Chilled 40-55 4-12 0,5 0,75 1,0 1,0 1,0 Water Refrigerant < 40 < 4 1,0 1,5 1,5 1,5 1,5 Brine < 40 < 4 1,0 1,5 1,5 1,5 1,5 Isolasi sistem pendingin harus terbuat dari busa polyethylene cross-linked mikro-seluler dengan difusi uap air yang rendah. 2.4.2. Material Insulasi Batas suhu dari beberapa bahan isolasi yang umum ditunjukkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 2 Batas suhu yang dimiliki material isolasi Material Insulasi Low Temperature Range High C F C F Calcium Silicate -18 0 650 1200 Cellular Glass -260-450 480 900 Elastomeris foam -55-70 120 250 Fiberglass -30-20 540 1000 Mineral wool, Ceramic fiber 1200 2200 Mineral wool, glass 0 32 250 480 Mineral wool, stone 0 32 760 1400

3 Material Insulasi Low Temperature Range High C F C F Phenolic foam 150 300 Polyisocyanurate orpolyiso -180-290 150 300 Polystyrene -50-60 75 165 Polyurethane -210-350 120 250 Vermiculite -272-459 760 1400 2.5. Air layak minum Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi. Untuk konsumsi air minum menurut departemen kesehatan, syaratsyarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. III. METODOLOGI 3.1. Alur Pengerjaan berikut ini adalah alur pengerjaan skripsi mengenai sistem kondensasi pada alat desalinasi tenaga matahari: 3.2. Perencanaan Sistem Ada pun di bawah ini adalah alur pengerjaan perencanaan sistem desalinasi dan kondensor: Gambar 2 Diagram alur perencanaan desain sistem kondensasi pada alat desalinasi tenaga matahari Dalam menghitung dan menentukan spesifikasi desain dari sistem digunakan beberapa formula antara lain: Parameter Intensitas Matahari Tabel 3 Parameter beserta formula untuk perhitungan desain Konveksi karena angin Energi yang dihasilkan panel Hambatan panas Perpindahan panas Formula IT = G R 1 + 0,333cos 360n 365,25 h wind = 5,7 3,8v Q nett = (α IT A kaca τ) (h wind A kaca T 1 ) 1 = 1 = 1 + x + 1 U o A o U i A i h o A o ka m h i A i q = U o A o (T o T i ) Ada pun desain sistem desalinasi dan desain dari kondensor yang digunakan dalam percobaan sebagai berikut: Gambar 1 Diagram alur pengerjaan skripsi

4 Gambar 3 Skema sistem alat desalinasi tenaga matahari Gambar 5 Skema metode pengambilan data percobaan Ada pun variabel-variabel yang digunakan pada percobaan ini, antara lain: Gambar 4 Desain kondensor (cooling water container) 3.3. Uji Coba Alat (Kalibrasi) Pada proses ini, dilakukan uji coba dan analisa awal, untuk mengetahui, apakah alat yang dirancang bisa bekerja dengan baik sesuai atau mendekati perencanaan. Pada uji coba ini dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang baik. Analisa awal juga dilakukan untuk mengetahui apakah alat yang dibuat bekerja dengan memuaskan, dan atau apakah alat tersebut memerlukan berbaikan atau modifikasi agar sistem berjalan sesuai dengan analisa awal. 3.4. Metode Percobaan Pelaksanaan percobaan di laboratorium mesin fluida dan sistem. Dimana pada percobaan dilakukan lama penyinaran selama 8 jam (09.00 s.d. 17.00 WIB) dan percobaan dianggap efektif bila dilakukan penyinaran minimum selama 6 jam, dengan pelaksanaan percobaan dilakukan selama kurang lebih 14 hari, dengan setiap 30 menit dilakukan pengamatan. Dimana spesifikasi apparatus/ alat percobaan dilengkapi dengan sensor suhu atau thermocouple yang digunakan untuk mengukur distribusi suhu