LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2001

dokumen-dokumen yang mirip
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Raperda (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR : 03 TAHUN 2000 SERI : A NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: A NOMOR: 02

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 02 TAHUN 2011

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PAJAK PENERANGAN JALAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 1 TAHUN 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG Nomor : 29 Tanggal : 27 Januari 1999 Seri : A Nomor : 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DAN RUMAH MAKAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BIAK NUMFOR NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 55 TAHUN 2001

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 17 TAHUN 1997 T E N T A N G

PAJAK PENERANGAN JALAN ATAS PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DARI PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA NOMOR : 1/A TAHUN : 1998 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 37 TAHUN 2003

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT N O M O R : 6 T A H U N PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 05 TAHUN 2008

PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR : 17 TAHUN 2004 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 28 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 44 TAHUN 2003 SERI A NOMOR 6

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 5, TAHUN : 2004 SERI : A NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 45 TAHUN : 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : B Nomor : 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 5

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 07 TAHUN 2004 PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 1998 SERI NO. 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2009

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II JAYAPURA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

Perda No. 2/2001 tentang Penetapan Sisa Perhitungan APBD Kabupaten Magelang Tahun PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 4 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK RESTORAN

Perda No.4/2003. Diubah dg

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR: 17 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT Menimbang Mengingat : a. bahwa air merupakan kekayaan alam yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup dan merupakan kebutuhan dasar yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sehingga diperlukan kelestarian, pengendalian, pengambilan dan pemanfaatannya; b. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan merupakan jenis Pajak Propinsi; c. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan daerah yang sangat penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah dalam rangka pelayanan dan peningkatan kesejateraan masyarakat. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah tanah dan Air Permukaan. : 1. Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1649); 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684); 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 9. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun.1982 tentang Tata Cara Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom

(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 16. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); 17. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat Nomor 19 Tahun 1995 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Propinsi Nusa Tenggara Barat; b. Gubernur adalah Gubenur Nusa Tenggara Barat; c. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat; d. Air adalah semua air yang terdapat di permukaan maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk air laut yang berada di perairan lepas pantai; e. Sumber Air adalah di mana air tersedia secara alami maupun buatan buatan baik yang berada di atas permukaan tanah maupun di bawah tanah; f. Air Permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut; g. Air Bawah Tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah; h. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah;

i. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; j. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang; k. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang telah terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar; l. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan; m. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; o. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. BAB II NAMA OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2 (1) Dengan nama Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dipungut Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. (2) Obyek Pajak adalah Pengambilan dan Pemanfaatan air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pasal 3 Dikecualikan dari obyek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah : a. pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan oleh Pemerintah Pusat, Daerah dan Desa khusus didirikan untuk penyelenggaraan usaha eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber air;

b. pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan oleh Badan Usaha Milik Negara yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan usaha eksploitasi dari sumbersumber air; c. pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan untuk kepentingan pengairan pertanian rakyat; d. penggunaan dan pengambilan air untuk keperluan dasar rumah tangga; e. pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah untuk kepentingan sosial dan peribadatan; f. pengambilan dan pemanfaatan air permukaan dan atau sumber air di atas permukaan tanah termasuk air laut yang digunakan di darat untuk kegiatan usaha Pertambangan dan Energi. Pasal 4 (1) Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil dan/atau memanfaatkan Air Bawah anah dan/atau Air Permukaan. (2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil dan memanfaatkan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pasal 5 (1) Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai perollehan air. (2) Nilai Perolehan Air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan dengan rupiah yang dihitung menurut sebagian atau seluruh faktor-faktor : a. jenis sumber air; b. lokasi sumber air; c. volume air yang diambil; d. kualitas air; e. luas areal tempat pemakaian air; f. musim pengambilan air; g. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air. Pasal 6 Besarnya tarif Pajak ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai perolehan Air (NPA).

BAB III DAERAH PEMUNGUTAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK (1) Pajak yang terutang dipungut di Daerah; Pasal 7 (2) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara megalikan Tarip Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. (1) Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan Pasal 8 (2) pemungutan pajak dilaksanakan dengan sistim penetapan Kepala Daerah atau Official Assesment dan atau sistim dibayar sendiri oleh Wajib Pajak atau Self Assesment. (3) Penentuan kriteria dan obyek pajak yang pemungutannya dengan sistem Official Assesment atau sistim Self Assesment sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. BAB IV MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 9 Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 10 Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pengambilan air bawah tanah dan/atau air permukaan. Pasal 12 (1) Setiap Wajib Pajak mengisi SPTPD dan disampaika kepada Gubernur (2) SPTPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya. (3) Bentuk, isi, dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Gubernur.