pada pipa kondenser dan suhu air pendingin (coolant), serta digunakan bejana ukur untuk mengetahui jumlah uap yang telah terkondensasi (gambar). a. Variable bebas (manipulasi), yaitu variable yang akan dimanipulasi, dalam percobaan ini adalah sistem yang digunakan dalam alat desalinasi, yaitu sistem dengan satu kali kondensasi dan sistem bertingkat, yaitu dengan dua kali kondensasi. b. Variable terikat pada percobaan ini merupakan hasil yang disebabkan oleh variable manipulasi, yaitu jumlah air dan kemurnian air yang dihasilkan oleh sistem desalinasi. c. Variable kontrol pada percobaan ini adalah kontrol suhu, yakni bagaimana cara mengatur suhu pada kondensor agar tetap stabil. IV. PEMBAHASAN Pada studi experimental tentang sistem kondensasi uap hasil evaporasi pada sistem desalinasi menggunakan tenaga matahari ini, terdapat beberapa data percobaan yang diambil, diantaranya dengan variasi derajat kemiringan evaporator, jumlah air yang masuk ke evaporator, tingkat sistem desalinasi, dan variasi suhu air pendingin. Dengan durasi percobaan (pengambilan data) selama 6 jam per hari, dan dengan penurunan tekanan vakum sampai 0,3 bar. Berikut ini adalah hasil dari experiment sistem kondensasi pada alat desalinasi tenaga matahari: Es (kg) V air (ml) in out Tabel 4 Data percobaan dan analisa T c ( C) Laju Q nett (W) T uap ( C) Q c (W) 4 535 15 8 0,0117 435,8 59 985,33 1,28 6 535 15 14 0,0117 467,3 58 848,83 1,10 0 535 13 31 0,0101 448,9 56 475,92 0,62 0 535 10 32 0,0078 461,3 54 425,04 0,55 0 535 9 33 0,0070 486,8 56 446,89 0,58 7 705 15 8 0,0117 579,3 38 585,6 0,76 7 705 17 8 0,0132 425,2 60 986,4 1,28 4 705 14 17 0,0109 484,5 53 689,3 0,89 0 705 11 31 0,0086 511,1 55 475,5 0,62 0 705 11 31 0,0082 384,8 59 537,9 0,70 6 130 7 15 0,0055 442,9 58 834,3 1,08 4 123 10 13 0,0078 457,2 49 682,4 0,89 η c

5 Ada pun data hasil pengujian laboratorium terhadap kandungan garam dan ph, pada air hasil desalinasi: Tabel 5 Hasil uji NaCl dan ph Parameter NaCl Metode Analisa ph Metode Analisa Standar Maksimum [1] 250 6,5-8,5 Air Payau 235,31 Flamephotometri 7,56 ph-metri Air 95 Flamephotometri 8,25 ph-metri Dari data-data tersebut ada beberapa parameter yang dianalisa, antara lain: a. Pengaruh suhu air pendingin terhadap volume air yang dihasilkan b. Pengaruh variasi suhu pendingin kondensor terhadap laju desalinasi c. Perbandingan suhu uap yang dihasilkan dengan besar kalor yang diserap, dan efisiensi kalor yang diserap terhadap desain. d. Perbandingan suhu uap yang dihasilkan dengan besar kalor yang diserap, dan efisiensi kalor yang diserap terhadap desain, ketika dilakukan penurunan suhu air pendingin. Gambar 8 Analisa Suhu uap, kalor serap kondensor, dan efisiensi terhadap desain 60 50 40 Laju 30 (m/h) 20 Q condenser 10 (W) Efisiensi 0 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 Suhu ( C) Gambar 6 Hubungan suhu pendingin dengan volume output, laju desalinasi, kalor serap kondensor,dan efisiensi pada volume input 535 ml 60 50 40 30 20 10 0 0,0 20,0 40,0 Suhu ( C) V.out (ml) V.out (ml) Laju (m/h) Q condenser( W) Efisiensi Gambar 7 Hubungan suhu pendingin dengan volume output, laju desalinasi, kalor serap kondensor,dan efisiensi pada volume input 750 ml Gambar 9 Analisa Suhu uap, kalor serap kondensor, dan efisiensi terhadap desain, ketika suhu pendingin diturunkan Dari data-data yang diperoleh, didapatkan beberapa analisa sebagai berikut: a. hubungan suhu pendingin dengan volume output, laju desalinasi, kalor serap kondensor,dan efisiensi, adalah berbanding terbalik. ketika suhu mulai naik, maka parameter-parameter tersebut menjadi menurun. b. Sesuai grafik pada Gambar 8, ketika suhu uap yang dihasilkan oleh panel evaporator semakin tinggi,maka jumlah kalor yang diserap oleh kondensor juga ikut meningkat. Den ketika suhu uap yang dihasilkan rendah, maka kalor serap yang dibutuhkan juga turun. Kalor yang diserap ini berbanding lurus dengan efisiensi, antara kalor yang diserap pada alat dengan hasil analisa perhitungan desain, dengan nilai efisiensi tertinggi pada 79% dan dengan suhu pendingin yang cukup konstan pada 33 C. c. Pada data di atas diambil dari saah satu percobaan dengan dilakukan penambahan es batu sehingga suhu air pendingin bisa turun sampai 10 C. sehingga ketika kalor yang mampu diserap kondesor bisa meningkat dibandingkan dengan percobaan tanpa penurunan suhu pendingin. Dengan efisiensi perbandingan kalor serap pada alat dan perhitungan desain, yang hampir

6 mendekati dari perhitungan desain. Dalam skala laboratorium kandungan NaCl air, setelah dilakukan desalinasi sudah cukup baik dengan kadar 95 mg/l, di mana jumlah NaCl tersebut jauh dari batasan maksimum. sedangkan kadar ph maksimum yang dianjurkan untuk air bersih, nilai ph mendekati batas maksimum, yaitu 8,22. Sehingga air hasil desalinasi ini masih laik untuk keperluan konsumsi sehari-hari. Namun perlu peninjauan ulang untuk unsur-unsur yang lain di dalamnya agar air hasil desalinasi ini benar-benar laik konsumsi, terutama untuk diminum. d. Rasio kapasitas alat desalinasi dengan aplikasi nyata untuk kebutuhan sehari-hari. Jika disimpulkan bahwa sistem desalinasi dengan volume air payau yang dimasukkan sebanyak 535 ml, akan menghasilkan air desalinasi sebanyak 3%, yakni 10ml, per hari (diambil sampel pada percobaan III; terlampir). Dan apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam suatu keluarga, dengan anggota 5 orang, maka akan didapatkan rasio perbandingan sistem saat percobaan dengan penerapan sehari-hari sebagai berikut: Diketahui: Volume input = 500 ml (setengah penuh dengan 8 tube pipa ½ ) Volume output = 10 ml Volume tube pada panel = 750ml Kebutuhan air = 20liter/orang 1 kepala keluarga = 5 orang = 100liter/kepala keluarga Jika rasio antara volume input dan output adalah 1:50, maka untuk kebutuhan 100 liter, diperlukan suplai air payau sebanyak 5000 liter. Dan jika digunakan spesifikasi tube pipa yang sama, dengan diameter ½ dan panjang 67 cm, maka akan dibutuhkan tube sebanyak 80 batang. V. PENUTUP Berikut kesimpulan dari studi eksperimental mengenai sistem kondensasi uap hasil evaporasi pada sistem desalinasi air payau dengan menggunakan tenaga matahari: a. Ketika suhu uap yang dihasilkan oleh panel evaporator semakin tinggi,maka jumlah kalor yang diserap oleh kondensor juga ikut meningkat. Dan ketika suhu uap yang dihasilkan rendah, maka kalor serap yang dibutuhkan juga turun. Kalor yang diserap ini berbanding lurus dengan efisiensi, antara kalor yang diserap pada alat dengan hasil analisa perhitungan desain, dengan nilai efisiensi tertinggi pada 79% dan dengan suhu pendingin