BAB V TATA CARA, PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 12 (1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksu dapal Pasal 11 ayat (1), pajak terutang diteapkan dengan menerbitkan SKPD (2) apabila SKPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD Pasal 13 (1) Wajib Pajak yang membayar sendiri utang pajaknya, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), digunakan untuk menghitung dan menetapkan pajak sendiri yang terutang. (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, dapat diterbitkan : a. SKPDKB b. SKPDBT c. SKPDN (3) SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a diterbitkan apabila : a. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak b. jika SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak c. jika kewajiban mengisi SPTPD tida dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% 9dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak (4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b diterbtkan apabila ditemukan data baru atau data semula yang belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (5) SKPDN sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diterbtkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak

(6) apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan b tidak dibayar atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. BAB VI TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1) Pembayaran pajak dilakukan di Ksa Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD. (2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor oleh Bendahara Khusus Penerima ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Gubernur. (3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan denganmenggunakan SSPD. Pasal 15 (1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Gubernur dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. (3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar. (4) Gubernur dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar. (5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 16 (1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. (2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.

BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 17 (1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang. (3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Daerah. Pasal 18 (1) Jika jumlah pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa. (2) Gubernur menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis. Pasal 19 Jika pajak yang harus dibyar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Gubernur segera menerbikan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan. Pasal 20 Setelah dilakukan penyitaan, Wajib Pajak belum juga melunasi pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Gubernur mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Pasal 21 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Pasal 22 Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan Pajak Daerah ditetapkan oleh Gubernur. BAB VIII PENGURANGAN, KERINGANAN, DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 23 (1) Gubernur berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak. (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. BAB IX TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24 (1) Gubernur karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : a. membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya trdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar; c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan kekhilafan wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. (2) permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan, ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi adminstrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak

tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas. (3) Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk, paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Permohonan sebgaimana dimaksud dalam ayat (2) dierima, sudah harus memberikan keputusan. (4) Jika telah lewat 3(tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Gubernur, atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan dianggap dikabulkan.. BAB X KEBERATAN DAN BANDING Pasal 25 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk atas : a. SKPD; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN; f. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. (2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3(tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh wajib pajak, atau tanggal pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga dengan alasan yang jelas, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya; (3) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan eberatan diterima harus memberikan keputusan (4) Jika setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 26 (1) Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya Keputusan Keberatan. (2) Pengajuan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 27 Dalam hal pengajuan keberatan sebagamana dimaksud dalam Pasal 25 atau pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dikabulkan sebagian, atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB XI PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 28 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, harus memberikan keputusan. (3) Jika jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah dilampaui, Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Dalam hal wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan penmbayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 29 Dalam hal kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaimana dimakasud dalam pasal 28 ayat (4) pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XII KADALUARSA Pasal 30 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. (2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila : a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XIII PEMBAGIAN PENERIMAAN PAJAK Pasal 31 (1) Hasil penerimaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan dibagi dengan imbangan : a. 70 % (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Kabupaten/Kota ; dan b. 30% (tiga puluh persen) untuk Pemerintah Daerah (2) Penerimaan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota dialokasikan sebagai berikut : a. 40% (empat puluh persen) dibagi rat untuk masing-masing Kabupaten/Kota b. 60% (enam puluh persen) dibagikan berdasarkan potensi atau realisasi penerimaan pajak pada masing-masing Kabupaten/Kota. (3) Pembagian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperhitungkan setelah dikurang uang insentif. Pasal 32 Alokasi pembagian untuk Pemerintah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Gubernur.

BAB XIV PENYIDIKAN Pasal 33 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalamayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas. a. menerima, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah b. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pdana di bidang perpajakan Daerah; c. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah; d. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; e. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah; f. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf e; g. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah; h. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; i. menghentikan penyidikan; j. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikanna kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 34 (1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPPKB, atau mengisi dengan tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPPKB, atau mengisi dengan tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. Pasal 35 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 tidak dituntut setelah melampui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 (1) Kewenangan pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah Dinas Pertambangan dan Energi dengan Koordinator Dinas Pendapatan. (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. pendaftaran dan pendataan; b. pembayaran c. penagihan d. pembukuan/pelaporan; e. penyitaan Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Ditetapkan di Mataram pada tanggal 5 Juni 2001 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT ttd. HARUN AL RASYID Diundangkan di Mataram pada tanggal 11 Juni 2001 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT tdd. H. ABDUL KADIR LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2001 NOMOR 58