yang cukup konstan pada 33 C. b. Pada data di atas diambil dari saah satu percobaan dengan dilakukan penambahan es batu sehingga suhu air pendingin bisa turun sampai 10 C. sehingga ketika kalor yang mampu diserap kondesor bisa meningkat dibandingkan dengan percobaan tanpa penurunan suhu pendingin. Dengan efisiensi perbandingan kalor serap pada alat dan perhitungan desain, yang hampir mendekati dari perhitungan desain, yang bisa mencapai 128% dari perhitungan desain. c. Suhu air pendingin mempengaruhi besar laju desalinasi, terhadap air yang dihasilkan dari sistem desalinasi ini. Di mana ketika suhu semakin diturunkan maka tingkat laju desalinasi semakin meningkat dengan tingkat laju desalinasi tertinggi sebesar 0,0117 m 2 /jam d. Namun,jika dilihat dari data volume air yang dihasilkan persentasenya jauh lebih kecil dari pada volume air yang dimasukkan ke dalam sistem, yakni hanya sampai 1-3 %, sehingga belum mampu mencapai 50% atau lebih dari volume air yang dimasukkan ke sistem. Hal ini membuat sistem yang diuji masih jauh dari perencanaan yang diharapkan, sehingga masih jauh dari efisiensi yang diharapkan. e. Kecilnya efisiensi bisa disebabkan oleh perbedaan tekanan yang tidak cukup besar antara panel evaporator dan kondensor, yang mana tidak bisa mengalirkan uap yang dihasilkan evaporator mengalir ke kondensor. f. Kalor yang diserap ini berbanding lurus dengan efisiensi, antara kalor yang diserap pada alat dengan hasil analisa perhitungan desain, dengan nilai efisiensi tertinggi pada 79% dan dengan suhu pendingin yang cukup konstan pada 33 C. Namun kondensor ini masih belum cukup efisien untuk mencapai nilai kalor serap yang sesuai dengan perhitungan desain. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan pada kondensor, terhadap proses penyerapan panas dari uap dan insulasi. Pengembangan ini bisa dilakukan dengan memodifikasi coil tembaga, dengan menambahkan fin (sirip) pada coil tembaga. Dan modifikasi pada bahan dan cara penginsulasian yang kedap. g. Dari hasil uji flamephotometri didapatkan hasil kadar NaCl yang cukup rendah dari pada standar maksimum kandungan garam untuk air bersih, yakni sebesar 95 mg/l. sehingga untuk parameter kadar garam, air desalinasi ini sudah sesuai standar. Sedangkan nilai ph yang telah diuji dengan ph-metri, menunjukkan nilai sebesar 8,22, yang mana nilai ini hampir mendekati batas standar ph untuk air bersih. Sehingga air hasil desalinasi ini masih laik untuk keperluan konsumsi sehari-hari. DAFTAR REFERENSI [1]. PerMenKes No. 492/MenKes/Per/IV/2010 [2]. Assomadi, dan Lahif. 2009. Model Alat dengan Evaporasi dan Kondensasi Menjadi Satu Sistem Ruangan. Teknik Lingkungan ITS, Surabaya. [3]. Irawan, B. 2001. Penyerapan energy matahari dengan Kolektor pelat Datar. Jurnal Bisnis dan Teknologi, vol. 9 (2). Halaman 314-318. [4]. Karnaningroem, N.1990. Efisiensi Evaporsi Sebagai Metoda Penyediaan Air Minum Dari Sumber Air Payau. FTSP. Puslit- ITS [5]. Stoecker, Wilbert F. 1982. Refrigrasi dan Pengkondisian Udara,edisi 2, terjemahan Supratman Hara. Erlangga, Bandung. [6]. Yudi, Hendra. 2013. Kondensasi. Diambil 10 April 2014 dari: http://ilmupembangkit.wordpress.com/2013/05/11/kokondensa/ [7]. Wikipedia. 2013. Insulasi Termal. Diambil 20 Mei 2014 dari : http://id.wikipedia.org/wiki/insulasi_termal